Anda di halaman 1dari 30

KELOMPOK 2

SHANIA
MARIA ELISA
GILANG NAJAHI BILLAH FI UMI MUSLIMAH
CANTIKA MUTIARANI DEA FINDIOLA
FATIHA RINADA AJENG NURINDAH SARI
MUTIARA AGUSTINA NURUL HIDAYANTI
NISRINA NOVIANTI LILI MARYANI
LUSI OKTAVIANI
AYU KISTI WILDANI
CHAIRUNNISA CANDRAWATI
REGITA PRAMESTI SARASAYU
A. Sejarah
Cacing tambang di Eropa dulu ditemukan pd pekerja
tambang

B. Hospes dan Nama penyakit


 Hospes: manusia
 Penyebab nekatoriasis/ankilostomiosis
 Distribusi Geografik
 Di daerah khatulistiwa: pertambangan dan perkebunan
 Prevalensi di Indonesia (pedesaan) sekitar 40%
Phylum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub kelas : Secernantea
Ordo : Strongylida
Famili : Ancylostomatidae
Genus : Ancylostoma dan
Necator
Spesies : Ancylostoma
duodenale (Afrika)
Necator americanus (Amerika)
Americanus Necator adalah spesies cacing tambang
yang biasa dikenal sebagai cacing tambang New World.
Seperti cacing tambang lain, Necator americanus adalah
anggota dari filum Nematoda. Necator americanus adalah
parasit yang hidup di usus kecil host seperti manusia,
anjing, dan kucing.
Cacing dewasa di rongga usus mulut melekat pada
mukosa dinding usus
N. americanus 9000 telur/hari Cacing betina 1 cm,
jantan 0,8 cm
N. americanus seperti huruf S Telur dikeluarkan
melalui tinja, menetas 1-1,5 hari larva rabditiform, tiga
hari larva filariform tembus kulit (hidup 7-8 minggu)
 Telurlarvarabditiform larva
filariform menembus kulitkapiler
darah jantung
parubronkustrakhealaringusu
s halus
Infeksi terjadi bila larva menembus kulit
Infeksi A,duodenale juga mungkin dengan
menelan larva filariform
Diagnosis – Telur dan Tinja
 Cacing tambang memiliki alat pengait seperti gunting yang
membantu melekatkan dirinya pada mukosa dan submukosa
jaringan intestinal. Setelah terjadi pelekatan, otot esofagus
cacing menyebabkan tekanan negatif yang menyedot gumpalan
jaringan intestinal ke dalam kapsul bukal cacing. Akibat kaitan
ini terjadi ruptur kapiler dan arteriol yang menyebabkan
perdarahan.

 Cacing ini kemudian mencerna sebagian darah yang dihisapnya


dengan bantuan enzim hemoglobinase, sedangkan sebagian lagi
dari darah tersebut akan keluar melalui saluran cerna. Masa
inkubasi mulai dari bentuk dewasa pada usus sampai dengan
timbulnya gejala klinis seperti nyeri perut, berkisar antara 1-3
bulan. Untuk meyebabkan anemia diperlukan kurang lebih 500
cacing dewasa. Pada infeksi yang berat dapat terjadi kehilangan
darah sampai 200 ml/hari, meskipun pada umumnya didapatkan
perdarahan intestinal kronik yang terjadi perlahan lahan.
• Stadium larva:
 Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit,
maka terjadi perubahan kulit yang disebut ground itch.
• Stadium dewasa:
 Gejala tergantung pada (a) spesies dan jumlah cacing
dan (b) keadaan gizi penderita (Fe dan protein). Tiap
cacing Necator americanus menyebabkan kehilangan
banyak darah sebanyak 0,005-0,1cc sehari. Pada
infeksi kronik atau infeksi berat terjadi anemia
hipokrom mikrositer. Disamping itu juga terdapat
eosinofilia. Cacing tambang biasanya tidak
menyebabkan kematian, tetapi daya tahan berkurang
dan prestasi kerja turun.
 Di Indonesia (pedesaan) perkebunan
pekerjaberubungan dng tanah70%
 Kebiasaan defekasi di tanah dan pemakaian
tinja sebagai pupuk penting dalam
penyebaran infeksi
 Menghindari infeksi sanda/sepatu
 Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva
adalah tanah gembur (pasir, humus) dengan
suhu optimum 32oC – 38oC.
 Cacing tambang hidup dalam rongga usus
halus dan melekat dengan giginya pada
dinding usus dan menghisap darah.
Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan
pemeriksaan feses penderita melalui mikroskop
dan menemukan telur cacing pada feses tersebut,
bila merasa ragu-ragu, telur dapat dibiakkan
menurut metode Harada mori supaya
mendapatkan larvanya. Selain itu dapat dilakukan
pemeriksaan bensidine test untuk mengetahui
adanya darah pada feses penderita ditambah
ditemukannya kristal charcot leyden juga dapat
mengarahkan diagnosa. Ditambah lagi dengan
pemeriksaan apusan darah yang akan tampak
mikrositik hipokromik.
CACING KREMI Enterobius vermicularis
 Hospes : Manusia
 Nama penyakit: enterobiosis, oksiuriasis
 Distribusi geografik
Kospololit tetapi lebih banyak ditemukan
di daerah dingin dengan daerah panas
Daerah dingin jarang mandi/mengganti
baju dalam
Cacing ini merupakan golongan non soil
transmitted helminth (non STH), artinya
siklus hidup dan cara penularannya tidak
mutlak membutuhkan tanah. E.vermicularis
termasuk nematoda, untuk reproduksinya
dengan secara ovipar (bertelur). Cacing
dewasa E.vermicularis hidup dalam caecum
dan area didekatnya, menempel pada
mucosa dan terkadang sampai ke sub-
mucosa. Cacing ini memiliki nama lain
Oxyuris vermicularis atau akrab disebut
cacing kremi (Pinworm).
 Morfologi dan Daur Hidup

-Cacing betina 8-13 mm; jantan 2-5 mm


-Habitan daerah sekum
-Makanannya isi usus
-Telur 11.000-15.000 butir matang setelah 6 jam
dikeluarkan
-Telur resisten terhadap desinfektan dan udara dingin hidup
13 hari
Tertelan telur  menetas di daerah perineal  bermigrasi ke
usus besar
-Waktu untuk siklus hidup 2 minggu s/d 2 bulan
- Dapat sembuh sendiri bila tidak reinfeksi
 Cacing ini berwarna putih, ukurannya kecil dan pendek, berbentuk
spindle, memiliki cervical alae yang merupakan suatu pelebaran cuticula
didaerah cervical. Tidak mempunya buccal cavity dan pada ujung
posterior oesophagus menggelembung, hal ini menjadi ciri khas dari
E.vermicularis yang disebut double bulb oesophagus.
 Cacing Jantan
 Lebih pendek dari betina, panjangnya sekitar 2-4 mm, 1/3 posterior
tubuh melengkung kearah ventral, dan terdapat 1 buah spiculae. Tidak
memiliki bursa copulatrix, cacing jantan jarang ditemukan karena
biasanya mati setelah melakukan kopulasi dengan betina.
 Cacing Betina
 Lebih panjang dari yang jantan, sekitar 8-12 mm, 1/3 posteriornya
meruncing dan kaku, vulva terletak kurang lebih 2/3 anterior tubuh.
Cacing betina yang gravid (hamil) akan mati setelah bertelur dalam
waktu kurang lebih 2-3 minggu.
 Telur Enterobius Vermicularis
 telur E. Vermicularis oval, tetapi asimetris (membulat pada satu sisi dan
mendatar pada sisi yang lain), dinding telur terdiri atas hialin, tidak
berwarna dan transparan, serta rerata panjangnya x diameternya 47,83 x
29,64 mm.Telur cacing ini berukuran 50 μm – 60 μm x 30 μm, berbentuk
lonjong dan lebih datar pada satu sisinya (asimetris). Dinding telur
bening dan agak tebal, didalamnya berisi massa bergranula berbentuk
oval yang teratur, kecil, atau berisi embrio cacing, suatu larva kecil yang
melingkar.
 Enterobiasis sering tidak menimbulkan gejala
(asimptomatis). Gejala klinis yang menonjol berupa pruritus
ani, disebabkan oleh iritasi disekitar anus akibat migrasi
cacing betina ke perianal untuk meletakkan telur-telurnya.
Gatal-gatal di daerah anus terjadi saat malam hari, karena
migrasi cacing betina terjadi di waktu malam (Noer, 1996).

Cacing betina gravid, sering mengembara dan bersarang di
vagina serta tuba fallopi. Sementara sampai di tuba fallopi
menyebabkan salphyngitis. Kondisi ini sangat berbahaya,
terutama pada wanita usia subur, sebab dapat
menyebabkan kemandulan, akibat buntunya saluran tuba.
Cacing juga sering ditemukan di appendix. Hal ini bisa
menyebabkan apendisitis, meskipun jarang ditemukan
(Wolfrarm, 2003).
 Rasa gatal hebat di sekitar anus
 Rewel (karena rasa gatal dan tidurnya pada malam
hari terganggu)
 Kurang tidur (biasanya karena rasa gatal yang timbul
pada malam hari ketika cacing betina dewasa
bergerak ke daerah anus dan menyimpan telurnya di
sana)
 Nafsu makan berkurang, berat badan menurun (jarang
terjadi, tetapi bisa terjadi pada infeksi yang berat)
 Rasa gatal atau iritasi vagina (pada anak perempuan,
jika cacing dewasa masuk ke dalam vagina)
 Kulit di sekitar anus menjadi lecet, kasar, atau terjadi
infeksi (akibat penggarukan).
Meskipun riwayat pasien dengan rasa gatal di anus pada
malam hari dapat mengarah pada infeksi cacing kremi,
diagnosisnya tergantung dari ditemukannya telur
dan/cacing dewasa.
Identifikasi mikroskopis, telur dikumpulkan di daerah
perianal adalah metode pilihan untuk mendiagnosis
enterobiasis. Hal ini harus dilakukan pada pagi hari,
sebelum buang air besar dan mandi, dengan menekan
pita perekat transparan ("Graham Scotch method",
cellulose-tape slide test) pada kulit perianal dan
kemudian memeriksa pita yang ditempatkan pada slide
(objek glass). Bahan juga bisa diambil pada larut malam
setelah pasien tidur beberapa waktu. Bahan ini dapat
diambil dari anak-anak dan kemudian dikirim ke
laboratorium untuk pemeriksaan.
 penyebaran penyakit cacing kremi lebih luas
dari pada penyakitcacing lain. Penularan dapat
terjadi pada keluarga atau kelompok yanghidup
dalam satu lingkungan yang sama (asrama,
rumah piatu). Telurcacing dapat diisolasi dari
debu di ruangan sekolah atau kafetariasekolah
dan menjadi sumber infeksi bagi anak-anak
sekolah. Diberbagairumah tangga dengan
beberapa anggota keluarga yang
mengandungcacing kremi, telur cacing dapat
ditemukan dilantai, meja ,kursi, bakmandi, alas
kasur dan pakaian.(Soedarto,1995).
Ancylostoma Duodenale

Ancylostoma duodenale disebut juga dengan


cacing tambang. Cacing dewasa tinggal
diusus halus bagian atas, sedangkan telurnya
akan keluar bersama dengan kotoran
manusia.
Telur akan
menetas menjadi larva di luar tubuh manusia,
yang kemudian masuk kembali ke tubuh
korban menembus kulit telapak kaki yang
berjalan tanpa alas kaki.
Morfologi Ancylostoma Duodenale

Cacing dewasa hidup di rongga usus halus


manusia, dengan mulut yang melekat
pada mukosa dinding usus. Ancylostoma
duodenale ukurannya lebih besar dari
Necator americanus. Yang betina
ukurannya 10-13 mm x 0,6 mm, yang
jantan 8-11 x 0,5 mm, bentuknya
menyerupai huruf C, Necator americanus
berbentuk huruf S, yang betina 9 – 11 x 0,4
mm dan yang jantan 7 – 9 x 0,3 mm.
SIKLUS HIDUP ANCYLOSTOMA DUODENALE
 Cacingdewasa lebih banyak ditemukan
di caecum tetapi dapat juga berkoloni di
dalam usus besar. Cacing ini dapat
menyebabkan inflamasi, infiltrasi dan
kehilangan darah (anemia). Pada infeksi
yang parah dapat menyebabkan rectal
prolapse dan defisiensi nutrisi
(Soedarmo, 2010)
Gejala klinik ancylostoma duodenale

A. Stadium Larva
Bila banyak filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan
kulit yang disebut ground itch, dan kelainan pada paru biasanya ringan.

B.Stadium Dewasa
Gejala tergantung pada:
 Spesies dan jumlah cacing
 Keadaan gizi penderita
Gejala klinik yang timbul bervariasi bergantung pada beratnya infeksi,
gejala yang sering muncul adalah lemah, lesu, pucat, sesak bila bekerja
berat, tidak enak perut, perut buncit, anemia, dan malnutrisi.
Menyebabkan kehilangan darah sebanyak A. duodenale 0,08 – 0,34 cc
dalam sehari. biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositer.
Diagnosa Laboratorium Ancylostoma Duodenale

Dalam proses ini, pemeriksaan tinja di laboratorium


akan sangat membantu. Bagi yang telah terinfeksi,
maka akan ditemukan adanya telur cacing ini di
dalamnya. Atau pada feses atau tinja yang telah lama
(bukan baru keluar), yang ditemukan bukan lagi
telurnya namun larva. semakin banyak
ditemukannya larva atau telur dalam tinja, maka
semakin parah infeksi yang diderita.
Epidemiologi ancylostoma duodenale

di Indonesia sering ditemukan terutama di daerah


pedesaan, khususnya di perkebunan atau
pertambangan. Cacing ini menghisap darah hanya
sedikit namun luka-luka gigitan yang berdarah akan
berlangsung lama, setelah gigitan dilepaskan dapat
menyebabkan anemia yang lebih berat. Kebiasaan
buang air besar di tanah dan pemakaian tinja
sebagai pupuk kebun sangat berperan dalam
penyebaran infeksi penyakit ini (Gandahusada,
1998). Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva
adalah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu
optimum 32oC – 38oC. Untuk menghindari infeksi
dapat dicegah dengan memakai sandal atau sepatu
bila keluar rumah.

Anda mungkin juga menyukai