Lingkungan Multifaktorial
Faktor genetik
Faktor Hormonal
Autoantibodi
Kelelahan
Penurunan
berat badan
Demam
Manifestasi Renal
- Hematuria
- Proteinuria
- Hipertensi
- Urine berbusa dan berwarna gelap.
- Sering buang air kecil, terutama pada malam hari.
- Berat badan bertambah.
- Edema di telapak, betis, dan atau pergelangan kaki.
1 Analisis darah tepi lengkap (darah besar dan LED)
2 Antibodi antinuclear (ANA)
3 Anti-dsDNA
4 Autoantibodi lain (anti Sm, RF, antifosfolipid, antihiston, dll)
5 Titer komplemen C3, C4, dan CH50
6 Titer IgM, IgG, IgA
7 Kriogblobulin
8 Masa pembekuan
9 Serologi sifilis (VDRL)
10 Uji Coombs
11 Elektrofoesis protein
12 Kreatinin dan ureum darah
13 Protein urin total dalam 24 jam
14 Biakan kuman, terutama dalam urin
15 Foto Rontgen thorax
No. Kriteria Definisi
1. Bercak malar (butterfly rash) Eritema datar atau menimbulkan yang menetap di daerah pipi, cenderung menyebar ke
lipatan nasolabial.
2. Bercak diskoid Bercak eritema yang menimbul , pada lesi lama dapat terjadi parut atrofi
Kriteria Diagnosis
3. Fotosensitif Bercak di kulit akibat sinar matahari
Menurut
4. Ulkus mulut Luka di mulut atau hidung yang berlangsung dari beberapa hari untuk lebih dari satu
bulan. Biasanya tidak nyeri.
“American College of
5. Arthritis Nyeri dan pembengkakan berlangsung selama beberapa minggu di dua atau lebih sendi
Rheumatology”
6. Serositif a. Pleuritis (Riwayat pleuritic pain atau terdengar pleural friction rub atau terdapat efusi
pleura pada pemeriksaan fisik)
Paling sedikit 4 dari 11
b. Perikarditis (Dibuktikan dengan EKG atau terdengar pericardial friction rub atau terdapat
kriteria terpenuhi
efusi pericardial pada pemeriksaan fisik.
7. Gangguan ginjal a. Proteinuria persisten >0,5g/hr atau pemeriksaan +3 jika pemeriksaan kuantitatif tidak
dapat dilakukan. Atau
b. Cellular cast: eritrosit, Hb, granular, tubular, atau campuran
8. Gangguan saraf kejang, stroke atau psikosis
9. Gangguan darah Terdapat salah satu dari kelainan darah
• Anemia hemolitik (dengan retikulosis)
• Leukopenia (<4000/mm3 pada ≥ 1 pemeriksaan)
• Limfopenia (<1500/mm3 pada ≥ 2 pemeriksaan)
• Trombositopenia (<100.000/mm3 tanpa adanya intervensi obat)
10. Gangguan imunologi Terdapat salah satu keadaan
• Anti ds-DNA di atas titer normal
• Anti Sm(Smith) (+)
• Anti fosfolipid (+) berdasarkan kadar serum IgG atau IgM antikardiolipin yang abnormal
• Anti koagulan lupus (+) dengan menggunakan tes standart
• Tes sifilis (+) palsu, paling sedikit selama 6 bulan dan dikonfirmasi dengan ditemukannya
Treponemma pallidum atau antibody treponema
11. Antibodi Nuklear Tes ANA (+)
Butterfly rash Bercak diskoid Fotosensitif
Ulkus mulut Arhtritis
Secara klinis tenang Nefritis ringan sampai Jantung: tamponade
Terapi
Konservatif
dan Agresif
Penatalaksanaan
Arthritis, Arthralgia, dan Mialgia merupakan keluhan yang sering dijumpai pada
penderita SLE. Pada keluhan yang ringan dapat diberikan analgetik sederhana
atau obat antiinflamasi nonsteroid.
Penderita fotosensitivitas harus berlindung terhadap paparan sinar UV, inframerah,
panas & sinar fluoresensi dengan menggunakan baju pelindung, kaca jendela yang
digelapkan, menghindari paparan langsung dan menggunakan sunscreen.
Glukokortikoid lokal, seperti krem, salep atau injeksi dapat dipertimbangkan pada
dermatitis lupus
Untuk mengurangi kelealahan dan keluhan sistemik perlu ditambah waktu istirahat
dan mengatur jam kerja.
Serositis dapat diatasi dengan salisilat, obat antiinflamasi non-steroid, antimalaria
atau glukokortikoid dosis rendah (15 mg/hari). Pada keadaan yang berat, harus
diberikan glukokortikoid sistemik untuk mengontrol penyakitnya.
Terminologi Pembagian Kortikosteroid
Kortikosteroid digunakan
sebagai pengobatan utama Dosis tinggi >30 mg, tetapi < 100 mg prednison
pada pasien dengan SLE.
Meski dihubungkan dengan atau setara perhari
munculnya banyak laporan
efek samping, kortikosteroid
Dosis sangat tinggi >100 mg prednison atau setara perhari
tetap merupakan obat yang
banyak dipakai sebagai
antiinflamasi dan
Terapi pulse >250 mg prednison atau setara perhari
imunosupresi.
untuk 1 hari atau beberapa hari
Obat yang diberikan untuk memudahkan menurunkan
dosis kortikosteroid dan berfungsi juga mengontrol
penyakit dasarnya.
Siklofosfamid
Azatioprin
Siklosporin
Biopsi Ginjal
Pemantauan aktivitas ginjal melalui pemeriksaan urin rutin: sedimen, kadar
kreatinin, tekanan darah, albumin serum, C3 komplemen, anti-ds DNA, proteinuria
dan bersihan kreatinin.
Obati hipertensi seagresif mungkin. Target tekanan darah pada pasien dengan
riwayat glomerulonefritis adalah < 120/80 mmHg
Hiperkolesterolemia harus dikontrol untuk mengurangi risiko prematur
aterosklerosis dan mencegah penurunan fungsi ginjal.
Pasien lupus yang mendapat kortikosteroid, diperlukan penilaian risiko
osteoporosis, pemberian kalsium, Suplemen vitamin D, latihan pembebanan yang
ditoleransi, obat-obatan seperti calcitonin bila terdapat gangguan ginjal,
bisfosfonat (kecuali terdapat kontraindikasi) atau rekombinan PTH
Deteksi dini dan terapi agresif terhadap infeksi pada pasien lupus
Memonitor toksisitas kortikosteroid, dan agen sitotoksik dengan parameter:
tekanan darah, pemeriksaan darah lengkap, trombosit, kalium, gula darah,
kolesterol, fungsi hati, berat badan, kekuatan otot, fungsi gonad, dan densitas
massa tulang.
Pasien dianjurkan untuk menghindari obat anti inflamasi non steroid, karena dapat
mengganggu fungsi ginjal, mencetuskan edema dan hipertensi serta
meningkatkan risiko toksisitas gastrointestinal .
Kehamilan pada pasien lupus nefritis aktif harus ditunda mengingat risiko
morbiditas dan mortalitas bagi ibu dan janin, termasuk kejadian gagal ginjal juga
meningkat.
Prognosis penyakit ini sangat tergantung pada organ mana yang terlibat.
Apabila mengenai organ vital, mortalitasnya sangat tinggi. Mortalitas pada pasien
dengan SLE telah menurun selama 20 tahun terakhir.
Sebelum 1955, tingkat kelangsungan hidup penderita mencapai 5 tahun pada SLE
kurang dari 50%.
Saat ini, tingkat kelangsungan hidup penderita pada 10 tahun terakhir rata-rata
melebihi 90% dan tingkat kelangsungan hidup penderita
Lupus Eritematosus Sistemik (Systemic Lupus Erythematosus/SLE) adalah penyakit reumatik
autoimun yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau
sistem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks
imun sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan.
Lupus Eritematosus Sistemik merupakan saalah satu penyakit yang tidak mudah didiagnosa
dikarenakan banyaknya variasi dari manifestasi klinis yang ditimbulkannya. Dalam melakukan
penegakan diagnosa SLE dibutuhkan adanya pengamatan klinis yang baik serta pemeriksaan
Antibodi Antinuklear (ANA), yang keduanya harus menunjukan hasil yang positif.
Penatalaksanaan pada SLE dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi non farmakologis dan
terapi farmakologis. Terapi non farmakologis diantaranya edukasi dan program rehabilitasi,
sedangkan terapi farmakologis meliputi terapi konservatif dan terapi agresif