Emergensi dan
Rawat Intensif Anak
INDRA IHSAN
•
Keracunan Keracunan
zat kaustik makanan
Gigitan ular
Inhalasi asap berbisa
Rute zat toksik masuk ke tubuh
Saluran cerna (tertelan)
Mata
Topikal / dermal
Gigitan binatang berbisa
(envenomasi)
Inhalasi
Transplasenta
Patofisiologi
Pendekatan Klinis Keracunan
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Manifestasi dermatologis dan bau
4. Evaluasi laboratoris
1. Anamnesis
• Singkat dan terfokus, dilakukan segera setelah perwatan
suportif
• Sering kali riwayat paparan tidak jelas
• Kecurigaan keracunan pada anak harus dicurigai apabila :
– awitan akut
– Usia antara 1-5 thn atau remaja
– riwayat pika
– stress lingkungan ( konflik keluarga)
– perubahan kesadaran yang signifikan
– Gambaran klinis yang membingungkan
• Anamnesis dapat diperoleh dari anggota keluarga, saksi di
TKP, teman atau penolong
• Sering kali pasien tidak didampingi oleh siapapun
• Informasi yang dapat membantu : benda yang ada didekat
pasien
• Anamnesis harus mencakup
– Hal yang berhubungan dengan racun : jenis, jumlah,
dosis, waktu terjadinya keracunan
– kecelakaan atau disengaja
– Riwayat pengobatan yang diterima saat ini
– Riwayat medis masa lalu (percobaan bunuh diri, alergi
obat, situasi keluarga dan pergaulan sosial)
– Child abuse harus dipertimbangkan apabila informasi
dari orangtua tidak konsisten
2. Pemeriksaan Fisik
• Perhatian utama pemeriksaan fisik
dimulai dari tanda vital
• Selanjutnya
– SSP dan otonom
– Mata
– Perubahan pada kulit dan/atau
mukosa mulut dan saluran cerna
– bau nafas dan pakaian korban
Toxidorme
• Tanda dan gejala yang dapat mengarahkan
kecurigaan pada golongan racun tertentu
• Toxidorme klasik dikelompokan dalam 5
kategori
– Sindrom simpatomimetik
– Kolinergik
– Antikolinergik
– Opiod
– Sedatif
Sindroma Gejala/tanda Etiologi
Manifestasi
Antikolinergik
Klinis Toxidorme
Agitasi, takipnoe, takikardi, hipertermi,
penglihatan kabur, pupil dilatasi, retensi
Atropin, difenhidramin,
skopolamin
urin, bising usus menurun, kulit merah dan
kering
Kolinergik Perubahan status mental, takipnoe, Organofosfat,
bronkospasme, bradikardi atau takikardi, karbamat, jamur
salivasi, miosis, poliuria, defekasi, emesis,
lakrimasi, kejang, diaforesis
Neurologis
Dekontaminasi mata
• Bunga kecubung
• Bahan aktif : (Atropine,
Hyoscyamine,
Scopolamine)
• Efek : antikolinergik
• Antidotum : fisostigmin
dan antipsikotik
4. Gigitan Ular
Ular berbisa di indonesia
• Eliminasi : tidak ada
• Antidotum : Serum anti bisa ular monovalen
(crofab antivenin) atau polivalen
• Di indonesia : polivalen
yang berasal dari plasma kuda yang dikebalkan
terhadap bisa ular yang mempunyai efek
neurotoksik (ular jenis Naja sputatrix - ular
kobra, Bungarus fasciatus - ular belang)
dan hemotoksik (ular Ankystrodon
rhodostoma-ular tanah) yang kebanyakan ada
di Indonesia
Komposisi
Tiap ml dapat menetralisasi
• 10 - 15 LD50 bisa ular tanah (Ankystrodon
rhodostoma)
• 25 - 50 LD50 bisa ular belang (Bungarus fasciatus)
• 25 - 50 LD50 bisa ular kobra (Naja sputatrix)
• Dan mengandung fenol 0,25% v/v
Dosis dan Cara Pemberian
Dosis yang tepat sulit untuk ditentukan karena
tergantung dari jumlah bisa ular yang masuk.
Dosis pertama sebanyak 2 vial @ 5 ml sebagai
larutan 2% dalam garam faali dapat diberikan sebagai
infus dengan kecepatan 40-80 tetes per menit,
kemudian diulang setelah 6 jam. Apabila diperlukan
(misalnya gejala-gejala
tidak berkurang atau bertambah) anti serum dapat
terus diberikan setiap 24 jam sampai maksimum (80-
100 ml).
Dosis anti serum untuk anak-anak sama atau lebih
besar daripada dosis untuk orang dewasa.
TERIMAKASIH