Anda di halaman 1dari 23

KRISTALISASI

KULIAH MPP
Dra Ita Ulfin,MSi
PRINSIP DASAR PEMISAHAN
&
PEMURNIAN

Prinsip dasar pemisahan atau pemurnian


dengan cara kristalisasi adalah :

Adanya perbedaan kelarutan zat-zat padat


dalam pelarut tertentu, baik dalam pelarut
murni atau dalam pelarut campuran;

Suatu zat padat akan lebih larut dalam


pelarut panas dibandingkan pelarut dingin.
• Senyawa organik yang berbentuk padat pada
temperature ruang biasanya dimurnikan
melalui kristalisasi.
• Teknik umum melalui pelarutan bahan yang
akan dikristalkan dalam pelarut panas (atau
campuran pelarut) dan didinginkan dalam
larutan secara pelan-pelan.
• Bahan yang dilarutkan mempunyai
kelarutan yang lebih kecil pada temperature
yang rendah dan akan memisah dari larutan
setelah pendinginan.
• Gejala ini disebut dengan Kristalisasi, jika
kristal tumbuh secara pelan-pelan dan
selektif.
• Perbedaannya dengan pengendapan yaitu
jika prosesnya berjalan cepat dan tidak
selektif
Dalam pekerjaan
organik skala mikro,
dua metode yang
umum digunakan
dalam kristalisasi
yaitu:

Kristalisasi skala
kristalisasi skala
semi-mikro, jika
mikro, jika berat
berat zat padat
zat padat yang
yang
dikristalkan lebih
dikristalisasi
kecil dari 0,1
lebih besar dari
gram.
0,1 gram.
KELARUTAN
• Masalah utama adalah pemilihan
pelarut  bahan yang akan
dikristalkan menunjukkan sifat
kelarutannya yang dinginkan.
• Idealnya, yaitu bahan harus sedikit
larut pada temperatur ruang dan
larut cukup besar pada saat
pemanasan ( disekitar titik didih
pelarut yang dipilih).
• Kurva kelarutan harus bertahap
(lihat gambar dibawah ini).
kurva kelarutan sebagai fungsi temperatur
C. Pelarut jelek,
sangat larut pada
semua
temperatur

A. pelarut sessuai, sangat


larut pada temperatur tinggi,
Gram kelarutan

sedikit larut pada temperatur


kamar

B. pelarut jelek,
sedikit larut pada
semua temperatur

temperatur
• Kurva dengan kemiringan (slope) kecil
tidak menyebabkan kristalisasi
signifikan jika temperatur larutan
diturunkan ( garis B).
• Bahan sangat larut ( kelarutannya
besar) pada semua temperatur. ( garis
C).
• Garis A memiliki kemiringan yang besar,
terlihat bahwa bahan yang akan
dikristalkan mempunyai kelarutan yang
kecil pada temperatur rendah dan
kelarutannya sangat besar jika
temperatur dinaikkan. Disini perbedaan
kelarutannya cukup besar dan ini
merupakan pelarut yang sangat baik
atau ideal untuk kristalisasi.
• Kelarutan senyawa organik adalah fungsi dari
polaritas kedua pelarut dan zat terlarut ( bahan
yang dilarutkan).
• Dikenal sebagai ” like dissolve like” .
• Senyawa yang mempunyai gugus fungsi yang
dapat membentuk ikatan hidrogen ( contohnya
–OH, –NH– , –COOH, –CONH– ) akan lebih larut
dalam pelarut hidroksilat seperti air dan
metanol dari pada pelarut hidrokarbon seperti
toluen dan heksana.
• Jika gugus fungsinya bukan merupakan bagian
yang utama pada molekul,  sifat kelarutannya
mungkin sebaliknya.
• Misalnya dodecyl alkohol, CH3(CH2)10CH2OH
selalu tidak larut dalam air, disini rantai karbon-
12 menyebabkan pelarut ini lebih bersifat
hidrokarbon dibandingkan alkohol.
Penurunan tingkat polaritas pelarut
H2O (air)

RCOOH (asam organik: asam asetat)

RCONH2 (amida: dimetilformamida)

ROH(alkohol: metanol,etanol)

RNH2 (amina:trimetilamin, piridin)

RCOR (keton:aseton)

RCOOR (ester:etilasetat)

RX (halida: CH2Cl2 > CHCl3 > CCl4)

ROR (ether : dietil-eter)

ArH (aromatik: benzena, toluena)

RH (alkana : heksana, petroleum eter)


• Stabilitas kisi kristal mempengaruhi
kelarutan.
• Pada titik leleh yang lebih tinggi
(kristal lebih stabil), senyawa kurang
larut.
• Contohnya asam p-nitrobenzoat (TL:
242°C) kurang larut dalam ethanol 10
kali dari pada bentuk isomernya yaitu
bentuk ortho (TL 147°C) dan bentuk
meta (TL 141°C).
Keberhasilan kristalisasi

Tergantung pada perbedaan Jika pengotor dalam bahan sama-sama


yang besar pada kelarutan larut dalam kedua pelarut panas dan
bahan dalam pelarut panas dan dingin, maka efektifitas pemurnian
kelarutannya dalam pelarut tidak mudah dicapai melalui
yang sama jika didinginkan. kristalisasi.

Jika zat yang diinginkan dan pengotor Zat yang diinginkan akan
mempunyai kelarutan yang sama, mengkristal pada pendinginan,
maka pengotor harus ada dalam tetapi pengotor tetap larut.
fraksi yang kecil.
• Contoh proses kristalisasi
• Diketahui zat A dan pengotor B mempunyai
kelarutan yang sama yaitu pada suhu 200 C
adalah 10 mg/mL dan pada suhu 100°C
adalah 100 mg/mL dengan pelarut yang
sama.
• Jumlah bahan yang tidak murni
mempunyai komposisi 90 mg zat A dan 20
mg pengotor B.
• Diasumsikan bahwa kelarutan kedua zat A
dan zat B tidak efektif oleh adanya zat lain.
• Berapa jumlah zat A yang dapat
dikristalkan? Berapa mL pelarut yg
digunakan?
• Pada 20°C, jumlah total bahan tidak dapat
larut dalam 1 mL pelarut.
• Namun jika pelarut dipanaskan hingga 100°C,
maka semua bahan (110 mg) akan larut.
• Pelarut mempunyai kapasitas untuk
melarutkan 100 mg A dan 100 mg B pada
temperatur 100°C ini.
• Jika larutan didinginkan hingga 20°C, maka
hanya 10 mg setiap zat terlarut tetap larut,
sehingga 80 mg A dan 10 mg B terkristalkan,
dan berarti tinggal 20 mg total bahan (A dan B)
yang ada dalam larutan
 Larutan yang tetap ada setelah kristalisasi disebut
dengan cairan induk (mother liquor).
 Jika proses diulangi dengan menambahkan kedalam
kristal yang terbentuk ( masih campuran A dan B)
dengan 1 mL pelarut baru yang sama, maka 70 mg A
akan terkristalkan lagi, dan tinggal 10 mg A dan 10 mg
B yang ada pada cairan induk. Sehingga secara
keseluruhan akan diperoleh kristal A murni sebanyak
70 mg, sedangkan bahan yang hilang pada proses
kristalisasi ini adalah 40 mg.
 Jika pengotor B lebih larut dari pada A dalam pelarut
yang sama, maka kehilangan zat A (zat yang dikristalkan
/ dimurnikan ) dapat direduksi. Kehilangan dapat juga
direduksi jika pengotor ada dalam jumlah yang sangat
kecil dibanding bahan yang akan dikristalkan.
• Kristalisasi ini akan berhasil dengan baik karena
bahan A yang ada dalam jumlah yang lebih
besar dari pada B yang sebagai pengotor.
• Jika campuran bahan yang akan dikristalkan
punya perbandingan yang sama (1 : 1), maka
pemisahan tidak dapat dicapai.
• Secara umum, kristalisasi akan berhasil hanya
jika ada sejumlah kecil pengotor pada bahan
yang akan dikristalkan/ dimurnikan.
• Jika jumlah pengotor bertambah, maka
kehilangan bahan juga bertambah.
• Dua zat dengan sifat kelarutan yang hampir
sama, ada dalam jumlah yang sama, maka tidak
dapat dipisahkan.
• Jika sifat kelarutan dua zat sama dan jumlahnya
berbeda, maka pemisahan atau pemurnian
masih dapat dilakukan.
 Kadang-kadang atau bahkan sering kali, tidak
mendapatkan pelarut yang sesuai .
 Banyak zat padat larut baik dalam keadaan panas maupun
dingin, juga tidak mampu melarutkan dalam keadaan
panas. Maka kristalisasi dengan sistem dua campuran
pelarut dilakukan (pelarut X adalah yang sangat
melarutkan +pelarut Y yang tidak melarutkan sama sekali).
 Caranya adalah melarutkan zat padat tidak murni tersebut
dalam pelarut X sesedikit mungkin (beberapa mL) dalam
keadaan panas, kemudian masih dalam keadaan panas
tersebut ditambahkan sedikit demi sedikit pelarut Y
sehingga diperoleh larutan jenuh, dan selanjutnya
didinginkan.
 Apabila zat padat tersebut telah
mengkristal dalam keadaan dingin,
maka dapat dipisahkan dengan cara
penyaringan isap.

 Beberapa pasangan pelarut yang


sering digunakan : metanol-air,
etanol air, asam asetat air, aseton-
air, eter-aseton, eter-metanol, eter
petroleum eter, benzena-ligroin,
metil klorida etanol.

 Kekuatan melarutkan suatu pelarut,


pada umumnya bertambah dengan
bertambahnya titik didih.

 Umpamanya etanol (TD:780C ) dapat


melarutkan dua kali lebih banyak
daripada methanol (TD:650C ).
CARA MENGERINGKAN KRISTAL
CARA MEMISAHKAN PENGOTOR DARI
KRISTAL
CARA KRISTALISASI SKALA MIKRO
Saran untuk membantu rekristalisasi:

• Kelarutan material yang akan dimurnikan harus memiliki


ketergantungan yang besar pada suhu.
1

• Kristal tidak harus mengendap dari larutan jenuh dengan


pendinginan karena mungkin terbentuk super jenuh, sehingga
2 perlu penambahan kristal bibit.

• Pembentukan kristal kadang perlu waktu induksi yang berkisar


beberapa menit sampai satu jam.
3

• Kadang-kadang didapati suatu keadaan yang disebut kelewat jenuh


(supersaturation), dimana kristal – kristal baru akan keluar bila dipancing
dengan sebutir kristal murni. Cara tersebut menguntungkan dalam
pemisahan campuran dua atau lebih zat yang mempunyai kelarutan yang
4 sama dalam suatu pelarut tertentu. Agar pemisahan dapat dilakukan,
maka keadaan jenuh jangan diganggu, yaitu dengan menghindarkan
pengadukan dan goncangan berlebihan ataupun pendinginan yang terlalu
cepat.
• Untuk mencegah reaksi kimia antara pelarut dan zat terlarut,
penggunaan pelarut non-polar lebih disarankan. Namun, pelarut
non polar cenderung merupakan pelarut yang buruk untuk
5 senyawa polar. Kita harus hati-hati bila kita menggunakan pelarut
polar. Bahkan bila tidak reaksi antara pelarut dan zat
terlarut,maka akan terjadi pembentukan kompleks.

• Secara umum pelarut dengan titik didih rendah lebih diinginkan.


Tetapi biasanya non polar. Jadi, pemilihan pelarut bukan masalah
6 sederhana.

• Apabila larutan yang akan dikristalkan ternyata berwarna,


sedangkan zat padatnya tak berwarna, maka perlu
menambahkan norit / arang halus ke dalam larutan panas
sebelum disaring. Tidak semua zat warna dapat diserap arang
7 dengan baik. Zat warna yang tidak terserap ini akan tetap tinggal
dalam larutan induk (mother liquor) tetapi akan hilang pada
waktu pencucian dan penyaringan. Penggunaan norit ini tidak
boleh diulang apabila larutannya masih berwarna. Penggunaan
norit jangan berlebihan sebab bisa menyerap senyawanya.
Rekristalisasi garam dapur
NaCl(s) + H2O(l)  NaCl(aq)
NaCl(aq)  NaCl(s)

Rekristalisasi tembaga sulfat


Cu(SO4)(s) + H2O(l)  Cu(SO4)(aq)
Cu(SO4)(aq) dipanaskan --> Cu(SO4)(s) putih
Cu(SO4)(aq) dipanaskan  Cu(SO4).5H2O(s) biru

Anda mungkin juga menyukai