Anda di halaman 1dari 142

SKENARIO

Terminologi
• Endemik adalah penyakit yang menyerang beberapa orang dalam
suatu wilayah yang luas dengan angka prevalensi dan insidens yang
relatif tinggi dibandingkan wilayah atau populasi lainnya.
• Malria adalah penyekit infeksi yang disebebkan oleh parasit genus
plasmodium melalui gigitan nyamuk anopeles betina
• DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan aedes aegypty dan aedes albopictus
• Topografi adalah kajian atau penguraian tentang keadaan permukaan
bumi pada suau daerah
• Filaria adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh
cacing filaria brancropi yang menyerang KGB ditularkan melalui
gigitan nyamyuk
• MF rate adalah prevalensi filariasis dimana dinilai dengan beberapa
sample yang positif terdapat organisme penyebab didalam apusan
darah berbanding dengan berapa banyak sampel yang dipakai.
• RDT adalah deteksi salah satu alternative diagnosis untuk mendeteksi
plasmodium secara cepat.
• Zoonosis adalah penyakit infeksi yang ditularkan hewan vertebrata ke
manusia atau sebaliknya
• LeptoSpirosis adalah penyakit yang disebebkan oleh bakteri
leptospiral interogans yang disebarkan melalui urin atau darah hewan
yang terinfeksi
• Rabies dalah penyakit anjing gila yang merupakan penyakit infeksi
akut pada SSP yang disebabkan oleh virus rabies.
RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa suatu daerah dikatakan endemik malaria dan kejadian tinggi DBD? Dan
apa saja daerah yang termasuk endemik tsb?
2. Bagiamana penularan malaria dan DBD dan apakah ada hubungan dengan kondisi
lingkungan disekitarnya?
3. Bagaimana gambaran tempat tempat perindukan nyamuk?
4. Mengapa MF menjadi landasan suatu daerah dikatakan endemik dan apa
interpretasi dari MF 6%?
5. Bagaimana penanganan penyakit endemik?
6. Bagiamana syarat puskesmas dijadikan tempat pelatihan tsb dan apa tujuannya?
7. Bagiamana bentuk pelatihan diagnosis dan tatalaksana malaria dan filaria untuk
tingkat kabupaten?
8. Bagaimana kriteria diagnosis malaria menurut WHO?
9. Apa saja penyakit zoonosis dan bagaimana terjadinya penyakit tersebut?
10. Bagaimana hubungan leptospirosis dengan keadaan lingkungan wilayah kerja dr.
Anggi?
11. Mengapa rabies menyebabkan kematian?
12. Apakah semua orang yang tergigit anjing bisa terkena rabies?
13. Mengapa perlu dilakukan kerjasama lintas sektoral untuk penanganan kasus rabies?
ANALISIS MASALAH
1. Mengapa suatu daerah dikatakan endemik malaria dan kejadian tinggi DBD? Dan apa
saja daerah yang termasuk endemik tsb?

Malaria
• Daerah terbagi 2 yaitu non edemis dan endemis(rendah, sedang, tinggi)
• Dikatakan endemis tinggi : API > 50/1000 penduduk seperti maluku, papua barat, Sumut,
NTT
• Sedang 1-<50 / 1000 penduduk seperti Sumbar
• Rendah <1/1000 seperti jawa kalimantan dan sulawesi
• Faktor lain yang menyebabkan kejadian endemis yaitu keberadaan vektor dengan
lingkungan yaitu genangan air, rumah yang dinding kayu, ketinggian daerah (dataran
rendah)

DBD
• Perubahan iklim spt perpanjang penularan penyakit dan merubah luas geografi
• Lingkungan, urbanisasi, kepadatan penduduk
• Indeks curah hujan  hujan lebat  genangan air  10-50 jentik disetiap genangan air
 2 minggu menjd nyamuk
2. Bagiamana penularan malaria dan DBD dan apakah ada hubungan
dengan kondisi lingkungan disekitarnya?
Malaria
• Melalui gigitan nyamuk anopeles betina yang mengigit dari senja
hingga malam hari. Plasmodium mempunyai siklus hidup secara
seksual dan aseksual(manusia)

• DBD
Virus Dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes betina yang aktif
menyerang manusia pada pagi dan sore hari.
3. Bagaimana gambaran tempat tempat perindukan nyamuk?
• Tinggal di air kotor dan tempat sampah
• Pantai spt Tambak ikan yang tidak dikelolah dengan baik
• Persawahan yaitu area yang ditumbuhi padi

Faktor yang menyebabkan nyamuk cepat berkembang


• Faktor biotik  penyebaran spesies dan kerapatan vegetasi
• Faktor abiotik  intensitas sinar matahari, kecepatan angin dan curah
hujan
4. Mengapa MF menjadi landasan suatu daerah dikatakan endemik dan
apa interpretasi dari MF 6%?
• MF 1% sbg indikator kota atau kab menjd suatu daerah endemis
filariasis
• Cara hitungan daerah jari yang positif microfilaria dengan jumlah SDJ
yang diperiksa dikali 100%
• Semakin tinggi MF semakin tinggi penularannya.
6. Bagiamana syarat puskesmas dijadikan tempat pelatihan tsb dan apa
tujuannya?
• Syaratnya biasanya tidak ada yang terkhusus namun puskesmas yang
berada diwilayah endemik.
• Dengan tujuan untuk mengetahui prevalensi kejadian dan dapat
melakukan tindakan preventif serta tatalaksana awal lebih cepat
sebelum terjadinya komplikasi

7. Bagiamana bentuk pelatihan diagnosis dan tatalaksana malaria dan


filaria untuk tingkat kabupaten?
8. Bagaimana kriteria diagnosis malaria menurut WHO?

• Perubahan sesadaran gcs <11


• Kelemahan otot : tidak bisa duduk dan berjalan
• Kejang berulang lebih dari 2 episode dalam 24 jam
• Distress pernapasan
• Gagal sirkulasi/ syok : pengisian kapilek > 3 detik, sistolik < 80mmhg
• Bilirubin > 3mg/dl
• Kepatadan parasit >100.000
• Hemoglobinuria
• Perdarahan spontan abnormal
• Udem paru
9. Apa saja penyakit zoonosis dan bagaimana terjadinya penyakit
tersebut?
Organisme yang dapat ditularkan oleh hewan kemanusia
• Antrax : bakteri yang hidup ditanah dengan keadaan tidak aktif
kemudian jika ketemu dengan inang spt hewan ternak atau liar dan
mjd aktif. Kemudian menginfeksi melalui kulit, GIT dan pernapasan.
• Japanese encepalitis : menyerang ssp dengan Babi sbg vektor
• Leptospirosis : Vektor sapi tikus kambing kucing dan penyebaran dari
bahan yang tercemar dari hewan yang sakit
• Rabies : yang menginfeksi kucing monyet dan anjing
• Sapi gila atau bovine spongioform encepalopati : gangguan otak oleh
infeksi protein abnormal yang ada pada hewan ternak
10. Bagaimana hubungan leptospirosis dengan keadaan lingkungan
wilayah kerja dr. Anggi?
• Merupakan infeksi yang disebabkan leprospiral interogans dan
terdapat dalam air seni, darah dan jaringan hewan pengerat (banyak
ditikus, namun sapi babi, anjing, dan reptil bisa ditemukan)
• Lingkungan yang padat berkemungkinan lingkungan yang kotor dan
bisa jd tempat perkembangbiankan tikus dan hewan tsb bisa BAK di
daerah tsb dan bisa mencemari air dan manusia tertular krn manusia
berkontak langsung dengan air yang tercemar tsb.
• Masuk melalui kulit yang lecet dan luka
11. Mengapa rabies menyebabkan kematian?
• Penyebar melalui gigitan  dalam jaringan otot  saraf perifer 
ascending ke UMN dan ke SPP dan bagian akhir di otak dan
mendektrusi bagian yang dikenai.

12.Apakah semua orang yang tergigit anjing bisa terkena rabies?


• Tidak semua anjing, krn yang bisa menyebabkan nya yaitu anjing yang
telah terinfeksi rabies
• Bergantung pada lokasi tempat gigitan (dekat otak), Kedalaman luka
(Dalam) , Jenis dan jumlah virus
13. Mengapa perlu dilakukan kerjasama lintas sektoral untuk
penanganan kasus rabies?
• Karena untuk menangani kasus rabies tidak hanya dokter sebagai
yang menangani pasien terinfeksi saja, namun juga dibutuhkan upaya
pencegahan yang dapat berupa penanganan anjing gila oleh dokter
hewan dan pemerintah dalam memisahkan anjing terinfeksi sehingga
tidak mengigit manusia
SKEMA
LEARNING OBJECTIVES
MAHASISWA MAMPU MENJELASKAN
1. Vektor dan Reservoar penyakit serta penyakit zoonosis
2. Epidemiologi, Etiologi, Patogenesis, Prinsip Diagnosis dan
Tatalaksana penyakit yang ditransmisikan oleh vector dan reservoir
penyakit serta penyakit zoonosis
3. Program pengendalian Penyakit yang di Transmisikan oleh vector
dan reservoir penyakit serta penyakit zoonosis
Vektor dan reservoir
• Vektor: Vektor adalah serangga atau hewan lain yang biasanya
membawa kuman penyakit yang merupakan suatu resiko bagi
kesehatan masyarakat.
Vektor mekanik yaitu hewan avertebrata yang menularkan penyakit
tanpa agen tersebut mengalami perubahan
vektor biologik yaitu agen mengalami perkembangbiakan atau
pertumbuhan dari satu tahap ke tahap yang lebih lanjut
• Reservoir: Reservoir adalah manusia, hewan, tumbuhan, tanah, a tau
zat organik (seperti tinja dan makanan) yang menjadi tempat tumbuh
dan berkembang biak agen.
Pada penularan penyakit melalui vektor secara biologis, perubahan
bentuk atau perkembangbiakan agen dibedakan sebagai berikut:
1. Cyclo propagative transmission Agen, mengalami perubahan
stadium dan perkembangbiakan di dalam tubuh vektor. Contoh :
plasmodium (agen malaria) di dalam tubuh nyamuk.
2. Cyclo developmental transmission Agen, mengalami perubahan
stadium hingga mencapai stadium infektif di dalam tubuh vektor
tetapi tidak mengalami perkembangbiakan. Contoh : cacing filaria di
dalam tubuh nyamuk Culex quinquefasciatus.
3. Propagative transmission Agen, berkembang biak di dalam tubuh
vektor tanpa mengalami perubahan stadium. Contoh : Yersinia pestis
(agen pes) di dalam tubuh pinjal (flea) Xenopsylla cheopis. Pinjal
sebagai vektor bisa mati oleh Yersinia pestis.
Penyakit menular yang penularannya terutama oleh vektor dapat dibagi
menurut jenis vektomya:
1. Vektor nyamuk (mosquito borne diseases) antara lain : malaria,
filariasis, dan beberapa jenis virus encephalitis, demam virus
seperti demam dengue, virus hemorrhagic seperti dengue
hemorrhagic fever serta yellow fever.
2. Vektor kutu louse (louse borne disease) antara lain: epidemic tifus
fever dan epidemic relapsing fever
3. Vektor kutu flea (flea orne disease): PES dan tifus murin
4. Vektor kutu mite (mite borne disease): scrub tifus(tsutsugamushi)
dan vestikular ricketsiosis

5. Vektor kutu tick(tick borne disease): spotted fever dan epidemic


relapsing fever

6. Serangga lainnya: sunly fever, lesmaniasis, barthonellosis oleh lalat


phlebotonus
Zoonosis
• Zoonosis adalah penyakit-penyakit dan infeksi yang secara alami
dapat ditularkan dari hewan-hewan vertebrata ke manusia dan atau
sebaliknya. Pengertian tersebut juga mencakup keadaan dimana
suatu organisme dapat hidup baik di dalam tubuh manusia maupun
tubuh hewan, meskipun organisme tersebut tidak secara umum
ditularkan dari yang satu terhadap lainnya.
• Zoonosis juga berlaku bagi suatu organisme penyebab penyakit yang
hidup pada suatu lingkungan misalnya tanah, dan baik manusia
maupun hewan mengalami infeksi akibat kontak dengan tanah yang
menjadi sumber infeksi tersebut.
• Menurut Joint FAO/WHO Expert Committee on Zoonosis, maka klasifikasi
zoonosis dapat dilakukan atas dasar jenis inang reservoir yang merupakan
sumber infeksi orgnisme penyebab penyakit menjadi 3 yaitu :
1.Anthropozoonosis :infeksi manusia yang diperoleh dari hewan (hewan sebagai
inang reservoir)
2.Zooanthroponosis : infeksi yang diperoleh binatang dari manusia baik secara
langsung maupun tidang langsung (manusia sebagai inang reservoir)
3.Amphixenosis : zoonosis dimana manusia dan hewan sama-sama sebagai
reservoir yang cocok utk agen penyakit dan infeksi tetap berjalan secara bebas
walaupun tanpa keterlibtan grup lain (manusia atau hewan)
• Klasifikasi zoonosis berdasarkan siklus hidup organisme penyebab infeksi,
maka zoonosis dibagi menjadi 4 (empat) macam, yaitu :
1.Zoonosis langsung (direct zoonoses) : agen penyakit hanya memerlukan
satu vertebrata sbg inang dengan penularan agen penyakit secara langsung
2.Cyclozoonosis : agen penyakit memerlukan dua atau lebih inang vertebrata
3.Metazoonosis : agen penyakit memerlukan inang vertebrata dan
invertebrata
4.Saprozoonosis : agen penyakit memerlukansatu inang antara dari bahan
organikatau bahan hidup yang tidak berjiwa sebagai tempat untuk
terakumulasinya penyakit.
Sifat penyakit zoonosis bervariasi bergantung kepada sifat agen patogen sebagai berikut :
1.Agen patogen berada pada hewan sebagai reservoir, akan tetapi kasus pada manusia
jarang terjadi atau infeksinya bersifat “dead-end”, misalnya Anthrax, Rabies, West Nile dan
Nipah/Hendra.
2.Agen patogen tumbuh dengan baik pada hewan dan manusia misalnya Tuberculosis sapi,
Salmonelosis.
3.Agenpatogen berada pada situasi antara (intermediate) dimana hewan hanya bertindak
sebagai inang utama, tetapi wabah pada manusia lebih sering terjadi dan mata rantai
penularan mengarah pada misalnya Monkeypox, Hanta, Lassa dan Ebola.
4.Agen patogen yang secara bertahap beradaptasi terhadap penularan dari manusia ke
manusia dan saat ini dapat menular antar manusia misalnya Tuberculosis pada manusia.
5.Agen patogen yang sumbernya dari hewan akan tetapi secara tiba-tiba muncul pada
populasi manusia misalnya HIV, Infuenza tipe A dan kemungkiinan SARS.
DBD
DBD Definisi
Infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue. Virus ini ditularkan oleh nyamuk
aedes aegypti dan aedes albopictus

Epidemiologi
1968 – 2009  INA sebagai negara
tertinggi DBD di Asia Tenggara
Vektor
• Menggigit pada pagi dan sore hari. • Menggigit beberapa kali setiap hari
sehingga dia bisa menularkan
virusdari satu orang ke orang kali
dalam satu hari
Cara Penularan
Nyamuk Aedes aegypti

Penderita

Virus dengue masuk lambung Aedes

Menyebar ke jaringan nyamuk tmsk liur

Menularkan ke orang lain.

Virus dengue berada dlm tubuh nyamuk sepanjang hidup


Siklus Hidup
Kemampuan terbang
berkisar antara 40-100
meter dari tempat
berkembang biaknya.
Tempat istirahat yang
disukainya adalah benda-
benda yang bergantung di
dalam rumah, seperti
gordyn, kelambu,
baju/pakaian kamar yang
gelap dan lembab
Patogenesis
• Yang tersering :
a. Teori secondary heterologous dengue infection  terinfeksi virus
dengue dengan serotipe yang berbeda dari sebelumnya ( 6 bulan –
5 thn )
b. Teori immunological enhancement hypothesis : kompleks imun di
sirkulasi memicu replikasi virus
Tatalaksana
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah :
· Penggantian cairan tubuh.
· Penderita diberi minum sebanyak 1,5-2 liter dalam 24 jam (air teh dan
gula sirup atau susu).
· Gastroenteritis oral solution/kristai diare yaitu garam elektrolit
(oralit), kalau perlu 1 sendok makan setiap 3-5 menit.
Tindakan Pencegahan

1. Pemberantasan sarang nyamuk melalui 3 M.

2. Pemberantasan vektor/nyamuk dengan penyemprotan (fogging


fokus).

3. Kunjungan ke rumah-rumah untuk pemantauan jentik dan


pembagian bubuk abate.

4. Penyuluhan dan kerja bakti untuk melakukan kegiatan 3M.


Alur Penanggulangan KLB-DBD
Penderita/Tersangka DBD

Penyelidikan Epidemiologi

• Ditemukan 1 atau lebih penderita DBD lainnya dan atau


ada penderita panas ≥ 3 orang tersangka DBD
• Ditemukan jentik (≥ 5%)

YA TIDAK

• PSN
• PSN
• Larvasida Selektif
• Larvasida Selektif
• Penyuluhan
• Penyuluhan
• Fogging radius +/- 200 m
MALARIA
PENDAHULUAN
• Kematian akibat malaria di seluruh dunia :
1,5 – 2,7 juta / tahun

• Laporan WHO : 500 juta penderita malaria


/ tahun, terutama di Afrika dan Asia,
dengan kematian 1,1 juta / tahun
DEFINISI
• Malaria tertiana (ringan)
Penyebab : Plasmodium vivax
Gejala : demam / 2 hari selama 2 minggu
setelah infeksi
• Demam rimba (jungle fever) = Malaria
aestivo-autumnal = Malaria Tropika
Penyebab : Plasmodium Falciparum
Penyebab utama kematian, karena
menghalangi jalan darah ke otak,
sehingga dapat menyebabkan koma,
mengigau, bahkan kematian
• Malaria kuartana
Penyebab : Plasmodium malariae
Masa inkubasi lama
Gejala 18-40 hari setelah infeksi &
terulang setiap 3 hari

• Malaria oleh plasmodium Ovale ( jarang )


=> mirip Malaria tertiana
PENYEBAB
• Parasit malaria (genus Plasmodium)
• Terdiri dari 4 spesies (Plasmodium vivax,
Plasmodium falciparum, Plasmodium
malariae, Plasmodium ovale)
• Pada kera ditemukan : Plasmodium
cynolmogi (mirip Plasmodium vivax),
Plasmodium Knowlesi (mirip Plasmodium
Falciparum & Plasmodium malariae)
• Plasmodium rodhaini pada simpanse
Afrika & Plasmodium brasilianum pada
kera Amerika Selatan (mirip Plasmodium
Malariae)
Manusia dapat diinfeksi
parasit malaria kera
secara alami &
eksperimental, &
sebaliknya !!!
VEKTOR
• Nyamuk Anophelini (genus Anopheles)

• Ada + 2 ribu spesies Nyamuk Anopheles di


dunia

• Yang dapat menularkan malaria +60


spesies
• Di Indonesia ada 80 spesies Anopheles.
Yang dapat berperan sebagai vektor
malaria hanya 16 spesies dengan tempat
perindukan yg berbeda-beda
• Di Jawa & Bali : An.sundaicus &
An.aconitus, An.supticus & An.maculatus
• Di pantai : An.sundaicus & An. Supticus

• Di pedalaman : An.aconitus & An.ma-


culatus

• Di Sumatra : An.sundaicus, An.macu-lates


& An.nigerrimus, An.sinensis & An.letifer
PENULARAN
• Masa tunas ekstrinsik : waktu antara
nyamuk menghisap darah yg
mengandung gametosit sampai
dengan mengandung sporozoit
(bentuk infektif) dalam kelenjar
liurnya
CARA INFEKSI
1)Alami : melalui vektor (sporozoit masuk
ke tubuh manusia melalui tusukan
nyamuk

2) Induksi (stadium aseksual dalam eritrosit


tidak sengaja masuk ke tubuh manusia
melalui darah, misal : melalui tranfusi,
suntikan, kongenital)
Manusia yg mengandung
stadium gametosit dapat
membantu stadium infektif
(sporozoit) dalam nyamuk
(vektor)
GEJALA & TANDA
• Trias malaria: demam, menggigil,
berkeringat
• Sakit kepala, mual, muntah, pucat
• Gejala khas daerah setempat : diare pada
balita (di Timtim), nyeri otot pada orang
dewasa (di Papua), pucat & menggigil-
dingin pada orang dewasa (di Yogyakarta).
Dapat Disertai :

1.Gangguan kesadaran (>30 menit)


2. Kejang
3. Panas tinggi, gangguan kesadaran
4. Mata & tubuh kuning
5. Perdarahan di hidung, gusi, saluran
pencernaan
6. Jumlah kencing berkurang (oliguri)
7. Warna urine seperti teh (kecoklatan)
8. Kelemahan umum (tidak bisa
duduk/berdiri)
9. Nafas sesak
PENCEGAHAN
• Pemberantasan sarang nyamuk
(perindukan nyamuk)
• Memberi ikan kepala timah pada tempat
jentik nyamuk anopheles
• Larvasasi tempat perindukan nyamuk
anopheles
• Memakai kelambu
• Memakai repellen waktu keluar / bekerja
di luar rumah pada daerah endemis
malaria
• Di wilayah yg resisten, tahun 2004
dilakukan pengobatan dengan kombinasi
derivate artemisinin (artesunat &
amodikuin)
• Pos Malaria Desa : tempat komunika-si &
info masyarakat serta pelayanan yang
diselenggarakan dari, oleh, & untuk
masyarakat, difasilitasi Puskes-mas
setempat, bekerja sama dengan lembaga
/ orang yg sudah ada di masing2 desa.
Pelayanan dilengkapi sarana diagnosis
laboratorium dengan pemeriksaan
mikroskopik & cara rapid diagnostic test
(RDT)
PENGOBATAN
1. Pengobatan klinis (3 hari)
Hari Obat Jumlah obat sesuai umur
0-11 1-4 5-9 10-14 >15
bulan tahun tahun tahun tahun
1 Klorokuin ½ 1 2 3 4
Primakin - 3/4 1½ 2 3

2 Klorokuin ½ 1 2 3 4
3 Klorokuin ¼ ½ 1 1½ 2
2. Pengobatan radikal
a.Plasmodium Falciparum yg masih sensitif  terapi
yg resisten obat :
1. Sulfadoksin pirymetamine/suldox/fansidar (2 hari):

Hari Obat Jumlah obat sesuai umur


0-11 1-4 5-9 10-14 >15
bulan tahun tahun tahun tahun
1 Sulfadoxin - 3/4 1½ 2 3
/ Fansidar
2 Primakuin - 3/4 1½ 2 3
2. Kina / Alkaloida cinchona (7 hari)

Ha- Obat Jumlah obat sesuai umur


ri
0-11 bln 1-4 5-9 10-14 >15
th th th th
1-7 Kina 3 bln= 3x10mg 3x 3x1 3x1 3x2
9 bln=3x30mg ½ ½
1 Primaku- - 3/4 1½ 2 3
in
b. Plasmodium Vivax (5 hari)
Hari Obat Jumlah obat sesuai umur
0-11 1-4 5-9 10-14 >15
bulan tahun tahun tahun tahun
1 Klorokuin ½ 1 2 3 4
Primakuin - ¼ ½ ¾ 1
2 Klorokuin ½ 1 2 3 4
Primakuin - ¼ ½ ¾ 1
3 Klorokuin ½ 1 2 3 4
Primakuin - ¼ ½ ¾ 1
4 Primakuin - ¼ ½ ¾ 1
5 Primakuin - ¼ ½ ¾ 1
Catatan:
• Klorokuin : dosis tunggal 25 mg basa/kg
BB (tidak diberikan pada perut kosong)

• Primakuin tidak diberikan pada bayi & ibu


hamil

• Ibu hamil dengan kina 3 x2 tablet selama


7 hari
• Kina : obat pilihan untuk plasmodium
falsiparum resisten klorokuin

• Di Indonesia belum ada resistensi kina

• Efek Samping Obat kina: sakit kepala,


gangguan pendengaran, mata kabur
(sementara)
3. Pengobatan Massal
• Pengobatan malaria klinis pada > 80%
penduduk di daerah KLB
• Untuk menanggulangi KLB

4. Mass Fever Treatment (MFT)


• Pengobatan malaria klinis pada semua
penderita demam di daerah KLB
• Untuk menanggulangi KLB
RABIES
DEFINISI
• Menurut bahasa, Rabies berasal dari bahasa latin “rabere”  arti marah.
•  bahasa Sanskrit “rabhas” yang bermakna kekerasan.
• Yunani : “Lyssa”  “kegilaan”.
• Rabies merupakan simbol bagi penyakit yang menyerang anjing dan membuat anjing
seperti gila (”mad Dog” )(Wilkinson, 2002)
• Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit hewan menular yang
disebabkan oleh virus, bersifat akut serta menyerang susunan syaraf pusat
hewan berdarah panas dan manusia (zoonosis)
ETIOLOGI
 Rabies disebabkan oleh virus dari
genus Lyssavirus (dari bahasa
Yunani Lyssa, yang berarti
mengamuk atau kemarahan)
family Rahbdoviridae (dar bahasa
Yunani, Rhabdos, yang
berarti batang).
Penularan Virus
• Virus yang masuk kedalam tubuh melalui
gigitan akan ber-replikasi dalam otot atau
jaringan ikat pada tempat inokulasi dan
kemudian memasuki saraf tepi pada
sambungan neuromuskuler dan menyebar
sampai ke susunan saraf pusat (SSP).
• Virus terus ber-replikasi hingga masuk
menuju kelenjar ludah dan jaringan lain.
Sehingga virus ini pada umumnya
menyebar ke hewan lain melalui saliva dari
hewan yang terinfeksi (melalu gigitan)
• Virus rabies masuk ke dalam tubuh manusia
atau hewan melalui:
• Luka gigitan hewan penderita rabies
• Luka yang terkena air liur hewan atau manusia
penderita rabies
Faktor yang Mempengaruhi Penularan Virus
Rabies
• Kepekaan terhadap infeksi dan masa inkubasinya bergantung pada :
• latar belakang genetik inang
• strain virus yang terlibat
• konsentrasi reseptor virus pada sel inang
• jumlah inokulum
• beratnya laserasi
• jarak yang harus ditempuh virus untuk bergerak dari titik masuk ke SSP

Terdapat angka serangan yang lebih tinggi dan masa inkubasi yang lebih pendek
pada orang yang digigit pada wajah atau kepala
• Distribusi penyakit Rabies sangat bervariasi untuk setiap belahan dunia.
• Rabies adalah penyakit zoonosis yang pada umumnya berasal dari satwa
liar yang menyerang hewan-hewan domestik dan manusia atau dari
hewan domestik yang tertular kemudian ke manusia.
• Hewan-hewan utama yang merupakan pembawa rabies (HPR=Hewan
Pembawa Rabies) umumnya berbeda untuk setiap benua.
• Eropa : rubah dan kelelawar
• Timur Tengah : srigala dan anjing
• Afrika : anjing, mongoose dan antelop
• Asia : Anjing
• Amerika utara : rubah, sigung, rakun, dan kelelawar pemakan serangga
• Amerika selatan : anjing dan kelelawar vampire
EPIDEMIOLOGI
• Rabies tersebar luas di 24 Propinsi, dengan jumlah kasus gigitan
yang cukup tinggi. Berdasarkan data Data Kementerian Kesehatan 
40.429 kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR) yang dilaporkan
• Mayoritas hewan yang menularkan virus tersebut, 98 persen berasal
dari anjing, dan sisanya kucing dan kera
• belum diketemukan obat/cara pengobatan untuk penderita rabies
sehingga selalu diakhiri dengan kematian pada hampir semua
penderita rabies baik manusia maupun pada hewan.
EPIDEMIOLOGI
• Provinsi yang dinyatakan sebagai daerah bebas rabies antara lain
• Kepulauan Riau
• Bangka Belitung
• DKI Jakarta
• Kalimantan Barat
• Jawa Tengah
• D.I. Yogyakarta
• Jawa Timur
• Nusa Tenggara Barat
• Papua
• Papua Barat.
• Pada tahun 1998 terjadi outbreak di Kab. Flores Timur, Prop. NTT
PATOGENESA
• Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu virus
tetap tinggal pada tempat masuk dan didekatnya, kemudian bergerak mencapai
ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan
fungsinya.
• Masa inkubasi bervariasi berkisar antara 2 minggu sampai 2 tahun, tetapi pada
umumnya 3-8 minggu, berhubungan dengan jarak yang harus ditempuh oleh
virus sebelum mencapai otak.
• Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas
dalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap
sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak
PATOGENESA
• Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian kearah
perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf
otonom. Dengan demikian virus menyerang hampir tiap organ dan jaringan
didalam tubuh, dan berkembang biak dalam jaringan- jaringannya, seperti
kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya.
• Manusia adalah salah satu komponen dari siklus penyakit Rabies yang merupakan “dead
end” dari siklus penyakit ini karena hampir selalu menyebabkan kematian. Transmisi
manusia ke manusia adalah jarang, tetapi hal ini pernah dilaporkan di Perancis pada
proses operasi transplantasi kornea mata pada tahun 1980
• Masa inkubasi di manusia dari penyakit Rabies sangatlah bervariasi,
dimulai dari 7 hari hingga beberapa tahun. Hal ini tergantung kepada:
• 1. Dosis dari inokulum
• 2. Keparahan dari luka hasil gigitan
• 3. Jarak luka dengan SSP, seperti luka yang terjadi diwajah
mempunyai masa inkubasi yang lebih pendek jika dibandingkan
dengan luka di kaki
GEJALA
• 1. Stadium Prodromal
Gejala-gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa nyeri
ditenggorokan selama beberapa hari.
• 2. Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada
tempat bekas luka. Kemudian
disusul dengan gejala cemas, dan reaksi yang berlebihan
terhadap rangsang sensorik.
GEJALA
• 3. Stadium Eksitasi
• Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala hiperhidrosis,
• hipersalivasi, hiperlakrimasi dan pupil dilatasi. Bersamaan dengan stadium eksitasi ini penyakit mencapai
puncaknya, yang sangat khas pada stadium ini ialah adanya macam-macam fobi, yang sangat terkenal
diantaranya ialah hidrofobi.
• Kontraksi otot-otot Faring dan otot-otot pernapasan dapat pula ditimbulkan oleh rangsang sensorik seperti
meniupkan udara kemuka penderita atau dengan menjatuhkan sinar kemata atau dengan menepuk tangan
didekat telinga penderita.
• Pada stadium ini dapat terjadi apnoe, sianosis, konvulsa da tahikardi. Tindak-tanduk penderita tidak rasional
kadang-kadang maniakal disertai dengan saat-saat responsif.
• Gejala-gejala eksitasi ini dapat terus berlangsung sampai penderita meninggal, tetapi pada saat dekat kematian
justru lebih sering terjadi otot-otot melemah, hingga terjadi paresis flaksid otot-otot.
GEJALA
• 4. Stadium Paralis
• Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi Kadang-
kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis
otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang
belakang, yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan.Serum
neutralizing antibody pada kasus yang tidak divaksinasi tidak akan terbentuk
sampai hari ke vaksin anti tetanus, anti biotik untuk mencegah infeksi dan
pemberian analgetikTerhadap luka resiko tinggi, selain VAR juga diberi SAR.
• komplikasi biasanya diikuti gejala klinis pada
• Susunan Syaraf Pusat :
• gangguan termoregulasi
• penurunan kesadaran
• encephalitis
• sistem kardiovaskular : cardiac dysrithmia
• system respirasi.
PENANGANAN LUKA GIGITAN
HEWAN MENULAR RABIES

• Setiap ada kasus gigitan hewan menular rabies harus ditangani


dengan cepat dan sesegera
• mungkin. Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang masuk
pada luka gigitan, usaha yang paling efektif ialah mencuci luka
gigitan dengan air (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau
diteregent selama 10-15 menit, kemudian diberi antiseptik (alkohol
70 %, betadine, obat merah
• Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit, kecuali jahitan situasi.
Bila memang perlu sekali untuk dijahit (jahitannya jahitan situasi),
maka diberi Serum Anti Rabies (SAR) sesuai dengan dosis, yang
disuntikan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin dan
sisanya disuntikan secara intra muskuler.
• Disamping itu harus dipertimbangkan perlu tidaknya pemberian
serum/ vaksin anti tetanus, anti biotik untuk mencegah infeksi dan
pemberian analgetik
PENCEGAHAN
langkah-langkah pencegahan rabies :
•Tidak memberikan izin untuk memasukkan atau menurunkan anjing,
kucing, kera dan hewan sebangsanya di daerah bebas rabies.
•Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya yang
masuk tanpa izin ke daerah bebas rabies.
•Melaksanakan vaksinasi terhadap setiap anjing, kucing dan kera, 70%
populasi yang ada dalam jarak minimum 10 km disekitar lokasi kasus.
• Pemberian tanda bukti atau pending terhadap setiap kera, anjing, kucing
yang telah divaksinasi.
• Mengurangi jumlah populasi anjing liar atau anjing tak bertuan dengan
jalan pembunuhan dan pencegahan perkembangbiakan.
• Menangkap dan melaksanakan observasi hewan tersangka menderita
rabies, selama 10 sampai 14 hari, terhadap hewan yang mati selama
observasi atau yang dibunuh, maka harus diambil spesimen untuk
dikirimkan ke laboratorium terdekat untuk diagnosa.
• Mengawasi dengan ketat lalu lintas anjing, kucing, kera dan hewan
sebangsanya yang bertempat sehalaman dengan hewan tersangka rabies.
• Membakar dan menanam bangkai hewan yang mati karena rabies
sekurang-kurangnya 1 meter.
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES INDIVIDUAL

• Hindari kejadian penggigitan


• · Pintu pagar tertuliskan AWAS ANJING GALAK
• · Anjing dirantai ± 2 meter jika rumah tidak berpagar
• · Anjing dibrongsong terutama jika dibawa keluar rumah
• Vaksinasi rabies pada anjing, kucing, kera/ monyet peliharaan
secara teratur setiap tahun
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES INDIVIDUAL

• Memberantas, memusnakan atau eliminasi anjing liar atau yang


berkeliaran dengan menggunakan umpan, misalnya bakso atau
ikan, yang diberi racun. Kegiatan ini dilakukan oleh petugas
berwenang.
• Dilakukan penangkapan ajing liar/berkeliaran ditempat umum
selanjutnya dilakukan pembunuhan.
Filariasis
Epidemiologi
• Dunia, 2016
• Indonesia, 2017
• WHO (Oktober 2018): 856 juta penduduk di 52 negara di seluruh
dunia beresiko tertular filariasis. 60% di Asia Tenggara
• Indonesia: prevalensi terus menurun, dari 19,5% (1980) menjadi 4,7%
(2014)
Etiologi
• Wuchereria bancrofti
• Brugia malayi
• Brugia timori
Siklus
Manifestasi klinis
Masa inkubasi
8-12 bulan (tempat gigitan s/d dewasa)

Fase akut
• Nyeri ditempat gigitan nyamuk/lokal, bengkak, panas, kadang gatal
• Limfangitis lokal -> limfadenitis -> demam (3-5 hari)
• Timbul gejala sitemik: demam, sakit kepala , mual , muntah
• Limfadenitis, orchitis, funikulitis
Fase obstruksi
• Varices dari limfe, hidrochel, skrotum
• Elephantiasis: tungkai (B. malayi), skrotum (W. bancrofti)
Diagnosis
• Identifikasi mikrofilaria dengan pemeriksaan mikroskop. Darah yang
akan diperiksa dikumpulkan pada malam hari, sesuai dengan waktu
kemunculan mikrofilaria, kemudian dibuat sediaan darah tebal dan
diwarnai dengan giemsa/hematoxylin dan eosin.
Tatalaksana
• Pengobatan massal dilakukan di daerah endemis dengan menggunakan obat
Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dikombinasikan dengan Albendazole sekali
setahun selama 5 tahun berturut-turut.
• Untuk mencegah reaksi pengobatan seperti demam, diberikan Paracetamol.
Oleh WHO, filariasis ditargetkan untuk dieliminasi sebagai penyebab
masalah kesehatan masyarakat pada tahun 2020 melalui program
eliminasi global dengan pengobatan kombinasi DEC 6 mg/kg BB dan
albendazol 400 mg yang diberikan sekali setahun selama 4-6 tahun
pada seluruh penduduk yang tinggal di daerah endemis
Prognosis
Tergantung kapan pengobatan dimulai, jika sudah kronis biasanya jelek
Leptospirosis
Mikrobiologi

Bakteri penyebab: Leptospira sp

Suatu spirochaeta yg bersifat aerobik,


selalu bergerak, mirip spiral dg ujung
berkait

Ukuran Ø 0,1 um, length 6 – 20 um.

Bersifat patogen thd berbagai binatang liar


& jinak seperti tikus, anjing, kucing dsb

Genus Leptospira: 2 spesies

Leptospira interrogans (patogen)


Leptospira biflexa (saprofit)

24 serogrup & > 240 serovar


Leptospirosis
• Penyakit demam akut pada manusia atau
hewan

• Zoonosis yang paling luas penyebarannya di


dunia

• Salah satu dari “re-emerging infectious


diseases”

• Penyakit yang sering terlewatkan diagnosisnya


Leptospirosis sudah lama ada di Indonesia !

sarmin, salinem, paidjan, sentot

hardjoprajitno, rachmat, djasiman

medanensis, samaranga, bataviae,

javanica, bindjei, bangkinang etc.

Serovars/strains Leptopira sp diberi nama “Indonesia”


(pasien/kota dsb)
EPIDEMIOLOGi : distribusi & insidens

Studi seroprevalensi di Indonesia

Distribusi Leptospirosis tersebar di Indonesia

Jawa : Tengah, Barat, Timur, dan Yogyakarta


Sumatra : Utara, Barat, Selatan, Lampung, Bengkulu
Sulawesi : Utara, Selatan.
Kalimantan : Barat, Timur
Bali, Nusa Tenggara Barat
Peningkatan nyata jumlah kasus dan KLB Leptospirosis
di Indonesia dalam satu dekade terakhir
Jawa Tengah
-Jumlah kasus yang dilaporkan meningkat di Semarang, Demak dll
-Peningkatan jumlah kabupaten yang melaporkan kasus Purworejo,
Magelang, Purbalingga dll

Yogyakarta
-KLB besar 2011
-Diperkirakan > 500 kasus dan ~ 50 meninggal

Jakarta
-KLB pada saat dan pasca banjir besar (2002)  CFR ~30%
-Peningkatan nyata kasus Leptospirosis selama KLB dengue (2004)

Penting: Jumlah kasus yang dapat didiagnosis dan dilaporkan lebih kecil dari sebenarnya
UNRECOGNIZED, MISDIAGNOSIS, UNDER-REPORTED
Pasien Leptospirosis yang dirawat di RSUP Dr Kariadi
(1 Januari 2010 s/d 10 Oktober 2012)

Leptospirosis (total) 137

Leptospirosis ringan 41 (29.9%)

Leptospirosis berat 96 (70,1%)

Meninggal 25 (18,2%)

Dx probable, dikonfirmasi dengan MAT


Leptospirosis berat: ikterus, gagal ginjal, perdarahan dsb

MH Gasem dkk 2012


EPIDEMIOLOGI: binatang pembawa (reservoir)

• Binatang rumah (anjing, kucing) dan binatang liar


• Ternak (sapi, kerbau dll),
• Rodent adalah “binatang reservoir” paling utama.
• Tikus Norway: > 50% membawa bakteri Leptospira tanpa sakit
dan meng-eksresikan Leptopira lewat urin secara masif ke dalam
lingkungan

Beberapa serovar lebih sering menginfeksi


mamalia tertentu:
• L. icterohaemorrhagiae (tikus)
• L. canicola (anjing)
• L. pomona (babi)
EPIDEMIOLOGi: transmisi & faktor risiko (1)

Transmisi Leptospira dari binatang ke manusia

 Biasanya melalui air yang terkontaminasi bakteri atau tanah


yang lembab
 Bakteri Leptospira masuk ke tubuh manusia memalui kulit
yang luka, lecet atau selaput lendir (mata, mulut, nasofaring
atau esofagus)
 Leptospira dikeluarkan melalui urin binatang yang sakit atau
pembawa bakteri (karier) kedalam lingkungan
 Untuk kehidupan optimal, bakteri Leptospira perlu lingkungan
hidup beriklim hangat dan lembab
EPIDEMIOLOGI: transmisi dan faktor risiko (2)

Faktor faktor risiko Leptospirosis

 Berjalan di genangan air, aktifitas di daerah banjir


 Bertempat tinggal di daerah rawan banjir
 Higiene perorangan kurang
 Luka atau kulit pecah
 Populasi tikus yang tinggi
 Rekreasi (olah raga air, berenang, triathlon dll)
 Faktor risiko berkaitan dengan pekerjaan dsb
Leptospirosis
manifestasi klinis
2 Sindrom klinis

Leptospirosis ringan atau non-ikterik 85-90%


Flu-like atau demam akut
Sebagian besar kasus di salah-diagnosis sbg penyakit demam lain
Pasien mungkin tidak berobat

Leptospirosis berat atau ikterik 5-15%


Weil`s disease (Sindrom Weil)  CFR is 5 - 30%
Komplikasi pada organ tertentu: perdarahan paru  CFR ~60%

Ikterus, perdarahan dan gagal ginjal adalah


indikator utama Leptospirosis berat
Perjalanan klinis: 2 stadium
Icteric Leptospirosis
Anicteric Leptospirosis
(Weil's Syndrome)
First Stage Second Stage
First Stage Second Stage 3-7 days 10-30 days
3-7 days 0 days - 1 month (SEPTICEMIC) (IMMUNE)
(SEPTICEMIC) (IMMUNE)

Fever

Myalgia Meningitis
Headache Uveitis Jaundice
Abdominal Rash Hemorrhage
Important pain Renal failure
Clinical Vomiting Myocarditis
Findings Conjunctival
suffusion

Leptospires
Present
Blood Blood

CSF CSF

Urine Urine

Feigin et al. 1975


Leptospirosis non-ikterik
diagnosis banding : penyakit demam akut

Influenza Malaria tanpa komplikasi

Infeksi dengue HIV seroconversion


Infeksi hantavirus Rickettsiosis
Demam tifoid Infeksi mononukleosis
Meningitis Infeksi bakteri/virus lainnya
Leptospirosis ikterik
diagnosis banding

• Malaria falciparum berat

• Demam tifoid berat dg komplikasi

• Haemorrhagic fevers with renal failure (HFRF)


(hantavirus type Dobrava infection)

• Demam berdarah berat lainnya


• KRITERIA FAINE (WHO) UNTUK DIAGNOSIS LEPTOSPIROSIS
A. Gejala :
• Sakit kepala mendadak (Ya) :2
• Conjunctival suffusion (Ya) :4
• Demam (Ya) :2
• Demam > 38.50C (Ya) : 2
• Meningismus (Tidak) :2
• Nyeri otot (terutama betis)(Ya) : 4
• Meningismus, nyeri otot, conjinctival suffusion
bersama-sama (Ya) :4
• Ikterik (Ya) :1
• Albuminuria / azotemia (Ya) : 2
B. Faktor epidemiologik
• Musim hujan (Ya) :5
• Kontaminasi lingkungan (Ya) :4
• Kontak binatang (Ya) :1
C. Hasil laboratorium serologi
• Single (+), titer rendah
• Single (+) titer tinggi

• Jumlah : 33
• (A + B > 25 presumptive leptospirosis)
1. Kasus Suspect

 Demam akut dengan atau tanpa nyeri kepala, disertai:

 Nyeri otot
 Lemah/malaise dan/atau
 Conjuctival suffusion dan

 Ada riwayat kontak dg lingkungan yang terkontaminasi Leptospira


Contoh riwayat kontak dengan lingkungan yang
terkontaminasi bakteri Leptospira

 Berjalan di daerah banjir atau genangan air.


 Bertempat tinggal di daerah rawan banjir.
 Higiene perseorangan kurang (tidak cuci tangan, tanpa APD dsb).
 Luka terbuka / tidak diobati (termasuk kulit pecah2).
 Banyak tikus dirumah atau lingkungan tempat tinggal/bekerja.
 Rekreasi dalam air, olah raga air, lomba tri juang/triathlon).
 Kontak dg tanah di daerah endemik spt berkebun, bertani dll.
 Pekerjaan sebagai faktor risiko terpajan Leptospira.
2. Kasus Probable

Unit Pelayanan Kesehatan (tanpa fasilitas Lab)

Kasus Suspect disertai minimal dua dari gejala dibawah ini:


- nyeri betis
- batuk dengan/tanpa batuk darah
- sesak nafas
- ikterus
- manifestasi perdarahan (ptekie, mimisan, hematemesis dll)
- iritasi meningeal
- anuria-oliguria dan/atau proteinuria
- aritmia jantung

Catatan: Kasus probable yang mengarah ke klinis berat segera dirujuk ke


Ikterus, gagal ginjal, perdarahan
RS (ada dr.SpPD/SpA, plus fasilitas perawatan dialisis & ICU)
adalah indikator klinis Leptospirosis berat
2. Kasus Probable

Unit Pelayanan Kesehatan (dengan fasilitas Lab)


Kasus Suspect dg IgM positif berdasarkan tes diagnostik cepat (RDT)

dengan / atau
Minimal 3 dari kriteria laboratorium dibawah ini:
1. proteinuria, piuria, hematuria
2. lekositosis dg relatif neutrofilia (>80%), limfopenia
3. trombosit < 100.000 sel/mm
4. bilirubin > 2mg%; peningkatan ringan SGPT/SGOT
peningkatan amilase atau CPK

*) Jika ada akses rujukan ke Lab referensi Leptospirosis


3. Kasus Confirmed (diagnosis pasti)

Kasus Suspect atau Probable dengan salah satu


dibawah ini :

 Isolasi bakteri Leptospira dari sampel klinis (darah,urine)


 PCR positif
 Serokonversi MAT dari negatif positif atau
adanya kenaikan titer 4x dari pemeriksaan awal
 Titer MAT ≥ 320 (400) pada satu sampel
Diagnosis serologi
 MAT (microscopic agglutination test) gold standard
 IgM-ELISA (enzyme linked immuno sorbent assay)
 RDT (tes diagnosis cepat): Lepto Tek Lateral Flow
Diagnosis molekuler
 PCR: SecY gene  diagnosis dini
Diagnosis lain:
 Kultur bakteri Leptospira sp
LEPTO Tek Lateral Flow
Tes diagnosis cepat untuk Leptospirosis

Strong Weak Negative


positive positive

RDT (Rapid diagnostic test = Tes diagnosis cepat)


Diagnosis cepat tidak sama dengan diagnosis dini.
Tatalaksana Leptospirosis (1)

Kasus SUSPECT dapat ditangani di Unit Pelayanan Dasar


(Puskesmas/Puskesmas Pembantu) atau rawat jalan.

Antibiotik untuk kasus SUSPECT:


- Pilihan utama: Doksisiklin 2 x 100mg (7 hari)
kecuali anak, ibu hamil, atau bila ada kontraindikasi .

- Alternatif (bila tidak dapat diberikan doksisiklin):


Amoksisilin 3 x 500mg/hari pada dewasa atau
10-20mg/kgBB per 8 jam pada anak (7 hari)
- Bila alergi amoksisilin: diberikan makrolid

Doksisiklin: aman, efek samping amat jarang (esofagitis, kulit kemerahan dll)
Untuk hindari esofagitis: telan obat sesudah makan dengan air minum yg banyak
jangan berbaring setelah minum obat
Tatalaksana Leptospirosis (2)
Antibiotik untuk kasus PROBABLE (yang dirawat / klinis berat)

- Ceftriaxon 1-2 gram iv per hari (7 hari)


- Penisilin Prokain 1.5 juta unit im per 6 jam (7hari)
- Ampisilin 4 x 1 gram iv per hari (7 hari)

Terapi suportif untuk:


gagal ginjal, perdarahan organ (paru, saluran cerna, saluran kemih,
serebral dll), gangguan neurologi, syok (kardiogenik, hipovolemik, septik)
Tatalaksana Leptospirosis (3)

Terapi suportif
 Keseimbangan cairan dan elektrolit

 Diuretika pada keadaan oliguri


 Transfusi darah (trombosit atau PRC)
 Ventilator untuk pasien dg gagal nafas /
ARDS
 Dialisis (hemodialisis atau peritoneal
dialisis)

NB: Pasien sebaiknya dirawat di HND/ICU


Tatalaksana Leptospirosis (4)
Semua kasus probable dengan manifestasi klinis yang mengarah ke
“Leptospirosis berat” :
• gagal ginjal (oliguria, anuria)
• ikterus
• sepsis, gagal multi-organ
• perdarahan organ (paru, gastrointestinal, serebral dsb)
• syok (hipovolemik dan atau septik dan/atau kardiak)
• gangguan kesadaran (asidosis metabolik, meningitis aseptik dll)

 harus dirujuk / dirawat di RS Dati II atau RS Provinsi atau RS lain


dengan fasilitas yang memadai

Catatan: Kasus probable yg “ringan” misal dg nyeri betis, bisa rawat jalan
atau dirawat di Puskesmas
PROGNOSIS

Leptospirosis berat adalah penyakit yang mengancam jiwa


Angka kematian tinggi 10 – 40 %

Faktor faktor yang secara independen berhubungan


dengan kematian pada leptspirosis berat adalah:
Sesak nafas, oliguria
Kelainan EKG (miokarditis)
Infiltrat pada Foto X-ray dada (ARDS, perdarahan paru)
Gagal ginjal (acute kidney injury)
PENCEGAHAN (1)

 Pengendalian populasi rodent pada daerah perumahan.

 Mencegah kontaminasi urin binatang terhadap sumber


penampungan air atau makanan

 Imunisasi binatang rumah/peliharaan

 Memakai pakaian pelindung misal untuk pekerja RPH,


pembersih selokan, petani (sepatu boot) dll
PENCEGAHAN (2)
 Penyuluhan lewat media masa tentang peningkatan kasus
leptospirosis pada situasi tertentu (banjir dll)

Pengendalian banjir secara komperehensif

 Memasang papan peringatan tentang bahaya terinfeksi


leptospirosis pada daerah rawan banjir atau genangan air,
kemunginan besar terkontaminasi urin binatang

 Terapi segera luka dengan antiseptik

 Antibiotik pencegahan (doxycycline) untuk risiko tinggi

Anda mungkin juga menyukai