Anda di halaman 1dari 6

M E N E L A D A N I S E M A N G AT U K H U W A H

KAUM ANSHAR DAN KAUM


MUHAJIRIN
OLEH KELOMPOK 8:
• AINASHA KEVIN Z.
• D I TA S A F I T R I N .
• M . E R Z A FA R A N D I
• R E VA K H A I R U N N I S A
PER SAU D AR AAN ( U KH U WAH ) M ER U PAKAN H U BU N G AN ATAU
PERTAL IAN AN TAR M AN U SIA YAN G D IIKAT O L EH SESU AT U .
H U BU N G AN ATAU PERTAL IAN M AN U SIA YAN G D IIKAT O L EH
H U BU N G AN D AR AH D IS E B U T D EN G AN H U BU N G AN KEKEL U AR G AAN .
BIL A H U BU N G AN ITU D IIKAT OL EH KESU KU AN D ISEBU T SAU D AR A
SESU KU D AN BIL A D IIKAT O L EH KEBAN G SAAN D ISEBU T SAU D AR A
SEBAN G SA . D EM IKIAN PU L A, J IKA H U BU N G AN IT U D IIKAT O L EH SAT U
ID EO L OGI T ERT EN T U , H U BU N G AN IT U D ISEBU T SAU D AR A
SEID EO L OGI . SEM EN TAR A IT U , H U BU N G AN YAN G D IIKAT D EN G AN
AG AMA D ISEBU T SAU D AR A SEAG AM A . D AL AM KO N T EKS IN I , KITA
MEN G EN AL PER SAU D AR AAN KEL U AR GA , PER SAU D AR AAN
KESU KU AN , PER SAU D AR AAN KEBAN G SAAN , PER SAU D AR AAN
KEAG AMAAN , D AN PER SAU D AR AAN K E M A N U S IA A N . K H U S U S
PER SAU D AR AAN AN TAR U M AT ISL AM D ISEBU T D EN G AN U KH U WAH
ISL AMIYAH .
TERJADINYA PERSAUDARAAN ANTARA KAUM MUHAJIRIN
DENGAN KAUM ANSHAR
Secara umum, Islam menyatakan seluruh kaum muslimin adalah bersaudara sebagaimana
disebutkan dalam firman Allah Azza wa Jalla surat al-Hujurât/49 ayat 10, yang artinya:
Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara. Konsekwensi dari persaudaraan itu,
maka Islam mewajibkan kepada umatnya untuk saling tolong-menolong dalam al-haq. Namun
yang menjadi fokus pembicaraan kita kali ini bukan persaudaraan yang bersifat umum ini, tetapi
persaudaraan yang bersifat khusus antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshâr. Persaudaraan
antara kaum Muhajirîn dan kaum Anshâr yang deklarasikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam memiliki konsekwensi lebih khusus bila dibandingkan dengan persaudaraan yang
bersifat umum.
Sebagaimana diketahui, saat kaum Muhajirin berhijrah ke Madinah tidak membawa seluruh harta.
Sebagian besar harta mereka ditinggal di Makkah, padahal mereka akan menetap di Madinah. Ini
jelas menjadi problem bagi mereka di tempat yang baru. Terlebih lagi, kondisi Madinah yang
subur sangat berbeda dengan kondisi Makkah yang gersang. Keahlian mereka berdagang di
Makkah berbeda dengan mayoritas penduduk Madinah yang bertani. Tak pelak, perbedaan
kebiasaan ini menimbulkan permasalahan baru bagi kaum Muhajirin, baik menyangkut ekonomi,
sosial kemasyarakatan, dan juga kesehatan[1]. Mereka harus beradaptasi dengan lingkungan
baru. Sementara itu, pada saat yang sama harus mencari penghidupan, padahal kaum Muhajirin
tidak memiliki modal. Demikian problem yang dihadapi kaum Muhajirîn di daerah baru.

Melihat kondisi kaum Muhajirin, dengan landasan kekuatan persaudaraan, maka
kaum Anshâr tak membiarkan saudaranya dalam kesusahan. Kaum Anshâr
dengan pengorbanannya secara total dan sepenuh hati membantu mengentaskan
kesusahan yang dihadapi kaum Muhajirin. Pengorbanan kaum Anshâr yang
mengagumkan ini diabadikan di dalam Al-Qur`ân, surat al-Hasyr/59 ayat 9 :

َ َ‫عل‬
‫ى‬ ََ ‫ُور ِه إَم َحا َجةَ ِم َّما أُوتُوا َويُ إؤثِ ُر‬
َ ‫ون‬ ِ ‫صد‬ ََ ‫ن َها َج ََر ِإلَ إي ِه إَم َو ََل يََ ِجد‬
ُ ‫ُون فِي‬ ََ ُّ‫ن قَ إب ِل ِه إَم يُ ِحب‬
َ‫ون َم إ‬ َ‫ان ِم إ‬ ِ ‫َّار َو إ‬
ََ ‫اْلي َم‬ ََ ‫َوالَّذ‬
ََ ‫ِين تَبَ َّو ُءوا الد‬
َ‫صة‬
َ ‫صا‬َ ‫َان بِ ِه إَم َخ‬ ِ ُ‫أَ إنف‬
ََ ‫س ِه إَم َولَ إَو ك‬

Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshâr)
sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah
kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap
apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka
mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun
mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).
Berkaitan dengan ayat di atas, terdapat sebuah kisah sangat masyhur yang
melatarbelakangi turunnya ayat 9 surat al-Hasyr. Abu Hurairah Radhiyallahu
anhumenceritakan:

Ada seseorang yang mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (dalam


keadaan lapar), lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan ke para istri
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Para istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab: “Kami tidak memiliki apapun kecuali air”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Siapakah di antara kalian yang ingin menjamu orang ini?” Salah
seorang kaum Anshâr berseru: “Saya,” lalu orang Anshar ini membawa lelaki tadi ke
rumah istrinya, (dan) ia berkata: “Muliakanlah tamu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam !” Istrinya menjawab: “Kami tidak memiliki apapun kecuali jatah makanan
untuk anak-anak”. Orang Anshâr itu berkata: “Siapkanlah makananmu itu!
Nyalakanlah lampu, dan tidurkanlah anak-anak kalau mereka minta makan malam!”
Kemudian, wanita itu pun menyiapkan makanan, menyalakan lampu, dan
menidurkan anak-anaknya. Dia lalu bangkit, seakan hendak memperbaiki lampu
dan memadamkannya. Kedua suami-istri ini memperlihatkan seakan mereka
sedang makan. Setelah itu mereka tidur dalam keadaan lapar. Keesokan harinya,
sang suami datang menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Malam ini Allah tertawa atau ta’ajjub
dengan perilaku kalian berdua. Lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat-Nya,
(yang artinya): dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri
mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan
siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang
beruntung –Qs. al-Hasyr/59 ayat 9. [HR Bukhari]

Bagaimanapun pengorbanan dan keikhlasan kaum Anshâr membantu saudaranya,


namun permasalahan kaum Muhajirin ini tetap harus mendapatkan penyelesaian,
agar mereka tidak merasa sebagai benalu bagi kaum Anshâr. Disinilah tampak
nyata pandangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang cerdas dan
bijaksana. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mempersaudarakan
antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshâr.

Anda mungkin juga menyukai