Anda di halaman 1dari 23

Apa yang dimaksud KTUN fiktif negative dan positif,

serta bagaimana sikap MA terkait adanya 2 model


fiktif tersebut?
Apa yang dimaksud KTUN fiktif negative dan positif, serta bagaimana sikap MA terkait
adanya 2 model fiktif tersebut?

KTUN Fiktif-Positif menerapkan sebaliknya yaitu dalam hal


badan/pejabat pemerintahan tidak mengeluarkan keputusan atas
permohonan yang diajukan oleh seseorang atau badan hukum perdata
dalam kurun waktu yang ditentukan maka permohonan tersebut
dianggap dikabulkan
(vide Pasal 53 UU No. 30 tahun 2014 Administrasi Pemerintahan Jo.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 tahun 2015 tentang Pedoman
Beracara Untuk Memperoleh Putusan Atas Penerimaan Permohonan
Guna Mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan Atau Pejabat
Pemerintahan).
KTUN Fiktif-Negatif yang diatur dalam Pasal 3 UU No. 5 tahun 1986
Peratun. KTUN Fiktif-Negatif adalah waktu tertentu Badan atau
Perjabat Tata Usaha Negara apabila tidak memberikan tanggapan atas
permohonan yang diajukan oleh pemohon kepada Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara dianggap telah melakukan penolakan sehingga
dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan. Sikap diam
tersebut dalam norma KTUN Fiktif-Negatif dianggap sebagai suatu
penolakan.

Menurut Mahkamah Agung RI. KTUN fiktif positif dimaksudkan untuk


melakukan perbuatan terhadap kualitas pelayanan yang berdasar
hukum, bukan sebaliknya.
Sikap pasif badan atau pejabat tata usaha negarayang tidak
mengeluarkan keputusan itu dapat disamakandengan keputusan
tertulis yang berisi penolakan. Keputu-san demikian disebut keputusan
fiktif-negatif. Fiktif artinyatidak mengeluarkan keputusan tertulis, tetapi
dapat diang-gap telah mengeluarkan keputusan tertulis.
Sedangkannegatif berarti isi keputusan itu berupa penolakan
terhadapsuatu permohonan
Jelaskan putusan PTUN yang dapat dieksekusi dan
tata cara melaksanakan eksekusi ptutusan
tersebut?
a. Eksekusi Berdasarkan Ketentuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986.
Ketentuan eksekusi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1986 diatur pada Bagian Kelima mengenai
Pelaksanaan Putusan Pengadilan dalam Pasal 115 sampai dengan Pasal 119.
Pasal 115 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 menentukan bahwa: “Hanya
putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang
dapat dilaksanakan”.

• Adapun mekanisme eksekusi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara


menurut ketentuan diatur dalam Pasal 116 Undang-undang Nomor 5 Tahun
1986, isi selengkapnya adalah:
a.Salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh Panitera
Pengadilan setempat atas perintah Ketua Pengadilan yang mengadilinya
dalam tingkat pertama selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas)
hari.
b. Dalam hal 4 (empat) bulan setelah putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dikirimkan tergugat tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 97 ayat (9) huruf a, maka Keputusan Tata Usaha Negara yang
disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.
c. Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajibannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan c, dan kemudian
setelah 3 (tiga) bulan ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakannya, maka
penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), agar Pengadilan memerintahkan tergugat
melaksanakan putusan Pengadilan tersebut.
d. Jika tergugat masih tetap tidak mau melaksanakannya, Ketua Pengadilan
mengajukan Hal ini kepada instansi atasannya menurut jenjang jabatan.
• e. Instansi atasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), dalam waktu
2 (dua) bulan setelah menerima pemberitahuan dari Ketua
Pengadilan harus sudah memerintahkan pejabat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) melaksanakan putusan Pengadilan tersebut.
• f. Dalam hal instansi atasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4),
tidak mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(5), maka Ketua Pengadilan mengajukan hal ini kepada Presiden
sebagaimana pemegang kekuasaan pemerintah tertinggi untuk
memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan Pengadilan
tersebut.
Pengaturan eksekusi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam Undang-undang
Nomor 9 Tahun 2004 diatur pada Pasal 116,

khususnya yang bertalian dengan amar putusan yang berisi kewajiban pencabutan
Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dan penerbitan Keputusan Tata
Usaha yang baru, dan amar putusan yang berisi kewajiban penerbitan Keputusan Tata
Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan Pasal 3, sebagaimana diatur dalam Pasal
97 ayat (9) sub b dan c Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986.
Pasal 116 Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 selengkapnya berbunyi sebagai
berikut:
• (1) Salinan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh Panitera Pengadilan
setempat atas perintah Ketua Pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama
selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari.
• (2) Dalam hal 4 (empat) bulan setelah putusan Pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikirimkan, tergugat
tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9)
huruf a, Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu tidak mempunyai
kekuatan hukum lagi.
• (3) Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajibannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan huruf c,
dan kemudian setelah 3 (tiga) bulan ternyata kewajiban tersebut tidak
dilaksanakannya, penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua
Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) agar Pengadilan
memerintahkan tergugat melaksanakan putusan Pengadilan tersebut.
• (4) Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan
Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap
pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa
pembayaran sejumlah uang paksa dan/ atau sanksi administratif.
• (5) Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diumumkan pada media massa
cetak setempat oleh Panitera sejak tidak terpenuhinya ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Eksekusi Berdasarkan Ketentuan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009
Pengaturan eksekusi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam Undang-
undang Nomor 51 Tahun 2009 yang telah disahkan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) pada akhir September 2009, terdapat beberapa perubahan
ketentuan yang diatur sebelumnya dalam Pasal 116 Undang-undang Nomor
9 Tahun 2004. Pasal 116 Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara selengkapnya berbunyi:
• 1. Salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh panitera
pengadilan setempat atas perintah ketua pengadilan yang mengadilinya
dalam tingkat pertama selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas)
hari kerja.
• 2. Apabila setelah 60 (enam puluh) hari kerja putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diterima tergugat tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf a, keputusan tata usaha negara
yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.
• 3. Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan huruf c, dan kemudian setelah 90
(Sembilan puluh) hari kerja ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka
penggugat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), agar pengadilan memerintahkan tergugat melaksanakan putusan
pengadilan tersebut.
• 4. Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan
upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/ atau sanksi administratif.
• 5. Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) diumumkan pada media massa cetak setempat oleh panitera sejak tidak
terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
• 6. Di samping diumumkan pada media massa cetak setempat sebagaimana dimaksud
pada ayat (5), ketua pengadilan harus mengajukan hal ini kepada Presiden sebagaimana
pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi untuk memerintahkan pejabat tersebut
melaksanakan putusan pengadilan, dan kepada lembaga perwakilan rakyat untuk
menjalankan fungsi pengawasan.
• 7. Ketentuan mengenai besaran uang paksa, jenis sanksi administratif, dan tata cara
pelaksanaan pembayaran uang paksa dan/ atau sanksi administrative diatur dengan
peraturan perundang-undangan.
Sebutkan factor – factor apa sajakah yang perlu
diperhatikan untuk mengabulkan atau menolak
permohonan penundaan pelaksanaan KTUN?
Menurut Indroharto, terdapat ukuran atau faktor-faktor yang perlu
diperhatikan untuk mengabulkan atau menolak permohonan
penundaan pelaksanaan KTUN yang digugat yakni:
1. Harus dilakukan pertimbanganpertimbangan mengenai
kepentingan-kepentingan yang tersangkut. Pertimbangan itu meliputi:
Kepentingan umum, Kepentingan penggugat, Kepentingan pihak ketiga
yang berkaitan, Perbandingan bobot kepentingan penggugat dan
kepentingan umum untuk mana keputusan itu dikeluarkan, Urgensi
sebagai akibat kemungkinan timbulnya kerugian.
2. Sempurna/tidaknya permohonan yang bersangkutan. Berkaitan
dengan kejelasan gugatan dan kelengkapan alasan permohonan.
3. Sikap penggugat dalam menemukan fakta-fakta. Permohonan harus
mencerminkan kesungguhan dan keseriusan penggugat dalam
membantu pengadilan dalam menemukan fakta-fakta sehubungan
sengketa yang timbul
4. Kepentingan penggugat yang sangat mendesak. Harus terbukti
adanya keadaan yang mendesak bagi penggugat karena keputusan
yang bersangkutan itu akan segera dilaksanakan.
5. Penilaian sementara mengenai pokok perkara. Penilaian ini
mengenai kemungkinan dasar pengujian yang dapat diterapkan
terhadap gugatan pokok sehubungan kejelasan gugatan pokok (namun
belum terikat pada dasar pengujian Pasal 53 ayat (2), karena belum
dilakukan pengujian).
Gugatan terkait dengan KTUN yang jangkauannya bersifat
kedaerahan?
Sebutkan dan jelaskan upaya upaya hukum terhadap putusan pengadilan
yang belum mempunyai keputusan hukum tetap maupun terhadap
putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap?
• Terhadap keputusan yang belum inchracht diajukan upaya hukum biasa
yaitu:
1. Banding
Diajukan terhadap putusan di tingkat pertama. Apabila tidak puas
terhadap putusan tingkat pertama maka dapat mengajukan banding.
Tujuannya : supaya hakim tingkat banding menganulir hakim tingkat pertama.
Alasan yang bisa diajukan untuk mengajukan banding:
1. Hakim tingkat 1 kurang cukup mempertimbangkan alat bukti. misalnya;
alat bukti ada 40 tapi Cuma 3 yang dipertimbangkan.
2. Kekeliruan yang nyata. hakim tingkat satu keliru dalam
mempertimbangkan hukum jadi faktanya berbeda dan amar putusanny
berbeda.
Mengajukan banding dalam jangka waktu 14 hari setelah diucapkan
kalau hadir dalam pembacaan sidang, berlaku pada pihak yang hadir dalam
pembacaan sidang yang tidak hadir berlaku saat diberitahukan padanya.
upaya hukum banding dibarengi dengan memori banding. Memori
banding berisi alasan2 kenapa diajukan banding. Alasan tersebut dapat
alasan hukum bisa juga fakta2 yang ada di alat bukti.

2. Kasasi
para pihak yang tidak puas pada banding maka dapat
mengajukan kasasi dengan tegang waktu 14 hari.
pemohon kasasi mempunyai kewajiban untuk mempenuhi
memori kasasi 14 hari dari pengajuan kasasi apabila tidak maka
dikatakan gugur.
Memori kasasi tidak terdapat alasan yang disebutkan UU maka dalam
memori kasasi, Pemohon kasasi harus menyertakan alasan secara
limitative UU yaitu:
- Alasan mengenai adanya kesalahan penerapan hukum oleh judesfaksi
(hakim tingkat 1 n 2 )
Ex. Hakim ting. 1 tdk cukup mempertimbangkan alat bukti.
- Melanggar batas wewenang. Yaitu terkait dengan kompetensi absolut
maupun relative ptun.
- Lalai dalam memenuhi syarat2 peraturan uu yang berlaku.
amar pututsan di tingkat kasasi :
1. Kalo kasasi disampaikan dg tenggang waktu sesuai UU maka
permohonan kasasi diterima.
2. Dilihat substansinya, apabila sudah benar ditigkat pertama maka
permintaan kasasi ditolah oleh mahkamah konstitusi
3. Apabila ada jurisfaksi maka mahkamah konstitusi menerima
gugatan.

Perkaa kasasi incracht sejak putusan kasasi diberitahukan kpd para


pihak melalui surat tercatat.
Apabila sudah incracht namun ada pihak yang belum puas maka dapat
mengajukan upaya hukum luar biasa yaitu:
1. Kasasi demi keuntungan hukum
kasasi ini hanya bisa diajukan oleh MA, tidak dibatasi jangka waktu
nya, diajukan terhadap putusan judesfaksi yang sudah incracht dengan
tenggang waktu yang berlaku dalam memori kasasi).

2. Peninjauan Kembali
PK bisa diajukan oleh pihak yang dikalahkan dalam tempo 180 hari
berdasarkan alas an pk nya apa, mis;
Ada kekhilafan hakim dalam memutus, adanya bukti novum ( bukti baru
ditemukan), ada bagian yang tidak dipertimbangkan, putusan yang saling
bertentangan, berdasarkan adanya kebohongan atau tipu muslihat.
Jadi pengajuan PK 180 hari sejak adanya alasan yang ditemukan.

Anda mungkin juga menyukai