16 C - Minggu 2
16 C - Minggu 2
Terminologi
• Endemik adalah penyakit yang menyerang beberapa orang dalam
suatu wilayah yang luas dengan angka prevalensi dan insidens yang
relatif tinggi dibandingkan wilayah atau populasi lainnya.
• Malria adalah penyekit infeksi yang disebebkan oleh parasit genus
plasmodium melalui gigitan nyamuk anopeles betina
• DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan aedes aegypty dan aedes albopictus
• Topografi adalah kajian atau penguraian tentang keadaan permukaan
bumi pada suau daerah
• Filaria adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh
cacing filaria brancropi yang menyerang KGB ditularkan melalui
gigitan nyamyuk
• MF rate adalah prevalensi filariasis dimana dinilai dengan beberapa
sample yang positif terdapat organisme penyebab didalam apusan
darah berbanding dengan berapa banyak sampel yang dipakai.
• RDT adalah deteksi salah satu alternative diagnosis untuk mendeteksi
plasmodium secara cepat.
• Zoonosis adalah penyakit infeksi yang ditularkan hewan vertebrata ke
manusia atau sebaliknya
• LeptoSpirosis adalah penyakit yang disebebkan oleh bakteri
leptospiral interogans yang disebarkan melalui urin atau darah hewan
yang terinfeksi
• Rabies dalah penyakit anjing gila yang merupakan penyakit infeksi
akut pada SSP yang disebabkan oleh virus rabies.
RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa suatu daerah dikatakan endemik malaria dan kejadian tinggi DBD? Dan
apa saja daerah yang termasuk endemik tsb?
2. Bagiamana penularan malaria dan DBD dan apakah ada hubungan dengan kondisi
lingkungan disekitarnya?
3. Bagaimana gambaran tempat tempat perindukan nyamuk?
4. Mengapa MF menjadi landasan suatu daerah dikatakan endemik dan apa
interpretasi dari MF 6%?
5. Bagaimana penanganan penyakit endemik?
6. Bagiamana syarat puskesmas dijadikan tempat pelatihan tsb dan apa tujuannya?
7. Bagiamana bentuk pelatihan diagnosis dan tatalaksana malaria dan filaria untuk
tingkat kabupaten?
8. Bagaimana kriteria diagnosis malaria menurut WHO?
9. Apa saja penyakit zoonosis dan bagaimana terjadinya penyakit tersebut?
10. Bagaimana hubungan leptospirosis dengan keadaan lingkungan wilayah kerja dr.
Anggi?
11. Mengapa rabies menyebabkan kematian?
12. Apakah semua orang yang tergigit anjing bisa terkena rabies?
13. Mengapa perlu dilakukan kerjasama lintas sektoral untuk penanganan kasus rabies?
ANALISIS MASALAH
1. Mengapa suatu daerah dikatakan endemik malaria dan kejadian tinggi DBD? Dan apa
saja daerah yang termasuk endemik tsb?
Malaria
• Daerah terbagi 2 yaitu non edemis dan endemis(rendah, sedang, tinggi)
• Dikatakan endemis tinggi : API > 50/1000 penduduk seperti maluku, papua barat, Sumut,
NTT
• Sedang 1-<50 / 1000 penduduk seperti Sumbar
• Rendah <1/1000 seperti jawa kalimantan dan sulawesi
• Faktor lain yang menyebabkan kejadian endemis yaitu keberadaan vektor dengan
lingkungan yaitu genangan air, rumah yang dinding kayu, ketinggian daerah (dataran
rendah)
DBD
• Perubahan iklim spt perpanjang penularan penyakit dan merubah luas geografi
• Lingkungan, urbanisasi, kepadatan penduduk
• Indeks curah hujan hujan lebat genangan air 10-50 jentik disetiap genangan air
2 minggu menjd nyamuk
2. Bagiamana penularan malaria dan DBD dan apakah ada hubungan
dengan kondisi lingkungan disekitarnya?
Malaria
• Melalui gigitan nyamuk anopeles betina yang mengigit dari senja
hingga malam hari. Plasmodium mempunyai siklus hidup secara
seksual dan aseksual(manusia)
• DBD
Virus Dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes betina yang aktif
menyerang manusia pada pagi dan sore hari.
3. Bagaimana gambaran tempat tempat perindukan nyamuk?
• Tinggal di air kotor dan tempat sampah
• Pantai spt Tambak ikan yang tidak dikelolah dengan baik
• Persawahan yaitu area yang ditumbuhi padi
Epidemiologi
1968 – 2009 INA sebagai negara
tertinggi DBD di Asia Tenggara
Vektor
• Menggigit pada pagi dan sore hari. • Menggigit beberapa kali setiap hari
sehingga dia bisa menularkan
virusdari satu orang ke orang kali
dalam satu hari
Cara Penularan
Nyamuk Aedes aegypti
Penderita
Penyelidikan Epidemiologi
YA TIDAK
• PSN
• PSN
• Larvasida Selektif
• Larvasida Selektif
• Penyuluhan
• Penyuluhan
• Fogging radius +/- 200 m
MALARIA
PENDAHULUAN
• Kematian akibat malaria di seluruh dunia :
1,5 – 2,7 juta / tahun
2 Klorokuin ½ 1 2 3 4
3 Klorokuin ¼ ½ 1 1½ 2
2. Pengobatan radikal
a.Plasmodium Falciparum yg masih sensitif terapi
yg resisten obat :
1. Sulfadoksin pirymetamine/suldox/fansidar (2 hari):
Terdapat angka serangan yang lebih tinggi dan masa inkubasi yang lebih pendek
pada orang yang digigit pada wajah atau kepala
• Distribusi penyakit Rabies sangat bervariasi untuk setiap belahan dunia.
• Rabies adalah penyakit zoonosis yang pada umumnya berasal dari satwa
liar yang menyerang hewan-hewan domestik dan manusia atau dari
hewan domestik yang tertular kemudian ke manusia.
• Hewan-hewan utama yang merupakan pembawa rabies (HPR=Hewan
Pembawa Rabies) umumnya berbeda untuk setiap benua.
• Eropa : rubah dan kelelawar
• Timur Tengah : srigala dan anjing
• Afrika : anjing, mongoose dan antelop
• Asia : Anjing
• Amerika utara : rubah, sigung, rakun, dan kelelawar pemakan serangga
• Amerika selatan : anjing dan kelelawar vampire
EPIDEMIOLOGI
• Rabies tersebar luas di 24 Propinsi, dengan jumlah kasus gigitan
yang cukup tinggi. Berdasarkan data Data Kementerian Kesehatan
40.429 kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR) yang dilaporkan
• Mayoritas hewan yang menularkan virus tersebut, 98 persen berasal
dari anjing, dan sisanya kucing dan kera
• belum diketemukan obat/cara pengobatan untuk penderita rabies
sehingga selalu diakhiri dengan kematian pada hampir semua
penderita rabies baik manusia maupun pada hewan.
EPIDEMIOLOGI
• Provinsi yang dinyatakan sebagai daerah bebas rabies antara lain
• Kepulauan Riau
• Bangka Belitung
• DKI Jakarta
• Kalimantan Barat
• Jawa Tengah
• D.I. Yogyakarta
• Jawa Timur
• Nusa Tenggara Barat
• Papua
• Papua Barat.
• Pada tahun 1998 terjadi outbreak di Kab. Flores Timur, Prop. NTT
PATOGENESA
• Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu virus
tetap tinggal pada tempat masuk dan didekatnya, kemudian bergerak mencapai
ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan
fungsinya.
• Masa inkubasi bervariasi berkisar antara 2 minggu sampai 2 tahun, tetapi pada
umumnya 3-8 minggu, berhubungan dengan jarak yang harus ditempuh oleh
virus sebelum mencapai otak.
• Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas
dalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap
sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak
PATOGENESA
• Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian kearah
perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf
otonom. Dengan demikian virus menyerang hampir tiap organ dan jaringan
didalam tubuh, dan berkembang biak dalam jaringan- jaringannya, seperti
kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya.
• Manusia adalah salah satu komponen dari siklus penyakit Rabies yang merupakan “dead
end” dari siklus penyakit ini karena hampir selalu menyebabkan kematian. Transmisi
manusia ke manusia adalah jarang, tetapi hal ini pernah dilaporkan di Perancis pada
proses operasi transplantasi kornea mata pada tahun 1980
• Masa inkubasi di manusia dari penyakit Rabies sangatlah bervariasi,
dimulai dari 7 hari hingga beberapa tahun. Hal ini tergantung kepada:
• 1. Dosis dari inokulum
• 2. Keparahan dari luka hasil gigitan
• 3. Jarak luka dengan SSP, seperti luka yang terjadi diwajah
mempunyai masa inkubasi yang lebih pendek jika dibandingkan
dengan luka di kaki
GEJALA
• 1. Stadium Prodromal
Gejala-gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa nyeri
ditenggorokan selama beberapa hari.
• 2. Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada
tempat bekas luka. Kemudian
disusul dengan gejala cemas, dan reaksi yang berlebihan
terhadap rangsang sensorik.
GEJALA
• 3. Stadium Eksitasi
• Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala hiperhidrosis,
• hipersalivasi, hiperlakrimasi dan pupil dilatasi. Bersamaan dengan stadium eksitasi ini penyakit mencapai
puncaknya, yang sangat khas pada stadium ini ialah adanya macam-macam fobi, yang sangat terkenal
diantaranya ialah hidrofobi.
• Kontraksi otot-otot Faring dan otot-otot pernapasan dapat pula ditimbulkan oleh rangsang sensorik seperti
meniupkan udara kemuka penderita atau dengan menjatuhkan sinar kemata atau dengan menepuk tangan
didekat telinga penderita.
• Pada stadium ini dapat terjadi apnoe, sianosis, konvulsa da tahikardi. Tindak-tanduk penderita tidak rasional
kadang-kadang maniakal disertai dengan saat-saat responsif.
• Gejala-gejala eksitasi ini dapat terus berlangsung sampai penderita meninggal, tetapi pada saat dekat kematian
justru lebih sering terjadi otot-otot melemah, hingga terjadi paresis flaksid otot-otot.
GEJALA
• 4. Stadium Paralis
• Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi Kadang-
kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis
otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang
belakang, yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan.Serum
neutralizing antibody pada kasus yang tidak divaksinasi tidak akan terbentuk
sampai hari ke vaksin anti tetanus, anti biotik untuk mencegah infeksi dan
pemberian analgetikTerhadap luka resiko tinggi, selain VAR juga diberi SAR.
• komplikasi biasanya diikuti gejala klinis pada
• Susunan Syaraf Pusat :
• gangguan termoregulasi
• penurunan kesadaran
• encephalitis
• sistem kardiovaskular : cardiac dysrithmia
• system respirasi.
PENANGANAN LUKA GIGITAN
HEWAN MENULAR RABIES
Fase akut
• Nyeri ditempat gigitan nyamuk/lokal, bengkak, panas, kadang gatal
• Limfangitis lokal -> limfadenitis -> demam (3-5 hari)
• Timbul gejala sitemik: demam, sakit kepala , mual , muntah
• Limfadenitis, orchitis, funikulitis
Fase obstruksi
• Varices dari limfe, hidrochel, skrotum
• Elephantiasis: tungkai (B. malayi), skrotum (W. bancrofti)
Diagnosis
• Identifikasi mikrofilaria dengan pemeriksaan mikroskop. Darah yang
akan diperiksa dikumpulkan pada malam hari, sesuai dengan waktu
kemunculan mikrofilaria, kemudian dibuat sediaan darah tebal dan
diwarnai dengan giemsa/hematoxylin dan eosin.
Tatalaksana
• Pengobatan massal dilakukan di daerah endemis dengan menggunakan obat
Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dikombinasikan dengan Albendazole sekali
setahun selama 5 tahun berturut-turut.
• Untuk mencegah reaksi pengobatan seperti demam, diberikan Paracetamol.
Oleh WHO, filariasis ditargetkan untuk dieliminasi sebagai penyebab
masalah kesehatan masyarakat pada tahun 2020 melalui program
eliminasi global dengan pengobatan kombinasi DEC 6 mg/kg BB dan
albendazol 400 mg yang diberikan sekali setahun selama 4-6 tahun
pada seluruh penduduk yang tinggal di daerah endemis
Prognosis
Tergantung kapan pengobatan dimulai, jika sudah kronis biasanya jelek
Leptospirosis
Mikrobiologi
Yogyakarta
-KLB besar 2011
-Diperkirakan > 500 kasus dan ~ 50 meninggal
Jakarta
-KLB pada saat dan pasca banjir besar (2002) CFR ~30%
-Peningkatan nyata kasus Leptospirosis selama KLB dengue (2004)
Penting: Jumlah kasus yang dapat didiagnosis dan dilaporkan lebih kecil dari sebenarnya
UNRECOGNIZED, MISDIAGNOSIS, UNDER-REPORTED
Pasien Leptospirosis yang dirawat di RSUP Dr Kariadi
(1 Januari 2010 s/d 10 Oktober 2012)
Meninggal 25 (18,2%)
Fever
Myalgia Meningitis
Headache Uveitis Jaundice
Abdominal Rash Hemorrhage
Important pain Renal failure
Clinical Vomiting Myocarditis
Findings Conjunctival
suffusion
Leptospires
Present
Blood Blood
CSF CSF
Urine Urine
• Jumlah : 33
• (A + B > 25 presumptive leptospirosis)
1. Kasus Suspect
Nyeri otot
Lemah/malaise dan/atau
Conjuctival suffusion dan
dengan / atau
Minimal 3 dari kriteria laboratorium dibawah ini:
1. proteinuria, piuria, hematuria
2. lekositosis dg relatif neutrofilia (>80%), limfopenia
3. trombosit < 100.000 sel/mm
4. bilirubin > 2mg%; peningkatan ringan SGPT/SGOT
peningkatan amilase atau CPK
Doksisiklin: aman, efek samping amat jarang (esofagitis, kulit kemerahan dll)
Untuk hindari esofagitis: telan obat sesudah makan dengan air minum yg banyak
jangan berbaring setelah minum obat
Tatalaksana Leptospirosis (2)
Antibiotik untuk kasus PROBABLE (yang dirawat / klinis berat)
Terapi suportif
Keseimbangan cairan dan elektrolit
Catatan: Kasus probable yg “ringan” misal dg nyeri betis, bisa rawat jalan
atau dirawat di Puskesmas
PROGNOSIS