Anda di halaman 1dari 58

SIROSIS HATI

PERSEPTOR: Sumartini Dewi, dr., Sp.PD-KR., M.Kes

HUSNA BULKIS DASOPANG


VIENA NISSA MIEN FADLLILLAH
Sirosis Hati

Definisi :
Keadaan patologis yang menggambarkan STADIUM AKHIR FIBROSIS
HEPATIK yang berlangsung secara PROGRESIF dan ditandai dengan
DISTORSI DARI ARSITEKTUR HEPAR dan PEMBENTUKAN NODULUS
REGENERATIF yang terjadi akibat nekrosis hepatoseluler
Epidemiologi

■ Lebih dari 40% pasien sirosis adalah asimptomatis.


■ Di Negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di
Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C.
Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-
rata prevalensi sirosis hati adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat
di bangsal Penyakit Dalam, atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien
penyakit hati yang dirawat.
■ Perbandingan prevalensi sirosis pada pria:wanita adalah 2,1:1 dan
usia rata-rata 44 tahun. Umur rata-rata terbanyak antara golongan
umur 30 - 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun.2
KLASIFIKASI
■ Berdasarkan klinis:
 sirosis hati kompensata
■ yang berarti belum ada gejala klinis yang nyata
 sirosis hati dekompensata
■ ditandai dengan gejala-gejala klinis yang jelas misalnya: ascites,
edema dan ikterus

■ Berdasarkan morfologi:
– macronoduler
■ besar nodul > 3mm
– mikronoduler
■ besar nodul < 3mm
– campuran
■ yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular
Penyakit infeksi  Bruselosis
 Skistosomiasis
 Ekinokokkus
 Toksoplasmosis

ETIOLOGI
 Virus hepatitis (sering di Indonesia adalah Hep. B (40-50%) dan Hep. C (30-
40%)
 Sitomegelovirus
Penyakit keturunan dan metabolik  Defisiensi Α-1 Antitripsin
 Penyakit Gaucher
 Intoleransi Fruktosa Herediter
 Sindrom Fanconi
 Penyakit Simpanan Glikogen
 Tirosinemia Herediter
 Galaktosemia
 Hemokromatosis
 Penyakit Wilson’s
Obat dan toksin  Alkohol
 Obstruksi Bilier
 Kolangitis Sklerosis Primer
 Amiodaron
 Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik
 Arsenik
 Sirosis Bilier Primer
Penyebab lain / tidak terbukti  Penyakit Usus Inflamasi Kronik
 Pintas Jejunoileal
 Fibrosis Kistik
 Sarkoidosis
PATOGENESIS
NORMAL: hati mempunyai sel stellata yang berperan dalam keseimbangan
pembentukan matriks ekstraselular dan proses degeneratif sel
PATOLOGIS:
hepar terpapar dengan faktor-faktor tertentu yang berlangsung secara terus-menerus (eg: Hepatitis
dan bahan-bahan hepatotoksik)

Reaksi inflamasi: hepatosis dan sel Kuppfer melepaskan sitokin seperti TGF-β

Ini akan mengaktivasikan sel-sel Stellata

terjadi miofibroblast-like conformation yang menghasilkan pembentukan fibril kolagen Tipe-1

berdeposit di sinusoid-sinusoid

keadaan ini akan menyebabkan fibrosis hepar

Sel-sel hepatosit disekitarnya pula mengalami regenerasi sedangkan dikelilingnya telah mengalami
kekakuan
HASIL AKHIR:
Hati akan mengkerut, bentuk tidak teratur dan nodulasi sel hati dipisahkan oleh pita fibrosis yang
padat dan lebar .Ukuran nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat
memisahkan pulau parenkim regenerasi yang sususannya tidak teratur.
PATOFISIOLOGI
Manifestasi klinik

■ Merupakan komplikasi dari gangguan fungsi hepar dan hipertensi porta yang
disebabkan oleh fibrosis dan gangguan vaskularisasi
■ Tidak berdasarkan etiologi
Nekrosis hepar  Terganggunya fungsi
hepar
■ Fungsi metabolisme
Karbohidrat, protein dan lipid
– Hipoglikemi
– ↓ protein plasma asites dan edema
– ↓ detoksikasi amonia  encephalopathy hepatik
■ Fungsi detoksifikasi
obat, toksin, sisa metabolisme dan hormon
– ↑ androgen dan estrogen
■ Ginekomastia
■ ↓ bulu tubuh
■ Virilizasi dan Gangguan menstruasi
■ Spider nevi
■ Palmar eritem
– ↑ ADH dan aldosteron
■ Edema
■ Fungsi hemostasis dan hematologi
Sintesis faktor pembekuan darah
– Resiko perdarahan
– PT memanjang
■ Fungsi sintesis dan eksresi empedu
– ↓ absorpsi lemak dan vitamin larut lemak
– BAB berwarna seperti dempul
■ Metabolisme bilirubin
– Hiperbilirubinemia  jaundice
– ↑ urobilinogen  urin berwarna seperti teh
■ Perubahan biokimiawi
– ↑ AST dan ALT
– ↑ Bilirubin
– ↓ Albumin
– ↑ Alkaline phosphatase
Jaundice
Ginekomastia
Palmar eritem
Spider Nevi
Liver Nail
Dupuytren contracture
Fibrosis  Hipertensi porta

■ Vena porta membawa darah dari GI tract, spleen, pankreas, dan vesika felea  ke
sinusoid dalam hepar  V. hepatika  V. cava inferior
■ Tekanan St. porta normal 5 – 10 mmHg
■ Pada Sirosis
– Fibrosis pada sinusoid  obstruksi  ↑ tek. V. porta (> 10 mmHg)
PORTOSYSTEMIC
ANOSTOMOSES
Hipertensi porta

Pembuluh darah ↑ tekanan


Kolateral  V. sistemik V. lienalis
• Gastroesophaeal junction ↓
• Dinding anterior abdomen Congestive
• Rectum Splenomegaly

Varices • Anemia
• Varices esophagus • Trombositopenia
• Caput medussae • Leukopenia
• Hemorroid
Varises Esophagus

Tidak ada varises Varises kecil Varises besar


Gangguan fungsi
Hipertensi porta
hepar

• Asites
• Hepatik Ensefalopatik
Cirrhosis Hepatis

Albumin  Intra hepatic


Vasc. Resistance 

Plasma oncotic press  Portal venous press 

Ascites

Na. Retention Effective intravas. vol 

Aldosteron Renal perfusion 

Plasma
Renin activity
Asites
Patogenesis
Hepatik Ensefalopati
Toxins

NH3
Shunting
Failure to GABA-BD
metabolize receptors
NH3

Bacterial action
Protein load
STAGES OF HEPATIC ENCEPHALOPATHY

Stadium Hepatik Ensefalopati

Stage Mental state Neurologic signs


1 Mild confusion: limited attention Incoordination, tremor,
span, irritability, inverted sleep impaired handwriting
pattern

2 Drowsiness, personality changes, Asterixis, ataxia, dysarthria


intermittent disorientation

3 Somnolent, gross disorientation, Hyperreflexia, muscle


marked confusion, slurred speech rigidity, Babinski sign

4 Coma No response to pain,


decerebrate posture
Komplikasi lain

■ Spontaneous bacterial peritonitis


– 72 % disebabkan batang gram (-) : E. coli, klebsiella
– Kriteria diagnostik : PMN > 250 pada cairan ascites
■ Sindroma hepatorenal
sirosis
(Advanced)

Imunitas menurun

intestine Translokasi Bacteri


RES
Sumber lain
Bacteremia Transient

Prolonged Bacteremia
Complement
Colonization Ascites

Spontaneous Bacterial Peritonitis * RES – Reticulo-


endothelial
system
DIAGNOSIS
■ Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan
fisik, laboratorium dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan
biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik
aktif yang berat dengan sirosis hati dini.
Sirosis Alkoholik
■ Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
hasil laboratorium.
■ Bentuk lain dari penyakit liver kronis (co: hepatitis virus
kronis, penyakit liver autoimun atau metabolik) harus
dipertimbangkan atau disingkirkan,
■ Biopsi liver dapat membantu untuk mengkonfirmasi
diagnosis, tetapi pada pasien yang masih melanjutkan
konsumsi alkohol tidak dilakukan hingga minimal 6 bulan
untuk menentukan residual, penyakit nonresidual.
Sirosis karena Hepatitis B dan C

■ Diagnosis membutuhkan evaluasi laboratorium termasuk tes


kuantitatif HVC RNA dan analisis genotip HCV, atau serologis
hepatitis B termasuk HBs Ag, anti-HBs, HBeAg (Hepatiitis B e
antigen), anti HBe, da kadar HBV DNA kuantitatif.
KOMPLIKASI
1. Hipertensi Porta
Hipertensi porta diakibatkan oleh
kombinasi simultan dari dua proses
hemodinamik, diantaranya :
1) peningkatan resistensi
intrahepatik terhadap lintasan aliran
darah melalui liver akibat sirosis dan
regenerasi nodul, serta 2)
meningkatnya aliran darah
splanchnic akibat vasodilatasi
didalam splanchnic vascular bed.
■ Penyebab hipertensi porta dapat
dikategorikan menjadi prehepatik,
intrahepatik, dan posthepatik.
■ Komplikasi primer dari hipertensi
porta yaitu varises gastroesofagus
dengan perdarahan, asites, dan
hipersplenisme.
Diagnosis Hipertensi Porta
■ Pasien dengan hipertensi porta biasanya mengalami
trombositopenia, perbesaran limpa, atau mengalami asites,
ensefalopati dan atau varises esofagus dengan atau tanpa
perdarahan.
■ Identifikasi varises dengan endoskopi.
■ Pencintraan abdomen dengan CT scan atau MRI dapat
membantu dalam menunjukkan noduler pada liver dan mencari
perubahan hipertensi porta dengan sirkulasi intraabdomen
kolateral.
■ Jika diperlukan, prosedur radiologis dapat dilakukan untuk
menghitung wedged-to-free gradient yang ekuivalen dengan
tekanan porta.
2. Perdarahan Varises

■ Sebanyak 5-15% pasien sirosis berkembang varises tiap


tahunnya dan diestimasi sebagian besar pasien dengan
sirosis dapat berkembang varises sepanjang hidupnya.
Sepertiga pasien denga varises dapat mengalami
perdarahan.
3. Splenomegali dan Hipersplenisme

■ Manifestasi klinisnya yaitu limpa yang membesar dan


terjadinya thrombocytopenia serta leukopenia pada pasien
sirosis. Beberapa pasien mengalami nyeri abdomen bagian
kiri atas yang berkaitan dengan pembesaran limpa.
4. Asites
■ Definisi : akumulasi cairan didalam rongga peritoneum. Penyebab
utamanya yaitu hipertensi porta yang berkaitan dengan adanya
sirosis.
■ Pasien biasanya mengalami penambahan ukuran lingkar perut
yang diikuti dengan edema perifer. Jika cairan asitesnya masif,
fungsi respirasi dapat terganggu, dan pasien mengalami sesak
napas. Pasien yang asites masif seringkali malnutrisi dan
mengalami penyusutan otot serta kelemahan dan kelelahan
berlebih.
■ Diagnosis dengan melakukan pemeriksaan fisik ditambah
dengan pencitraan abdomen. Jumlah asites juga dapat diketahui
melaluui ultrasound ataupun CT scan.
5. Peritonitis Bakteri Spontan
■ Merupakan komplikasi yang sering terjadi dan berat yang
ditandai dengan infeksi cairan asites abdomen tanpa sumber
intraabdomen.
■ Mikroorganisme yang sering terlibat yaitu Eschericia coli dan
bakteri usus lainnya. Bakteri gram positif seperti Streptococcus
viridans, S. Aureus dan Enterococcus sp dapat ditemukan.
■ Diagnosis SBP ditegakkan saat sampel cairan mengandung
netrofil >250/mm3. Bedside culture harus dilakukan saat cairan
asites diambil. Pasien dengan asites bisa muncul demam,
gangguan status mental, peningkatan sel darah putih, dan nyeri
abdomen atau rasa tidak nyaman di abdomen. Peritoneal taps
penting untuk membuat diagnosis.
6. Sindrom Hepatorenal
■ Hepatorenal syndrome (HRS) merupakan suatu bentuk gangguan
fungsional ginjal tanpa adanya patologi pada ginjal yang terjadi
pada sekitar 10% pasien dengan sirosis tahap lanjut
■ Diagnosis dibuat ketika adanya sejumlah besar asites pada
pasien yang mengalami peningkatan kreatinin secara progresif.
■ HRS tipe 1 ditandai dengan adanya gangguan fungsi ginjal secara
progresif dan adanya penurunan klirens kreatinin secara
signifikan dalam 1-2 minggu. HRS tipe 2 ditandai dengan adanya
penurunan laju filtrasi glomerulus dengan peningkatan serum
kreatinin tapi tetap stabil dan berkaitan dengan outcome yang
lebih baik dibandingkan dengan HRS tipe 1.
7. Hepatik Ensefalopati
■ Merupakan komplikasi yang serius dan didefinisikan sebagai
perubahan status mental dan fungsi kognisi yang terjadi pada
pasien dengan gagal liver.
■ Manifetasi klinis yang muncul diantaranya perubahan status
mental, edema otak, perubahan kepribadian, ataupun
kebingungan, pasien bias sangat mengantu dan sulit untuk
dibangunkan.
■ Pada pasien sirosis, ensefalopati seringkali dijumpai sebagai
hasil dari hal yang memicu terjadinya ensefalopati seperti
hipokalemia, infeksi, peningkatan diet protein, atau gangguan
elektrolit.
8. Malnutrisi
■ Terjadi akibat gangguan metabolism energi (katabolisme
meningkat), intake yang kurang, perubahan pada absorpsi
nutrisi.

9. Abnormalitas Koagulasi
■ Terjadi penurunan sintesis faktor pembekuan (vitamin K, Faktor
II, VII, IX, dan X) dan gangguan kllirens anticoagulan.
■ Pasien juga mengalami trombositopenia akibat hipersplenisme.
10. Gangguan Tulang
■ Terjadinya osteoporosis sering terjadi pada pasien dengan
penyakit liver karena malabsorpsi vitamin D dan kurangnya
asupan kalsium.
■ Dual x-ray absorptiometry (DEXA) berguna untuk menentukan
osteoporosis atau osteopenia pada pasien dengan penyakit liver
kronis.

11. Gangguan Hematologi


■ Manifestasi hematologi yang mungkin muncul yaitu anemia
akibat beragam penyebab diantaranya hipersplenisme, hemolisis,
defisiensi besi, dan defisiensi folat akibat malnutrisi.
TATALAKSANA
■ Terapi ditujukan untuk mengurangi progresi
penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang
bisa menambah kerusakan hati, pencegahan
dan penanganan komplikasi.
■ Bila tidak ada koma hepatik, diberikan diet yang
mengandung protein 1 gr/kgBB dan kalori sebanyak
2000-3000 kkal/hari.
■ Pada sirosis alkoholik, berhenti konsumsi alkohol adalah kunci
utama untuk pasien dengan alcoholic liver disease.
■ Obat oral pentoxifyline yang menurunkan produksi TNF alfa dan
sitokin proinflamasi lainnya.
■ Studi terbaru menunjukkan penggunaan inhibitor TNF alfa
seperti infliximab atau etanercept tanpa adanya efek samping
berbahaya.
■ Pemberian obat untuk mengurangi kecanduan alkohol seperti
acamprosate calcium telah digunakan. Asetaminofen juga biasa
digunakan pada pasien dengan gangguan liver dengan dosis
tidak lebih dari 2 gram perhari.
■ Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog
nukleosida) merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terpai
lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama
satu tahun.
■ Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan
mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa
diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu
selama 4-6 bulan.
■ Pada hepatitis C kronik; kombinasi interferon dengan ribavirin
merupakan terpai standar.
■ Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5
MIU tiga kali seminggu dikombinasi dengan ribavirin 800-1000
mg/hari selama 6 bulan.
Pengobatan Sirosis Dekompensata
1. Asites
Tirah baring, diet rendah garam (5,2 gram atau 90 mmol/hari). Diet
rendah garam dikombinasikan dengan obat-obatan diuretik. Awalnya
dengan pemberian spironolakton (100-200 mg sekali sehari).
Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat, bisa dikombinasi
dengan furosemid (20-40 mg/hari). Pengeluaran asites (parasentesis)
dan dilindungi dengan pemberian albumin.
2. Ensefalopati hepatic
Penggantian protein hewani menjadi protein nabati. Diperlukan hidrasi
dan koreksi ketidakseimbangan elektrolit. Laktulosa, neomisin dan
metronidazole sebagai antibiotic ajuvan, diet protein dikurangi sampai
0,5 gr/kgBB/hari, serta pemberian suplemen zink.
3. Varises esophagus
Nonselective beta blocker
(propranolol atau nadolol) atau
dengan variceal band ligation. Waktu
perdarahan akut, bisa diberikan
perasat somatostatin atau oktreotid,
diteruskan dengan tindakan
skleroterapi atau ligasi endoskopi.

4. Peritonitis bacterial spontan


diberikan antibiotika seperti
sefotaksim intravena, amoksilin, atau
aminoglikosida.
5. Sindrom hepatorenal
Mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan
garam dan air. Saat ini pasien diobati dengan midodrine (alfa agonist)
diiringi dengan octreotide dan albumin intravena. Terapi paling baik
yaitu transplantasi liver
6. Malnutrisi
Suplemen vitamin.
7. Abnormalitas Koagulasi
Pemberian vitamin K parenteral dan factor-factor koagulasi
8. Gangguan tulang
Bifosfonat
PROGNOSIS
■ Prognosis sirosis dipengaruhi etiologi, beratnya kerusakan hati,
komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.
■ Klasifikasi Child-Pugh menilai prognosis pasien sirosis yang akan
menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin,
albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi.
■ Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup
selama satu tahun untuk pasien dengan Child A, B, dan C berturut-
turut 100, 80, dan 45%.
DAFTAR PUSTAKA

1. Siti Nurdjanah. Sirosis Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2006. 101:445 – 48
2. Siti Maryani Sutadi. Sirosis Hepatitis. Fakultas Kedokteran Ilmu Penyakit Dalam.
USU Digital Library. 2003. 1 – 7
3. Bacon, R.B. Cirrhosis and Its Complications. Harrison’s Principles of Internal
Medicine. 17th Edition. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008. 302:
1971-83.
4. Heuther, S.E. Cirrhosis. Understanding Pathophysiology, 3rd Edition. Mosby,Inc.
2004. 34: 1008-10

Anda mungkin juga menyukai