Anda di halaman 1dari 21

BIOETANOL

ANDIKA PRATAMA SUTISNA


11-2012-024
Apa itu Bioethanol ?
• Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber

karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Bahan Baku bioethanol adalah :

1. Nira bergula (sukrosa): nira tebu, nira nipah, nira sorgum manis, nira kelapa, nira

aren, nira siwalan, sari-buah mete

2. Bahan berpati: a.l. tepung-tepung sorgum biji (jagung cantel), sagu,

singkong/gaplek, ubi jalar, ganyong, garut, umbi dahlia.

3. Bahan berselulosa (selulosa):kayu, jerami, batang pisang, bagas, dll.

• Sebagai bahan bakar substitusi BBM pada motor berbahan bakar bensin; digunakan

dalam bentuk neat 100% (B100) atau diblending dengan premium (EXX)

• Gasohol s/d E10 bisa digunakan langsung pada mobil bensin biasa (tanpa

mengharuskan mesin dimodifikasi).


Kenapa Harus Singkong ?
• Bahan baku tersebut merupakan tanaman
pangan yang biasa ditanam rakyat hampir di
seluruh wilayah Indonesia, sehingga jenis
tanaman tersebut merupakan tanaman yang
potensial untuk dipertimbangkan sebagai
sumber bahan baku pembuatan bioethanol.
Dan juga murah karena penanaman dan
perawatan yang minim biaya.
Bagaimana Pembuatan Bioetanol ?
I. Persiapan Bahan Baku

Bahan baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai


tanaman, baik yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal
Tebu (sugarcane), gandum manis (sweet sorghum) atau yang menghasilkan
tepung seperti jagung (corn), singkong (cassava) dan gandum (grain
sorghum) disamping bahan lainnya. Persiapan bahan baku beragam
bergantung pada jenis bahan bakunya, sebagai contoh kami menggunakan
bahan baku Singkong (ubi kayu). Singkong yang telah dikupas dan
dibersihkan dihancurkan untuk memecahkan susunan tepungnya agar bisa
berinteraksi dengan air secara baik.
Penghancuran Bahan baku Pemasakan Bahan baku
II. Liquifikasi dan Sakarifikasi

Kandungan karbohidrat berupa tepung atau pati pada bahan baku singkong dikonversi
menjadi gula komplex menggunakan Enzym Alfa Amylase melalui proses pemanasan
(pemasakan) pada suhu 90 derajat celcius (hidrolisis). Pada kondisi ini tepung akan
mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly). Pada kondisi optimum Enzym Alfa Amylase
bekerja memecahkan struktur tepung secara kimia menjadi gula komplex (dextrin). Proses
Liquifikasi selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses berubah menjadi
lebih cair seperti sup. Sedangkan proses Sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula
sederhana) melibatkan tahapan sebagai berikut :

-Pendinginan bubur sampai mencapai suhu optimum Enzym Glukosa Amylase bekerja.
-Pengaturan pH optimum enzim.
-Penambahan Enzym Glukosa Amilase secara tepat dan mempertahankan pH serta temperatur
pada suhu 60 derajat celcius hingga proses Sakarifikasi selesai (dilakukan dengan melakukan
pengetesan kadar gula sederhana yang dihasilkan).
Liquefikasi dan Sakarifikasi
III. Fermentasi

Pada tahap ini, tepung telah telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan

sebagian fruktosa) dengan kadar gula berkisar antara 5 hingga 12 %. Tahapan

selanjutnya adalah mencampurkan ragi (yeast) pada cairan bahan baku tersebut dan

mendiamkannya dalam wadah tertutup (fermentor) pada kisaran suhu optimum 27 s/d

32 derajat celcius selama kurun waktu 5 hingga 7 hari (fermentasi secara anaerob).

Keseluruhan proses membutuhkan ketelitian agar bahan baku tidak terkontaminasi

oleh mikroba lainnya. Dengan kata lain,dari persiapan baku,liquifikasi,sakarifikasi,hingga

fermentasi harus pada kondisi bebas kontaminan. Selama proses fermentasi akan

menghasilkan cairan etanol/alkohol dan CO2.

Hasil dari fermentasi berupa cairan mengandung alkohol/ethanol berkadar rendah

antara 7 hingga 10 % (biasa disebut cairan Beer). Pada kadar ethanol max 10 % ragi

menjadi tidak aktif lagi,karena kelebihan alkohol akan beakibat racun bagi ragi itu

sendiri dan mematikan aktifitasnya


Fermentasi bahan baku bioethanol
IV. Distilasi.

Distilasi atau lebih umum dikenal dengan istilah penyulingan dilakukan untuk memisahkan
alkohol dalam cairan beer hasil fermentasi. Dalam proses distilasi, pada suhu 78 derajat celcius
(setara dengan titik didih alkohol) ethanol akan menguap lebih dulu ketimbang air yang bertitik
didih 100 derajat celcius. Uap ethanol didalam distillator akan dialirkan kebagian kondensor
sehingga terkondensasi menjadi cairan ethanol. Kegiatan penyulingan ethanol merupakan bagian
terpenting dari keseluruhan proses produksi bioethanol. Dalam pelaksanaannya dibutuhkan
tenaga operator yang sudah menguasai teknik penyulingan ethanol. Selain operator, untuk
mendapatkan hasil penyulingan ethanol yang optimal dibutuhkan pemahaman tentang teknik
fermentasi dan peralatan distillator yang berkualitas.

Penyulingan ethanol dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara :

1. Penyulingan menggunakan teknik dan distillator tradisional (konvensional). Dengan cara ini
kadar ethanol yang dihasilkan hanya berkisar antara antara 20 s/d 30 %.

2. Penyulingan menggunakan teknik dan distillator model kolom reflux (bertingkat). Dengan cara
dan distillator ini kadar ethanol yang dihasilkan mampu mencapai 60-90 % melalui 2 (dua)
tahapan penyulingan.
V. Dehidrasi
Hasil penyulingan berupa ethanol berkadar 95 % belum dapat larut
dalam bahan bakar bensin. Untuk substitusi BBM diperlukan
ethanol berkadar 99,6-99,8 % atau disebut ethanol kering. Untuk
pemurnian ethanol 95 % diperlukan proses dehidrasi (distilasi
absorbent) menggunakan beberapa cara,antara lain : 1. Cara Kimia
dengan menggunakan batu gamping 2. Cara Fisika ditempuh melalui
proses penyerapan menggunakan Zeolit Sintetis. Hasil dehidrasi
berupa ethanol berkadar 99,6-99,8 % sehingga dapat dikatagorikan
sebagai Full Grade Ethanol (FGE),barulah layak digunakan sebagai
bahan bakar motor sesuai standar Pertamina. Alat yang digunakan
pada proses pemurnian ini disebut Dehidrator.
Proses penyulingan ethanol dengan
alat konvensional

Penyulingan (distilasi) ethanol


menggunakan distillator model
kolom reflux
Cairan ethanol dari proses
distilasi

Bioethanol kadar 95-96 % (alkohol teknis)


Pengukuran kadar ethanol (alkohol)
V. Hasil samping penyulingan ethanol.
Akhir proses penyulingan (distilasi) ethanol
menghasilkan limbah padat (sludge) dan cair
(vinase). Untuk meminimalisir efek terhadap
pencemaran lingkungan, limbah padat dengan
proses tertentu dirubah menjadi pupuk
kalium,bahan pembuatan biogas,kompos,bahan
dasar obat nyamuk bakar dan pakan ternak.
Sedangkan limbah cair diproses menjadi pupuk
cair. Dengan demikian produsen bioethanol tidak
perlu khawatir tentang isu berkaitan dengan
dampak lingkungan.
Limbah padat (sludge)

Limbah cair (Vinase)


Kualitas udara di sekitar Pabrik Etanol,
baunya akan mengusir orang-orang dari
Manusia danau. Kuantitas air yang dibutuhkan
untuk mengoperasikan Pabrik Etanol, ini
akan menyedot semua air di daerah
lokasi pabrik

Sebenarnya pada proses produksi


bioetanol terdapatlimbah, yaitu limbah
cair dan limbah padat yangberguna
Tumbuhan
untuk pupuk organik. Karena berasal
daribiomassa, limbah bioetanol baik cair
maupun padat mengandung bahan
organic yang dibutuhkan oleh tanaman.
Etanol adalah bahan bakar yang jika dibakar
dengan oksigen maka akan menghasilkan
karbondioksida, air, dan aldehida. Bensin
sendiri menghasilkan 2,44 kg CO2 per liter
Alam dan etanol 1,94 kg/liter.[63] Karena energi
yang dihasilkan oleh etanolhanya 2/3 energi
yang dihasilkan bensin, maka etanol
menghasilkan CO2 19% lebih banyak dari
pada bensin dengan energi yang sama.
Pabrik ethanol juga memproduksi
nitrogen terkait partikel yang dapat
meresap ke dalam sungai terdekat dan
menemukan jalan mereka ke lautan.
Setelah di sumber air, ini pupuk kuat
berinteraksi dengan organism sudah di
Hewan air, yang dapat menyebabkan banjir tiba-
tiba pertumbuhan alga diikuti oleh
ganggang mati-kembali. Hal ini
menciptakan daerah air sangat rendah
oksigen bahwa banyak jenis kehidupan
laut tidak bisa bertahan hidup di sana,
seperti yang terlihat pada hipoksia dari
Teluk Zona Mati Meksiko.
Daftar Pustaka
• http://id.answers.yahoo.com/question/index?
qid=20101021030707AAKaafC
Tahap 1
• Pilihlah Bahan Baku Singkong
Tidak semua singkong dapat di produksi menjadi Bioetanol. Jenis
singkong yang digunakan ialah singkong hibrida yang merupakan hasil
penyilangan antara singkong karet dan singkong biasa. Selain singkong
hibrida, jenis singkong lain yang dapat digunakan untuk produksi bioetanol
ialah singkong pahit atau singkong racun. Singkong ini disebut pahit atau
racun karena tingginya kadar racun sianida yang terdapat didalamnya,
terutama pada bagian umbi. Setiap jenis singkong memang mengandung
senyawa sianida, hanya kadarnya yang berbeda-beda. Pada singkong pahit,
kadar racunnya hampir 50 kali lipat dibandingkan dengan singkong yang
biasa dikonsumsi masyarakat. Tingginya kadar racun sianida yang terdapat
pada umbi singkong pahit menyebabkan kurang dimanfaatkan sebagai
bahan untuk dikonsumsi. Oleh karen itu, singkong pahit memiliki peluang
yang sangat besar untuk diolah menjadi bioetanol karena selain tidak
dikonsumsi masyarakat mempunyai kadar pati yang tidak kalah tinggi
dibandingkan dengan singkong biasa.

Anda mungkin juga menyukai