Anda di halaman 1dari 68

Pancasila Dalam Konteks Sejarah

Perjuangan Bangsa Indonesia


Materi Kuliah
•1. Pengantar
•2. Masa Kerajaan Sriwijaya
•3. Masa Kerajaan Majapahit
•4. Perjuangan Melawan Penjajahan
Pengantar
 Sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-
citanya berjalan berabad-abad dengan :
 bermacam-macam
 bertahap-tahap

 Sejarah ini dapat ditetapkan sebagai tonggak sejarah, melalui


berbagai peristiwa-peristiwa yang menonjol terutama yang
ada hubungannya dengan nilai-nilai perumusan Pancasila
 Diskusi : Asal Usul Nama Indonesia
Nilai-nilai Pancasila Pada Kejayaan Nasional Indonesia

 Menurut sejarah, kira-kira pada abad VII-XII, bangsa Indonesia telah


mendirikan kerajaan Sriwijaya di Sumetera Selatan dan kemudian
pada abad XIII-XVI didirikan pula kerajaan Majapahit di Jawa Timur.

 Kedua zaman itu merupakan tonggak sejarah bangsa Indonesia


karena bangsa Indonesia pada masa itu telah memenuhi syarat-
syarat sebagai suatu bangsa yang mempunyai negara.

 Kedua kerajaan itu telah merupakan negara-negara berdaulat,


bersatu, serta mempunyai wilayah yang meliputi seluruh nusantara
ini. Pada zaman kedua kerajaan itu telah mengalami kehidupan
masyarakat yang sejahtera.
Muhammad Yamin
 Berdirinya negara kebangsaan Republik Indonesia tidak dapat
dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan lama yang merupakan
warisan nenek moyang bangsa Indonesia.
 Negara kebangsaan Indonesia terbentuk melalui tiga tahap:
--- Pertama, zaman Sriwijaya di bawah wangsa Syailendra
(600-1400).
--- Kedua, negara kebangsaan zaman Majapahit (1293-1525).
Kedua tahap negara kebangsaan tersebut adalah negara
kebangsaan lama.
--- Ketiga, negara kebangsaan modern, yaitu negara Republik
Indonesia merdeka 17 Agustus 1945.
Masa Kerajaan Sriwijaya
 Berdiri di abad ke VII  kekuasaan Wangsa Syailendra.
 Bahasa  Melayu Kuno dan huruf Pallawa.
 Kerajaan Maritim  jalur perhubungan laut melalui selat
sunda dan selat malaka.
 Didirikan universitas agama Budha yang sudah dikenal di Asia.
Pelajar dari universitas ini dapat melanjutkan studi ke India,
banyak guru-guru tamu yang mengajar di sini dari India,
seperti Dharmakitri.
 Cita-cita negara kesejahteraan  tercermin dalam perkataan
“marvuat vannua Criwijaya Shiddhayatra Subhiksa” (suatu
cita-cita Negara yang adil dan makmur)
Pada hakikatnya nilai-nilai budaya bangsa semasa kejayaan Sriwijaya
telah menunjukkan nilai-nilai Pancasila, yaitu sebagai berikut :
1. Nilai sila pertama, terwujud dengan adanya umat agama Budha
dan Hindu hidup berdampingan secara damai. Pada kerajaan
Sriwijaya terdapat pusat kegiatan pembinaan dan pengembangan
agama Budha.
2. Nilai sila kedua, terjalinnya hubungan antara Sriwijaya dengan
India (Dinasti Harsha). Pengiriman para pemuda untuk belajar di
India. Telah tumbuh nilai-nilai politik luar negeri yang bebas dan
aktif.
3. Nilai sila ketiga, sebagai negara maritim, Sriwijaya telah
menerapkan konsep negara kepulauan sesuai dengan konsepsi
wawasan nusantara.
4. Nilai sila keempat, Sriwijaya telah memiliki kedaulatan yang sangat
luas meliputi (Indonesia sekarang) Siam, dan Semenanjung Melayu.
5. Nilai sila kelima, Sriwijaya menjadi pusat pelayanan dan
perdagangan, sehingga kehidupan rakyatnya sangat makmur.
Masa Kerajaan Majapahit
 Sebelum kerajaan Majapahit berdiri telah muncul kerajaan-
kerajaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur secara silih
berganti, yaitu kerajaan Kalingga (abad ke-VII), Sanjaya (abad
ke-VIII), Dharmawangsa (abad ke-X), dan Airlangga (abad ke-
XI)
 Didirikan candi Borobudur (candi agama Budha pada abad ke-
IX) dan candi Prambanan (candi agama Hindu pada abad ke-
X).
 Agama yang diakui kerajaan Majapahit adalah agama Budha,
agama Wisnu, dan agama Syiwa yang telah hidup
berdampingan secara damai.
 Hal ini berarti hidup berdampingan berbeda agama telah
ada sejak dahulu kala.
Nilai-nilai Pancasila Telah Lahir
 Nilai-nilai kemanusiaan itu telah tercermin dalam kerajaan ini,
terbukti menurut prasasti Kelagen bahwa Raja Airlangga telah
mengadakan hubungan dagang dan bekerja sama dengan Benggala,
Chola, dan Champa. Sebagai nilai-nilai sila keempat telah terwujud,
yaitu dengan diangkatnya Airlangga sebagai raja melalui
musyawarah antara pengikut Airlangga dengan rakyat dan kaum
Brahmana. Sedangkan nilai-nilai keadilan sosial terwujud pada saat
Raja Airlangga memerintahkan untuk membuat tanggul dan waduk
demi kesejahteraan pertanian rakyat.
 Pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa telah terbukti pada
waktu agama Hindu dan Budha hidup berdampingan secara damai.
 Sila kemanusiaan telah terwujud, yaitu hubungan Raja Hayam
Wuruk dengan baik dengan kerajaan Tiongkok, Ayoda, Champa,
dan Kamboja. Di samping itu, juga mengadakan persahabatan
dengan Negara-negara tetangga atas dasar Mitreka Satata.
 Sila kerakyatan (keempat) sebagai nilai-nilai musyawarah dan
mufakat juga telah dilakukan oleh sistem pemerintahan kerajaan
Majapahit.
PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN
 Kesuburan Indonesia dengan hasil buminya yang melimpah,
terutama rempah-rempah yang sangat dibutuhkan oleh
negara-negara di luar Indonesia, menyebabkan bangsa asing
(Eropa) masuk ke Indonesia.
 Bangsa Eropa yang membutuhkan rempah-rempah itu mulai
memasuki Indonesia, yaitu Portugis, Spanyol, Inggris, dan
Belanda.
 Masuknya bangsa-bangsa Eropa seiring dengan keruntuhan
Majapahit sebagai perselisihan dan perang saudara, yang
berarti nilai-nilai nasionalisme sudah ditinggalkan, walaupun
abad ke-XVI agama Islam berkembang dengan pesat dengan
berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, seperti Samudra Pasai
dan Demak, tampaknya tidak mampu membendung tekanan
bangsa Eropa memasuki Indonesia
PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN
 Fakta bahwa bangsa-bangsa Eropa berlomba-lomba untuk
memperebutkan kemakmuran bumi Indonesia ini.
 Sejak itu, mulailah lembaran hitam dari sejarah Indonesia
dengan penjajahan Eropa, khususnya Belanda.
 Masa penjajahan Belanda itu dijadikan tonggak sejarah
perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya
sejak pada zaman penjajahan ini apa yang telah dicapai
oleh bangsa Indonesia pada zaman Sriwijaya dan Majapahit
menjadi hilang.
 Akibatnya kedaulatan negara menjadi hilang, persatuan
dihancurkan, kemakmuran lenyap, wilayah diinjak-injak
oleh penjajah Belanda lebih dari 350 tahun
Perjuangan Sebelum Abad ke-XX
 Penjajahan Eropa yang memusnahkan seluruh kemakmuran bangsa
Indonesia, sehingga hal itu tidak dibiarkan begitu saja oleh segenap
bangsa Indonesia. Sejak semula imprialis itu menjejakkan kakinya
di Indonesia, di mana-mana bangsa Indonesia melawannya dengan
semangat patriotik melalui perlawanan secara fisik.
 Pada abad ke-XVII dan XVIII perlawanan terhadap penjajah
digerakan oleh Sultan Agung (Mataram 1645), Sultan Ageng Tirta
Yasa dan Ki Tapa di Banten (1650), Hasannudin di Makasar (1660),
Iskandar Muda di Aceh (1635), Untung Surapati dan Trunojoyo di
Jawa Timur (1670), Ibnu Iskandar di Minangkabau (1680), dan lain-
lain
 Pada permulaan abad ke-XIX penjajahan Belanda mengubah sistem
kolonialismenya yang semula berbentuk dari perseroan dagang
partikelir yang bernama VOC berganti dengan badan pemerintahan
resmi, yaitu pemerintahan Hindia Belanda.
 Dalam usaha memperkuat kolonialismenya, Belanda menghadapi
perlawanan bangsa Indonesia yang dipimpin oleh patimura (1817),
Imam Bonjol di Minangkabau (1822-1837), Diponogoro di Mataram
(1825-1830), badaruddin di palembang (1817), Pangeran Antasari di
Kalimantan (1860), Jelantik di Bali (1850), Anang Agung Made di
Lombok (1895), Teuku Umar, Teuku Cik Di Tiro dan Cut Nya'Din di
Aceh (1873-1904), Si Singamangaraja di Batak (1900)
 Pada hakikatnya perlawanan terhadap Belanda itu terjadi hampir di
setiap daerah di Indonesia. Akan tetapi, perlawanan-perlawanan
secara fisik terjadi secara sendiri-sendiri di setiap daerah. Tidak
adanya persatuan serta koordinasi dalam melakukan perlawanan
sehingga tidak berhasilnya bangsa Indonesia mengusir kolonialis,
sebaliknya semakin memperkukuh kedudukan penjajah.
 Hal ini telah membuktikan betapa pentingnya ada rasa persatuan
dan kesatauan dalam bentuk nasionalisme di dalam menghadapi
penjajahan.
Kebangkitan Nasional 1908
 Pada permulaan abad ke-XX bangsa Indonesia mengubah cara-caranya
dalam melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Kegagalan
perlawanan secara fisik yang tidak adanya koordinasi pada masa lalu
mendorong pemimpin-pemimpin Indonesia abad ke-XX untuk mengubah
bentuk perlawanan yang lain.
 Bentuk perlawanan itu ialah dengan membangkitkan ksadaran bangsa
Indonesia akan pentingnya bernegara. Usaha-usaha yang dilakukan adalah
mendirikan berbagai macam organisasi politik di samping organisasi yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial.
 Organisasi sebagai pelopor pertama adalah Budi Utomo pada tanggal 20
Mei 1908. Mereka yang tergabung dalam organisasi itu mulai merintis
jalan baru ke arah tercapainya cita-cita perjuangan bangsa Indonesia,
tokohnya yang terkenal adalah dr. Wahidin Sudirohusodo.
Sarikat Dagang Islam & Indische Parti
 Kemudian bermunculan organisasi pergerakan lain, yaitu
Sarikat Dagang Islam (1909), kemudian berubah bentuknya
menjadi pergerakan politik dengan mengganti nama menjadi
Sarikat Islam (1911) di bawah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto.
 Berikutnya muncul pula Indische Parti (1913) dengan
pemimpin Douwes Dekker, Ciptomangunkusumo, dan Ki
Hadjar Dewantara. Namun karena terlalu radikal sehingga
pemimpinnya dibuang ke luar negeri (1913).
 Akan tetapi, perjuangan tidak kendur karena kemudian
berdiri Partai Nasional Indonesia (1927) yang dipelopori oleh
Soekarno dan kawan-kawan.
Sumpah Pemuda 1928
 Pada tanggal 28 Oktober 1928 terjadilah penonjolan peristiwa sejarah
perjuangan bangsa Indonesia mencapai cita-citanya. Pemuda-pemuda
Indonesia yang dipelopori oleh Muh. Yamin, Kuncoro Purbopranoto, dan
lain-lain mengumandangkan Sumpah Pemuda yang berisi pengakuan akan
adanya bangsa, tanah air, dan bahasa satu, yaitu Indonesia.
 Melalui sumpah pemuda ini makin tegaslah apa yang diinginkan oleh
bangsa Indonesia, yaitu kemerdekaan tanah air dan bangsa. OLeh karena
itu, diperlukan adanya persatuan sebagai suatu bangsa yang merupakan
syarat mutlak. Sebagai tali pengikat persatuan itu adalah bahasa yang
sama yaitu bahasa Indonesia.
 Sebagai realisasi perjuangan bangsa, pada tahun 1930 berdirilah Partai
Indonesia yang disingkat dengan Partindo (1931) sebagai pengganti PNI
yang dibubarkan. Kemudian golongan Demokrat yang terdiri atas Moh.
Hatta dan Sutan Syahrir mendirikan PNI Baru, dengan semboyan
kemerdekaan Indonesia harus dicapai dengan kekuatan sendiri.
Perjuangan Masa Penjajahan Jepang
 Pada tanggal 7 Desember 1941 meletuslah Perang Pasifik, dengan
dibomnya Pearl Harbour oleh Jepang. Dalam waktu yang singkat Jepang
dapat menduduki daerah-daerah jajahan Sekutu di daerah Pasifik
 Pada tanggal 8 Maret 1942 Jepang masuk ke Indonesia menghalau
penjajah Belanda, pada saat itu Jepang mengetahui keinginan bangsa
Indonesia, yaitu kemerdekaan bangsa dan tanah air Indonesia. Peristiwa
penyerahan Indonesia dari Belanda kepada Jepang terjadi di Kalijati Jawa
Tengah tanggal 8 Maret 1942.
 Kenyataan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia bahwa sesungguhnya
Jepang tidak kurang kejamnya dengan penjajahan Belanda, bahkan pada
zaman ini bangsa Indonesia mengalami penderitaan dan penindasan ang
sampai kepada puncaknya. Kemerdekaan tanah air dan bangsa Indensia
yang didambakan tak pernah menunjukan tanda-tanda kedatangannya,
bahkan terasa semakin menjauh bersamaan dengan semakin
mengganasnya bala tentara Jepang.
 janji yang kedua kemerdekaan diumumkan lagi oleh Jepang berupa
kemerdekaan tanpa syarat yang disampaikan seminggu sebelum Jepang
menyerah. Bangsa Indonesia diperkenankan terus dapat memperjuangkan
kemerdekaanya, bahkan menganjurkan agar berani mendirikan negara
Indonesia merdeka di hadapan musuh Jepang.
PROKLAMSI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1945
Proses Perumusan Pancasila dan UUD 1945
 Sebagai tidak lanjut dari janji Jepang, maka tanggal 1 Maret 1945
Jepang mengumumkan akan dibentuk Badan Penyelidik Usaha-
usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Badan Penyelidik), yang
dalam bahasa Jepang disebut “Dokuritu Zyumbi Tyoosakai”.

 Badan Penyelidik ini yang kemudian dibentuk tanggal 29 April 1945


dengan susunan keanggotaanya, adalah sebagai berikut :
 Ketua : Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat
 Ketua Muda : Ichibangase Yosio
 Ketua Muda : R.P. Suroso
 Anggota : 66 orang
Sidang Pertama Badan Penyelidik [29 Mei 1945]
 Prof. Dr. Supomo:
Pidatonya berisikan lima asas dasar untuk negara Indonesia
merdeka yang diidam-idamkan, yaitu sebagai berikut.
 Peri Kebangsaan
 Peri Kemanusiaan
 Peri Ketuhanan
 Peri Kerakyatan
 Kesejahteraan Rakyat
 Setelah berpidato Muh. Yamin menyampaikan usulan tertulis
mengenai rancangan UUD Republik Indonesia.
Rumusan Pancasila Muh. Yamin
Didalam pembukaan dari rancangan itu tercantum perumusan
lima asas dasar negara yang berbunyi sebagai berikut.
 Ketuhanan Yang Maha Esa
 Kebangsaan persatuan Indonesia
 Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab
 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Meski usulan lima asas dasar negara yang dikemukakan secara
lisan dan yang dikemukakan secara tertulis terdapat perbedaan,
hal itu sebagai bukti sejarah.
Rumusan Pancasila Ir. Soekarno
Dalam pidatonya Ir. Soekarno mengusulkan lima hal untuk dapat
dijadikan dasar-dasar negara merdeka, dengan rumusan sebagai
berikut :
 Kebangsaan Indonesia
 Internasionalisme ( Peri Kemanusiaan )
 Mufakat ( Demokrasi)
 Kesejaheraan Sosial
 Ketuhanan yang Berkebudayaan
Untuk lima dasar negara itu beliau usulkan pula agar diberi nama
Pancasila. Lima dasar negara itu dapat diperas menjadi Tri Sila,
yaitu (1) Sosio Nasionalisme (Kebangsaan), (2) Sosio Demokrasi (
Mufakat ), dan (3) Ketuhanan. Kemudian Tri Sila dapat diperas
lagi menjadi Eka Sila yang berinti Gotong Royong
Piagam Jakarta (22 Juni 1945)
 Pada tanggal 22 Juni 1945, Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. A. A.
Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdulkahar Moezakir, Haji
Agus Salim, Mr. Achmad Soebadjo, K.H. Wachid Hasjim, dan Mr.
Muh. Yamin mengadakan pembahasan terhadap pidato-pidato dan
usul-usul mengenai dasar negara yang telah dikemukakan dalam
sidang Badan Penyelidik.
 Hasil dari pertemuan tersebut, maka disusun sebuah Piagam yang
kemudian dikenal “Piagam Jakarta”, dengan rumusan :
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Proklamasi Kemerdekaan dan Maknanya
 Pada tangal 9 Agustus 1945 terbentuklah panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) yang disebut dalam bahasa Jepang Dokuritu Zyunbi Inkai.
Ir. Soekarno diangkat menjadi ketua dan wakilnya Drs. Moh. Hatta. Badan
ini mula-mula bertugas untuk memeriksa hasil dari badan-badan
Penyelidik, tetapi kemudian mempunyai kedudukan dan fungsi penting,
yaitu sebagai berikut.
 Mewakili selutuh bangsa Indonesia
 Sebagai Pembentuk Negara
 Menurut teori hukum, badan ini mempunyai wewenang meletakkan
dasar negara (pokok kaidah negara fundamental)
 Pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang menyerah kalah pada sekutu. Pada
saat itulah terjadi kekosongan kekuasaan di Indonesia. Inggris diserahi
oleh sekutu untuk memelihara keamanan di Asia Tenggara, termasuk
Indonesia. Sementara sambil menunggu kedatangan Inggris, tugas
penjagaan keamanan di Indonesia oleh Sekutu diserahkan kepada Jepang
yang telah kalah perang
 Situasi kekosongan kekuasaan itu tidak disia-siakan oleh
bangsa Indonesia, Pemimpin-pemimpin bangsa, terutama
para pemudanya, segera menanggapi situasi ini dengan
mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang
diselenggarakan oleh PPKI sebagai wakil bangsa Indonesia.
Naskah Proklamasi ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs.
Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia, bertanggal 17
Agustus 1945
 Berdasarkan kenyataan sejarah itu dapat disimpulkan bahwa
kemerdekaan Indonesia “bukanlah hadiah dari Jepang”,
melainkan sebagai suatu perjuangan dari kekuatan sendiri.
Proklamasi Kemerdekaan merupankan titik kulminasi dari
perjuangan bangsa Indonesia dalam membebaskan dirinya
dari cengkraman penjajah selama berabad-abad.
Makna Proklamasi Kemerdekaan
Proklamasi Kemerdekaan negara Republik Indonesia tanggal 17
Agustus 1945 mempunyai makna yang “sangat penting” bagi
bangsa dan negara Indonesia, yaitu sebagai berikut
1. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagai Titik
Puncak Perjuangan Bangsa Indonesia.
 melawan Belanda dari 1908 sampai 1945
2. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagai Sumber
Lahirnya Republik Indonesia
 dihapuskan hukum kolonial & sumber hukum nasional
3. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan Norma
Pertama dari Tata Hukum Indonesia
 tata hukum yang ditentukan dan dilaksanakan sendiri
oleh bangsa Indonesia
Teks Proklamasi 17 Agustus 1945
 Teks Proklamasi adalah merupakan hasil ketikan dari Sayuti
Melik salah seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam
persiapan Proklamasi adalah :

“Proklamasi Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan


kemerdekaan Indonesia. Hal² jang mengenai pemindahan
kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara saksama
dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja. Djakarta, 17-8-
45 Wakil2 bangsa Indonesia”

SOEKARNO-HATTA
Proses Pengesahan Pancasila Dasar Negara dan
UUD 1945
 Sehari setelah proklamasi yaitu pada tanggal 18 Agustus
1945, PPKI mengadakan sidangnya yang pertama dengan
menyempurnakan dan mengesahkan UUD 1945.
 UUD 1945 terdiri atas dua bagian, yaitu bagian Pembukaan
dan bagian Batang Tubuh UUD.
 Hasil sidang pertama PPKI menghasilkan keputusan sebagai
berikut :
1. Mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945
2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden Pertama
3. Menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat
sebagai Badan Musyawarah Darurat.
PERUBAHAN YANG MENYANGKUT PIAGAM JAKARTA

No Piagam Jakarta Pembukaan UUD 1945

1. Mukadimah Pembukaan
2. “....dalam suatu Hukum Dasar.” “...dalam suatu UUD
Negara.”
3. “...dengan berdasarkan kepada “...dengan berdasar
ketuhanan dan kewajiban kepada Ketuhanan Yang
menjalankan Syari’at Islam bagi Maha Esa.”
pemeleluk-pemeluknya.”
4. “...menurut dasar kemanusiaan “...kemanusiaan yang adil
yang adil dan beradab.” dan beradab.”
PERUBAHAN MENYANGKUT PASAL-PASAL UUD 1945

No. Rancangan Hukum Dasar UUD 1945


1. Istilah “Hukum Dasar” Undang-Undang Dasar (atas usul
dari Prof. Dr. Soepomo, SH)
2. Dalam rancangan dua orang Seorang Wakil Presiden
Wakil Presiden.
3. Presiden haris orang Indonesia Presiden harus orang Indonesia
asli yang beragama Islam asli
4. “...selama perang, pimpinan
perang dipegang oleh Jepang Dihapuskan
dengan persetujuan
Pemerintahan Indonesia.”
PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN DAN
MENGISI KEMERDEKAAN INDONESIA
 Masa Revolusi Fisik
 Masa Demokrasi Liberal
 Masa Orde Lama
 Masa Orde Baru
 Masa Orde Global
 Masa Orde Reformasi
Masa Revolusi Fisik
 Undang-Undang Dasar 1945 dibentuk di dalam waktu singkat
dan secara keseluruhan dilakukan Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan dan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia.
 Oleh para pembentuk UUD 1945 telah disadari bahwa untuk
membentuk lembaga-lembaga negara tingkat pusat, serta
peraturan perundang-undangan sebagaimana dikehendaki
oleh UUD 1945 adalah membutuhkan waktu lama. Terlebih
pada waktu itu segala tenaga dan pikiran serta perhatian
masih dipusatkan serta ditunjukkan untuk memprtahankan
kemerdekaan Indonesia yang baru saja diproklamasikan pada
tanggal 17 Agustus 1945
Oleh karena Itu, maka segala sesuatunya diatur dalam Aturan
Peralihan UUD 1945 (naskah asli), yang menentukan sebagai
berikut :
Pasal I : Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengatur
dan menyelenggarakan kepindahan pemerintah
kepada pemerintah Indonesia.
Pasal II : Segala badan negara dan peraturan yang ada masih
langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru
menurut undang-undang dasar itu.
Pasal III : Untuk pertama kali “Presiden dan Wakil Presiden”
dipilih oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Pasal IV : Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung
dibentuk menurut undang-undang dasar ini, segala
kekuasaan dijalankan oleh Presiden dengan bantuan
Masa Demokrasi Liberal
 Belanda Mengetahui bahwa Indonesia telah merdeka.
Mereka tidak tinggal diam, ia ingin menjajah kembali seperti
tempo dahulu. Oleh karena itu, ia berusaha menduduki
wilayah negara Republik Indonesia dan merebut kekuasanan
pemerintah Republik Indonesia.
 Masuknya Belanda dan mendidiki wilayah Republik Indonesia
tersebut dilakukan dengan cara membonceng tentara Sekutu
yang bertugas melucuti tentara Jepang di Indonesia, setelah
Jepang menyatakan kekalahannya dalam Perang Dunia II.
 Beberapa daerah dimana Belanda mendudukinya diusahakan
terbentuknya negara-negara kecil yang bersifat kedaerahan
beserta dengan pemerintahannya
Masa Demokrasi Liberal
 Sejak itu wilayah negara Republik Indonesia berkembang
menjadi dua pemerintahan, yaitu sebagai berikut.
1. Pemerintahan Republik Indonesia yang memeprtahankan
kemerdekaanya serta kedaulatannya baik terhadap pihak
Belanda maupun terhadap pihak dunia luar berdasarkan
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
2. Pemerintah negara-negara Kecil yang didirikan oleh atau
paling tidak atas bantuan Belanda.
 Sikap dan usaha Belanda tersebut di mana-mana mendapat
tantangan dan perlawanan sengit dari bangsa Indonesia.
Akhirnya, Belanda menyadari bahwa tidaklah mungkin
menjajah kembali dan mendirikan pemerintahan seperti
halnya pada zaman Hindia Belanda dahulu.
 Berdasarkan kenyataan itu, maka diusahakanlah cara lain
untuk menghadapi pemerintahan Republik Indonesia
Serikat, dimana nanti negara Republik Indonesia hanya
akan berstatus sebagai negara bagian saja. Kemungkinan
dengan cara itu akan dapat melemahkan pemerintahan
Republik Indonesia dalam menghadapi tuntutan Belanda,
bahkan apabila mungkin akan menghancurkan sama sekali
 Dalam rangka maksud Belanda itu, maka dibentuk Komite
Indonesia Serikat sebagai usaha dalam membentuk Negara
Republik Indonesia Serikat. Belanda telah berhasil
membentuk negara-negara kecil, yaitu sebagai berikut.
1. Negara Indonesia Timur (1946)
2. Negara Sumatera Timur (1947)
3. Negara Pasundan (1948)
4. Negara Sumatera Selatan (1948)
5. Negara Jawa Timur (1948)
6. Negara Madura (1948)
 Sementara itu, persiapan-persiapan juga telah terjadi di daerah-
daerah Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tenggara,
Dayak Besar, Banjar, Bangka, Belitung, Riau, dan Jawa Tengah.
Sementara itu, pihak Belanda terus menerus melacarkan tekanan-
tekanan secara diplomatis terhadap Republik Indonesia, antara lain
melalui persetujuan Renville (17 Januari 1948). Isi persetujuan-
persetujuan tersebut pada hakikatnya bersifat mempersempit
wilayah serta kekuasaan pemerintah Republik Indonesia.
 Akan tetapi, karena usaha-usaha tersebut masih belum juga dapat
berhasil terbentuknya negara Republik Indonesia Serikat, maka
tidak ada jalan lain lagi bagi pihak Belanda selain dengan jalan
mengadakan tindakan kekerasan bersejenjata berupa penyerbuan
atau agresi atas wilayah Republik Indonesia, wilayah mana oleh
pihak Belanda baik dalam Persetujuan Linggarjati maupun dalam
persetujuan Renvile telah diakuinya sebagai bagian dari wilayah
Republik Indonesia.
 Agresi pertama terjadi pada tanggal 21 Juli 1947, dan agresi kedua terjadi
pada tanggal 19 Desember 1948. Istilah agresi ini dipergunakan oleh
mereka yang pro-indonesia, memang kenyataanya Belanda menyerbu dan
melanggar wilayah negara Republik Indonesia yang telah diakuinya
sendiri. Jadi, yang dianggap menimbulkan keadaan kacau itu justru bangsa
Indonesia.
 Dengan tindakan kedua agresi tersebut hampir seluruh wilayah negra
Republik Indonesia dapat diduduki serta dikuasai oleh pihak Belanda.
Mereka berharap segera dapat diadakan perdamaian, serta melemahkan
semangat perjuangan bangsa Indonesia.
 Namun, sesungguhnya dipandang dari segi strategi dan politis tindakan
kedua agresi Belanda tersebut justru merugikan pihak Belanda sendiri,
karena dengan adanya tindakan-tindakan agresi tersebut justru dapat
mempertinggi semangat perjuangan bangsa untuk memepertahankan
kemerdekaan yang telah diproklamsikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
 Oleh karena itu persengketaan antara Republik Indonesia dengan Belanda
tidak semakin mereda, tetapi bahkan menjadi semakin memuncak dan
situasi semakin menjadi gawat.
Campur Tangan PBB di Indonesia
 PBB perlu ikut campur tangan guna menyelesaikan pertikaian antara negara
Republik Indonesia dengan Belanda dengan diusahakan suatu konfrensi yang
diadakan di Den Haag pada tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2 November 1949
yang dikenal dengan nama Konferensi Meja Bundar (KMB). Hasi yang dicapai
dalam persetujuan adalah sebagai berikut.
1. Didirikannya negara Republik Indonesia Serikat.
2. Pengakuan kedaulatan oleh Pemerintah Indonesia kerajaan Belanda kepada
pemerintahan negara Republik Indonesia Serikat.
3. Didirikan Uni antara negara Republik Indonesia Serikat dan kerajaan Belanda.
 Pengakuan kedaulatan ditentukan akan dilaksanakan tanggal 27 Desember 1949.
Dengan demikian, negara Republik Indonesia (proklamasi) hanya berstatus sebagai
negara bagian. Mengapa pemerintahan negara Republik Indonesia menerima
dengan baik hasil Konferensi Meja Bundar tersebut. Melalui semangat perjuangan
bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaannya dan kedaulatannya,
maka kesempatan itu dipergunakan dengan sebaik-baiknya oleh bangsa Indonesia
untuk menerima hasil KMB dengan berdirinya negara Republik Indonesia Serikat.
Pembentukan Negara Kesatuan Kembali
 Pembentukan negara RIS dianggap sebagai bentukan Belanda. Dengan
demikian, perjuangan bangsa untuk kembali kepada negara kesatuan
semakin kuat. Hal ini terbukti terjadi penggabungan beberapa negara
bagian kepada negara bagian Republik Indonesia (Proklamasi Yogyakarta).
Akhirnya pada tanggal 19 Mei 1950 negara RIS terdiri atas tiga negara
bagian saja, yaitu negara Republik Indonesia, negara Indonesia Timur,
dan negara Sumatera Timur.

 Kewibawaan pemerintahan negara RIS semakin berkurang untuk


pemerintah. Untuk menanggapi keadaan tersebut akhirnya disetujui oleh
kedua Pemerintahan politik bahwa negara-negara bagian lebih cenderung
untuk bergabung kembali kepada negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada akhirnya tercapai kesepakatan melalui Piagam Persetujuan tanggal
19 Mei 1950 yang berisi bahwa dalam waktu yang sesingkat-singkatnya
bersama-sama melaksanakan negara kesatuan sebagai penjelmaan
daripada Republik Indonesia berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945
 Perubahan UUD terjadi, dari konstitusi RIS menjadi UUD
Sementara 1950 dengan jiwa negara kesatuan. Walaupun
UUDS 1045 sebagai tonggak untuk menuju cita-cita
Proklamasi, Pancasila, dan UUD1945, namun kenyataanya
masih berorientasi kepada pemerintahan yang berasakan
demokrasi liberal sehingga isi maupun jiwanya merupakan
penyimpangan terhada Pancasila.
 Pelaksanaan demokrasi liberal pada tahun 1945 sampai 1949
merupakan penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945.
 Periode demokrasi liberal setelah tahun 1945, itu ditandai
dengan kuatnya kedudukan parlemen dalam pemerintahan.
Pada saat kabinet tidak menguasai mayoritas di dalamnya
kabinet seringkali jatuh. Kekuatan terkuat ada pada partai-
partai dan angkatan bersenjata. Kedudukan Presiden relatif
lemah.
Kelemahan Demokrasi Liberal
 Kepememimpinan bersifat luas dan pro-barat yang cenderung
menganggap revolusi sudah selesai.
 Usaha-usaha ekonomi tidaklah begitu besar dan kekacauan
administratif yang meluas dan kebingaran politik.
 negara sesungguhnya sangat lemah, karena berbagai sebab
yang berkaitan dengan cara bagaimana kemerdekaan
diperoleh, yaitu sifat yang sangat desentralistik dari
perjuangan revolusioner melawan Belanda (1945-1949).
 Pemerintah sering tidak mampu melaksanakan kehendakknya
kepada kelompok-kelompok lokal (daerah).  Daud Beureuh.
 Pertikaian di antara partai politik sangat kuat dan berakibat
kepada kelangsungan pemerintahan menjadi rentan serta
banyaknya pegawai negeri ikut dalam perpolitikan.  KKN
Pembangunan Ekonomi
 Pada 1949-1956 pemerintah Indonesia menerapkan suatu
sistem politik yang disebut demokrasi liberal, yang disebut
juga sebagai sistem politik yang sangat demokratis. Akan
tetapi, sejarah Indonesia menunjukkan bahwa sistem politik
demokrasi tersebut menyebabkan kehancuran politik dan
perekonomian nasional. Konflik politik yang berkepanjangan
tidak memberikan kesempatan dan waktu bagi pemerintah
yang berkuasa untuk memikirkan masalah sosial ekonomi
serta menyusun program pembangunan.
 Periode 1950-an ekonomi Indonesia masih dalam peninggalan
zaman kolonialisasi, seperti : pertambangan, distribusi,
transportasi & bank memiliki kontribusi terhadap pendapan
nasional didominasi asing, termasuk perusahaan-perusahaan
milik Belanda, menjadi lebih buruk dibandingkan keadaan
ekonomi pada masa penjajahan Belanda
Konsekuensi Ekonomi Liberal
 Selain kondisi politik yang mati tidak saja menguntungkan,
buruknya perkonomian Indonesia juga disebabkan oleh
adanya keterbatasan akan faktor-faktor produksi, seperti
terbatasnya kemampuan wirausahaan/kapasitas manajemen,
tenaga kerja yang berpendidikan, teknologi, dan kemampuan
pemerintah menyusun rencana dan strategi pembangunan
yang baik. Dalam hal ini pemerintah memberikan prioritas
yang pertama terhadap stabilisasi dan pertumbuhan
ekonomi
 Keterbatasan faktor produksi dan kekacauan politik nasional
akan menyebabkan pembangunan ekonomi Indonesia setelah
perang revolusi tidak pernah terlaksana dengan baik.
Masa Orde Lama
Pemilu tahun 1955 dalam kenyataanya tidak dapat memenuhi harapan
masyarakat, bahkan tidak adanya kestabilan dalam bidang politik, ekonomi,
sosial, maupun hankam. Keadaan ini disebabkan oleh :
1. Makin berkuasanya modal-modal raksasa terhadap perekonomian
Indonesia.
2. Akibat silih bergantinya kabinet, maka pemerintah tidak mampu
menyalurkan dinamika masyarakat ke arah pembangunan, terutama
pembangunan bidang ekonomi.
3. Sistem liberal berdasarkan UUD 1950 mengakibatkan kabinet jatuh
bangun sehingga pemerintahan tidak stabil.
4. Pemilu 1955 ternyata dalam DPR tidak mencerminkan perimbangan
kekuasaan politik yang sebenarnya hidup dalam masyarakat, karena
banyak golongan-golongan di daerah-daerah belum terwakili di DPR.
5. Konstituante yang bertugas membentuk UUD yang baru ternyata gagal.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959
 Atas dasar hal tersebut diatas, maka Presiden menyatakan bahwa
negara dalam keadaan ketatanegaraan yang membahayakan
persatuan dan kesatuan bangsa serta keselamatan negara. Untuk
itu, Presiden mengeluarkan dekrit pada tanggal 5 Juli 1959. Isi
dekrit tersebut adalah sebagai berikut
1. Membubarkan konstituante.
2. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlaku
lagi UUDS 1950.
3. Dibentuknya MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya.
 Dengan dasar pemikiran supaya tidak terulang lagi peristiwa di
masa lampau, maka pada waktu itu Presiden Soekarno sebagai
kepala eksekutif menerapkan demokrasi terpimpin.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Namun, pelaksanaan demokrasi terpimpin itu dalam menyimak
arti yang sebenarnya, justru bertentangan dengan Pancasila,
yang berlaku adalah keinginan dan ambisi politik pemimpin
sendiri. Kebijakan yang menyimpang dari UUD 1945 dalam
bidang politik adalah sebagai berikut :
1. Pembubaran DPR hasil pemilu tahun 1955 melalui Penetapan
Presiden No. 4 tahun 1960 dengan dibentuk “Dewan
Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRD-GR)” yang
anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
2. Pembentukan MPRS yang para anggotanya diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden.
3. Pembentukan DPA dan MA dengan penetapan Presiden dan
anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
4. Lembaga-lembaga negara, seperti yang disebutkan diatas
dipimpin sendiri oleh Presiden.
5. Mengangkat Presiden seumur hidup
6. Melalui ketetapan MPRS No. I/MPRS/1963 Manifesto politik
dari Presiden dijadikan GBHN.
7. Hak budget DPR tidak berjalan karena pemerintah tidak
mengajukan RUU APBN untuk mendapatkan persetujuan
DPR sebelum berlakunya tahun anggaran yang bersangkutan.
Karena DPR tidak menyetujui rancangan APBN yang diajukan
Presiden, maka DPR dibibarkan tahun 1960.
8. Mentri-mentri diperbolehkan menjabat sebagai ketua MPRS,
DPR-GR, DPA, MA, MPRS, dan DPR-GR yang seharusnya
menjadi lembaga perwakilan rakyat yang tugasnya
mengawasi jalannya pemerintahan, malah sebaliknya harus
tuduk kepada kebijakan Presiden.
Pembangunan Ekonomi
 Walaupun ideologi Indonesia Pancasila, Sistem politik dan
ekonomi pada masa orde lama, khususnya setelah ekonomi
terpimpin, semakin dekat dengan pemikiran sosialis /komunis
Uni Soviet dan cina sangat kuat.
 Sebetulnya pemerintahan Indonesia memilih haluan politik
yang berbau komunis hanya merupakan suatu refleksi dari
perasaan semangat anti-kolonialisasi, anti-imperialisasi, dan
anti kapitalisasi saat itu.
 Pada masa itu prinsip-prinsip individualisme, persaingan
bebas, dan perusahaan swasta/pribadi sangat ditentang oleh
pemerintah dan masyarakat pada umumnya karena prinsip
tersebut sering kali dikaitkan dengan pemikiran kapitalisme.
 Keadaan ini membuat Indonesia semakin sulit mendapatkan
dana dari negara-negara Barat, baik dalam bentuk pinjaman
ataupun penanaman modal asing (PMA), sedangkan untuk
dapat membiayai rekonstruksi ekonomi dan pembangunan
selanjutnya Indonesia sangat membutuhkan dana yang
sangat besar.
 Setelah peristiwa G-30-S/PKI, terjadi suatu perubahan politik
yang drastis yang terus menubah sistem ekonomi dari
pemikiran-pemikiran sosialis ke semi-kapitalis.
 Sebenarnya perekonomian Indonesia menurut UUD 1945
menganut sistem yang dilandasi oleh prinsip-prinsip
kebersamaan atau koperasi berdasarkan Pancasila. Akan
tetapi, dalam praktek sehari-hari pengaruh kekuasaan
cenderung kepada sosialis/komunis, khususnya pada masa
orde lama.
Masa Orde Baru
 Dengan berakhirnya pemerintahan Soekarno dalam orde
lama, dimulailah pemerintahan baru yang dikenal dengan
“orde baru”, yaitu suatu tataan kehidupan masyarakat dan
pemerintahan yang menuntut dilaksanakannya Pancasila dan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
 Munculnya orde baru diawali dengan tuntutan aksi-aksi dari
seluruh masyarakat, seperti Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar
Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia
(KAMI), dan lain-lain. Tuntutan mereka dikenal dengan nama
Tritura. Isi tuntutan tersebut sebagai berikut :
1. Pembubaran PKI dan ormas-ormasnya.
2. Pembersihan kabinet dari unsur-unsur G-30-S/PKI.
3. Penurunan harga.
 Orde baru mengambil tugas utamanya, yaitu penciptaan ketertiban politik
dan kemantapan ekonomi. Oleh sebab itu, orde baru segera mengambil
jarak dengan kelompok-kelompok yang kuat orientasi ideologisnya.
Pemimpin orde baru segera menyusun birokrasi yang mendukung
kebijakannya. Diciptakan ABRI yan loyal dibawah komandonya. Semua
lembaga negara baik supra maupun infrastruktur ditentukan
kepemimpinannya atas dasar loyalitas kepadanya
 Orde baru bertolak belakang dengan orde lama dalam hal kebijakan
ekonomi. Akan tetapi, dalam hal sistem dan kebijakan politik cenderung
otoriter dan monopolistik sebagai pelanjut dari rezim orde lama.
Konsentrasi kekuasaan di tangan pemerintah yang memungkinkan oposisi
tidak dapat melakukan kontrol.
 Pada kenyataanya, orde baru telah jauh menyimpang dari perjuangannya
semula, yaitu sebagai berikut.
1. Orde baru, secara eksplisit tidak mengakui 1 Juni sebagai lahirnya
Pancasila.
2. Butir-butir P-4 mendidik secara halus ketaatan individu kepada
kekuasaan dan tidak ada butir yang mencantumkan kewajiban negara
terhadap rakyatnya.
3. Pengamalan Pancasila dengan membentuk citra pembangunan sebagai
ideologi, sehingga rekayasa mendukung Bapak Pembangunan melalui
kebulatan tekad rakyat
Asas Tunggal Pancasila
 Dalam pidato kenegaraan di depan DPR-RI tanggal 16 Agustus 1982,
Presiden Soeharto mengemukakan gagasannya mengenai urgensi
penerapan asas tunggal Pancasila atas partai-partai politik.
 Tujuan menyeragamkan asas partai-partai politik adalah untuk
mengurangi seminimal mungkin potensi konflik ideologis yang
terkandung dalam partai-partai politik. Berbeda dengan gagasan
Bung Karno dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945, beliau
mengharapkan agar Pancasila dijadikan dasar filosofis negara
Indonesia, tiap golongan hendaknya menerima anjuran filosofis ini
dengan catatan bahwa tiap golongan berhak memperjuangkan
aspirasinya masing-masing dalam mengisi kemerdekaan.
 Pola seperti ini masih terlihat dalam UU No.3/1975 tentang Partai
Politik dan Golongan Karya, dengan tidak adanya keharusan
mencantumkan Pancasila sebagai satu-satunya asas. Namun,
dengan adanya pidato Presiden tersebut ada dorongan dengan
menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas.
 Hal ini berarti pencantuman asas lain yang sesuai dengan aspirasi,
ciri khas, dan karakteristik partai politik tidak diperkenalkan lagi.
 Akhirnya, keinginan Presiden itu terpenuhi dengan
merubah UU No.3/ 1975 dengan UU No.3/1985.
Dalam penjelasan undang-undang itu disebutkan
bahwa pengertian asas meliputi juga pengertian dasar,
landasan, dan pedoman pokok yang harus
dicantumkan dalam anggaran dasar partai politik.
Perbedaan partai hanya dalam bentuk program saja.
 Asas tunggal Pancasila, menurut Deliar Noer, berarti
mengingkari kebhinnekaan masyarakat yang memang
berkembang menurut keyakinan dari masing-masing.
Keyakinan ini biasanya bersumber dari agama atau dari
paham lain.
 Bahkan asas tunggal Pancasila cenderung ke arah
sistem partai tunggal, meskipun secara formal ada tiga
partai, tetapi secara terselubung sebenarnya hanya
ada satu partai.
Pembangunan Ekonomi
 Di dalam rangka untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat lewat
pembangunan ekonomi dan sosial, maka pemerintahan orde baru
menjalin kembali hubungan baik dengan pihak barat dan menjauhi
pengaruh ideologi komunis, yang berarti kembali menjadi anggota
PBB dan lembaga internasional lainnya.
 Hal itu terlihat dari hadirnya Bank Dunia dan Dana Moneter
Internasional (IMF). Menjelang akhir dekade 1960-an, atas kerja
sama dengan Bank Dunia, IMF, dan Bank Pembangunan Asia (ADB)
dibentuk suatu kelompok konsorsium yang disebut “Inter
Governmental Group on Indonesia (IGGI)”, yang terdiri atas
sejumlah negara-negara maju, termasuk Jepang dan Belanda,
dengan tujuan membiayai pembangunan Indonesia. Dengan sikap
Indonesia anti-komunis menjadikan Indonesia sangat menarik
untuk negara-negara Barat yang kapitalis
 Pembangunan orde baru dilakukan secara bertahap, khususnya di
bidang ekonomi, pembangunan jangka panjang (25/30 tahun),
jangka menengah 5 tahun dengan program rencana pembangunan
lima tahun (Repelita).
 Apabila dibandingkan dengan orde lama, cukup banyak
terdapat perbedaan fundamental, yaitu dari ekonomi
tertutup yang berorientasi sosialis ke ekonomi terbuka yang
berorientasi kepada kapitalis.
 Perbedaan orientasi ekonomi menyebabkan perekonomian
masa orde baru lebih baik dari masa orde lama. Beberapa
prakondisi yang menonjol dari perekonomian masa orde baru
adalah sebagai berikut :
1. Stabilitas politik dan ekonomi.
2. Sumber daya manusia yang lebih baik.
3. Sistem politik dan ekonomi terbuka yang toastern oriented.
4. Kondisi ekonomi dan politik dunia yang lebih baik.
5. Kemauan yang kuat (political will).
Kelemahan Pembangunan Orde Baru
 Persoalan yang paling mendasar dalam era orde baru adalah campur aduk
institusi negara dan swasta. Jabatan publik, perusahaan, dan yayasan
dicampur aduk satu sama lain sehingga pemegang kekuasaan dan orang-
orang yang menjadi pemburu rente ekonomi menjadi pemenang dan
mengambil segala kesempatan dan potensi keuntungan ekonomi dan
sosial secara tidak adil, seperti subordinasi Bank Indonesia (obyek KKN),
proteksi Chandra Asri, Keppres Mobnas, Institusi Bulog, pemasaran
cengkeh dan jeruk, dan sebagainya memberi dampak masalah keadilan
publik. Akses publik yang lebih luas terhadap sumber-sumber ekonomi
menjadi tertutup sehingga proses pemerataan pendapatan dikorbankan.
 Lembaga kepresidenan merupakan faktor pokok dan mendasar yang
paling rusak dan mempengaruhi lembaga negara di bawahnya. Lembaga
kepresidenan adalah the ruler, yang mengatur segalanya. Fungsi check
and balance tidak bekerja dan parlemen menjadi stempel karet. Sistem
digerakkan dari institusi Presiden yang dipengaruhi secara kuat oleh
karakter individu, yang sekaligus menjadi penyebab macetnya
demokratisasi politik dan ekonomi
 Kritik terhadap pemerintahan orde baru masih kelihatan sekalipun
ditekan pada taraf minimal, seperti pada dekade 1970-an muncul gerakan
untuk pemberantasan korupsi karena utang dan kebangkrutan melanda
Pertamina. Pada dekade 1980-an isu menggugat praktek-praktek
monopoli dan dekade 1990-an tuntutan perbaikan alokasi sumber daya
ekonomi. Puncak gejolak ketidakpuasan publik adalah kasus Bapindo,
yang mana telah terjadi distorsi alokasi kredit dan juga di bank-bank
pemerintah lain yang dikenal sebutan bahwa bank-bank pemerintah
disebut kasir konglomerat, karena mendapat perlakuan istimewa dari
penguasa.
 Sumber-sumber keuangan yang potensial, dalam hal ini tersimpan di
bank-bank pemerintah, hanya dikuasai oleh dua puluh orang debitur
kakap. Praktek tersebut keduanya saling menguntungkan dengan kondisi
politik dan ekonomi yang bersifat tertutup. Pola dan struktur kantor
Presiden dan Kabinetnya, berhubungan bisnis dengan pelaku-pelaku
swasta. Jadi, perkembangan ekonomi hanya digerakkan oleh segelintir
orang, tidak partisipatif dan akses ekonomi masyarakat sangat minimal.
Urbanisasi besar-besaran manusia dari desa ke kota dan dari daerah ke
pusat, juga merupakan ciri dominan dari korporatisme yang bersifat
sentralis
Kelemahan Pembangunan Orde Baru
 Dengan demikian, semakin jelas bahwa ada paradoks
kemajuan di Indonesia terjadi karena sistem yang distorsif
tersebut. Pada satu sisi kemajuan-kemajuan ekonomi yang
dilihat secara agregat, memberi bukti adanya pembangunan
yang progresif.

 Namun, pada sisi lain kita melihat kenyataan akan betapa


rapuhnya basis ekonomi rakyat, yang mengalami stagnasi
berkepanjangan selama tiga dekade terakhir. Paradoks inilah
yang menjadi gejala dari akar permasalahan, yang
sebenarnya terjadi di dalam sistem ekonomi nasional masa
orde baru.
Pembangunan dan Utang Luar Negeri
 Selama orde baru pemerintah menganggap bahwa utang itu
merupakan bagian dari proses pembangunan ekonomi yang
sukses dengan pertumbuhan ekonomi cukup tinggi.
 Perkembangan utang luar negeri dari tahun ke tahun pada
masa orde baru cenderung meningkat, sehingga pembayaran
pokok dan bunga utang sudah begitu besar.
 Pada tahun 1980-1999 mencapai 129 miliar dolar AS, ini
berarti bahwa aliran modal ke luar negeri selama periode ini
sudah mencapai angka lebih dari seribu triliun.
Masa Era Global Pembangunan
Penyimpangan dari kehidupan bernegara era orde baru sampai kepada
puncaknya dengan muncul krisis moneter yang berakibat jatuhnya Presiden
Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun. Untuk menyelamatkan
negara dari kehancuran, maka MPR telah mengeluarkan ketetapannya :
1. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR
tentang Referendum.
2. Ketetapan MPR No.X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi
Pembanguan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan
Nasional sebagai Haluan Negara.
3. TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih
dan Bebas KKN.
4. TAP MPR No. XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden
dan Wakil Presiden Indonesia.
5. TAP MPR No.XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka
Demokrasi Ekonomi.
6. TAP MPR No.XVII/MPR/1998 tentang HAM.
7. TAP MPR No.XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P-4 dan Penegasan
Pancasila sebagai Dasar Negara.
 Sekalipun MPR telah mengeluarkan ketetapannya, namun inti
permasalahan yang ditinggalkan oleh pemerintahan orde baru
bukanlah sedikit, sehingga merumitkan bagi pemerintah transisi
atau pemerintah era reformasi untuk keluar dari permasalahan
tersebut
 Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya berbagai masalah
tersebut adalah :
1. Nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya bangsa tidak dijadikan
sumber etika dalam berbangsa dan bernegara oleh sebagian
masyarakat. Hal itu kemudian melahirkan krisis akhlak dan moral
yang berupa ketidakadilan, pelanggaran hukum, dan pelanggaran
hak asasi manusia.
2. Pancasila sebagai ideologi negara ditafsirkan secara sepihak oleh
penguasa dan telah disalahgunakan untuk mempertahankan
kekuasaan.
3. Konflik sosial budaya telah terjadi karena kemajemukan suku,
kebudayaan dan agama yang tidak dikelola dengan baik dan adil oleh
pemerintah maupun masyarakat. Hal itu semakin diperburuk oleh
pihak pengusaha yang menghidupkan kembali cara-cara
menyelenggarakan pemerintahan yang feodalistik dan paternalistik
sehingga menimbulkan konflik horizontal yang membahayakan
persatuan dan kesatuan bangsa
4. Hukum telah menjadi alat kekuasaan dan pelaksanaannya telah
diselewengkan sedemikian rupa sehingga bertentangan dengan
prinsip keadilan, yaitu persamaan hak warga negara di hadapan
hukum.
5. Perilaku ekonomi yang berlangsung dengan praktek korupsi, kolusi,
dan nepotisme, serta berpihak pada sekelompok pengusaha besar,
telah menyebabkan krisis ekonomi yang berkepanjangan, utang
besar yang harus dipikul oleh negara, penggangguran dan kemiskinan
yang semakin meningkat, serta kesenjangan sosial ekonomi yang
semakin melebar.
6. Sistem politik yang otoriter tidak dapat melahirkan pemimpin-
pemimpin yang mampu menyerap aspirasi dan memperjuangkan
kepentingan masyarakat.
7. Peralihan kekuasaan yang sering menimbulkan konflik, pertumpahan
darah dan dendam antara kelompok masyarakat terjadi sebagai
akibat dari proses demokrasi yang tidak berjalan dengan baik.
8. Berlangsungnya pemerintahan yang telah mengabaikan proses
demokrasi menyebabkan rakyat tidak dapat menyalurkan
aspirasi politiknya sehingga terjadi gejolak politik yang bermuara
pada gerakan reformasi yang menuntut kebebasan, kesetaraan,
dan keadilan.
9. Pemerintah yang terlalu sentralistis
10. Penyalahgunaan kekuasaan sebagai akibat dari lemahnya fungsi
pengawasan oleh internal pemerintah dan lembaga perwakilan
rakyat
11. Dalam pelaksanaan peran sosial politik dalam dwi fungsi ABRI
telah disalahgunakannya ABRI sebagai alat kekuasaan
12. Globalisasi dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan budaya
dapat memberikan keuntungan bagi bangsa Indonesia, tetapi jika
tidak diwaspadai dapat memberi dampak negatif terhadap
kehidupan berbangsa.
13. Pada masa era global, telah tiga kali pergantian Presiden, yaitu
Presiden B.J. Habibie dengan Kabinet Reformasi Pembangunan,
Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Presiden hasil Pemilu tahun
1999 dengan Kabinet Persatuan Nasional, namun Presiden
Abdurrahman Wahid diperhentikan oleh MPR karena dianggap
melanggar haluan negara
Perekonomian Era Reformasi
 Periode transisi Habibie terlalu pendek untuk mengisahkan
perjalanan ekonomi suatu negara. Yang terjadi adalah untuk
kembali mendesain ulang struktur ekonomi yang berbasis
konglomerat menuju ekonomi kerakyatan.
 Pemerintahan Habibie hanya sampai pada upaya pembuatan
perangkat undang-undang yang disiapkan dengan tergesa-
gesa dan belum tentu dapat dilaksanakan oleh pemerintah
selanjutnya, jadi implementasi kebijakannya tidak sempat
dilaksanakan.
 Perekonomian negara sudah menunjukkan adanya perbaikan
dibandingkan dengan saat kejatuhan Presiden Soeharto
Era Abdurrahman Wahid
 Perbaikan institusi secara sistematis tidak terjadi, bahkan
kesalahan-kesalahan baru terjadi kembali yang menambah
lebih parah lagi keadaan. Beberapa di antaranya adalah :
 Kasus DPUN, yaitu suatu lembaga perhimpunan para
konglomerat di dalam institusi kepresidenan. Seharusnya
pengusaha besar dengan kepentingan ekonomi yang besar
pula seharusnya dipagari dengan batas aturan yang tegas agar
tidak terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Berkat
kritik yang sangat keras terhadap lembaga ini di mana campur
aduk antara swasta dengan pemerintah yang telah membawa
ketidak adilan ekonomi di masa orde baru, maka lembaga ini
akhirnya dibubarkan.
 Kasus Depsos dan Deppen, yang mana pemerintah
Abdurrahman Wahid membubarkan lembaga bermasalah,
tetapi penggantinya tidak dipikirkan, dengan cara itu
pemerintah terus akan selalu menghadapi permasalahan dan
menciptakan persoalan baru bagi rakyat banyak.
 Tidak ada masalah dalam negeri yang terselesaikan dengan
baik, seperti kasus Aceh, konflik Maluku, dan sebagainya.
Ketidakstabilan bidang politik dan sosial yang belum surut
menambah kesan bagi investor asing bahwa Indonesia adalah
sebuah negara yang berisiko tinggi. Akibatnya, kondisi
ekonomi nasional cenderung lebih buruk dari era Habibie.
 Cenderung diktator dan praktek KKN. Sikap Presiden tersebut
juga menimbulkan perseteruan dengan DPR yang klimaksnya
adalah dikeluarkannya memorandum I dan II. Pada akhirnya,
pada Sidang Istimewa MPR tahun 2001 Abdurrahman Wahid
diberhentikan dan Megawati dilantik menjadi Presiden.
Sumber Literatur
 Drs. Syahrial Syabaini, Pendidikan Pancasila Di Perguruan
Tinggi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004.
 Trianto, S.Pd, M.Pd dan Titik Triwulan, SH, MH, Falsafah
Negara dan Pendidikan Kewarganegaraan, Prestasi
Pustaka, Jakarta, 2007.

Anda mungkin juga menyukai