Anda di halaman 1dari 11

Fraud Analysis

Fraud and Scheme


Corruption - Conflict of Interest
 Ratu Atut, sejak diangkat menjadi Plt Gubernur maupun Gubernur definitif Provinsi Banten, dalam memilih atau
mengangkat beberapa pejabat di lingkungan Pemprov Banten selalu minta komitmen kepada para pejabat tersebut
untuk senantiasa loyal atau patuh sesuai arahan dari terdakwa maupun Tubagus Chaeri Wardana Chasan alias Wawan
sebagai adik kandung terdakwa yang merupakan pemilik atau Komisaris Utama PT Bali Pacific Pragama (BPP)

 Posisi Ratu Atut sebagai Gubernur Banten dan Tubagus Chaeri Wardana yang pada waktu itu menjabat sebagai Ketua
KADIN Banten kemudian digunakan untuk melakukan kolusi dalam pengadaan alat kesehatan

 Atas kuasanya itu, Wawan melakukan pertemuan dengan Djadja Buddy Suhardja, yang merupakan Kadis Kesehatan
Banten, di kediaman Atut, Jalan Bhayangkara 51, Serang, Banten. Dalam pertemuan itu, Wawan disebut mengarahkan
Djadja untuk mengkoordinasikan seluruh pengusulan anggaran terkait proyek-proyek di Dinkes Banten dengannya.

 Sebagai wujud dari komitmen loyalitas itu, Djadja selaku Kadis Kesehatan Banten, Ajat Drajat Ahmad Putra selaku
Sekdis Kesehatan Banten, serta Suherman selaku Kasubag Perencanaan, Evaluasi, dan Pelaporan Dinkes Banten
melakukan beberapa kali koordinasi dengan Wawan di kantor PT BPP di Jakarta, yang juga dihadiri oleh staf PT BPP,
Dadang Prijatna dan Yuni Astuti dari PT Java Medica.

 Dalam salah satu pertemuan, Wawan menyampaikan agar Dinkes Banten menyusun anggaran tidak secara terperinci
agar pelaksanaan pemaketan pekerjaan dan pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan fleksibel, Djadja pun sepakat.

 Wawan juga disebut meminta perubahan usulan anggaran untuk Dinkes Banten dengan mengalihkan alokasi anggaran
hibah alkes kabupaten/kota menjadi kegiatan belanja modal alkes di RS rujukan Pemprov Banten. Wawan, dengan
memanfaatkan kekuasaan kakaknya, juga mengatur pelelangan alat kesehatan yang akan dilakukan.
Beberapa perusahaan dengan lokasi fiktif yang memenangkan tender alat kesehatan merupakan perusahaan
yang dikendalikan PT Bali Pasific Pratama yang berlokasi di Kawasan Mega Kuningan, Jakarta yang dimiliki
Tubagus Chaeri Wardana. Modus yang digunakan adalah dengan menempatkan orang kepercayaan Wawan
sebagai direktur di perusahaan yang akan mengikuti tender.

• CV Bina Sadaya
• Pemenang tender pengadaan alat bedah sentral di RSUD Banten senilai Rp 15 miliar,
1 serta pemenang tender pengadaan sarana inap di RSUD Banten senilai Rp 9,5 miliar.

• PT Mikindo Adiguna Pratama


• Pemenang 7 tender pengadaan alat kesehatan senilai Rp 61,9 miliar dan salah satunya
2 adalah pengadaan sarana UGD RSUD Banten senilai Rp 14,7 miliar.

• PT ADCA Mandiri dan PT Waliman Nugraha Jaya


• Pemenang tender pengadaan alat kesehatan di kawasan Puri Serang Hijau.
3
Dengan modus menempatkan orang kepercayaannya menjadi direktur perusahaan pemenang tender, keluarga
Ratu Atut bisa memenangkan setidaknya pada 99 tender pengadaan alat kesehatan yang dimenangkan 22
perusahaan yang dimiliki, terafiliasi, atau yang dikendalikan oleh Wawan dan dinasti Ratu Atut. Beberapa di
antaranya sebagai berikut.

• PT Marbago
1 • Pemenang tender senilai Rp 46,2 miliar dipimpin oleh M. Lutfi Ismail.

• PT Waliman Nugraha Jaya


2 • Pemenang tender senilai Rp 48,7 miliar dipimpin oleh Sigid Wiyodo.

• PT ADCA Mandiri
3 • Pemenang tender senilai Rp 36,7 miliar dipimpin oleh Yusuf Suprihadi.

• PT Mikindo Adiguna Pratama


4 • Pemenang tender senilai Rp 71 miliar dipimpin oleh Dadang Prijatna.
Corruption – Illegal Gratuities

 Ratu Atut memberikan fasilitas liburan ke Beijing dan uang saku sebesar Rp 1,659 miliar kepada pejabat

Dinas Kesehatan Provinsi Banten, tim survei, serta panitia pengadaan dan panitia pemeriksa hasil

pekerjaan.

 Untuk melancarkan kecurangannya, Wawan membagikan setidaknya 16 mobil mewah kepada anggota

DPRD Banten khususnya Komisi V yang merupakan rekanan kerja Dinas Kesehatan.
Corruption – Economic Extortion

 Atut juga terbukti memerintahkan Kadis Kesehatan Banten Djadja Buddy Suhardja, Kadis Perindustrian
dan Perdagangan dan juga Kadis Pendidikan Banten Hudaya Latuconsina, Kadis Sumber Daya Air dan
Pemukiman (SDAP) Banten Iing Suwargi serta Kadis Bina Marga dan Tata Ruang Banten Sutadi untuk
memberikan total Rp500 juta untuk keperluan istigasah. Karena merasa tertekan dan takut diberhentikan
oleh Atut, maka keempatnya memberikan uang Rp500 juta di rumah Atut dengan rincian Djaja sebesar
Rp100 juta, Hudaya sebesar Rp150 juta, Iing sebesar Rp125 juta dan Sutadi sebesar Rp125 juta.
Asset Misappropriation – Fraudulent Disbursement

 Sembilan paket pekerjaan sudah ditentukan oleh Wawan, yaitu Yuni Astuti yang sebelumnya sudah
mempersiapkan price list yang digelembungkan (markup) dengan memperhitungkan keuntungan Wawan
sebesar 43,5% dari total nilai kontrak pengadaan setelah dikurangi pajak dan keuntungan Yuni Astuti
sebesar 56,5%.

 Wawan memerintahkan Dadang untuk menemui Djadja di Dinkes Banten agar diberi persentase 2,5% dari
alokasi anggaran seluruh proyek pengadaan alkes kepada Atut untuk kepentingan taktis dan
operasionalnya sebagai Gubernur Banten.

 Dalam kasus ini, atut disebut menerima Rp 3,8 miliar dan Wawan disebut menerima Rp 50 miliar. Kerugian
keuangan negara sendiri disebut mencapai Rp 79,7 miliar dari total pembayaran untuk pengadaan alkes
tersebut Rp 112,7 miliar.
Asset Misappropriation – Fraudulent Disbursement
 Pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan tidak sesuai ketentuan sebesar Rp 30,257 miliar. Dari
sampling yang dilakukan oleh BPK pada 13 paket senilai Rp 119,082 miliar ditemukan sebagai berikut:

Alat Kesehatan Tidak


Alat kesehatan Alat kesehatan Ada Saat Pemeriksaan
tidak lengkap tidak sesuai Fisik dengan Nilai Total
Sebesar Rp 18,139
dengan nilai total dengan miliar yang
sebesar Rp 5,724 spesifikasi pada dimenangkan oleh:
miliar terjadi kontrak dengan • PT ADCA Mandiri seniai Rp 1,3
miliar
pada 7 paket nilai total sebesar • PT Marbago Duta Persada senilai
Rp 5,1 miliar
pengadaan Rp 6,393 miliar • PT Waliman Nugraha Jaya senilai
Rp 3,1 miliar
• CV Bina Sadata senilai Rp 7,9
miliar.
Money Laundering

 Ratusan perusahaan atas nama anak buahnya digunakan Wawan untuk memenangi berbagai proyek di
Banten. Sekitar 1.200 kontrak paket pekerjaan dari 300 perusahaan digunakan Wawan dalam kurun waktu
2002 hingga 2013. Sebagian besar proyek itu adalah proyek di Pemerintah Provinsi Banten, Pemerintah
Kota Tangerang Selatan, dan Pemerintah Kabupaten Pandeglang.

 Selain itu, KPK juga menyita 73 mobil mewah Wawan yang diberikan kepada para pejabat, artis, dan pihak
lainnya yang sengaja dilakukan sebagai bentuk pencucian uang.

Anda mungkin juga menyukai