Anda di halaman 1dari 14

Analisis Kekuatan Yuridis Dan

Fungsi Materai Dalam Suatu Surat


A. Pengertian Kontrak atau Perjanjian
Pengertian Perjanjian atau kontrak diatur Pasal 1313 KUH Perdata.
Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi : “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan
mana satu pihak atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang atau lebih.”
Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan dengan
perjanjian, adalah “ suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.”
Menurut Salim H.S., S.H., M.S., perjanjian atau kontark merupakan
hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan dengan subjek hukum
yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek hukum yang satu berhak
atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk
melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.”
Menurut Subekti, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana
seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji
untuk melaksanakan satu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan
antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dalam bentuknya,
perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji
atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
Dengan demikian hubungan antara perjanjian dengan perikatan adalah
bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber
perikatan, disampingnya sumber-sumber lain. Sumber-sumber lain ini
mencakup denga nama undang-undang.
Jadi, ada perikatan yang lahir dari perjanjian dan ada perikatan yang lahir dari
undang-undang.
Dengan sekian banyak pengertian perjanjian yang telah dipaparkan di atas, ada
tiga unsur yang dapat ditarik kesimpulan, yaitu:
1. Ada orang yang menuntut, atau dalam istilah bisnis biasa di sebut
kreditor.
2. Ada orang yang dituntut, atau yang dalam istilah bisnis biasa disebut
debitur.
3. Ada sesuatu yang dituntut, yaitu prestasi.
B. Prinsip-prinsip Dasar Kontrak dan Karakteristik Kontrak
Prinsip-prinsip Dasar Kontrak
Ada beberapa prinsip hukum kontrak yang sangat mendukung eksistensi
suatu kontrak baku, yaitu prinsip-prinsip hukum sebagai berikut:
1. Prinsip kesepakatan
Dalam suatu kontrak disangsikan adanya kesepakatan kehendak yang
benar-benar seperti diinginkan oleh para pihak, tetapi kedua belah pihak akhirnya
juga menandatangani kedua kontrak tersebut. Dengan penandatanganan tersebut,
maka dapat diasumsi bahwa kedua belah pihak telah menyetujui isi kontrak
tersebut, sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kata sepakat telah
terjadi.
2. Prinsip Asumsi Resiko
Dalam suatu kontrak setiap pihak tidak dilarang untuk melakukan
asumsi resiko. Artinya bahwa jika ada resiko ada resiko tertentu yang mungkin
terbit dari suatu kontrak tetapi salah satu pihak bersedia menanggung risiko
tersebut sebagai hasil dari tawar menawarnya, maka jika memang jika risiko
tersebut benar-benar terjadi, pihak yang mengasumsi risiko tersebutlah yang
harus menagunggung risikonya. Dalam hubungan dengan kontrak baku, maka
dengan menandatangani kontrak yang bersangkutan, berart segala risiko apapun
bentuknyaakan ditanggung oleh pihak yang menandatanganinya sesuai isi dari
kontrak tersebut.
3. Prinsip Kewajiban membaca
Sebenarnya, dalam ilmu hukum kontrak diajarkan bahwa ada
kewajiban membaca (duty to read) bagi setiap pihak yang akan
menandatangani kontrak. Dengan demikian, jika dia telah menandatangani
kontrak yang bersangkutan, hukum mengasumsikanbahwa dia telah
membacanyadan menyetujui apa yang telah dibancanya.
4. Prinsip Kontrak mengikuti kebiasaan
Memang sudah menjadi kebiasaan sehari-hari bahwa banyak kontrak
dibuat secara baku. Karena kontrak baku tersebutmenjai terikat, antara lain juga
karena keterikatan suatu kontrak tidak hanya terhadap kata-kata yang ada dalam
kontrak tersebut, tapi juga terhadap hal-hal yang bersifat kebiasaan. Lihat pasal
1339 KUHPerdata Indonesia. Dan kontrak baku merupakan suatu kebiasaan
sehari-hari dalam lalu lintas perdagangan dan sudah merupakan suatu kebutuhan
masyarakat, sehingga eksistensinya mestinya tidak perlu dipersoalkan lagi.
 Karakteristik Kontrak
Ciri khas atau karakteristik yang paling penting dari suatu kontrak adalah adanya
kesepakatan bersama (mutual consent) para pihak. Kesepakatan bersama ini bukan
hanya merupakan karakteristik dalam pembuatan kontrak, tetapi hal itu penting
sebagai suatu niat yang diungkapkan kepada pihak lain. Di samping itu, sangat
mungkin untuk suatu kontrak yang sah dibuat tanpa adanya kesepakatan bersama.
C. Bahasa Kontrak yang dibakukan
Kontrak baku adalah kontrak berbentuk tertulis yang telah
digandakan berupa formulir-formulir, yang isinya te-lah distandardisasi
atau dibakukan terlebih dahulu secara sepihak oleh para pihak yang
menawarkan, serta di-tawarkan secara massal, tanpa mempertimbangkan
perbedaan kondisi yang dimiliki konsumen.
Istilah perjanjian baku atau standar dalam istilah bahasa Inggris terdapat
istilah standardized agreement, stan-dardized contract, pad contract,
standard contract, con-tract of adhesion, standaardvoorwaarden (Belanda),
contrat D’adhesion (Perancis), Allgemeine Geschaftben-dingungen
(Jerman), perjanjian standar, perjanjian baku, kontrak standar, atau
kontrak baku
 Perjanjian baku disebut juga perjanjian standar. Dalam bahasa Inggris
disebut standard contract, standard agreement. Kata baku atau standar
artinya tolok ukur yang dipakai sebagai patokan.Dalam hubungan ini,
perjanjian baku artinya perjanjian yang menjadi tolok ukur yang dipakai
sebagai patokan atau pedoman bagi setiap kon-sumen yang mengadakan
hubungan hukum dengan pengusaha. Yang dibakukan dalam perjanjian
baku ialah model, rumusan, dan ukuran.
Yang dimaksud dari bahasa dari kontrak yang dibakukan yaitu bahasa
dari Perjanjian baku memuat syarat-syarat baku yaitu:
1. Menggunakan kata-kata atau susunan kalimat yang teratur dan rapi.
2. Huruf yang dipakai jelas, rapi, kelihatan isinya dan mudah dibaca dalam
waktu singkat, agar hal initidak merugikan konsumen.
3. Contoh perjanjian baku adalah polis asuransi, kredita dengan jaminan, tiket
pengangkutan dan lainnya.
4. Format penulisan perjanjian baku meliputi model, rumusan, dan ukuran.
Format ini dibakukan, artinya sudah ditentukan model, rumusan, dan ukurannya,
sehingga tidak dapat diganti, diubah, atau dibuat dengan cara lain karena sudah
dicetak.
5. Model perjanjian dapat berupa blanko naskah perjanjian lengkap, atau blanko
formulir yang dilampiri dengan naskah syarat-syarat perjanjian, atau dokumen
bukti perjanjian yang memuat syarat-syarat baku.

D. Teknik Perancangan Kontrak


Untuk membuat suatu kontrak kita harus mengetahui teknik dalam perancangan
kontrak tersebut, teknik-teknik yang harus dilakukan yaitu:
1. PENELITIAN
Perancang kontrak melakukan penelitian berkaitan dengan :
1. Keinginan para pihak
Setidak tidaknya pada awalnya pihak yang minta bantuan untuk
dibuatkan kontrak, kemudian mengetahui keinginan pihak lainnya.
2. Ketentuan perundang undangan
3. Etika , moral, adat kebiasaan , yang berlaku di tempat dilaksanakan
kontrak tsb.
2. OUTLINING
Pembuatan / Merancang Urutan Kerangka Naskah kontrak dan Pemahaman
tentang Anatomi kontrak Baik yang Pokok, transaction cluse, maupun yang merupakan
Penunjang, technical house keeping clauses Kemudian menyusunnya dalam TATA
URUTAN naskah kontrak Sesuai dgn kepentingannya yang mencakup seluruh keinginan
para pihak,dimulai dari hal yg pokok, diikuti dgn
pengaturan penunjangnya.
3. ANATOMI “Kontrak”
Pola dasar suatu konsep perjanjian biasanya disusun sebagai berikut :
1. Judul / Nama Kontrak , heading
2. Pembukaan, opening
3. Komparasi , para pihak, parties.
Dalam bagian ini (komparasi) harus dicantumkan nama seseorang yang
bertindak untuk dan atas nama para pihak.
Mengapa ( nama ) seseorang harus dicantumkan sebagai komparasi /
para pihak? :
a. Secara formal : harus tanda tangan , ( memenuhi per-syaratan sahnya akta )
b. Dapat melakukan perbuatan hukum
c. Perancang kontrak perlu mendapatkan kejelasan tentang unsur “subyektif “
yang harus dipenuhi untuk sahnya kontrak, dengan memperhatikan fungsi dari
komparasi .
d. Komparasi mengandung fungsi.
e. Menjelaskan edentitas para pihak
f. Dalam kedudukan apa yang bersangkutan bertindak
g. Berdasarkan apa kedudukan tersebut
h. Cakap untuk melakukan perbuatan hukum yang dimaksudkan dalam akta
perjanjian
i. Mempunyai hak untuk melakukan tindakan yang dinyatakan dalam kontrak
4. Dasar pertimbangan, premis, recitals
Berisikan kondisi umu dari para pihak yang akan membuat suatu kontrak,
berisikan kemampuan modal, teknologi, pengalaman yang handal, pangsa
pasar dan sebagainya.
5. Isi perjanjian, ketentuan dan persyaratan, terms and condition /clause
6. Penutup, closure
7. Tanda tangan, signature :
1. Saksi, witnesses
2. Lampiran, attachments / exhibits
E. Klausula Perubahan, Penambahan, Sanksi, Pilihan Hukum, dan Force
Majeur
a) Klausula perubahan
yaitu pasal dalam kontrak yang menetapkan diperkenankan atau tidaknya para
fihak untuk mengalihkan sebagian atau seluruh prestasinya kepada fihak ketiga,
serta syarat-syarat/tata cara pelaksanaan pengalihan itu seandainya
diperkenankan.
b) Klausula penambahan
memuat kesepakatan para fihak untuk menganggap bahwa apa yang tertulis di
dalam kontrak merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi dan menyatakan apa
yang disepakati para fihak, sehingga hal-hal yang pernah disepakati atau
dikomunikasikan di antara para fihak sebelum kontrak dibuat, tidak dapat
digunakan untuk merubah atau melengkapi apa yang sudah tertulis di dalam
kontra.
c) Klausula sanksi
yaitu pasal yang memuat kesepakatan para fihak tentang bagaimana dan ke
mana korespondensi, komunikasi serta peringatan-peringatan di antara para
fihak harus disampaikan, serta apa akibat-akibat hukumnya.

d) Klausula pilihan hukum


Di dalam kontrak-kontrak internasional yang memuat
kesepakatan para fihak tentang hukum negara mana atau sumber
hukum apa yang akan digunakan untuk mengatur dan
menentukan pembentukan, keabsahan, penafsiran, dan
pelaksanaan kontrak mereka.

e) Klausula force majeur


yaitu pasal dalam kontrak yang memungkinkan salah satu fihak
untuk tidak melaksanakan prestasinya, seandainya pelaksanaan
prestasi itu terhambat atau tidak mungkin dilaksanakan sebagai
akibat dari munculnya peristiwa-peristiwa tertentu yang berada
di luar kendali fihak tersebut untuk mencegahnya.
G. Klausula Pilihan Penyelesaian Sengketa
Dalam menyelesaikan suatu sengketa dalam kontrak diperlukan klausula
dan tahapan tahapan klausula , sebagai berikut :

1. Klausula Perundingan
Langkah terpuji untuk menyelesaikan sengketa adalah terlebih dahulu
melakukan perundingan. Namun karena perundingan mungkin menjadi
proses yang bertele-tele, sangat penting untuk menentukan jangka waktu
perundingan (kapan perundingan dikatakan impasse), demikian juga harus
ditentukan proses penyelesaian sengketa selanjutnya setelah terjadi impasse.

2. Klausa Perundingan Tingkat Tinggi


Jika perundingan antara pejabat-pejabat “kelas menengah” gagal
menyelesaikan sengketa, sebaiknya dicoba untuk melanjutkan perundingan
yang dilakukan oleh pejabat “kelas berat”. Dalam hal ini direktur dari
pihak-pihak yang bersengketa. Hanya jika perundingan tingkat tinggi dan
gagal juga barulah ditempuh prosedur perundingan dengan perantara
mediator.
3. Klausula mediasi (belum menunjuk mediator)
Pengalaman telah menunjukkan bahwa keterlibatan mediator yang tidak
memihak dapat membantu para pihak yang bersengketa untuk
menyelesaikan sengketanya. Oleh karena itu adalah bijaksana untuk
menetapkan mediasi sebagai sarana penyelesaian sengketa sebelum timbul
sengketa, yaitu dalam kontrak, walaupun dimungkinkan juga u tuk
membuat perjanjian mediasi setelah timbul sengketa.
4. Klausula Mediasi ( Sudah Menunjuk Mediator)
Proses mediasi akan lebih mudah dimulai, jika para pihak telah dapat
menyetujui mediatornya sebelum sengketa timbul dengan perkataan lain
nama mediator telah dicantumkan dalam klausula mediasi dalam konflik.
Dikatakan “lebih mudah” karena para pihak tidak perlu bersengketa lagi
untuk memilih mediatornya yang akan membantu menyelesaikan sengketa
mereka. Mediatorpun dapat menjaga agar dirinya tidak memiliki conflic of
interest dengan para pihak sejak penunjukannya.
5. Klausula mediasi dengan arbitrase
Klausula mediasi dan arbitrase dapat dibuat secara terpisah. Namun
dimungkinkan untuk membuat satu klausula singkat yang mengatur mediasi
sekaligus arbitrase, tentunya jika prosedur dan institusi mediasi dan
arbitrasenya jelas dicantumkan dalam klausula tersebut.
Fungsi Materai Dalam Surat Perjanjian

Dalam Undang-undang No.13 tahun 1985 tentang Bea Meterei


disebutkan bahwa terhadap surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang
dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai
perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata maka dikenakan
atas dokumen tersebut bea meterei.

Dengan tiadanya materai dalam suatu surat perjanjian (misalnya


perjanjian jual beli) tidak berarti perbuatan hukumnya (perjanjian jual beli)
tidak sah, melainkan hanya tidak memenuhi persyaratan sebagai alat
pembuktian. Sedangkan perbuatan hukumnya sendiri tetap sah karena sah
atau tidaknya suatu perjanjian itu bukan ada tidaknya materai, tetapi
ditentukan oleh Pasal 1320 KUHPerdata.

Bila suatu surat yang dari semula tidak diberi meterei dan akan
dipergunakan sebagai alat bukti di pengadilan maka permeteraian dapat
dilakukan belakangan.
Kesimpulan

Pengertian Perjanjian atau kontrak diatur Pasal 1313 KUH Perdata.


Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi : “perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan mana satu pihak atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang
atau lebih.”
Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan
dengan perjanjian, adalah “ suatu hubungan hukum antara dua pihak atau
lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.”
 Prinsip-prinsip Dasar Kontrak
1. Prinsip kesepakatan
2. Prinsip Asumsi Resiko
3. Prinsip Kewajiban membaca
4. Prinsip Kontrak mengikuti kebiasaan

Anda mungkin juga menyukai