Anda di halaman 1dari 56

MANAJEMEN PADANG PENGGEMBALAAN

DAN PADANG RUMPUT

EPKB – 418

Ir. Bambang Irawan, M.Si.


Ir. Anis Wahdi, M.Si.
Ika Sumantri, S.Pt., M.Si.
SILABUS
MANAJEMEN PADANG PENGGEMBALAAN DAN PADANG RUMPUT

■ Pembangunan padang penggembalaan


dan padang rumput (pasture-establishment)
■ Konservasi hijauan
■ Uraian tentang bentuk-bentuk padang penggembalaan
■ Sistim penggembalaan
■ Hubungan antara tekanan penggembalaan dengan
pertumbuhan vegetasi dan produksi ternak
■ Komposisi botani
■ Kapasitas tampung
■ Sarana dan prasarana ‘ranch’ yang berhubungan dengan
aspek pengelolaan padang penggembalaan dan pastura
Pembangunan Padang Penggembalaan
dan Padang Rumput (pasture-establishment)

■ A. Pembukaan Lahan atau


Perluasan Areal, memerlukan
SID yang meliputi kegiatan :

1) Survey dan Investigasi

2) Disain
A. Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal

1) Survey dan Investigasi

■ Survey dan investigasi bertujuan untuk melihat, memeriksa


dan menyelidiki posisi lahan yang akan dibuka untuk
pembangunan baru padang penggembalaan atau padang
rumput maupun perluasan arealnya.

■ Kegiatannya antara lain terdiri atas :


a. Persiapan
b. Pengumpulan data
c. Tabulasi dan pengolahan data
d. Pembuatan Laporan
1) Survey dan Investigasi

a. Persiapan
Suatu kegiatan yang melitputi pengadaan peta situasi dan
peta rencana pengembangan, pembuatan daftar
pertanyaan dan tabel, baik untuk pelaksanaan lapangan
maupun tabulais dan pengolahan data

b. Pengumpulan data
Pengumpulan data primer dan data skunder meliputi :
1. Data primer sifat fisik dan kimia tanah, nilai ekonomi
investasi alam dan tanaman di lokasi, daftar nama
peternak dan kesediaan peternak, luas serta jenis vegetasi
di areal itu dan pembuatan peta lokasi
1) Survey dan Investigasi
2. Data skunder yang dikumpulkan digunakan untuk
menunjang data-data primer dan memberikan
gambaran yang lebih lengkap terhadap areal
lokasi. Data skunder meliputi pola usaha ternak,
analisis usaha peternak, penyediaan sarana
produksi ternak (sapronak) serta luas lahan.
■ Umumnya diperlukan pula data mengenai
Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RTRW)
dari Badan Pertanahan (BPN) setempat atau
dari instansi Badan Perencana (Bappeda)
untuk mengetahui peruntukan lahan saat ini
dan di masa yang akan datang.
1) Survey dan Investigasi

c. Tabulasi dan Pengolahan Data


Dimaksudkan untuk mempermudah analisis data primer
yang telah dikumpulkan melalui serangkaian metoda
untuk mempermudah pemngambilan keputusan

d. Pembuatan Laporan
Pembuatan laporan untuk menyusun dan mengumpulkan
hasil kegiatan ini dalam suatu bentuk laporan yang
mudah dibaca dan diketahui oleh semua pihak yang
akan memanfaatkan laporan tersebut.
2) D i s a i n

Pada dasarnya disain adalah kegiatan pengukuran,


pemetaan dan pembuatan rancangan padang
penggembalaan atau padang rumput.

Kegiatannya disain meliputi :


• Pengukuran
• Pemetaan
• Pembahasan
• Pelaksanaan pengamatan sifat tanah
• Inventarisasi
2) D i s a i n

a. Pengukuran
■ Pengukuran dilaksanakan dengan menggunakan
alat ukur kawasan berupa Theodolite seperti T0 ,
T1 , atau T2 langsung di lapangan oleh juru ukur
yang ahli di bidangnya dan akan menghasilkan
‘buku ukur’.
■ Pengukuran dilaksanakan untuk mendapatkan
minimal luas lokasi pengembangan, keliling lokasi
atau row-meting, ketinggian atau countur lahan,
penggunaan areal dan lainnya sesuai keperluan
2) D i s a i n

b. Pemetaan
■ Berdasarkan buku ukur dan tujuan pengukuran
dilaksanakan pembuatan gambar berupa luas
kawasan, keliling kawasan, kontur, dan
tataguna kawasan.
■ Gambar itu mempunyai arah mata angin,
skala yang pasti, gambaran letak sungai / guntung
atau kawasan konservasi yang mungkin
terdapat di lokasi itu
2) D i s a i n

c. Pembahasan

■ Sebelum lokasi dinyatakan layak untuk


pembangunan atau perluasan areal padang
penggembalaan atau padang rumput, perlu
dilakukan pembahasan dengan instansi
terkait sehingga ditemukan kesepakatan
lokasi pengembangan
2) D i s a i n

d. Pengamatan Sifat Tanah

■ Sifat tanah yang diamati di lapangan


antara lain jenis tanah, pH tanah,
kandungan bahan organik tanah,
tekstur dan strukrtur tanah
2) D i s a i n

d. Pengamatan Sifat Tanah

■ Sifat tanah yang diamati di lapangan


antara lain jenis tanah, pH tanah,
kandungan bahan organik tanah,
tekstur dan strukrtur tanah
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal

■ Yang disebut dengan konstruksi pembukaan


lahan adalah suatu usaha mengubah fungsi
kawasan dari yang bukan kawasan peternakan
menjadi kawasan peternakan.
■ Dengan kata lain pembukaan kawasan
peternakan adalah usaha menciptakan
peternakan dari yang tidak ada menjadi ada,
atau merupakan usaha penambahan luas baku
lahan.
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal

■ Komponen kegiatan pembukaan lahan dan


perluasan areal PGPR adalah :
1. Pemilihan lokasi
2. Penetapan luasan
3. Pemilihan jenis HMT
4. Pengolahan tanah
5. Penanaman
6. Pemupukan
7. Pengelolaan (awal penggembalaan atau
awal panen, pemeliharaan, dsb.nya.
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal

1.Pemilihan lokasi
■ Berdasarkan survey dan investigasi dapat ditentukan
lokasi yang tepat bagi pembangunan dan pengembangan
areal PGPR di suatu daerah.
■ Setelah satu atau beberapa lokasi terpilih, diminta kepada
aparat terkait (mis. Pemda atau Pemkab) untuk mengeluarkan
Surat Keputusan (SK) untuk pembukaan lahan tersebut
sehingga kedudukan hukumnya lebih kuat.
■ Surat Keputusan (SK) umumnya diterbitkan setelah
mendapat pertimbangan Dinas-dinas terkait, misalnya, Dinas
Kehutanan, Perkebunan, Bappeda, Dinas Pertanian maupun
Dinas Peternakan setempat.
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal

2. Penetapan Luasan
■ Setelah ‘buku ukur’ selesai dibuat, dapat
ditetapkan luas areal pembangunan atau
pembukaan lahan yang sebenarnya.

■ Luas areal dihitung dengan menggunakan :


Roller Planimeter with Zero Setting Device,
misalnya :
merk Mizoguchi PM-1 ; Made in Japan
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal

■ Luas areal tanam harus mempertimbangkan


pengurangan akibat konservasi lahan, lembah
atau guntung aliran air, jalan, maupun
konservasi tumbuhan (vegetasi) yang mungkin
harus dipertahankan keberadaannya.

■ Kemudian dibuat rekomendasi teknis


pelaksanaan konstruksi pembukaan lahan
secara umum dan khusus
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal

■ Klasifikasi kemampuan tanah untuk PGPR


didasarkan atas hambatan-hambatan yang
terdapat pada lahan dan kondisi lapangan.

■ Gabungan aspek-aspek hambatan pada


lahan dan lapangan menentukan kelas
kemampuan wilayah yang bersangkutan untuk
menampung sejumlah unit ternak.
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal

Hambatan-hambatan kondisi lapangan


■ (1). Kondisi topografi atau bentang wilayah.
Kondisi ini merupakan faktor utama yang
menentukan tekanan penggembalaan (stocking-rate).
Makin curam lereng, makin banyak hambatan untuk
mengelola suatu PGPR karena kemungkinan
kerusakan tanah oleh erosi makin besar.
Lereng yang curam juga membatasi jumlah satuan
ternak (ST) yang mungkin digembalakan untuk
menjaga agar kelestarian penutupan tanah
oleh vegetasi dipertahankan.
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal

■ Berdasarkan keadaan topografi dapat disusun empat


kategori, yaitu :
(1). Datar sampai berombak ( 0° – 5° )
Tidak merupakan hambatan untuk perbaikan padang rumput
terhadap tekanan penggembalaan yang berat.
(2). Bergelombang ( 5° – 12° )
Merupakan hambatan ringan pada tanah-tanah kelas 1,
sehingga menurunkan tingkatnya menjadi tanah kelas 2.
(3). Berbukit ( 12° – 23° )
Merupakan hambatan ringan pada tanah dengan lapisan
dalam dan drainase baik, tetapi merupakan hambatan utama
pada tanah-tanah dangkal dan/atau berbatu-batu
(4). Curam ( > 23° )
Merupakan hambatan utama dan menurunkan klasifikasi
kemampuan tanah menjadi sangat rendah.
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal

■ (2). Hambatan yang berasal dari sifat tanah


Sifat tanah dapat mempengaruhi intensitas
pemanfaatan dan membatasi upaya perbaikan yang
dapat dilakukan. Sifat tanah dapat berupa hambatan
tidak utama sesuai dengan kondisi tanah ybs.
Mis.nya sifat tanah yang berkadar unsur hara rendah
pada tanah-tanah bertekstur lempung merupakan
hambatan tidak utama, tetapi pada tanah bertekstur
pasir atau ringan dapat merupakan hambatan utama
karena tingkat pencucian pupuk atau unsur hara
cukup tinggi.
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal

■ Beberapa sifat tanah yang dipakai dalam menentukan


klasifikasi lahan, antara lain adalah :
(1). Kandungan unsur hara
(2). Drainase
(3). Sifat fisik (pH, tekstur)
(4). Kepekaan terhadap erosi
(5). Keadaan berbatu-batu
(6). Kemungkinan adanya unsur-unsur yang
dapat membahayakan ternak

Besar kecilnya hambatan yang berasal dari sifat-sifat tanah


tersebut merupakan kofaktor dalam klasifikasi
kemampuan tanah.
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal

■ Deskripsi kelas kemampuan tanah


(Kelas-1).
Lapisan tanah dalam, pada topografi datar sampai berombak
(0°–5°). Faktor penghambat utama hanya kadar unsur hara
yang rendah (hambatan ringan). Alternatif pengelolaan tanah
lebih banyak dan pemanfaatannya mampu intensif dengan
potensi 0.8 – 1.0 ST per ha.

(Kelas-2).
Lapisan tanah agak dalam, dengan hambatan ringan berupa
drainase, unsur hara, keadaan fisik tanah, kepekaan terhadap
erosi atau kombinasi faktor-faktor tersebut. Kondisi topografi
berombak (0°– 5°) atau bergelombang (5°– 12°) .
Pemanfaatannya semi-intensif dengan
potensi 0.6 – 0.8 ST per ha.
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal

■ Deskripsi kelas kemampuan tanah


(Kelas-3).
Tanah dengan hambatan utama (berat) dalam hal
kandungan unsur hara atau sifat fisik serta satu atau dua
hambatan ringan. Dapat terjadi di daerah bergelombang
(5°– 12°) dan berbukit (12°– 23°) . Alternatif pengelolaan
sangat terbatas dan pemanfaatannya ekstensif dengan
potensi 0.4 – 0.6 ST per ha.
(Kelas-4).
Tanah-tanah dengan lebih dari satu hambatan berat,
umumnya kombinasi antara keadaan lapang berbukit-bukit
(> 23°) dengan kemungkinan erosi sangat besar terjadi .
Pemanfaatannya sangat-eksensif dengan
potensi hanya sebanyak 0.1 – 0.2 ST per ha.
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal

■ (4). Kapasitas penampungan ternak


Untuk menilai kapasitas tampung ternak, dilakukan
inventarisasi keadaan fisik lahan meliputi : keadaan
topografi, drainase, tekstur tanah, kepekaan
atau tingkat erosi, kedaan berbatu-batu, dan
analisis kandungan hara tanah.
■ Hasil analisis kandungan hara dijadikan patokan
untuk rekomendasi pengelolaan dan menentukan
klasifikasi kelas kemampuan tanah untuk
menampung sejumlah ternak. Lihat Tabel 1. berikut :
Tabel 1. Taksiran Daya Tampung Ternak di kabupaten Simalungun (Sumut)
Potensi
Kecamatan Kelas Daya Jumlah
Kondisi 1) kemampu Perkiraan
Lereng (°) Tanah Tampung Penampungan
an tanah Luas (ha)
(ST/ha) Ternak (ST)
B1aT 2 23,93 0,6-0,8 14357 - 19143
Simalungun 0 – 13,5
D1aR 4 8,28 0,2-0,25 1656 - 2070
B1aR 4 2,25 0,2-0,25 450 - 563
13,5 – 36,0
B1aT 3 4,45 0,4-0,6 1778 - 2667
Dolok
B1aT 4 398 0,2-0,25 77 - 100
Pardansar
> 36,0 C3aR 4 1986 0,2-0,25 397 - 497
D3aR **) - 2491 - -
Jumlah : 43780 - 18718 - 25039
Rata – rata : 21823
Keterangan :
Kedalaman efektif : Tekstur tanah : Drainase :
A = > 90 cm 1 = sedang (lempung) a = tidak pernah tergenang
B = 60-90 cm 2 = halus (liat) b = kadang-kadang tergenang
C = 30-60 cm 3 = kasar (pasir) c = tergenang sepanjang tahun
D = < 30 cm
Erosi : **) Tidak dianjurkan untuk peternakan
R = ada erosi
T = tidak ada erosi
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal

3. Pemilihan jenis HMT


■ Jenis HMT yang dipilih disesuaikan dengan
alam setempat misalnya: faktor iklim spt.
Curah hujan, jenis tanah dan ketinggian dari
permukaan laut.

■ Pertimbangan lain adalah kontur,


ketersediaan bibit, sifat fisik dan kimia lahan,
meski juga dengan memperhatikan
pola usaha yang dikehendaki peternak.
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal

4. Pengolahan Tanah
■ Tujuannya adalah untuk mempersiapkan
media tumbuh yang optimum bagi HMT
■ Pengolahan tanah menyangkut pengertian:
a. membersihkan tanah dari tumbuhan
pengganggu (weeds)
b. menjamin perkembangan sistim perakaran
tanaman yang sempurna
c. memperhatikan kelestarian kesuburan
tanah dan persediaan air.
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal

■ Tahapan pengolahan tanah :


a. Pembersihan (land-clearing)
Yaitu pembersihan areal dari pepohonan,
semak belukar atau alang-alang.
Pohon-pohon di sekitar sungai dan sumber air
dan tempat-tempat kritis sebaiknya
tidak diganggu (usaha konservasi)
Cara termudah untuk land-clearing adalah
dengan melakukan pembakaran yang
terkontrol.
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal

■ Tahapan pengolahan tanah :


b. Pembajakan (ploughing)
Bertujuan untuk memecahkan lapisan tanah
menjadi bongkah-bongkah untuk
mempermudah penggemburan selanjutnya.

Pembajakan ini juga akan memutus perakaran


weeds seperti akar alang-alang yang
umumnya kusut di dalam tanah, kemudian
membalik vegetasi itu (akar ke atas)
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal

■ Tahapan pengolahan tanah :

c. Penggaruan (harrowing)
Penggaruan adalah penggemburan tanah yang
dilakukan melalui penghancuran
bongkahan-bongkahan besar tanah menjadi
struktur yang lemah dan sekaligus
membebaskan tanah dari sisa-sisa
perakartan tumbuh-tumbuhan liar.
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal

d. Penanaman
■ Penanaman dapat dimulai setelah jatuh hujan
pertama apabila telah tersedia bibit jenis HMT
yang akan ditanam.
■ Cara penanaman yang paling praktis
untuk tanah yang luas adalah dengan penyebaran
biji. Atau dengan stek, sobekan rumpun (pols),
atau potongan-potongan stolon dan rhizoma.
■ Untuk daerah berlereng/miring, dilakukan
dengan penanaman jalur sepanjang
(sesuai kontur lahan)
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal

e. Pemupukan
■ Pemberian pupuk kandang atau kompos akan
sangat bermanfaat bagi kondisi fisik tanah
melalui perbaikan struktur tanah.
■ Pemupukan dapat dilakukan setelah selesai
penanaman dengan cara :
(a). Disebar di atas permukaan tanah
(b). Di tanam dalam baris-baris selokan (larikan)
lalu ditimbun tanah, atau
(c). Ditanam dalam lubang di sekitar rumpun
tanaman rumput atau legum
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal

f. Jadual panen atau penggembalaan


■ Penggembalaan dapat mulai dilakukan pada saat
tanaman telah menutup tanah dengan baik dan
cukup tahan terhadap injakan dan renggutan.
■ Lamanya tergantung dari jenis HMT yang ditanam,
namun umumnya ± 5-6 bulan.
■ ± 1 bulan sebelum penggembalaan, dilakukan
pemangkasan terhadap HMT agar ternak yang
digembalakan mendapat HMT dari pertumbuhan
baru yang masih muda dan bergizi tinggi, selain
perlunya dilakukan pendangiran untuk membasmi
tumbuhan pengganggu (weeds).
C. Sarana Pendukung Padang Penggembalaan

1. Pagar
■ Pagar berfungsi sebagai alat pengaman yang
membatasi ruang gerak ternak agar tidak keluar
dari areal penggembalaan.
■ Dapat berupa pagar keliling atau pagar sekat
‘paddock’ di dalam areal penggembalaan
■ Konstruksi pagar harus kuat dab tahan terhadap
gangguan gerakan ternak. Pada umumnya bagian
pagar terdiri atas kaitan kawat berduri dengan
tonggak-tonggak kayu gergaji atau tonggak dari
pohon hidup seperti Gamal.
C. Sarana Pendukung Padang Penggembalaan

■ Jarak antara tiang pagar satu dengan yang lainnya


tergantung pada keadaan medan areal,
untuk kawasan yang relatif rata diperlukan 5 batang
per 100 m panjang pagar.
■ Supaya pagar dapat tegang, perlu tiang semu dari
kayu atau kawat.
■ Tinggi pagar 1.35 – 1.5 m dengan jumlah kawat
4 -5 susun.
■ Pada daerah yang sering dilalui ternak secara
bergerombol atau berdesakan, misalnya pada belokan
yang tajam, pintu pagar, pintu menuju ke sungai
dsb.nya, sebaiknya dibuat dengan konstruksi yang
lebih kuat dan dihindarkan pakai kawat berduri.
C. Sarana Pendukung Padang Penggembalaan

2. Sumber Air
■ Sumber air merupakan kebutuhan utama dalam
pembuatan padang penggembalaan atau
padang rumput.
■ Ada bermacam sumber air, antara lain sungai yang
mengalir, sumur biasa, sumur bor atau waduk.
■ Agar lahan kering mampu menahan air
(mengurangi aliran permukaan = run off),
umumnya dibuat lubang-lubang kecil di dalam
tanah dengan menggunakan bor penggali tanah
‘eccentric disk’ (cakram khusus) kemudian ditutup
dengan dedaunan kering atau pupuk kompos.
Manajemen Padang Gembala dan Padang Rumput

■ Pengelolaan Padang Penggembalaan dan Padang


Rumput umumnya membahas hubungan segitiga
antara tanah, hijauan pakan dan ternak.
■ Tanah merupakan modal utama untuk berusaha :
sebagai sumber hara bagi hijauan dan sebagai
gudang makanan bagi ternak ruminansia selama
hidupnya.
■ Tanah harus dijaga agar tetap lestari, subur,
terhindar dari erosi maupun kerusakan lain agar
kemampuannya untuk menyangga hidupnya hijauan
tetap terjamin.
Manajemen Padang Gembala dan Padang Rumput

■ Hijauan (forages) merupakan makanan utama


bagi ruminansia dan berfungsi tidak saja sebagai
“bulk” tetapi juga sebagai sumber gizi yaitu protein,
energi, vitamin dan mineral.
■ Sebagai “bulk” kedudukan hijauan makanan ternak
untuk ruminansia amat besar peranannya.
Lihatlah Tabel 1. di bawah ini.
Sapi Kambing-
Makanan Babi Unggas Sapi Perah
Potong Domba
Penguat 97.4 95.3 26.2 18.4 6.0

Hijauan 2.6 4.7 73.8 81.6 94.0


Manajemen Padang Gembala dan Padang Rumput

■ Dua puluh persen permukaan bumi ditumbuhi


hijauan makanan ternak, baik berupa padang
penggembalaan atau kebun hijauan.
■ Setengah padang penggembalaan dunia berada
di daerah tropik (23º lintang utara dan lintang selatan)
yang mendapat curah hujan
250 – 2000 mm setiap tahun.
■ Faktor-faktor ekologi yang mempengaruhi produksi
hijauan makanan ternak dan ternak terlihat pada
Gambar 1.
Hujan

Sungai Tanah
dan sebagainya

Air Air Tanah

Air hujan Hara tanah


atau irigasi

Energi Hijauan Makanan Zat makanan Pupuk


matahari Ternak tanaman

Pengelolaan Feces dan


ternak urine

Ternak

Gambar 1. Faktor-faktor ekologi yang mempengaruhi


produksi hijauan makanan ternak dan ternak
Definisi - definisi

■ Range :
Suatu wilayah atau dataran yang luas, ditumbuhi oleh
vegetasi asli umumnya berproduksi rendah,
tidak berpagar dan digembalai oleh ternak atau satwa
liar/binatang buruan. Umumnya kesuburan tanah rendah,
curah hujan rendah, drainase jelek, permukaan tanah
kasar, terletak di ketinggian sehingga sulit diberi
pengairan atau tidak cocok untuk tanaman pangan.
Sering disebut padang rumput atau
padang penggembalaan alam.
■ Pasture :
Umumnya merupakan suatu wilayah yang
telah dipagari dan ditanami hijauan unggul dan dikelola
untuk tujuan peternakan. » Kebun rumput.
Definisi - definisi

■ Ranch :
Suatu bentuk usaha yang diarahkan untuk budidaya
ternak, keadaan padang rumput alami dan
menekankan sumber HMT tersebut sebagai
makanan utama. Sering disebut sebagai ladang
ternak, sedangkan ‘ranching’ diartikan sebagai
perladangan ternak.
Range Management :
Ialah ilmu dan seni dalam memproduksi hijauan
‘range’ secara maksimal dan berkesinambungan
tanpa merusak sumberdaya alam dan manfaat lahan.
Definisi - definisi

■ Pasture Management :
Ialah ilmu dan seni dalam memproduksi hijauan
‘pasture’ secara maksimal dan berkesinambungan
tanpa merusak sumberdaya alam
dan manfaat lahan.

■ Grazing :
Dapat berarti suatu cara penyajian makanan
dengan cara digembalakan atau
aktivitas ternak memakan rumput.
Tipe Pastura dan Karakteristiknya
■ 1. Permanen (Permanent Pasture)
Pastura permanen adalah sebidang lahan
yang dibudidayakan untuk padang penggembalaan
dalam jangka waktu yang sangat lama
(tidak diremajakan lagi).
■ Peremajaan terhadap vegetasi HMT biasanya
setelah 10 tahun bilamana diperlukan. Pastura ini
dalam banyak hal akan mengalami kemunduran
berupa pemadatan lapisan atas tanah (penyerapan
hara terganggu karena padatnya tanah), aerasi tanah
menurun, timbul jenis tumbuhan yang tidak
dikehendaki (gulma) yang dapat merusak pastura itu
sehingga memerlukan peremajaan.
Tipe Pastura dan Karakteristiknya

■ Pastura yang mempunyai kesuburan dan dikelola


dengan baik pada daerah beriklim baik (jarang
kemarau panjang), mungkin tidak diperlukan
peremajaan dan cukup hanya dilakukan
pemeliharaan saja.

■ Cara peremajaan dapat dilakukan dengan 2 jalan,


yaitu menanam HMT setelah pengolahan tanah, atau
diselingi dengan penanaman tanaman pangan dalam
beberapa musim (jagung, kacang tanah, dsb.nya)
untuk mengembalikan kualitas lahan dan biaya
peremajaan.
Tipe Pastura dan Karakteristiknya

■ Di Bali sejak tahun 1970-an dikembangkan


STS (Sistim Tiga Strata) yaitu pastura
permanen bertumpang sari pepohonan,
tanaman pangan atau industri yang mampu
menjamin ketersediaan hijauan ternak secara
berkesinambungan sepanjang tahun tanpa
mengurangi aktivitas utama pertanian tanaman
pangan. Pastura seperti ini dapat
dikategorikan sebagai pastura permanen.
Tipe Pastura dan Karakteristiknya

■ 2. Rotasi Jangka Panjang


Padang penggembalaan umumnya
dipertahankan penggunaannya selama
6 - 10 tahun kemudian diganti dan diselingi
dengan tanaman pangan.
Dengan demikian terjadi rotasi terhadap
tanamannya sampai beberapa musim
(misalnya 2 tahun). Pastura yang terdapat
di negara Inggris misalnya, selalu diseling
dengan tanaman gandum dan anggur.
Tipe Pastura dan Karakteristiknya

■ 3. Rotasi Jangka Pendek


Waktu peremajaan pastura ini sekitar 2 – 5 tahun
setelah digunakan dan diseling dengan tanaman
pangan. Biasanya dilakukan pada kualitas tanah
yang cepat mengalami kemunduran atau dilakukan
‘rancher’ yang suka berspekulasi menghadapi
harga ternak yang turun secara cepat.
■ Dapat dilakukan pada tanah-tanah pertanian
tanaman pangan yang perlu perbaikan secara
biologis dengan cara penggembalaan ternak untuk
menyebarkan feces dan urinnya.
Tipe Pastura dan Karakteristiknya

■ 4. Temporer (Temporary Pasture)


Pastura dibuat untuk tujuan tertentu
dan bersifat khusus, misalnya untuk
menyediakan HMT secara cepat pada
masa-masa kritis dengan lama waktu
semusim atau setahun.
■ Hal ini sering dilakukan oleh mix-farming
tanaman pangan dengan ternak,
misalnya dengan sapi perah.
Produksi dan Pemeliharaan Padang Penggembalaan

■ Tujuan pemeliharaan padang penggembalaan


adalah untuk menjamin tersedianya pakan ternak
bernutrisi tinggi dan mudah dicerna dalam jumlah
maksimum, tersebar merata sepanjang musim serta
menjamin penggunaannya secara efisien
untuk produksi ternak.
■ Hal ini dapat ditempuh dengan cara mengawetkan
makanan yang berlimpah pada musim hujan untuk
menutupi kekurangan pakan di musim kemarau.
■ Padang penggembalaan dapat diklasifikasikan
atas dua jenis, yaitu padang rumput alam dan
padang rumput buatan (pastura).
1. Padang rumput alam
■ Faktor-faktor tatalaksana
pengelolaan padang rumput
alam yang dapat dikendalikan
adalah :
a. kesuburan tanah,
b. pengendalian terhadap ternak
c. pengendalian terhadap
vegetasi HMT.

Anda mungkin juga menyukai