Anda di halaman 1dari 25

Disusun Oleh :

GIRI MAHESA PUTRA ZATNIKA


110.2012.100
Pembimbing :
dr. Melly Ismelia, Sp.PD
Lupus Eritematosus Sistemik (Systemic Lupus
Erythematosus/SLE) adalah penyakit autoimun
sistemik yang ditandai dengan adanya autoantibodi
terhadap autoantigen, pembentukan kompleks imun,
dan disregulasi sistem imun, yang menyebabkan
kerusakan pada beberapa organ tubuh.
 Semua ras dapat terkena terutama beberapa kelompok ras, termasuk
kulit hitam, kulit putih, hispanik, Asia dan beberapa suku asli Amerika.
 Penyakit ini dapat ditemukan pada semua usia, tetapi paling banyak
pada usia 15-40 tahun.
 Frekuensi pada wanita dibanding dengan pria berkisar antara 5,5-9 : 1
 Dari 3 peneliti di RSCM Jakarta yang melakukan penelitian pada periode
1969-1990 didapatkan rerata insidensi ialah 37,7 per 10.000 perawatan.
 Insidensi di Yogyakarta antara tahun 1983-1986 ialah 10,1 per 10.000
perawatan, sedangkan di Medan didapatkan insidensi sebesar 1,3 per
10.000 perawatan.
 Belum diketahui secara pasti

Genetik Hormonal Autoantibodi

Lingkungan Multifaktorial
Faktor genetik

• Kompleks Histokompabilitas Mayor (MHC).


• kepekaan dari gen HLA (human leucocyte antigen)

Faktor Hormonal

• konsentrasi androgen plasma yang rendah, termasuk testosteron


• Meningkatnya kadar LH (luteinising hormone).
• Konsentrasi progesteron rendah
• Prolactin
• Leptin

Autoantibodi

• Antibodi antinuklear (ANA).


Faktor Fisik/Kimia -Amin aromatic
-Hydrazine
-Obat-obatan (prokainamid, hidralazin,
klorpromazin, isoniazid, fenitoin,
penisilamin)
-merokok
-Pewarna rambut
-Sinar ultraviolet (UV)
Faktor makanan -konsumsi lemak jenuh yang berlebihan
-L-canavanine (kuncup dari alfalfa)
Agen Infeksi -Virus Epstein-Barr
-retrovirus
-DNA bakteri/endotoksin
Hormon dan estrogen lingkungan -Terapi sulih Hormon
(environmental estrogen) -pil kontrasepsi oral
Paparan estrogen prenatal
Mengendap
autoreaktif
• Genetik • Autoantibodi pada jaringan • Foreign AB cross
• Hormonal • Autoantigen reaction
• Persistensi Limfosit • Defective immune • Apoptosis
• lingkungam B dan T complex clearance
• Gangguan
toleransi
Kompleks Reaksi
Faktor pemicu
imun Inflamasi
Manifestasi konstitusional

Kelelahan

Penurunan
berat badan

Demam
Manifestasi Renal

- Hematuria
- Proteinuria
- Hipertensi
- Urine berbusa dan berwarna gelap.
- Sering buang air kecil, terutama pada malam hari.
- Berat badan bertambah.
- Edema di telapak, betis, dan atau pergelangan kaki.
1 Analisis darah tepi lengkap (darah besar dan LED)
2 Antibodi antinuclear (ANA)
3 Anti-dsDNA
4 Autoantibodi lain (anti Sm, RF, antifosfolipid, antihiston, dll)
5 Titer komplemen C3, C4, dan CH50
6 Titer IgM, IgG, IgA
7 Kriogblobulin
8 Masa pembekuan
9 Serologi sifilis (VDRL)
10 Uji Coombs
11 Elektrofoesis protein
12 Kreatinin dan ureum darah
13 Protein urin total dalam 24 jam
14 Biakan kuman, terutama dalam urin
15 Foto Rontgen thorax
No. Kriteria Definisi
1. Bercak malar (butterfly rash) Eritema datar atau menimbulkan yang menetap di daerah pipi, cenderung menyebar ke
lipatan nasolabial.
2. Bercak diskoid Bercak eritema yang menimbul , pada lesi lama dapat terjadi parut atrofi
Kriteria Diagnosis
3. Fotosensitif Bercak di kulit akibat sinar matahari
Menurut
4. Ulkus mulut Luka di mulut atau hidung yang berlangsung dari beberapa hari untuk lebih dari satu
bulan. Biasanya tidak nyeri.
“American College of
5. Arthritis Nyeri dan pembengkakan berlangsung selama beberapa minggu di dua atau lebih sendi
Rheumatology”
6. Serositif a. Pleuritis (Riwayat pleuritic pain atau terdengar pleural friction rub atau terdapat efusi
pleura pada pemeriksaan fisik)
Paling sedikit 4 dari 11
b. Perikarditis (Dibuktikan dengan EKG atau terdengar pericardial friction rub atau terdapat
kriteria terpenuhi
efusi pericardial pada pemeriksaan fisik.
7. Gangguan ginjal a. Proteinuria persisten >0,5g/hr atau pemeriksaan +3 jika pemeriksaan kuantitatif tidak
dapat dilakukan. Atau
b. Cellular cast: eritrosit, Hb, granular, tubular, atau campuran
8. Gangguan saraf kejang, stroke atau psikosis
9. Gangguan darah Terdapat salah satu dari kelainan darah
• Anemia hemolitik (dengan retikulosis)
• Leukopenia (<4000/mm3 pada ≥ 1 pemeriksaan)
• Limfopenia (<1500/mm3 pada ≥ 2 pemeriksaan)
• Trombositopenia (<100.000/mm3 tanpa adanya intervensi obat)
10. Gangguan imunologi Terdapat salah satu keadaan
• Anti ds-DNA di atas titer normal
• Anti Sm(Smith) (+)
• Anti fosfolipid (+) berdasarkan kadar serum IgG atau IgM antikardiolipin yang abnormal
• Anti koagulan lupus (+) dengan menggunakan tes standart
• Tes sifilis (+) palsu, paling sedikit selama 6 bulan dan dikonfirmasi dengan ditemukannya
Treponemma pallidum atau antibody treponema
11. Antibodi Nuklear Tes ANA (+)
Butterfly rash Bercak diskoid Fotosensitif
Ulkus mulut Arhtritis
Secara klinis tenang Nefritis ringan sampai Jantung: tamponade

SLE derajat Berat


SLE derajat Ringan

SLE derajat Sedang


Tidak terdapat tanda sedang ( Lupus nefritis jantung
atau gejala yang kelas I dan II) Paru-paru: perdarahan
mengancam nyawa Trombositopenia paru
Fungsi organ normal (trombosit 20-50 x Gastrointestinal:
atau stabil, yaitu: ginjal, 103/mm3) pankreatitis
paru, jantung, Serositis mayor Ginjal: nefritis
gastrointestinal, proliferatif
susunan saraf pusat,
sendi, hematologi dan Kulit: vaskulitis berat
kulit. Contoh SLE Neurologi: stroke
dengan manifestasi
arthritis dan kulit. Hematologi: trombosis
vena atau arteri
Edukasi
Program
Rehabilitasi

Terapi
Konservatif
dan Agresif

Penatalaksanaan
 Arthritis, Arthralgia, dan Mialgia merupakan keluhan yang sering dijumpai pada
penderita SLE. Pada keluhan yang ringan dapat diberikan analgetik sederhana
atau obat antiinflamasi nonsteroid.
 Penderita fotosensitivitas harus berlindung terhadap paparan sinar UV, inframerah,
panas & sinar fluoresensi dengan menggunakan baju pelindung, kaca jendela yang
digelapkan, menghindari paparan langsung dan menggunakan sunscreen.
 Glukokortikoid lokal, seperti krem, salep atau injeksi dapat dipertimbangkan pada
dermatitis lupus
 Untuk mengurangi kelealahan dan keluhan sistemik perlu ditambah waktu istirahat
dan mengatur jam kerja.
 Serositis dapat diatasi dengan salisilat, obat antiinflamasi non-steroid, antimalaria
atau glukokortikoid dosis rendah (15 mg/hari). Pada keadaan yang berat, harus
diberikan glukokortikoid sistemik untuk mengontrol penyakitnya.
Terminologi Pembagian Kortikosteroid

Dosis rendah < 7.5 mg prednison atau setara perhari

Dosis sedang >7.5 mg, tetapi < 30 mg prednison

atau setara perhari

Kortikosteroid digunakan
sebagai pengobatan utama Dosis tinggi >30 mg, tetapi < 100 mg prednison
pada pasien dengan SLE.
Meski dihubungkan dengan atau setara perhari
munculnya banyak laporan
efek samping, kortikosteroid
Dosis sangat tinggi >100 mg prednison atau setara perhari
tetap merupakan obat yang
banyak dipakai sebagai
antiinflamasi dan
Terapi pulse >250 mg prednison atau setara perhari
imunosupresi.
untuk 1 hari atau beberapa hari
Obat yang diberikan untuk memudahkan menurunkan
dosis kortikosteroid dan berfungsi juga mengontrol
penyakit dasarnya.

 Siklofosfamid
 Azatioprin
 Siklosporin
 Biopsi Ginjal
 Pemantauan aktivitas ginjal melalui pemeriksaan urin rutin: sedimen, kadar
kreatinin, tekanan darah, albumin serum, C3 komplemen, anti-ds DNA, proteinuria
dan bersihan kreatinin.
 Obati hipertensi seagresif mungkin. Target tekanan darah pada pasien dengan
riwayat glomerulonefritis adalah < 120/80 mmHg
 Hiperkolesterolemia harus dikontrol untuk mengurangi risiko prematur
aterosklerosis dan mencegah penurunan fungsi ginjal.
 Pasien lupus yang mendapat kortikosteroid, diperlukan penilaian risiko
osteoporosis, pemberian kalsium, Suplemen vitamin D, latihan pembebanan yang
ditoleransi, obat-obatan seperti calcitonin bila terdapat gangguan ginjal,
bisfosfonat (kecuali terdapat kontraindikasi) atau rekombinan PTH
 Deteksi dini dan terapi agresif terhadap infeksi pada pasien lupus
 Memonitor toksisitas kortikosteroid, dan agen sitotoksik dengan parameter:
tekanan darah, pemeriksaan darah lengkap, trombosit, kalium, gula darah,
kolesterol, fungsi hati, berat badan, kekuatan otot, fungsi gonad, dan densitas
massa tulang.
 Pasien dianjurkan untuk menghindari obat anti inflamasi non steroid, karena dapat
mengganggu fungsi ginjal, mencetuskan edema dan hipertensi serta
meningkatkan risiko toksisitas gastrointestinal .
 Kehamilan pada pasien lupus nefritis aktif harus ditunda mengingat risiko
morbiditas dan mortalitas bagi ibu dan janin, termasuk kejadian gagal ginjal juga
meningkat.
 Prognosis penyakit ini sangat tergantung pada organ mana yang terlibat.
 Apabila mengenai organ vital, mortalitasnya sangat tinggi. Mortalitas pada pasien
dengan SLE telah menurun selama 20 tahun terakhir.
 Sebelum 1955, tingkat kelangsungan hidup penderita mencapai 5 tahun pada SLE
kurang dari 50%.
 Saat ini, tingkat kelangsungan hidup penderita pada 10 tahun terakhir rata-rata
melebihi 90% dan tingkat kelangsungan hidup penderita
 Lupus Eritematosus Sistemik (Systemic Lupus Erythematosus/SLE) adalah penyakit reumatik
autoimun yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau
sistem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks
imun sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan.
 Lupus Eritematosus Sistemik merupakan saalah satu penyakit yang tidak mudah didiagnosa
dikarenakan banyaknya variasi dari manifestasi klinis yang ditimbulkannya. Dalam melakukan
penegakan diagnosa SLE dibutuhkan adanya pengamatan klinis yang baik serta pemeriksaan
Antibodi Antinuklear (ANA), yang keduanya harus menunjukan hasil yang positif.
 Penatalaksanaan pada SLE dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi non farmakologis dan
terapi farmakologis. Terapi non farmakologis diantaranya edukasi dan program rehabilitasi,
sedangkan terapi farmakologis meliputi terapi konservatif dan terapi agresif

Anda mungkin juga menyukai