Anda di halaman 1dari 11

KELOMPOK 3

UNDANG-UNDANG DAN ETIKA


DISSA ARYASANINDYA O1B1 18 004 KEFARMASIAN
ELEN PRONAWATI L. O1
B1 18 006
IRAWATI M.AKIS O1B1 18 010
JUFRIANA O1 “APOTEKER INDONESIA
B1 18 012
DALAM KASUS VAKSIN
PALSU”

ALLPPT.com _ Free PowerPoint Templates, Diagrams and Charts


Apoteker Indonesia dalam Kasus
Vaksin Palsu
Soal Kasus:
Setelah dilakukan penyelidikan akhirnya polisi dapat menemukan
vaksin palsu di salah satu apotek di Bekasi tanggal 16 Mei 2016. Di
Apotek AM itu polisi menahan orang yang berinisial J yang diduga
sebagai distributor. Tidak berhenti di situ, polisi juga berhasil mendapatk
an vaksin palsu yang diduga disimpan dan diedarkan di Apotek IS
yang beralamat di kawasan Kramat Jati pada 21 Juni 2016.
Dari rangkaian pengungkapan yang dilakukan oleh polisi ini
ternyata hanya menahan orang-orang yang diduga berperan sebagai
distributor, produsen, kurir, dan pihak percetakan, tidak ada seorang
pun yang berprofesi sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA) di
apotek yang ditemukan vaksin palsu ikut dijadikan terduga dalam
pengungkapan vaksin palsu ini.
Pekerjaaan kefarmasian yang menjadi tugas utama apoteker di
apotek meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Oleh karena besarnya tugas dan wewenang apoteker di apotek
dalam hal pembelian, penerimaan, penyimpanan dan penjualan
perbekalan farmasi maka patutlah dipertanyakan bagaimana peran dan
fungsi seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) di apotek-apotek yang
kedapatan menyimpan vaksin palsu yang saat ini sedang ramai
dibicarakan itu.
Dengan perannya itu, mestinya apoteker dapat segera memutus
rantai peredaran vaksin palsu dari jauh-jauh hari. Semoga peristiwa ini
menjadi momentum agar Apoteker Pengelola Apotek bisa sungguh-
sungguh bekerja dengan tetap berada di apotek yang menjadi tanggung
jawabnya untuk mengawasi secara langsung kegiatan operasional apotek
nya.
Sumber: Media Online Kompasiana “Quo Vadis Apoteker Indonesia d
alam Kasus Vaksin Palsu” (30 Juni 2016)
rtuang pada Hasil Keputusan
Kongres Nasional XVIII/2009 Ikatan Sarjana Fa
rmasi Indonesia Nomor: 006/KONGRES XVIII/I
SFI/2009Tentang Kode Etik Apoteker Indonesi
a.
Dimana, secara etika profesi, apoteker tersebu
t telah melanggat Kode Etik
Profesi Apoteker pada BAB II Kewajiban Apot
eker terhadap Pasien, yang
dijelaskan pada Pasal 9 “Seorang Apoteker
dalam melakukan praktik
2. Apoteker tersebut juga melanggar Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Pelanggaran tersebut dimaksud pada Pasal 1 telah dijelaskan bahwa Pekerjaan
Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan
obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Apoteker juga melanggar Pasal 21 (2) Penyerahan dan pelayanan obat
berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh apoteker.
3. Apotek juga melanggar Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 20
17 Tentang Apotek pada:
Pasal 32 Ayat 3
Dalam hal Apotek melakukan pelanggaran berat yang membahayakan
jiwa, SIA dapat dicabut tanpa peringatan terlebih dahulu.

4. Apoteker tersebut juga melanggar undang-undang No 8. Tahun 1999 “Tentang


Perlindungan konsumen”.
Pada pasal 8 (1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagang-
kan barang dan/atau jasa, butir a (tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan
standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan).
Pada pasal 8 (3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan
pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberi-
kan informasi secara lengkap dan benar.
5. Maka dari itu vaksin palsu merupakan vaksin yang tid
ak memenuhi standar kesehatan
dan dapat merugikan banyak orang yang mengguna
kannya. Sebagaimana yang tertuang
di dalam Pasal 196 UU Kesehatan: “Setiap orang ya
ng sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehata
n yang tidak memenuhi standar dan
6. Pelaku usaha yang menggunakan vaksin palsu melanggar Pas
al 62 junco Pasal 8
Undang- Undang Perlindungan Konsumen. Pasal 62 Undan
g-Undang Perlindung-an Konsumen:
1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dima
ksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pa
sal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,
huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjar
a paling lama 5 (lima)
tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00
(dua milyar rupiah).
2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dima
ksud dalam Pasal 11,
Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17
7. Pimpinan badan/klinik dapat dimintai pertanggungjawaban kororasi sebagaimana
diatur di dalam Pasal 201 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Kesehatan yaitu:
1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 190 ayat (1), Pasal 191,
Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200 dilakukan
oleh korporasi, menurut ketentuan Pasal 201, selain pidana penjara dan denda
terhadap pengurusnya,pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa
pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali daripada pidana denda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196,
Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199 dan Pasal 200.
2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kororasi dapat dijatuhi
pidana tambahan berupa: pencabutan izin usaha dan/atau pencabutan status
badan hukum.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai