“ABORSI”
ASWIDA ANGGREANI
ENNY SAFARINA
MARISA FITRIANA
MUHAMMAD ANSYARI
MUHAMMAD IRWAN
NADIYA MARLIYAN NOOR
NORSYIFA AMALIA
SELFIA RAHMAH
VINA’UL JANNAH
A. Pengertian
Kasus 1
Ada seorang ibu hamilmuda dengan usia kandungan
4 bulan. Tetapi mempunyai penyakit jantung kronik
yang dapat membahayakan ibu maupun janin yang
dikandungnya. Dia pun datang memeriksakan
dirinya pada seorang Dokter. Dokter mengatakan
kalau janinnya tetap dipertahankan nyawa ibu akan
terancam, janinnya pun sama. Sang ibu pun sangat
takut dan bersedih dengan masalah yang dia alami.
Kasus 2
Seorang remaja yang berumur 18 tahun yang baru lulus
SMA telah melakukan hubungan sex pranikah,
akibatnya remaja tersebut hamil. Ketika usia
kandungannya mencapai 2 bulan dia mengatakan dan
meminta pasangannya untuk bertanggung jawab
sebelum perutnya semakin besar. Akan tetapi,
pasangannya tidak mau bertanggung jawab atas
perbuatannya dan memaksa untuk menggugurkan
kandungannya. Remaja perempuan itu merasa cemas
dan bersedih. Bila tidak digugurkan dia juga takut
mencoreng nama baik keluarganya dan membuat malu
orang tuanya jika masyarakat tahu akan kehamilannya.
Akhirnya dia memilih jalan untuk menggugurkan
kandungannya di sebuah klinik.
B. Analisa Kasus
Kasus 1
Kasus pertama merupakan Abortus Provocatus
Therapeuticum. Dalam kondisi ini, secara medis
kehamilan boleh digugurkan yang dilakukan untuk
menyembuhkan dan menyelamatkan nyawa ibunya.
Begitu juga menurut islam, menggugurkan
kandungan diperbolehkan jika ada alasan yang
dibenarkan hukum Islam. Seperti kondisi kesehatan
ibu buruk dan tidak bisa lagi untuk mengandung
sang bayi. Menurut hukum pun memperbolehkan
aborsi dalam keadaan darurat sebagai upaya
menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya,
dapat dilakukan tindakan medis tertentu oleh tim
ahli & melalui persetujuan yang bersangkutan.
Jadi tindakan yang harus dilakukan oleh tim
medis dalam menghadapi kasus dilema etik
ini antara lain:
1. Memberi penjelasan kepada yang
bersangkutan bahwa tindakan menggugurkan
adalah jalan yang terbaik untuk
menyelamatkan nyawa ibu.
2. Meminta persetujuan kepada ibu hamil, suami
dan keluarganya.
3. Menjelaskan prosedur tindakan yang akan
dilakukan.
4. Menjalankan proses aborsi sesuai dengan
prosedur yang benar.
Kasus 2
Kasus kedua merupakan kasus Abortus Provocatus
Criminalis. Dalam kondisi ini, secara medis abortus
provocatus tidak diperbolehkan jika tidak ada
kepentingan medis dan juga memiliki resiko jangka
pendek serta jangka panjang yang sangat
membahayakan sang ibu. Begitu juga menurut islm,
hukum dasar aborsi adalah dilarang atau haram
kecuali jika ada alasan yang dibenarkan hukum Islam.
Menurut hukum pun, tindakan abortus provocatus
dapat dikenai tindak pidana karena bertentangan
dengan HAM dan KUHP. Bukan hanya pelaku aborsi
saja, tetapi juga tim medis yang membantu proses
aborsinya juga dikenakan hukuman.
Jadi, tindakan yang harus dilakukan oleh tim
medis dalam menghadapi kasus dilema etik ini
antara lain:
1. Memberi penjelasan bahwa abortus provocatus
memiliki resiko yang sangat berbahaya.
2. Menjelaskan bahwa aborsi provocatus criminalis
tidak diperbolehkan karena akan dikenai hukuman
pidana bagi pelaku dan tim medis yang
membantu.
3. Memberi motivasi pada pasangan remaja tersebut
untuk mempertahankan kehamilannya dan
menyarankan untuk memilih jalan pernikahan yang
telah disetujui oleh orang tua masing-masing.
TERIMA
KASIH