Anda di halaman 1dari 27

Pembimbing :

dr. Gracia yvette v. Daimboa sp.PD

Oleh
M. Wawan K. Saifullah
Nim: 0130840148
Pendahuluan
Pendahuluan

Sirkumsisi pada laki – laki menurunkan resiko HIV dan penurunan resiko
ini dapat dimodifikasi oleh faktor sosial, budaya dan metode sirkumsisi
melalui medis atau tradisional.

World Health Organization dan Joint United Nations Programme on AIDS


 sirkumsisi pada laki-laki sebagai metode utama pencegahan infeksi
HIV yang didapat melalui hubungan heteroseksual pada laki-laki dari
keadaan endemik HIV dengan prevalensi sirkumsisi yang rendah.
Pendahuluan
Sirkumsisi awal (selama masa bayi dan prapubertas) dapat memberikan
proteksi parsial terhadap infeksi menular seksual (IMS).
Jika seorang laki-laki aktif secara seksual sebelum sirkumsisi, individu
tersebut mungkin terpajan pada periode peningkatan risiko infeksi HIV
dan IMS lainnya

Studi ini ditujukan untuk


1. Menilai prevalensi sirkumsisi dan distribusi sosio-demografis
sirkumsisi pada laki-laki di populasi perkotaan di Guinea-Bissau
2. Mempelajari hubungan antara status, usia, dan metode sirkumsisi
serta risiko infeksi HIV pada populasi penelitian ini
Metode
Metode
Desain studi adalah studi retrospektif berbasis kohort dengan data
retrospektif dari Bandim Health Project (BHP), Bissau, Guinea-Bissau, di
Afrika Barat menggunakan data dari survei HIV dari tahun 1993 hingga 1996
dan survei HIV yang dilakukan dari 2004 hingga 2007

Semua pria Semua pria


dalam kohort dalam kohort
n=1485 n=1026
Status Sirkumsisi Status Sirkumsisi
hilang hilang
n=428 n=0

Usia Sirkumsisi Usia Sirkumsisi


hilang hilang
n=10 n=7

Status HIV hilang Status HIV hilang


n=32 n=0

Status Status
Kependudukan hilang Kependudukan hilang
n=1 n=0

Partisipan yang Partisipan yang


diikutsertakan diikutsertakan
n=1014 n=954
Data  dBase V software
Analisis dilakukan menggunakan STATA Usia sirkumsisi ideal pada usia 12
versi 12.0 (STATA Corporation, College tahun (pra-pubertas) dan pada usia
Station, Texas, AS). 13 tahun atau lebih (pasca
Nilai median ditampilkan dengan pubertas).
rentang interkuartil (IQR).

Hasil penelitian hubungan antara


sirkumsisi tradisional , sirkumsisi
Model regresi logistik univariat dan
medis dan risiko infeksi HIV
multivariat digunakan untuk mencari
dilaporkan sebagai crude odds ratio
hubungan antara status sirkumsisi,
dan dan adjusted odds ratio
usia sirkumsisi dengan HIV.
(COR/AOR) dengan interval
kepercayaan 95% (IK) yang sesuai.
Hasil
Hasil
Prevalensi
Pada kohort tahun 1996,
sebanyak 89% (n = 904)
Sebanyak 1.014 laki-laki dari
sampel melakukan
kohort 1996 dan 954 laki-laki dari
sirkumsisi, dan prevalensi
kohort 2006 dimasukkan dalam
sirkumsisi meningkat
penelitian ini
menjadi 93% (n = 888)
sepuluh tahun kemudian

Proporsi kohort 2006 yang disirkumsisi secara signifikan lebih tinggi


dibandingkan dengan kohort tahun 1996 pada laki-laki berusia 14-24
tahun (nilai p = 0.006) dan laki-laki berusia ≥35 tahun (nilai p = 0.031).

Seperti yang diharapkan, prevalensi sirkumsisi meningkat dengan


bertambahnya usia.
Usia Sirkumsisi
Median usia sirkumsisi secara keseluruhan mengalami peningkatan dari 13
tahun pada kohort 1996 (IQR 10-17, rentang 1-53) menjadi 14 tahun
dalam kohort 2006 (IQR 10-18, rentang 0-49).

Dalam kedua kohort, Papel dan Peneliti menemukan bahwa lebih


dari 78% etnis Manjaco,
Balanta memiliki median usia
Mancanha, Fula dan Mandinga
sirkumsisi yang lebih tinggi
disirkumsisi sebelum usia
dibandingkan dengan kelompok hubungan seksual pertama kali
etnis lain dalam kedua kohort.
Usia Sirkumsisi
HIV, etnis, dan agama
Dalam kohort 1996, Manjaco/Mancanha memiliki prevalensi HIV tertinggi
(8.8%), sementara Papel memiliki prevalensi terendah sebesar 4.1%.

Sepuluh tahun kemudian, prevalensi HIV pada Manjaco/Mancanha masih


tinggi (8.1%) dan prevalensi HIV pada Papel masih memiliki nilai terendah,
dimana hanya 5.1% orang yang terinfeksi.

Dalam kedua kohort, peneliti menemukan bahwa Muslim memiliki


prevalensi infeksi HIV yang lebih tinggi dibandingkan non-Muslim; dengan
prevalensi sebesar 8.2% pada Muslim vs 6.2% pada non-Muslim untuk
kohort 1996 (COR 1,35, 95% IK 0.71-2.57) dan
9.2% pada Muslim vs 5.9% pada non-Muslim untuk kohort 2006 (COR
1.62, 95% IK 0.86-3.05).
HIV, etnis, dan agama
Hubungan antara Sirkumsisi dan HIV

Dalam kedua kohort, prevalensi HIV lebih tinggi untuk laki-


laki yang tidak disirkumsisi dibandingkan dengan laki-laki
yang disirkumsisi, misalnya 9.1% vs. 6.2% dalam kohort 1996
dan 7.6% vs. 6.3% dalam kohort 2006.

Ketika disesuaikan untuk usia, etnisitas, status kependudukan,


tingkat pendidikan, dan riwayat IMS, peneliti menemukan
bahwa sirkumsisi bersifat protektif terhadap HIV dalam
kohort 1996 dan kohort 2006 dengan OR sebesar 0.28 (95%
IK 0.12-0.66; p=0.004) dan 0.30 (95% IK 0.09-0.93; p=0.037).
HIV dan Usia Sirkumsisi
Dalam model kedua, terdapat variabel terkait perilaku seperti kelompok
usia, tugas militer sebelumnya, riwayat perjalanan dan riwayat IMS
dalam kedua kohort (kohort 2006) penggunaan kondom (pernah) dan
penggunaan alkohol

Sama dengan model pertama, sirkumsisi pra-pubertas dan pasca


pubertas lebih protektif dibandingkan dengan non-sirkumsisi pada
kohort 1996, dengan AOR 0.40 (95% IK, 0.17-0.94) dan 0.26 (95% IK, 0.11-
0.60).

Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara rendahnya angka


sirkumsisi dengan status HIV dalam kelompok 2006.
HIV dan Usia Sirkumsisi
Metode Sirkumsisi
Dari laki-laki berusia 15-24 tahun, sebanyak 40.0% disirkumsisi
di rumah sakit, dibandingkan dengan 24.6% laki-laki berusia
25-34 tahun dan 4.6% laki-laki berusia ≥35.

Prevalensi HIV untuk laki-laki yang melakukan sirkumsisi


secara tradisional adalah 7.7% dibandingkan dengan 1.9% laki-
laki yang melakukan sirkumsisi secara medis.

Metode sirkumsisi tradisional cenderung berkorelasi dengan


peningkatan risiko HIV ketika disesuaikan dengan etnis dan
usia (AOR 2.7; 95% IK: 0.91-8.12).
Pembahasan
Pembahasan
Dalam penelitian ini, kami mencari hubungan antara sirkumsisi pada laki-
laki, usia, dan metode sirkumsisi dengan risiko HIV di Bissau, Guinea Bissau

Data penelitian ini tidak menunjukkan peningkatan perlindungan


berdasarkan sirkumsisi lebih dini

Prevalensi HIV yang lebih tinggi antar kelompok etnis yang melakukan
sirkumsisi dini dapat mengimplikasikan perbedaan etnis dalam perilaku
berisiko.

Peneliti menemukan prevalensi HIV yang lebih tinggi pada orang Muslim
Mengejutkan  Islam mendorong sirkumsisi di awal kehidupan dan
umumnya sebelum pubertasseharusnya memberikan peningkatan
perlindungan terhadap HIV.
Pembahasan
Dari kelompok etnis di Guinea-Bissau, preputium dikaitkan dengan
kurangnya kebersihan,  beberapa perempuan mungkin merasa
penolakan seksual  hal ini mungkin menyiratkan bahwa laki-laki yang
melakukan sirkumsisi lebih dini mungkin lebih diinginkan secara seksual,
sehingga lebih aktif secara seksual

Dalam etnis Balanta, yang melakukan praktik sirkumsisi lambat, hubungan


seks antara laki-laki yang tidak disirkumsisi dengan seorang perempuan
perawan dianggap berbahaya dan dapat menyebabkan penyakit dengan
gejala yang menyerupai HIV/AIDS menghalangi beberapa pria untuk
melakukan hubungan seksual.

Sebuah penelitian di Kenya menemukan bahwa variasi dalam perilaku seksual di


antara berbagai kelompok etnis dapat berkontribusi terhadap besarnya variasi
dalam prevalensi HIV
Pembahasan
Terdapat penurunan risiko yang lebih tinggi pada laki-laki yang disirkumsisi
setelah pubertas. Sementara analisis ini gagal memberikan penjelasan untuk
hal tersebut, hasil yang serupa ditemukan dalam kedua kohort.

Kibira et al. menemukan bahwa laki-laki yang disirkumsisi antara usia 10-14
memiliki persentase tertinggi (48%) yang berpartisipasi dalam seks berisiko
lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki yang berusia 15-19 tahun (34%),
namun alasannya tidak diketahui dengan jelas

Beberapa penjelasan biologis yang mungkin untuk penurunan penularan


HIV di antara laki-laki yang disirkumsisi telah diusulkan, seperti ketebalan
lapisan keratin, distribusi dan densitas sel target, luas permukaan
preputium, “basah” di bawah preputium dan perbedaan microbiome,
literatur masih tidak meyakinkan.
Pembahasan
Lebih dari 75% dilaporkan melakukan sirkumsisi secara tradisional
ditemukan praktik sirkumsisi tradisional  faktor risiko untuk HIV, tetapi
hal ini tidak signifikan secara statistik

Bailey et al.  sirkumsisi tradisional  penyembuhan yang lebih lambat,


pembengkakan yang lebih berat, laserasi, dan jaringan parut dibandingkan
dengan sirkumsisi medis

Hubungan seksual segera setelah sirkumsisi dan sebelum penyembuhan luka


lengkap dapat mengurangi manfaat sirkumsisi laki-laki dan meningkatkan
penyebaran HIV.
Keterbatasan
1. Penelitian ini didasarkan pada data cross-sectional dan peneliti tidak dapat
menentukan temporalitas sirkumsisi terhadap infeksi HIV.

2. Desain retrospektif observasional dari penelitian ini membatasi


kemampuan peneliti untuk mengontrol faktor pembaur secara rinci seperti
perilaku seksual.
3. Jumlah peserta laki-laki dalam survei membatasi model logistik untuk
memasukkan hanya variabel sosio-demografis dan perilaku berisiko terkait
untuk analisis univariat dan multivariat.

4. Bias recall atau keinginan sosial sehubungan dengan kapan dan di mana
sirkumsisi dilakukan dan adanya bias seleksi

5. Peneliti tidak dapat menilai apakah respon dipengaruhi oleh adanya


asisten peneliti laki-laki, teman sebaya, atau ketakutan akan stigmatisasi.
Kesimpulan
Kesimpulan

Sirkumsisi pada laki-laki sangat sering dilakukan di Guinea-Bissau, namun


terdapat variasi etnis dalam metode dan waktu sirkumsisi

Secara keseluruhan sirkumsisi bersifat protektif terhadap HIV, temuan ini


menunjukkan bahwa faktor seperti sirkumsisi tradisional dan perilaku
seksual dapat meningkatkan risiko infeksi HIV.

Faktor etnis, metodologis dan temporal terus memainkan peran yang tidak
jelas dalam hubungan antara sirkumsisi dan HIV.

Hubungan yang kompleks ini memerlukan penelitian lebih lanjut, termasuk


analisis faktor risiko yang berkaitan dengan sirkumsisi pada pria
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai