Anda di halaman 1dari 42

PENGANTAR ANALISIS KLINIK

dr. Yora Nindita, M.Sc


ANALISIS KLINIK DALAM PENGOBATAN
Rumah Sakit dan Laboratorium
LATAR BELAKANG
• Saat ini paradigma pelayanan kefarmasian telah meluas dari
pelayanan yang berorientasi pada obat (drug oriented) menjadi
pelayanan yang berorientasi pada pasien (patient oriented)
• Tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien melalui
pencapaian luaran klinik yang optimal.
LATAR BELAKANG
• Pemeriksaan laboratorium rutin bertujuan untuk mendapatkan
informasi yang berguna bagi dokter dan tenaga medis lain
dalam pengambilan keputusan klinik (pemilihan obat,
penggunaan obat, pemantauan efektivitas dan keamanan).
• Hasil pemeriksaan tersebut dibutuhkan sebagai pertimbangan
penggunaan obat, penentuan dosis, hingga pemantauan
keamanan obat.
• Contoh, penggunaan dan penentuan dosis aminoglikosida yang
bersifat nefrotoksik diperlukan data kadar aminoglikosida dalam
darah dan serum kreatinin yang menggambarkan fungsi ginjal.
• Pada keadaan data tidak tersedia atau belum direncanakan
maka tenaga medis lain dapat mengusulkan pemeriksaan
laboratorium terkait penggunaan obat.
• Oleh karena itu, tenaga medis dituntut untuk meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan dalam interpretasi data
laboratorium, khususnya yang terkait penggunaan obat, yaitu
pemahaman nilai normal dan implikasi perubahannya.
• Sebagai contoh penggunaan obat asetaminofen, diazepam,
rifampisin, antidiabetik oral, kloramfenikol dapat menyebabkan
penurunan leukosit (leukopenia).
• Kompetensi interpretasi data laboratorium sangat mendukung
peran tenaga medis ruang rawat, komunitas, termasuk home
care.
• Dalam praktik sehari-hari, kompetensi tersebut akan
memudahkan tenaga medis melakukan pengkajian
penggunaan obat secara aktif; dan berdiskusi dengan profesi
kesehatan lain tentang terapi obat.
KOMPETENSI YG HARUS DIMILIKI AHLI
TEKNOLOGI KESEHATAN
• Menguasai ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan tugas
pokok dan fungsinya di laboratorium kesehatan
• Mampu merencanakan / merancang proses yang berkaitan
dengan tugas pokok dan fungsinya di laboratorium kesehatan
sesuai jenjangnya.
KOMPETENSI YG HARUS DIMILIKI AHLI
TEKNOLOGI KESEHATAN
• Memiliki ketrampilan untuk melaksanakan proses teknis operasional
pelayanan laboratorium, yaitu:
• Ketrampilan pengambilan specimen, termasuk penyiapan pasien (bila
diperlukan), labeling, penanganan, pengawetan, fiksasi, pemrosesan,
penyimpanan dan pengiriman specimen.
• Ketrampilan melaksanakan prosedur laboratorium, metode pengujian
dan pemakaian alat dengan benar.
• Ketrampilan melakukan perawatan dan pemeliharaan alat, kalibrasi dan
penanganan masalah yang berkaitan dengan uji yang dilakukan
• Ketrampilan melaksanakan uji kualitas media dan reagen untuk
pengujian specimen
KOMPETENSI YG HARUS DIMILIKI AHLI
TEKNOLOGI KESEHATAN
• Mampu memberikan penilaian analitis terhadap hasil uji
laboratorium
• M emiliki pengetahuan untuk melaksanakan kebijakan
pengendalian mutu dan prosedur laboratorium
• M emiliki kewaspadaan terhadap fakto-faktor yang
mempengaruhi hasil uji laboratorium
RUANG LINGKUP
• Mata kuliah ini membahas metode analisis yang tepat untuk
senyawa-senyawa:
• Karbohidrat
• Asam nukleat
• Lipid
• Protein
• Urea
PENGGUNAAN DATA LABORATORIUM DALAM
PRAKTIK KLINIK
• Dalam melaksanakan praktek klinik, tenaga medis perlu
memiliki pengetahuan tentang uji laboratorium dengan tujuan
sebagai berikut:
• Menilai kesesuaian terapi obat
• Monitoring efek terapetik
• Monitoring reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD)
• Menilai toksisitas obat
• Monitoring kepatuhan minum obat
• Seorang tenaga medis hendaklah memahami mekanisme
homeostatik normal, mengetahui nilai ”normal” fisiologis dan
perubahan yang signifikan terjadi pada hasil uji tertentu,
terutama yang terkait dengan penggunaan obat sehingga dapat
memberikan rekomendasi penggunaan obat yang sesuai
dengan kondisi pasien pada saat melakukan pemantauan terapi
obat.
• Setiap uji laboratorium memiliki manfaat dan keterbatasan.
• Misalnya pada pemeriksaan kadar kalium dalam darah, hipokalium
menunjukkan turunnya kadar kalium darah (ekstrasel) yang dapat
mengindikasikan defisit kalium (kehilangan kalium) atau pertukaran
ion intrasel pada kasus alkalosis (kekurangan kalium semu).
• Pengukuran kadar kalium darah merepresentasikan konsentrasi
ekstrasel yang mungkin saja tidak merepresentasikan konsentrasi
intrasel.
• Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan lain yang mendukung
pengambilan keputusan (akurasi interpretasi hasil uji).
HASIL UJI LABORATORIUM
1. Menilai Ketepatan Terapi Obat
• Apakah obat yang digunakan sesuai dengan indikasi
• Apakah obat yang diresepkan merupakan ”drug of choice”
• Apakah pasien memiliki kontraindikasi terhadap obat
• Apakah pasien dalam kondisi yg memerlukan penyesuaian
dosis
• Apakah pasien memiliki risiko terjadinya reaksi obat yang tidak
diinginkan terhadap obat yang berikan
• Apakah pemberian obat memiliki risiko terjadinya interaksi obat
• Data laboratorium dapat digunakan bersama dengan informasi
status klinik pasien, riwayat pengobatan, pengobatan saat ini
dan riwayat alergi obat untuk menilai ketepatan terapi obat.
• Sebagai contoh bagi pasien dengan pneumonia, selain tekanan
darah dan laju nafas, diperlukan pemeriksaan gas darah arteri,
dan kadar urea serum, untuk menilai keparahan penyakit.
• Kondisi penyakit pneumonia yang parah, ditandai dengan kadar
urea darah lebih dari 7 mmol/L, memerlukan antibiotik intravena
sehingga peresepan antibiotik intravena untuk kondisi tersebut
sudah tepat.
• Untuk menyingkirkan kemungkinan kontraindikasi diperlukan
pemeriksaan fungsi ginjal karena pemberian antibiotik golongan
aminoglikosida bersifat nefrotoksik.
2. Penilaian Efektivitas Terapi
• Apakah terdapat efek terapetik yang dapat diukur secara
langsung misalnya pemberian kalium dapat dimonitor
melalui pengukuran kadar kalium serum
• Apakah terdapat respon yang dapat diukur secara langsung
walaupun hal itu bukan merupakan “end point”. Misalnya,
perubahan kadar lipid serum digunakan sebagai indikator
kemampuan statin untuk mengurangi risiko kejadian
kardiovaskuler, dan serebrovaskuler.
• Apakah jumlah obat di dalam tubuh memadai, yaitu: terdapat
dalam rentang terapi, di atas batas kadar efektif minimal dan
di bawah batas kadar toksik.
3. Mendeteksi dan mencegah terjadinya Reaksi Obat Yang
Tidak Diinginkan (ROTD)
• Menurunnya jumlah sel darah putih pada pasien yang
mendapat klozapin
• Meningkatnya kadar glukosa darah atau kadar lipid darah
pada pasien yang mendapat terapi tiazid
• Dalam mencegah ROTD hasil uji laboratorium untuk:
• Menghindarkan penggunaan obat yang tidak
direkomendasikan, misalnya menghindari penggunaan
ketokonazol pada pasien dengan hasil uji fungsi hati yang
abnormal
• Merekomendasikan penyesuaian dosis serta monitoring
efektivitas dan efek samping terapi. Misalnya pasien dengan
klirens kreatinin <30 mL/menit maka dosis ciprofloksasin
harus disesuaikan hingga separuh dari dosis normal disertai
dengan pemeriksaan fungsi ginjal dan monitoring efek
samping ciprofloksasin.
4. Menilai kepatuhan minum obat
Kegagalan terapetik pasien yang mengalami penyakit kronik sering
merupakan akibat dari ketidakpatuhan terhadap terapi obat
maupun terapi non obat. Seorang tenaga medis dapat
menggunakan hasil uji laboratorium untuk menilai kepatuhan
melalui pengukuran:
• Jangka pendek
• – Kadar obat digoksin, antikonvulsan dalam darah
• – Kadar glukosa darah pada penggunaan obat antidiabetes
• – Kolesterol pada penggunaan statin
• – Kadar kalium serum pada penggunaan spironolakton
• Jangka panjang
• – HbA1c pada penggunaan obat antidiabetes
Alasan Untuk Memberikan Rekomendasi Terhadap
Pelaksanaan Uji Laboratorium
• Uji laboratorium dapat dilakukan untuk monitoring tujuan
terapetik (pemeriksaan HbA1c pada pasien yang menderita
diabetes) atau dalam rangka monitoring reaksi obat yang tidak
diinginkan (kadar kreatin kinase pada pasien yang mendapat
terapi pravastatin dan mengeluhkan sakit otot).
• Suatu uji laboratorium akan bernilai hasilnya jika :
• Mempengaruhi diagnosis, prognosis atau terapi
• Memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai proses
penyakit
• Memberikan rekomendasi terkait penyesuaian dosis
INTERPRETASI DATA LABORATORIUM
• Menilai kesesuaian terapi (contoh: indikasi obat, ketepatan pemilihan obat,
kontraindikasi obat, penyesuaian dosis obat, risiko interaksi obat),
• Menilai efektivitas terapi (contoh: efektivitas pemberian kalium diketahui
melalui kadar kalium dalam darah)
• Efektifitas allopurinol di ketahui dari menurunnya kadar asam urat,
• Mendeteksi dan mencegah reaksi obat yang tidak dikehendaki (contoh:
penurunan dosis siprofloksasin hingga 50% pada kondisi klirens kreatinin
<30mL/menit),
• Menilai kepatuhan penggunaan obat (contoh: kepatuhan pasien dalam
menggunakan obat antidiabetik oral diketahui dari nilai HbA1c, kepatuhan
penggunaan statin diketahui dari kadar kolesterol darah), dan
• Mencegah interpretasi yang salah terhadap hasil pemeriksaan.
• Dalam melakukan uji laboratorium diperlukan bahan (spesimen)
yang didapatkan melalui tindakan invasif (menggunakan alat
yang dimasukkan ke dalam tubuh) atau non invasif.
• Contoh spesimen antara lain: darah lengkap (darah vena, darah
arteri), plasma, serum, urin, feses, sputum, keringat, saliva,
sekresi saluran cerna, cairan vagina, cairan serebrospinal dan
jaringan.
• Hasil pemeriksaan laboratorium dapat dinyatakan sebagai
angka kuantitatif, kualitatif atau semikuantitatif.
• Hasil kuantitatif berupa angka pasti atau rentang nilai, sebagai
contoh nilai hemoglobin pada wanita adalah 12 – 16 g/dL.
• Hasil kualitatif dinyatakan sebagai nilai positif atau negatif tanpa
menyebutkan derajat positif atau negatifnya.
• Hasil semikuantitatif adalah hasil kualitatif yang menyebutkan
derajat positif atau negatif tanpa menyebutkan angka pasti
(contoh: 1+, 2+, 3+).
• Hasil pemeriksaan laboratorium dapat dipengaruhi oleh banyak
faktor terdiri atas faktor terkait pasien atau laboratorium.
• Faktor yang terkait pasien antara lain: umur, jenis kelamin, ras,
genetik, tinggi badan, berat badan, kondisi klinik, status nutrisi
dan penggunaan obat.
• Sedangkan yang terkait laboratorium antara lain: cara
pengambilan spesimen, penanganan spesimen, waktu
pengambilan, metode analisis, kualitas spesimen, jenis alat dan
teknik pengukuran.
• Nilai klinik pemeriksaan laboratorium tergantung pada
sensitifitas, spesifisitas dan akurasi.
• Sensitifitas menggambarkan kepekaan tes,
• Spesifisitas menggambarkan kemampuan membedakan
penyakit/gangguan fungsi organ,
• sedangkan Akurasi adalah ukuran ketepatan pemeriksaan.
• Pemeriksaan laboratorium dapat dikelompokkan sebagai
pemeriksaan penapisan (screening) dan pemeriksaan
diagnostik.
• Pemeriksaan penapisan dimaksudkan untuk mendeteksi
adanya suatu penyakit sedini mungkin agar intervensi dapat
dilakukan lebih efektif. Umumnya pemeriksaan penapisan relatif
sederhana dan mempunyai kepekaan tinggi.
• Pemeriksaan diagnostik dilakukan pada pasien yang memiliki
gejala, tanda klinik, riwayat penyakit atau nilai pemeriksaan
penapisan yang abnormal. Pemeriksaan diagnostik ini
cenderung lebih rumit dan spesifik untuk pasien secara
individual.
• Beberapa pemeriksaan dapat dikelompokkan menjadi satu
paket yang disebut profil atau panel, contohnya: pemeriksaan
darah lengkap, pemeriksaan fungsi ginjal, dan pemeriksaan
fungsi hati.
• Tata nama, singkatan dan rentang nilai normal hasil
pemeriksaan yang biasa digunakan dapat berbeda antara satu
laboratorium dengan laboratorium lainnya, sehingga perlu
diperhatikan dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan.
APA YANG HARUS DIPERHATIKAN
DALAM MEMILIH METODE ANALISIS…?
a. Mengetahui tujuan analisis
b. Mengetahui jumlah sampel yang tersedia
c. Mengetahui sifat fisika-kimia analit yang diteliti
d. Mengetahui kemungkinan gangguan dari komponen lain yang
terdapat dalam cuplikan
e. Daerah konsentrasi yang diperlukan dalam penyelidikan
f. Ketepatan yang diperlukan
g. Waktu yang dibutuhkan
h. Fasilitas laboratorium yang tersedia
ANALISIS KUANTITATIF
• Berdasarkan jumlah sampel, metode analisis dapat dibagi
menjadi :

• makro; berat sampel lebih dari 0,1 gram,

• semimikro; berat sampel 0,01-0,1 gram,

• mikro; berat sampel 0,001-0,01 gram dan

• ultramikro; berat sampel kurang dari 1 mikrogram.

• Jumlah sampel yang akan ditentukan merupakan faktor


penting dalam analisis kuantitatif.
TAHAPAN-TAHAPAN DALAM
ANALISIS KUALITATIF
• Pengambilan sampel/ sampling.
• Sampel yang diambil harus mewakili populasi
yang diteliti
• Mengubah analit menjadi bentuk yang dapat
diidentifikasi
• Proses identifikasi analit yang dikehendaki
• analisis data identifikasi yang diperoleh
TAHAPAN-TAHAPAN DALAM
ANALISIS KUANTITATIF
• Pengambilan sampel/ sampling.
• Sampel yang diambil harus mewakili populasi
yang diteliti
• Mengubah analit menjadi bentuk yang dapat
diidentifikasi dan diukur
• Proses pengukuran analit yang dikehendaki
• Perhitungan
• analisis data yang diperoleh
APA PERBEDAAN ANALIT DENGAN
SAMPEL ?

• Sampel : bagian dari obyek populasi yang


memiliki karakteristik sama dengan karakteristik
populasinya yang ingin diketahui besaran
karakteristiknya

• Analit : zat yang teramati/ zat yang teridentifikasi /


zat yang terukur
ANALISIS TOKSIKOLOGI KLINIK
Forensik
DIAGNOSA KERACUNAN
1. Melalui gejala-gejala klinis:
• Simtom, biasanya simtom dapat diamati oleh manusia dengan
menggunakan panca indranya. Simtom ini pada umumnya dijadikan
dasar dalam memberikan pertolongan pertama pada keracunan.
• Gambaran klinis, untuk mendapatkan gambaran klinis diperlukan alat-
alat tertentu, seperti Rongen, laboratorium, dan sebagainya,
• Proses, yaitu informasi proses keracunan dan gejala klinis yang
ditimbulkan. Proses dapat diamati sediri oleh dokter atau diperoleh
dari informasi pasien atau pendampingnya.
2. Melalui analisis racun (analisis toksikologi).
• Dari proses diagnosa seperti diatas akan diperoleh diagnosa
yang spesifik dan terarah, sehingga hasil diagnosa ini
merupakan diagnosa akhir pada kasus keracunan. Sekitar 20%
dari kasus instoksikasi, diagnosa akhir ditegakkan melalui hasil
analisis toksikologi.
• Analisis toksikologi klinik dapat berupa analisis kualitatif
maupun kuantitatif.
• Dari hasil analisis kualitatif dapat dipastikan bahwa kasus
keracunan adalah memang benar diakibatkan oleh instoksikasi.
• Sedangkan dari hasil analisis kuantitatif dapat diperoleh
informasi tingkat toksisitas pasien. Dalam hal ini diperlukan
interpretasi konsentrasi toksikan, baik di darah maupun di urin,
yang lebih seksama.
• Untuk mengetahui tepatnya tingkat toksisitas pasien, biasanya
diperlukan analisis toksikan yang berulang baik dari darah
maupun urin. Dari perubahan konsentrasi di darah akan
diperoleh gambaran apakah toksisitas pada fase eksposisi atau
sudah dalam fase eleminiasi.
MANFAAT ANALISIS TOKSIKOLOGI KLINIK
• Identifikasi awal yang cepat, sebagai pendahuluan sebelum
melakukan terapi yang spesifik dan terarah,
• Mengontrol keberhasilan dan efek dari penegakan terapi
instoksikasi,
• Memastikan atau menjamin diagnosa klinis.
TUGAS ANALISIS TOKSIKOLOG KLINIK DALAM
PENEGAKAN DIAGNOSA KERACUNAN
• Mendeteksi dan mengidentifikasi toksikan yang terlibat,
• Menentukan kadar toksikan dan metabolitnya,
• Bersama-sama dengan dokter dan toksikolog klinik melakukan
interpretasi temuan analisis dan data-data klinis, guna
menyusun diagnosa akhir.
DATA-DATA
• Data yang berorientasi pada toksikan, seperti sifat fisikokimia
toksikan dan kelakuan dari toksikan baik dalam uji penapisan
(identifikasi dan analisis kualitatif) maupun pada uji determinasi
(uji karakterisasi dan penetapan kadar), termasuk pengumpulan
metode dan prosedur analisis toksikan,
• Data klinik, seperti sifat toksokinetik, therapeutic and toxic blood
levels, gejala-gejala klinis yang ditimbulkan toksikan pada
keracunan.
KOMPETENSI YANG DIBUTUHKAN DALAM
PENYELENGGARAAN ANALISIS TOKSIKOLOGI KLINIK
Kemampuan dasar yang diperlukan agar dapat menyelenggarakan
analisis toksikologi klinik sampai interpretasi temuan analisis
adalah:
• penguasaan kimia analisis, yaitu penguasaan pengoperasian
instrumentasi analisis, dari preparasi sampel, penyiapan
prosedur analisis, sampai validasi hasil analisis;
• penguasaan farmakologi dan toksikologi klinik;
• penguasaan farmakokinetik klinik dan metabolisme obat,
• serta kemampuan kimia klinik.
REFERENSI
• Kepmenkes RI no 370/Menkes/SK/III/2007 tentang standar profesi ahli teknologi laboratorium
kesehatan
• Wirasuta IMAG, K. Suardamana . Analisis Toksikologi Klinik : Tantangan Baru Bagi Farmasis
Indonesia. Acta Pharmaceutica Indonesia, Vol. XXXII, No.2, 2007
• Pedoman Interpretasi Data Klinik. Kementerian kesehatan republik indonesia 2011.

Anda mungkin juga menyukai