1. Nira bergula (sukrosa): nira tebu, nira nipah, nira sorgum manis, nira kelapa, nira
• Sebagai bahan bakar substitusi BBM pada motor berbahan bakar bensin; digunakan
dalam bentuk neat 100% (B100) atau diblending dengan premium (EXX)
• Gasohol s/d E10 bisa digunakan langsung pada mobil bensin biasa (tanpa
Kandungan karbohidrat berupa tepung atau pati pada bahan baku singkong dikonversi
menjadi gula komplex menggunakan Enzym Alfa Amylase melalui proses pemanasan
(pemasakan) pada suhu 90 derajat celcius (hidrolisis). Pada kondisi ini tepung akan
mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly). Pada kondisi optimum Enzym Alfa Amylase
bekerja memecahkan struktur tepung secara kimia menjadi gula komplex (dextrin). Proses
Liquifikasi selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses berubah menjadi
lebih cair seperti sup. Sedangkan proses Sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula
sederhana) melibatkan tahapan sebagai berikut :
-Pendinginan bubur sampai mencapai suhu optimum Enzym Glukosa Amylase bekerja.
-Pengaturan pH optimum enzim.
-Penambahan Enzym Glukosa Amilase secara tepat dan mempertahankan pH serta temperatur
pada suhu 60 derajat celcius hingga proses Sakarifikasi selesai (dilakukan dengan melakukan
pengetesan kadar gula sederhana yang dihasilkan).
Liquefikasi dan Sakarifikasi
III. Fermentasi
Pada tahap ini, tepung telah telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan
selanjutnya adalah mencampurkan ragi (yeast) pada cairan bahan baku tersebut dan
mendiamkannya dalam wadah tertutup (fermentor) pada kisaran suhu optimum 27 s/d
32 derajat celcius selama kurun waktu 5 hingga 7 hari (fermentasi secara anaerob).
fermentasi harus pada kondisi bebas kontaminan. Selama proses fermentasi akan
antara 7 hingga 10 % (biasa disebut cairan Beer). Pada kadar ethanol max 10 % ragi
menjadi tidak aktif lagi,karena kelebihan alkohol akan beakibat racun bagi ragi itu
Distilasi atau lebih umum dikenal dengan istilah penyulingan dilakukan untuk memisahkan
alkohol dalam cairan beer hasil fermentasi. Dalam proses distilasi, pada suhu 78 derajat celcius
(setara dengan titik didih alkohol) ethanol akan menguap lebih dulu ketimbang air yang bertitik
didih 100 derajat celcius. Uap ethanol didalam distillator akan dialirkan kebagian kondensor
sehingga terkondensasi menjadi cairan ethanol. Kegiatan penyulingan ethanol merupakan bagian
terpenting dari keseluruhan proses produksi bioethanol. Dalam pelaksanaannya dibutuhkan
tenaga operator yang sudah menguasai teknik penyulingan ethanol. Selain operator, untuk
mendapatkan hasil penyulingan ethanol yang optimal dibutuhkan pemahaman tentang teknik
fermentasi dan peralatan distillator yang berkualitas.
1. Penyulingan menggunakan teknik dan distillator tradisional (konvensional). Dengan cara ini
kadar ethanol yang dihasilkan hanya berkisar antara antara 20 s/d 30 %.
2. Penyulingan menggunakan teknik dan distillator model kolom reflux (bertingkat). Dengan cara
dan distillator ini kadar ethanol yang dihasilkan mampu mencapai 60-90 % melalui 2 (dua)
tahapan penyulingan.
V. Dehidrasi
Hasil penyulingan berupa ethanol berkadar 95 % belum dapat larut
dalam bahan bakar bensin. Untuk substitusi BBM diperlukan
ethanol berkadar 99,6-99,8 % atau disebut ethanol kering. Untuk
pemurnian ethanol 95 % diperlukan proses dehidrasi (distilasi
absorbent) menggunakan beberapa cara,antara lain : 1. Cara Kimia
dengan menggunakan batu gamping 2. Cara Fisika ditempuh melalui
proses penyerapan menggunakan Zeolit Sintetis. Hasil dehidrasi
berupa ethanol berkadar 99,6-99,8 % sehingga dapat dikatagorikan
sebagai Full Grade Ethanol (FGE),barulah layak digunakan sebagai
bahan bakar motor sesuai standar Pertamina. Alat yang digunakan
pada proses pemurnian ini disebut Dehidrator.
Proses penyulingan ethanol dengan
alat konvensional