Anda di halaman 1dari 19

NAMA KELOMPOK

EGIDYA SUFATMA (3111711010)


NOVIA WULANDARI (3111711015)
YULI ANTIKA S. (3111711021)
SHELA PUSPITA (3111711030)
FIRDA TRIANA Y.(3111711049)
ELISA PEBRIYANI (3111711038)
Akun - Akun di neraca
~ PERSEDIAAN BARANG DAGANG

~ BIAYA DIBAYAR DI MUKA


Jenis-Jenis Persediaan
a) Persediaan Bahan Baku (Raw Material Stock)
Persediaan dari barang-barang yang dibutuhkan untuk proses produksi
b) Persediaan Bagian Produk (Purchased Parts)
Persediaan barang-barang yang terdiri dari parts yang diterima dari perusahaan lain, yang
secara langsung diassembling dengan parts lain tanpa melalui proses produksi.
c) Persediaan Bahan-Bahan Pembantu (Supplies Stock)
Persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu
kelancaran produksi, tetapi tidak merupakan bagian dari barang jadi.
d) Persediaan Barang Setengah Jadi (Work in Process)
Merupakan barang-barang yang belum berupa barang jadi
e) Persediaan Barang Jadi (Finished Good)
Merupakan barang-barang yang selesai diproses atau diolah dalam pabrik
Sistem Pencatatan Persediaan
Dalam undang-undang perpajakan sistem pencatatan persediaan tidak diatur secara jelas. Selama sistem
dapat menunjukkan kebenaran pencatatan maka ketentuan perpajakan dapat menerimanya.

1. Sistem Periodic
Dalam sistem periodic, persediaan dihitung dengan melakukan inventarisasi pada
setiap akhir periode. Dengan sistem periodik ini, penghitungan persediaan dapat dilakukan
dengan akurat dan benar. Cuma ada kelemahannya, yaitu jika jumlah dan jenis persediaan
banyak sekali maka cara ini sangat mahal. Sistem ini cocok diterapkan pada perusahaan yang
jenis dan jumlah persediaannya tidak banyak. Sistem ini tidak bertentangan dengan
ketentuan perpajakan, karena penilaian persediaan dalam sistem ini berdasarkan
perhitungan yang benar. Factor penaksiran atau perkiraan tidak terlihat dalam penilaian
persediaan akhir. Tetapi, cara ini tidak praktis dan ekonomis jika jumlah jenis persediaan
sangat banyak.
Sistem Pencatatan Persediaan
2. Sistem perpetual
Sistem ini dapat menyajikan keterangan
mengenai persediaan dan harga pokok penjualan seacara
terus menerus tanpa inventarisasi. Hal ini dapat
dilaksanakan karena setiap transaksi yang berhubungan
dengan persediaan selalu dicatat sedemikian rupa, Apabila contoh penilaian pemakaian
sehingga rekening persediaan senantiasa menyajikan persediaan yang diuraikan di penjelasan
pasal 10 ayat (6) UU No. 10 Tahun 1994
saldo persediaan fisik. Dengan sistem periodic, nilai
diperhatikan, sistem pencatatan yang
persediaan hanya dapat diketahui jika inventarisasi fisik diperkenalkan disitu adalah sistem
dilakukan. Sekalipun dalam sistem perpetual tidak pencatatan perpetual. Atas dasar
dipersyaratkan inventarisasi, namun perusahaan sering pertimbangan itulah sehingga dalam
pula melakukannya agar perhitungan harga pokok pedoman penyusunan laporan keuangan
persediaan lebih akurat. fiscal ditegaskan agar pencatatan sedapat
mungkin dilakukan dengan sistem
perpetual.
Yang Diatur Dalam Perpajakan Adalah : Pasal 10 Ayat (6) UU PPH "Persediaan Dan
Pemakaian Persediaan Untuk Penghitungan Harga Pokok Dinilai Berdasarkan Harga
Perolehan Yang Dilakukan Secara Rata-rata Atau Dengan Cara Mendahulukan
Persediaan Yang Diperoleh Pertama“. Penjelasan Atas Ayat Tersebut Adalah Pada
Umumnya Terdapat 3 (Tiga) Golongan Persediaan Barang, Yaitu Barang Jadi Atau
Barang Dagangan, Barang Dalam Proses Produksi, Bahan Baku Dan Bahan
Pembantu. Ketentuan Pada Ayat Ini Mengatur Bahwa Penilaian Persediaan Barang
Hanya Boleh Menggunakan Harga Perolehan. Penilaian Pemakaian Persediaan Untuk
Penghitungan Harga Pokok Hanya Boleh Dilakukan Dengan Cara Rata-rata Atau
Dengan Cara Mendahulukan Persediaan Yang Didapat Pertama ("First-in First-out
Atau Disingkat FIFO"). Kesimpulannya: Menggunakan Metode Periodik Atau
Perpetual Diperbolehkan, Yang Diatur Hanya metode penilaian persedian,
yang diperbolehkan adalah metode average method atau FIFO
AVERAGE
Tgl Pembelian H PP Persediaan

Unit Hrg / Unt Hrg Ttl Unit Hrg / Unt Hrg Ttl Unit Hrg / Hrg Ttl
Unt

1/01 100 100.000 10.000.000

5/02 300 120.000 36.000.000 400 110.000 44.000.000

8/03 100 110.000 11.000.000 300 110.000 33.000.000

2/04 100 110.000 11.000.000 200 110.000 22.000.000

9/06 100 130.000 13.000.000 300 120.000 36.000.000

6/09 400 49.000.000 200 22.000.000 1300 145.000.000


FIFO
Tgl Pembelian H PP Persediaan

Unit Hrg / Unt Hrg Ttl Unit Hrg / Unt Hrg Ttl Unit Hrg / Hrg Ttl
Unt

1/01 100 100.000 10.000.000

5/02 300 120.000 36.000.000 100 100.000 10.000.000


300 120.000 36.000.000
8/03 100 100.000 10.000.000 300 120.000 36.000.000

2/04 100 120.000 12.000.000 200 120.000 24.000.000

9/06 100 130.000 12.000.000 200 120.000 24.000.000


100 130.000 13.000.000
6/09 400 48.000.000 200 22.000.000 1300 153.000.000
Akuntansi Pajak Pada
Persediaan
Berikut Pencatatan Persediaan Untuk Kepentingan Perpajakan

1. Untuk tujuan PPN, pasal 1 bagian (e) UU PPN 1984 menyatakan penyerahan
barang kena pajak ke pedagang perantara dianggap transaksi penyerahan penjualan.
Barang konsinyasi tidak termasuk persediaan consignor.

2. Akuntansi Persediaan, berkaitan dengan sistem pencatatan dan penilaian. Untuk


tujuan perpajakan, pasal 10 ayat (6) UU PPh menganut Metode FIFO & Harga
Pokok Rata-rata. Kalau untuk tujuan komersial telah dipakai metode selain kedua
metode itu untuk keperluan perpajakan hasil dari metode itu harus disesuaikan
(dikoreksi).
Kerugian Persediaan
Persediaan Dalam Pajak

Kalau terdapat penurunan harga pasar kerugian diakui pada saat kejadian
penurunan harga itu walaupun barang belum diserahkan

Misalnya PT iwaan menutup komitmen barang sejumlah Rp120.000,- yang akan diserahkan
Februari tahun depan. Pada Desember harga barang itu turun menjadi Rp100.000,-
Praktik akuntansi koersial akan menghitung sejumlah Rp20.000,-
sebagai kerugian yang diderita dalam bulan Desember. Untuk keperluan perpajakan karena
pajak lebih melihat & fiskal riil dan kurang menerima antisipasi kerugian tentunya kerugian
yang demikian kurang dapat dipertimbangkan dan kerugian Rp20.000,- tidak diakui dan
menunggu nanti apabila barang yang dibeli .Rp120.000,- itu telah nyata dijual.
Nilai Persediaan Di Neraca Dan
Dalam Perhitungan Rugi-Laba
1. Nilai Persediaaan Di Neraca

Nilai persediaan di neraca menurut akuntansi dan perpajakan ditentukan oleh jumlah
volume dan harga per satuan. Penilaian persediaan dipengaruhi oleh dua factor, yaitu
biaya dan metode penilaian arus masuk dan keluarnya barang.

2. Nilai Persediaan Dalam Perhitungan Rugi-Laba

Cara penyusunan laporan perhitungan rugi-laba dalam perpajakan sama saja dengan cara
penyusunan menurut akutansi. Jadi mula-mula persediaan awal ditambah dengan
pembelian untuk menghasilkan barang yang tersedia untuk dijual. Kemudian nilai
tersebut dikurangi persediaan akhir.
Persediaan Dalam Keperluan
PPh

Untuk keperluan pajak penghasilan Pasal 10(6) UU PPh menyatakan bahwa persediaan
harus dinilai berdasarkan harga perolehannya "Dengan demikian kalau wajib pajak
melakukan penilaian berdasarkan metode harga terendah antara harga pokok dan harga
jual maka harus disesuaikan kembali“. Dalam menentukan harga perolehan ini pun
perlu dilihat apakah terdapat hubungan istimewa antara penjual dan pembeli "Kalau
terdapat hubungan istimewa sesuai dengan ketentuan Pasal 18(3) UU PPh
harga perolehan itu perlu disesuaikan dengan harga wajar“.
Beban Di Bayar Dimuka
Pengertian Beban Di Bayar Dimuka

Beban dibayar dimuka adalah pos yang pada awalnya dicatat sebagai harta tetapi
diharapkan menjadi beban dikemudian hari setelah melampaui kegiatan normal
perusahaan

Uang Muka Pajak / Pajak Di Bayar Dimuka

Uang Muka Pajak Dapat Berupa :


• PPH PASAL 22 • PPH PASAL 23 • PPH PASAL 24
• PPH PASAL 25 • PPN
Sewa Di Bayar Di Muka
Penghasilan yang diterima oleh OP atau badan dari sewa tanah dan/atau
bangunan berupa tanah, rusun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran,
ruko, toko, gudang dan industri

Dikenakan PPh Final disebut PPh Pasal 4 ayat 2

Tarif 10% dari Jumlah Bruto

PP No. 5/2002, KMK-120/2002 dan KEP-227/2002


Alur Pelaporan Dan Penyetoran
Sewa Di Bayar Di Muka
Pajak Dipotong Oleh Penyewa Pada Saat Pembayaran Atau Pembebanan Biaya

Disetor Ke Kas Negara Dengan Menggunakan SSP Paling Lambat Tanggal 10 bulan
Berikutnya

Dan Melaporkannya Ke KPP Dengan Menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ay. 2
Paling Lambat Tanggal 20 Bulan Berikutnya

Apabila Tidak Dipotong, Maka Pihak Yang Menyewakan Wajib Menyetor Dan
Melaporkannya
Contoh Sewa Di Bayar Di
Muka
SEWA
Sewa Yang YANG
DibayarDIBAYAR OLEH
Oleh Pt A Kepada Pt BPT A KEPADA
Sebesar PTMasa
90 Juta Untuk B SEBESAR
Sewa 3 Tahun.
90 JUTA
Periodenya : 1 Mei 2013 – MASA
UNTUK SEWA
30 April 2016. 3 TAHUN.
Pembayaran PERIODENYA
Dilakukan Sekaligus Aspek:
Perpajakan Apa Saja Yang Ada Dalam Transaksi Di Atas ?
1 MEI 2013
- Perhitungan Pph dan–PPh
30Berapa
APRIL
? 2016 PEMBAYARAN
- Siapa Yang Harus Memotong
DILAKUKAN ?
SEKALIGUS
- Kapan Paling Lambat Harus Disetorkan ?
- Bagaimana Cara Pelaporannya ?
- Jurnal Akuntansi
Jawaban
Maka Pph Pasal 4 Ayat 2 Yang Harus Dipotong Oleh Pt A Adalah
10% X 90 Juta = 9 Juta Rupiah

Pt A Yang Akan Memotong

Terakhir Tanggal 20 Bulan Berikutnya

1. Disetor Dan Diloporkan Oleh Pt A Dan Pt A Harus Membuat Bukti Potong Untuk
Pt B
2. Pt. B Akan Menerima Bukti Potong Dari Pt A
3. Karena Adanya PPh Pasal 4 Ayat 2 Atas Biaya Sewa Selama 3 Tahun Ini, Maka
Akan Terjadi “Aktiva Pajak Tangguhan “ Bagi Pt B
Jawaban

Jurnal Pt A : Jurnal Pt B :
Kas/Bank Sewa Di Bayar Di Muka
Pajak Keluaran PPh Pasal 4 ayat 2
PPh Pasal 4 ayat 2 Pajak Masukan
Pendapatan Sewa Kas/Bank
REFERENSI

https://www.academia.edu/29263508/AKUNT
ANSI_PAJAK_AKTIVA_LANCAR_

http://dendyraharjo.blogspot.com/2013/03/akuntansi-
pajak-terhadap-aktiva-lancar.html

Anda mungkin juga menyukai