Anda di halaman 1dari 39

Kelompok 1

OKUPASI
Penyakit Paru Akibat Kerja
Penyakit Paru Akibat Kerja

Penyakit paru akibat kerja adalah semua


kelainan/penyakit paru yang disebabkan oleh
pekerjaan dan atau lingkungan kerja. Penyakit paru
dapat berupa peradangan, penimbunan debu, fibrosis,
tumor, dan lain sebagainya
IRITASI SALURAN NAPAS
ATAS
Macam-macam Debu
Dari macamnya debu dikelompokan ke dalam:
a. Debu Organik (debu kapas, debu daun daunan,
tembakau dan sebagainya).
b. Debu Mineral (merupakan senyawa komplek : SiO2,
SiO3, arang batu dll) dan
c. Debu Metal (Debu yang mengandung unsur logam:
Pb, Hg, Cd, Arsen, dll).
Penyakit Paru Kerja Yang Disebabkan oleh
Debu
Silikosis
Anthrakosilikosis
Asbestosis
Berryliosis
Byssinosis
Pengendalian/pencegahan
a. Terhadap sumbernya
Pengontrolan debu di ruang kerja terhadap sumbernya antara lain :
1) Isolasi sumber agar tidak mngeluarkan debu di ruang kerja dengan “ Local
Exhauster” atau Dengan melengkapi Water Sprayer pada cerobong asap
2) Subtitusi alat yang mengeluarkan debu dengan yang tidak mengeluarkan
debu.
b. Pencegahan terhadap transmisi
1) Memakai metoda basah yaitu, penyiraman lantai, pengeboran basah, (Wet
Drilling)
2) Dengan alat (Scrubber, Electropresipitator, Ventilasi Umum)
c. Pencegahan terhap tenaga kerjanya
Antara lain menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) dengan menggunakan
masker.
Gas-Gas Iritan

Oksida sulfur dan partikulat


Sifat iritasi terhadap saluran pernafasan, menyebabkan SO2 dan partikula
dapat membengkaknya membran mukosa dan pembentukan mukosa dapat
meningkatnya hambatan aliran udara pada saluran pernafasan
Oksida Nitrogen
kadar NO2 sebsar 250 μg/m3 dan 500 μg/m3 dapat
mengganggu fungsi saluran pernafasan pada penderita asma dan orang sehat
Ozon dan oksida lainnya
kadar 200-500 μg/m³ dalam waktu singkat dapat merusak fungsi paru-paru
anak,meningkat frekwensi serangan asma dan iritasi mata
Hidrogen sulfida
digolongkan kedalam asphyxiant karena efek utamanya adalah
melumpuhkan pusat pernafasan
GANGGUAN JALAN NAPAS
ASMA AKIBAT KERJA

Definisi
Definisi asma akibat kerja adalah adanya gangguan
aliran udara pernafasan dan hiperreaktivitas bronkus
akibat agent (polutan) spesifik di tempat kerja dan
bukan di luar tempat kerja.
Patofisiologi
Iritasi langsung
Alergi
Farmakologik
Diagnosis
Diagnosis asma akibat kerja pada prinsipnya adalah
menghubungkan gejala klinis asma dengan lingkungan kerja
oleh karenanya dibutuhkan suatu anamnesis yang baik dan
pemeriksaan penunjang yang tepat.
Faktor Prediposisi
Faktor predisposisi asma akibat kerja adalah atopi dan
merokok.
Penatalaksanaan
pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemakaian alat
pelindung, pemantauan polutan di udara lingkungan kerja
Bila telah terjadi asma akibat kerja, maka pemindahan ke luar
lingkungan kerja.
Evaluasi fungsi paru secara berkala pada pekerja yang sudah
menderita asma akibat kerja diperlukan untuk mencegah
kecacatan.
BRONKITIS KRONIK

Bronkitis kronik timbul sebagai akibat dari adanya


pajanan terhadap agent infeksi maupun non-infeksi
(terutama rokok tembakau).
Agen infeksi yaitu virus dan bakteri seperti
stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, dan
haemophilus influenzae.
Agen non-infeksi masuk ke dalam tubuh melalui jalur
inhalasi. Agen non-infeksi seperti polusi udara
terinhalasi ketika pekerja sedang beraktifitas di
lingkungan kerjanya.
Gejala Klinik
Batuk produktif
Sesak napas
Suara nafas mendecit

 Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan wawancara pada penderita atau pekerja
mengenai riwayat pekerjaan, pajanan, dan riwayat penyakit
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan melihat tanda-tanda yang
umum seperti batuk yang retentif, suara napas yang mendecit, dan
juga cyanosis di bagian lidah dan membran mukosa akibat pengaruh
sekunder polisitemia.
Evaluasi laboratorium
 Tes darah CBC (complete blood count)
 Radiografi dada
Promosi Kesehatan Kerja terhadap Penyakit
Bronkitis Kronis
Menurut Ottawa Charter WHO 1986, promosi
kesehatan terdiri atas
1. Build healthy public policy
2. Create supportive environment
3. Strengthen community skills
4. Develop personal skills
5. Reorient health service
Pencegahan

a. Menghindari merokok.
b. Menghindari iritan, seperti polusi udara, fume, dan lain-lain.
c. Menghindari terkena infeksi saluran respirasi.
d. Mengurangi pajanan dengan teknik-teknik pengendalian
industrial higiene, yaitu eliminasi, subtitusi, engineering
control, administrative control, APD, dan sebagainya.
e. Melakukan surveilens kesehatan dengan pembagian
kuesioner secara periodik. Hal inisangat direkomendasikan
pada para pekerja yang berisiko bronkitis kronik
 Pengobatan
Karena merokok merupakan penyebab utama bronkitis
kronis, maka langkah penting yang harus diambil adalah
keluar dari kebiasaan merokok tersebut.
Bisinosis
Bisinosis adalah gejala saluran napas serupa asma
dalam berbagai derajat yang disebabkan oleh pajanan
terhadap serat kapas. Oleh karena gejala awal bisinosis
terjadi pada hari kerja pertama yang biasanya hari
Senin, bisinosis disebut juga Monday morning fever
atau Monday moning chest tightness atau Monday
morning asthma.
Tingkatan penyakit Byssinosis
No Tingkatan Indikasi

1. Tingkat 0 Tidak ada gejala-gejala

2 Tingkat ½ Kadang-kadang berat dada dan sesak napas


pada hari senin atau rangsangan-
rangsangan pada hari senin

3. Tingkat 1 Berat dada atau sesak napas pada hari


senin pada setiap minggu

4. Tingkat 2 Berat dada atau sesak napas pada hari


senin atau hari-hari lainnya

5. Tingkat 3 Bisinosis atau cacat paru


Gejala klinis
Gambaran klinis bisinosis ditandai dengan gejala
berupa, rasa berat dan sempit di dada (Chest
Tightness), batuk dan sesak napas saat hari pertama
kembali masuk kerja setelah istirahat akhir pekan.
Gejala yang timbul seperti batuk kering Mill Fever,
Weafer Cough bisa terjadi sendiri-sendiri atau
bersamaan.
Kriteria diagnosis
Occupational Safety and Health Administraton
(OSHA), melaporkan pajanan debu kapas yang dapat
menimbulkan penurunan VE1 setelah perubahan
waktu kerja sebesar 5% atau 200mL, meupakan
dugaan kuat terjadinya Bisinosis.
Pengobatan
Pengobatan yang diberikan pada penderita bisinosis
adalah Bronkodilator untuk mengatasi bronkospasme,
apabila kelainannya berlanjut menjadi bronchitis dan
efisema, maka penatalaksanaan yang diberikan seperti
penyakit paru Obstruktif pada umumnya.

pencegahan
control kadar debu dalam lingkungan
pemantauan medis agar bisinosis dan obstruktif saluran
napas dapat ditemukan dan dicegah secara dini
alat pelindung diri
pre-employment medical Check up
Peumonitis Hipersensitif
DEFINISI
Pneumonitis hipersensitif (PH) adl penyakit parenkim paru
yang disebabkan oleh reaksi imunologis, akibat pajanan dan
sensitisasi terhadap berbagai debu organik, misalnya produk
bakteri, jamur dan protein dari tanaman. Diisosianat yang
digunakan dalam produksi poliuretan, busa, plastik dapat
pula menimbulkan PH.
Pneumonitis hipersensitif disebut juga Extrinsic Allergic
Alveolitis.
Etiologi
Bahan organik
bakteri (thermophilic, Actinomycetes)
jamur (Aspergillus, Trichosporon cutaneum)
 protein serum (protein burung)
zat kimia (anhidrid, diisosianat)
zat-zat yang belum dapat diidentifikasi (debu kopi).
Gambaran klinis
Pneumonitis Hipersensitif
Akut
Sub akut
Kronik
Gambaran klinis akut
• Gejala sistemik dimulai 4-6 jam setelah pajanan.
• Gejala saluran napas dimulai 12-18 jam setelah
pajanan.
• Pada bentuk akut, penderita mengeluh seperti
serangan flu berupa panas, menggigil, nyeri otot, lesu,
sesak nafas, batuk, sakit kepala dan mual-mual.
• Pada pemeriksaan fisik didapatkan penderita demam,
takipneu, ronkhi halus difus di kedua basal paru.
Gambaran klinis sub akut
Penderita secara bertahap mengalami batuk, dyspneu,
anoreksi, dan penurunan berat badan yang
berlangsung beberapa hari sampai berminggu-
minggu, serta adanya riwayat serangan yang berulang
sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan sama seperti pada
bentuk akut tetapi kurang berat dan berlangsung lebih
lama.
Gambaran klinis kronik
Sesak napas progresif
Batuk non produktif
Lemah dan BB menurun
Kadang-kadang ada clubbing finger
Gambaran fibrosis paru
Pemeriksaan
1. Imaging Test
2. Chest X-Ray
3. Tes fungsi paru
4. Bronchoalveolar lavage
5. Transformasi limfosit pengujian in vitro
6. Biopsi paru-paru
1. Imaging Test
Tes Imaging biasanya diperoleh untuk pasien dengan
riwayat, tanda-tanda, dan gejala yang tepat dan
spesifik.
2. Chest X-Ray
• Tidak sensitif maupun spesifik untuk mendeteksi
penyakit.
• Sering normal pada pasien dengan bentuk akut dan
subakut.
• Pada bentuk kronis menunjukkan retikuler atau nodular
kekeruhan pada bagian atas lobus dengan pengurangan
volume paru dan honeycombing, mirip dengan fibrosis
paru idiopatik.
3. Tes fungsi paru (spirometri)
Gambaran restriktif
Kapasitas difusi menurun
4. Bronchoalveolar lavage
Hasil jarang spesifik untuk diagnosis tetapi sering
merupakan komponen penilaian diagnostik untuk
gejala-gejala pernapasan kronis dan kelainan fungsi
paru.
Leukositosis (terutama peningkatan neutrofil dan
eosinofil)
5. Transformasi limfosit pengujian in vitro

Transformasi limfosit pengujian in vitro merupakan


tes sensitisasi.

Tes dapat dilakukan pada darah perifer tetapi lebih


baik dilakukan pada cairan lavage bronkial.
6. Biopsi paru-paru
Infiltrat limfosit yang difus.
Granulomatosis
Fibrosis interstisial mungkin ada tetapi biasanya
ringan.
Penatalaksanaan
Menghindari alergen perangsang
Pemberian kortikosteroid
Pengendalian bahaya potensial di tempat kerja
Transplantasi paru-paru mungkin merupakan pilihan
pengobatan yang efektif bagi beberapa pasien.
Pneukomoniosis
Pneumokoniosis adalah suatu penyakit yang terjadi
akibat adanya sejumlah besar debu di dalam paru-
paru. Debu yang terhirup adalah debu di udara yang
pada proses inhalasi tertahan di paru-paru
Pneukomoniosis
Silikosis  pajanan silika
Pneumokoniosis batubara  batubara
Asbetosis  asbes
Beriliosis  berilium
Siderosis  besi
Penyakit Infeksi
Karena bakteri
-Karena Virus
-Karena Mycobacterium Tuberculosa
Paparan Bakteri akibat kerja
• Bakteri penyebab penyakit pada manusia yang bisa jadi paparan
beresiko tinggi pada pekerja antara lain:
• No. Nama bakteri Penyakit yang ditimbulkan
• 1. Salmonella typhosa Tifus
• 2. Shigella dysenteriae Disentri basiler
• 3 Vibrio comma Kolera
• 4. Haemophilus influenza Influensa
• 5. Diplococcus pneumoniae Pneumonia (radang paru-paru)
• 7. Clostridium tetani Tetanus
• 8. Neiseria meningitis Meningitis (radang selaput otak)
• 9. Neiseria Gonorrhaeae (kencing nanah)
• 10.Treponema pallidum Sifilis atau Lues atau raja singa
Infeksi akibat Paparan Virus
pekerja kesehatan,diantaranya penyakit penularan
HIV, HBV, dan HCV.
Infeksi Mycobacterium tubeculosa
 faktor resiko yang utama adalah pekerja kesehatan
di instalasi-instalasi rumah sakit, terutama yang
berhubungan langsung dengan pasien TB maupun
specimen laboratorium yang berhubungan dengan
pemeriksaan kuman Tuberkulosis

Anda mungkin juga menyukai