Anda di halaman 1dari 35

MANAJEMEN PENANGANAN

KESEHATAN JIWA DAN PSIKOSOSIAL


UNTUK KESIAPSIAGAAN BENCANA
PENGORGANISASIAN
1. Tingkat Kabupaten/ Kota:
Pra bencana:
 Membentuk dan melatih tim kesehatan jiwa yang
dapat berpindah atau bergerak sesuai situasi dan
merupakan tim terpadu lintas program, lintas sektor
 Mengembangkan sistem jaringan informasi tentang
masalah kesehatan jiwa dan psikososial di tingkat
Kabupaten/Kota dengan melibatkan sektor terkait dan
elemen masyarakat.
 Menyelenggarakan pertemuan koordinasi berkala
dengan instansi terkait, lembaga swasta, dunia usaha,
perguruan tinggi dan masyarakat.
Saat bencana
PENGORGANISASIAN

1. Tingkat Kabupaten/ Kota:


Saat bencana:
 Penilaian cepat terhadap kebutuhan yang diperlukan dalam
bidang kesehatan jiwa.
 Mengerahkan tim kesehatan jiwa dan tenaga konseling yang telah
dilatih untuk menanggulangi masalah kesehatan jiwa dan
psikososial yang terjadi akibat bencana.
 Mengidengtifikasi kelompok rentan, risiko tinggi (anak, remaja,
wanita, usia lanjut dan orang cacat)
 Memberikan bantuan kebutuhan dasar, misalnya makanan, air
bersih, tempat tinggal, pakaian dan lain-lain.
PENGORGANISASIAN
1. Tingkat Kabupaten/ Kota:
Pasca bencana:
 Melakukan psikoedukasi bagi masyarakat yang terkena
bencana, baik langsung maupun melalui media massa.
 Melaksanakan pendampingan, memberikan bimbingan dan
konseling bagi korban dan kelompok yang berpotensi
mengalami masalah jiwa dan psikososial.
 Mempersiapkan mental untuk pengembalian pengungsi ke
tempat asal atau tempat baru
 Evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilakukan
 Mengidentifikasi dan menyelesaikan kendala dan masalah yang
terjadi
 Merencanakan tindak lanjut dan antisipasi agar masalah yang
sama tidak terjadi kembali.
Reaksi segera setelah bencana

Reaksi yang biasa muncul beberapa


jam sampai beberapa hari setelah
bencana :

1. Mati rasa
2. Ketergugahan fisik meningkat Reaksi yang
3. Cemas NORMAL ketika
4. Merasa bersalah menghadapi
5. Konflik saat menerima bantuan peristiwa
abnormal
6. Bimbang
7. Ketidakstabilan emosi &
pikiran
Reaksi Pemikiran

REAKSI NEGATIF: REAKSI POSITIF


 Bingung  Optimis
 Kehilangan orientasi
 Keyakinan iman >>
 Ragu-ragu, Sulit
membuat keputusan  Keberanian
 Terbayang-bayang/  Punya harapan &
terus berpikir tentang tujuan dalam hidup
kejadian ke depan
 Menyalahkan diri
Reaksi Perilaku

REAKSI NEGATIF  REAKSI POSITIF


 Menyendiri, melakukan  Menyibukkan diri
banyak pekerjaan dalam membantu
namun hasilnya tidak orang lain atau ikt
efektif, resah, tidak dalam organisasi
bisa diam, menangis bantuan
kemanusiaan
 Peningkatan konsumsi
 Tetap beraktivitas
rokok, alkohol atau
 Lebih aktif dalam
obat-obatan
kegiatan keagamaan
Reaksi Perilaku:
Interaksi Sosial

REAKSI NEGATIF:
 Sulit percaya pada
orang lain  REAKSI POSITIF:
 Mudah tersinggung, • Solidaritas
marah
• Perilaku menolong
 Tidak sabar satu sama lain
 Mudah terlibat dalam
konflik
 Menarik diri & menjauhi
orang lain
Mengapa terdapat perbedaan
antar individu ?
 Faktor dalam diri tiap orang berbeda
1. Latar belakang individu (usia, gender, tingkat
pendidikan, status ekonomi, ras, dsb)
2. Pengalaman stres sebelumnya
3. Tipe kepribadian
4. Pola pikir
 Faktor dari luar diri tiap orang berbeda:
ada/tidak orang/pihak yang mendukung
(dukungan sosial)
Dari terguncang (shock)  menerima

Situasi sulit/musibah

5.Penerimaan 1. Terguncang

4.Depresi 2. Menyangkal

3
Marah
Anjuran intervensi psikologik dan
pemberdayaan masyarakat pada fase
akut dan fase rekonsilidasi bagi tenaga
kesehatan lapangan

 Menbuat kontak dengan puskesmas atau


pelayanan darurat di daerah setempat.
 Menanngani keluhan psikiatrik yng
mendesak di Puskesemas.
 Menjaga ketersedian obat psikotropik
esensial di Puskesmas.
 Kebanyakan masalah kesehatan jiwa yang
akut selama fase kedaruratan akut paling
baik ditangani dengan mengikuti prinsip
“Pertolongan Pertama Psikologik” (PFA)
 Banyak yang menderita gangguan jiwa
mempunyai riwayat gangguan sebelumnya
 Mengorganisir dukungan emosional
melalui pekerja masyarakat relawan / non
relawan dengan mengajarkan atau
memberi pertolongan pertama psikologik
 Pada fase rekonsilidasi dianjurkan melakukan
aktivitas dengan mendidik pekerja kemanusiaan
dan tokoh masyarakat (kepala desa, guru, toga)
dalam ketrampilan inti perawatan psikologik
seperti :
 PFA
 Dukungan emosional
 Menyediakan informasi
 Penentraman yang empatik
 Pengenalan masalah kesehatan jiwa
 Psikoedukasi kepada keluarga
 Melatih dan mensupervisi pekerja
Puskesmas dalam pengetahuan dan
ketrampilan dasar kesehatan jiwa
misalnya :
 Pemberian medikasi psikotropik yang tepat
 Konseling supportif
 Mencegah tindakan bunuh diri
 Maslaah penggunaan alcohol dan napza
 Rujukan
 Menjamin kesinambungan pengobatan
kesehatan jiwa
 Melatih dan mensupervisi pekerja
kemanusiaan untuk membantu petugas
Puskesmas, perlu dilatih dengan baik
dalam berbagi ketrampilan inti seperti :
 Asesmen persepsi individual, keluarga dan
kelompok tentang masalah yang dihadapi,
PFA, dukungan emosional, konseling
 Manajemen stress
 Bekerja sama dengan penyembuh tradisional
jika memungkinkan
 Menfasilitasi terbentuknya kelompok
dukungan tolong diri (self help group)
yang berbasis masyarakat.
 Fokus dari kelompok tolong diri ini
biasanya berbagi pengalaman dan
masalah, curah pendapat unrtuk solusi
atau cara efektif untuk beradaptasi,
menimbulkan dukungan emosional timbal
balik yang menimbulkan inisiatif di tingkat
masyarakat
Dukungan Psikologis Awal
(PFA)
Tujuan PFA ?

 Mengurangi dampak negatif dari pengalaman


sulit karena bencana
 Menguatkan fungsi penyesuaian diri jangka
pendek & jangka panjang penyintas
 Mempercepat proses pemulihan penyintas
Dukungan Psikologis Pasca Bencana

Psychological First Aid


 Pertolongan psikologis
Disaster Mental Health
pertama  Pelayanan psikologis
yang diberikan oleh
 Di level masyarakat (grass- profesional kesehatan
roots) Jiwa.
 Disediakan oleh keluarga,
teman, relawan bagi mereka
yang membutuhkan
dukungan pasca bencana
Piramida Penanganan Psikologis
Rumah Sakit Jiwa
10-30%
Profesional Kesehatan Mental
Sum Total
Relawan terlatih

Dokter,
Tokoh agama

P FA Keluarga,
Teman
Kondisi yang diciptakan PFA
 RASA AMAN (Safety)
 KETENANGAN & KENYAMANAN (Comfort &
Calming)
 DUKUNGAN SOSIAL (Connectedness to others)
 SIKAP POSITIF PADA DIRI & PERASAAN
MAMPU/BERDAYA
(Self- efficacy, Empowerment)
 HARAPAN (Hopefullness)

(AMAN-FUNGSI-AKSI)
SAFETY – FUNCTION – ACTION
Deteksi dini gangguan
jiwa akibat bencana dan
rujukan
SDM Keswa

 Menentukan staf dan relawan yang


memahami budaya setempat
 Mengorganisir dan melatih petugas
dukungan keswa dan psikososial
 Mengatasi masalah keswa untuk
memberi rasa aman dan nyaman secara
pskologis terhadap staf dan petugas
bencana
Gangguan Jiwa setelah
Trauma/bencana
Trauma 2 minggu 1 bulan 2 bulan 6 bulan
Reaksi stres akut
Berkabung
Depresi
Gangguan anxietas

Gangguan stres pasca trauma/PTSD

Psikosis, Skizofrenia, Gangguan bipolar

Gangguan penyesuaian

Eksaserbasi gangguan mental sebelumnya

Penyalahgunaan zat, gangguan makan, gangguan tidur


Gangguan Psikiatrik Terkait Trauma
(kasus yang banyak dijumpai)

1. Gangguan stres akut


2. Gangguan stres pasca trauma
3. Gangguan depresi
4. Gangguan panik
5. Gangguan cemas menyeluruh
6. Psikosis akut
Gangguan Stres Akut
 Setelah trauma penderita  Gejala:
tampak berfluktuasi kondisi  Kebingungan
mentalnya yang jelas terkait  Gelisah atau sangat
dengan peristiwa itu. reaktif
 Gejala akan mereda dalam  Menarik diri
waktu beberapa hari sampai  Gejala cemas: misalnya
4 minggu berkeringat, berdebar,
 Gejala tersebut bukan muka merah
merupakan eksaserbasi  Tampak murung
gangguan mental  Amnesia (lupa peristiwa
sebelumnya yang terjadi bahkan
dirinya)
Gangguan Stres Pasca Trauma
 Respons cemas yang  Gejala-gejala :
berkepanjangan terhadap  Re-experiencing (terbayang
kembali)
peristiwa traumatik
Seperti mengalami kembali
peristiwa traumatiknya
 Gejala-gejala paling tidak (flashback)
harus terjadi 1 bulan  Avoidance (penghindaran):
setelah peristiwa trauma  Berusaha menghindari hal-

dan berlangsung hal yang mengingatkannya


pada pengalaman trauma
setidaknya selama 6 bulan
 Hyperarousal (keterjagaan):
 Susah tidur, waspada
berlebihan
Depresi
Gejala penyerta yang sering
 Pasien datang dengan didapatkan:
1 atau lebih keluhan  Tidur terganggu
fisik  Rasa bersalah atau kehilangan
percaya diri
 Jika ditanyai lebih lanjut
 Malas bergerak atau bicara; atau
 terungkap depresi sebaliknya malah agitasi
atau kehilangan minat  Gangguan nafsu makan
 Konsentrasi buruk
 Gejala utama:  Pikiran atau tindakan mengakhiri
hidup
 Mood sedih atau
 Jika ada risiko bunuh diri atau
murung mencelakakan orang lain 
 Kehilangan minat & segera rujuk ke profesional
kesenangan keswa
Gangguan Psikotik Akut
 Penderita mungkin mengalami:
 Mendengar suara-suara (halusinasi)
 Mempunyai keyakinan atau ketakutan yang
aneh (waham/delusi)
 Kebingungan, kekacauan (disorganisasi)

 Keluarga mungkin minta tolong karena


perubahan perilaku yang tidak dapat
diterangkan
Kebutuhan Obat Keswa
Saat Bencana
 Obat antipsikotik  Obat anti cemas
◦ Haloperidol Inj. 5 mg, 10 mg ◦ Diazepam tab 2 mg
(decanoat)
◦ Haloperodol tab 5 mg
◦ Alprazolam tab. 0,5 mg
◦ Risperidon tab 2 mg ◦ Lorazepam tab. 1mg
 Obat anti Depresant
◦ Amitriptilin tab 25 mg  Obat anti Epilepsi
◦ Flouxetin caps 20 mg
◦ Fenitoin tab 100 mg
 Obat mood stabilizer dan anti
konvulsan
◦ Carbamezepin 200 mg  Obat anti Perkinson
◦ Asam valproat (depakote) tab
◦ Trihexylphenidyl 2 mg
200 mg
◦ Diazepam tab 5mg, injeksi 10
mg
Rujukan Keswa di komunitas bencana
Populasi setelah Intervensi
Bencana
Individu yang sakit
secara klinis: Dokter, psikiater,
Rumah Sakit psikolog, terapis
gangguan psikiatri
(Jiwa)
apapun

Layanan konseling,
Profesional kesehatan
Individu yang depresi, penyembuh
mental yang terampil
trauma tradisional,
konseling
organisasi agamis

Individu yang syok, Kelompok pemulihan, Tenaga Kesehatan


berduka, takut dan manajemen stres, konseling di Pelayanan
merasa bersalah sesama, pemantauan lanjutan Primer
trauma di komunitas Pekerja sosial terlatih
Keluhan Psikosomatik

Sensitisasi, psikoedukasi, Relawan memberikan


Umum: bingung,
pelatihan keterampilan hidup, informasi psikososial &
sedih, marah, tidak
dukungan spiritual, dll membangun
percaya
kesadaran
Burn-out Syndrome
 Orang-orang yang menekuni kegiatan
kemanusiaan dapat mengalami kelelahan
kepedulian

 Kelelahan kepedulian  burn-out


syndrome; berada dalam titik jenuh dalam
menghayati aktivitasnya, seolah-olah (untuk
sementara waktu) tidak dapat berfungsi
dengan baik; kelelahan fisik & mental akibat
kerja keras >> untuk mencapai
pengharapan tinggi
LANJUTAN

 Tidak setiap kepribadian rentan terkena


burn-out syndrome.
 Biasanya terjadi pada orang dengan
kepribadian perfeksionis, idealis,
berkomitmen & berdedikasi tinggi, atau
memiliki target tinggi terhadap hasil yang
ingin dicapai, sehingga memberikan lebih
banyak dari yang dapat diberikan
olehnya terhadap orang lain.
Manifestasi burn-out syndrome
 Kelelahan yang sangat & hilang energi;
 perasaan yang menumpul, seperti jauh dari
lingkungannya/merasa sendiri;
 cepat marah & tersinggung, tidak sabar;
 merasa tidak dihargai, skeptis, sinis;
 adanya kesedihan, ketidakberdayaan, hilang
kegembiraan, gangguan tidur (depresi);
gangguan somatik;
 mungkin akan lebih mudah marah atau
berbicara kasar
Bagaimana mencegah dan meminimalkan
burn-out syndrome
 Mengadakan masa bebas kerja secara teratur,
menyediakan waktu beristirahat & berekreasi di luar
lokasi kerja, adanya rotasi/variasi kerja

 Memberikan penghargaan dan perhatian terhadap


pekerja atas kerja keras, dedikasi, inisiatif dan
inovasi mereka

 Mengembangkan hubungan saling menguatkan


dengan keluarga & rekan kerja; dapat juga dilakukan
kegiatan-kegiatan kelompok untuk penguatan,
konseling & psikoterapi secara berkala

Anda mungkin juga menyukai