Anda di halaman 1dari 18

PEMICU 5 HUMANIORA

ALIFKA VADYA MASYITA


405170027
Definisi Euthanasia

◦ Euthanasia berasal dari kata “eu” yang berarti baik dan


“tanathus” artinya mati.

◦ Euthanasia : mengakhiri hidup seseorang dengan cara yang


mudah dan tanpa rasa sakit.

◦ Euthanasia sering juga disebut dengan istilah mercy killing atau


mati dengan cara tenang.
Berdasarkan definisi yang ada maka
euthanasia mencakup :
1. Kematian dengan cara memasukkan obat dengan
atau tanpa permintaan dari pasien.
2. Keputusan untuk menghentikan perawatan yang
dapat memperpanjang hidup pasien dengan
tujuan mempercepat kematiannya.
3. Penanggulangan rasa sakit dengan cara
memasukkan obat bius dalam dosis besar dengan
mempertimbangkan resiko kematian tetapi tanpa
ada niatan eksplisit unntuk menimbulkan kematian
pada pasien.
4. Pemberian obat bius dalam jumlah overdosis atau
penyuntikan cairan yang mematikan dengan
tuujuan mengakhiri hidup pasien.
Jenis-jenis Euthanasia

1) Euthanasia aktif
 Suatu tindakan mempercepat kematian, baik dengan
memberikan suntikan ataupun melepaskan alat-alat
pembantu medik, seperti melepaskan zat asam, melepas alat
alat pemacu jantung dll.

2) Euthanasia pasif
 Suatu tindakan membiarkan pasien/penderita yang dalam
keadaan tidak sadar, karena berdasarkan pengalaman
maupun ukuran medis tidak ada harapan hidup, atau tanda-
tanda kehidupan tidak terdapat lagi pada pasien tersebut.
3) Euthanasia sukarela
 mempercepat kematian atas persetujuan atau permintaan
pasien. Adakalanya permintaan tersebut tidak perlu dibuktikan
dengan bukti secara tertulis, selama ada saksi sebagai bukti
lain.

4) Euthanasia tidak sukarela (involuntary)


 yakni mempercepat kematian tanpa persetujuan atau
permintaan pasien. Bahkan bisa jadi bertentangan dengan
kehendak pasien.

5) Euthanasia nonvoluntary
 yakni mempercepat kematian atas sesuai dengan keinginan
pasien yang disampaikan melalui pihak ketiga, misalnya
keluarga, atau atas keputusan pemerintah. Biasanya terjadi
pada kasus penderita penyakit menular.
Pandangan Agama tentang
euthanasia
◦ Allah SWT berfirman :
“Dan sesungguhnya benar-benar Kami-lah yang menghidupkan
dan mematikan dan Kami (pulalah) yang mewarisi.”
(QS. Al-Hijr, 15 : 23)

“Dan bahwasanya Dia-lah (Allah) yang mematikan dan


menghidupkan.” (QS. Al-Najm, 53 : 44)

“Dan dalam qishas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup


bagimu, hai orang-orang yang berakal supaya kamu
bertakwa.” (QS. Al-Baqarah, 2 : 19)
Melihat maksud dan tujuannya, pembunuhan
yang dibolehkan oleh syariat islam dapat
dirumuskan dalam tiga segi :

1) Segi pelaksanaan perintah atau kewajiban, seperti


pelaksaan hukuman mati oleh algojoatas perintah
pengadilan/hakim.
2) Segi pelaksanaan hak, yang meliputi hak wali si
korban untuk melaksanakan qishash. Hak
penguasa untuk menghukum bunuh
perampok/pengganggu stabilitas keamanan.
3) Segi pembelaan, baik terhadap diri, kehormatan,
maupun terhadap harta benda.
Dari tiga segi pembunuhan yang dibolehkan yang
dikemukakan oleh Prof. Mahmud Syaltut di atas,
euthanasia tidak termasuk di dalamnya. Dengan
demikian euthanasia aktif jelas dilarang oleh islam.
◦ “Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil,
bahwa : barangsiapa yang membunuh seorang manusia,
bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan
karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan
dia telah membunuh manusia seluruhnya dan barangsiapa
yang memelihara kehidupan manusia, Maka seolah-olah dia
telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan
sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami
dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas,
kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-
sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka
bumi.” (QS. Al-Maidah, 5 : 32)
Pandangan Agama tentang Embrio

◦ Keputusan Menteri Kesehatan No.72/Menkes/Per/II/1999


tentang Penyelenggaraan Teknologi Reproduksi Buatan :
1) Pelayanan teknik reprodukasi buatan hanya dapat dilakukan
dengan sel sperma dan sel telur pasangan suami-istri yang
bersangkutan
2) Pelayanan reproduksi buatan merupakan bagian dari
pelayanan infertilitas, sehingga kerangka pelayannya
merupakan bagian dari pengelolaan pelayanan infertilitas
secara keseluruhan
3) Embrio yang dipindahkan ke rahim istri dalam satu waktu tidak
lebih dari 3, boleh dipindahkan 4 embrio dalam keadaan:
◦ dilarang melakukan surogasi dalam bentuk apapun,
◦ dilarang melakukan jual beli spermatozoa, ova atau embrio,
◦ dilarang menghasilkan embrio manusia semata-mata untuk
penelitian, penelitian atau sejenisnya terhadap embrio manusia
hanya dapat dilakukan apabila tujuannya telah dirumuskan
dengan sangat jelas,
◦ dilarang melakukan penelitian dengan atau pada embrio manusia
dengan usia lebih dari 14 hari setelah fertilisasi,
◦ sel telur yang telah dibuahi oleh spermatozoa manusia tidak boleh
dibiakkan in-vitro lebih dari 14 hari (tidak termasuk waktu simpan
beku),
◦ dilarang melakukan penelitian atau eksperimen terhadap atau
menggunakan sel ova, spermatozoa atau embrio tanpa seijin dari
siapa sel ova atau spermatozoa itu berasal,
◦ dilarang melakukan fertilisasi trans-spesies, kecuali fertilisasi trans-
spesies tersebut diakui sebagai cara untuk mengatasi atau
mendiagnosis infertilitas pada manusia. Setiap hybrid yang terjadi
akibat fertilisasi trans-spesies harus diakhiri pertumbuhannya pada
tahap 2 sel
◦ Berdasarkan kajian agama, dalam hal ini adalah menurut
pandangan Islam. Di dalam Alquran, Surah Al Mu’minum ayat
12-14 dijelaskan bagaimana manusia diciptakan.
◦ “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia itu dari
suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan
saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh
(rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah,
lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan
segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kamudian Kami
jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah
Allah , Pencipta Yang Paling Baik.” (QS. Al Mu’minuun (23) : 12-
14).
Syarat melakukan euthanasia

1. Kondisi pasien. Kondisi ini dapat diklasifikasikan pada beberapa


kondisi yakni :
- Ketidakmampuan pasien untuk bertahan terhadap
penderitaan, yakni ketidakmampuan untuk mengatasi rasa sakit
akibat penyakit berat, rasa sakit yang luar biasa dan ketakutan
terhadap cacat
- Kekhawatiran pasien terhadap beban ekonomi yang tinggi dari
biaya pengobatan karena untuk penyakit- penyakit yang sulit
disembuhkan biaya pengobatannya sangat tinggi, bahkan
tidak terjangkau oleh kalangan masyarakat bawah. Bila
perawatan terus dibiarkan, maka biaya semakin berat
ditanggung oleh pihak keluarga, sementara harapan untuk
sembuh atau hidup pasien sangat tipis, bahkan tidak ada.
- Ketakutan pasien terhadap derita menjelang kematian, karena beban
derita fisik dan psikologis sangat berat, sehingga ada kesan bahwa proses
menuju mati akan sangat sulit dan menyakitkan. Bila ini dibiarkan, maka
diasumsikan bisa terjadi gangguan jiwa pasien.

2. Situasi tenaga medis. Terjadinya tindakan euthanasia bisa juga didasari


oleh situasi tenaga medis yaitu :
 Tenaga medis memandang proses pengobatan sudah tidak efektif, yakni
sudah melalui proses pengobatan dalam jangka waktu lama, tetapi
kondisi pasien belum menunjukan perubahan. Hal ini dilakukan dengan
hati-hati untuk menghindari mal praktek yang bisa dituduhkan kepada
tenaga medis.

 Perasaan kasihan terhadap penderitaan pasien, biasanya muncul dari


pihak keluarga, mengingat kondisi pasien yang sulit diobati, kondisinya
akan sangat menyedihkan dan mengingat pula penderitaan luar biasa
yang akan dialami oleh pasien dalam jangka waktu yang panjang.
 Tenaga medis mengabulkan permintaan pasien atau keluarga
untuk menghentikan pengobatan, penghentian ini dilakukan
karena tenaga medis memiliki pandangan bahwa pihak
keluarga sudah tidak bisa lagi bersabar atas waktu pengobatan
yang lama.
HUKUM
Secara yuridis formal dalam hukum pidana positif
indonesia hanya dikenal satu bentuk euthanasia,
yaitu euthanasia yang dilakukan atas dasar
permintaan pasien/korban itu sendiri (voluntary
euthanasia) sebagaimana secara eksplisit diatur
dalam pasal 344 KUHP. Pasal 344 KUHP secara tegas
menyatakan : “Barang siapa merampas nyawa
orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang
jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati
diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun”
Peran Hukum di Indonesia tentang
Euthanasia
Dalam Pasal 338 KUHP. “Barang siapa denan sengaja
menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena pembunuhan,
dengan hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun”

Pasal 340 KUHP. “Barang siapa sengaja dan dengan direncanakan


lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena
pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau
penjara seumur hidup, atau penjara sementara selama-lamanya 20
tahun”

Pasal 344 KUHP. “Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas
permintaan orang itu sendiri yang disebutkan dengan nyata dan
sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun”

Anda mungkin juga menyukai