FENOMENOLOGIS
DAN HUMANISTIK-EKSISTENSIAL
Teori humanistik
potensi bawaan hidup secara sehat mental, baik secara
pertumbuhan maupun perkembangan kepribadiannya.
Psikopatologi potensi invidu sehat pengaruh oleh pola
pengasuhan bermasalah atau lingkungan yang berbahaya. Gejala umum: -
ketidakmampuan untuk mengetahui “needs” yang dimiliki atau pun
tentang kemampuan untuk menikmati hidup yang lebih bermakna (An
Introduction Theory of Personality, p.181).
Carl R. Rogers menolak pandangan pesimis Freud tentang sifat manusia.
Individu tersebut memiliki kecenderungan bawaan untuk
mengembangkan kapasitas yang sehat (aktualisasi) yang dibawa sejak
lahir. Setiap individu memiliki kemampuan untuk menghargai secara
positif (atau negatif) mengenai bagaimana mengaktualisasikan potensi-
potensi tersebut. Namun, setiap individu juga memiliki kebutuhan yang
kuat untuk mendapatkan cinta orang tua kita (positif regards).
Aktualisasi diri proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan
sifat- sifat dan potensi – potensi psikologis yang unik dibantu atau
dihalangi oleh pengalaman dan oleh belajar khususnya dalam masa kanak
– kanak berubah sejalan dengan perkembangan hidup seseorang.
Ketika mencapai usia tertentu (adolensi) seseorang akan mengalami
pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke psikologis.
Realitas tiap orang akan berbeda – beda tergantung pada pengalaman –
pengalaman perseptualnya. Lapangan pengalaman ini disebut dengan
fenomenal field. Rogers menerima istilah self sebagai fakta dari
lapangan fenomenal tersebut
Setiap manusia memiliki kebutuhan dasar akan kehangatan, penghargaan,
penerimaan, pengagungan, dan cinta dari orang lain. Kebutuhan ini
disebut need for positive regard, yang terbagi lagi menjadi dua yaitu
conditional positive regard (bersyarat) dan unconditional
positive regard (takbersyarat)
Lima sifat khas orang yang berfungsi sepenuhnya (fully human
being):
Keterbukaan pada pengalaman
Kehidupan Eksistensial
Kepercayaan terhadap organisme orang sendiri
PerasaanBebas
Kreativitas
FENOMENOLOGI
Edmund Husserl adalah pendiri dari cabang filsafat yang dikenal
sebagai fenomenologi. Fenomenologi “sebuah upaya untuk
memahami kesadaran sebagaimana dialami dari sudut pandang orang
pertama”.
Secara literal studi tentang fenomena, atau tentang segala sesuatu
yang tampak bagi kita di dalam pengalaman subyektif, atau tentang
bagaimana kita mengalami segala sesuatu di sekitar kita. Setiap orang
pada dasarnya pernah melakukan praktek fenomenologi. Ketika anda
bertanya “Apakah yang aku rasakan sekarang?”, “Apa yang sedang
kupikirkan?”, “Apa yang akan kulakukan?”, maka sebenarnya anda
melakukan fenomenologi, yakni mencoba memahami apa yang anda
rasakan, pikirkan, dan apa yang akan anda lakukan dari sudut pandang
orang pertama (Smith. 2003 dalam Langdridge, D. 2007).
Fenomenologi Husserl adalah ilmu tentang esensi dari kesadaran.
Dua asumsi:
1. setiap pengalaman manusia sebenarnya adalah satu ekspresi dari
kesadaran. Seseorang mengalami sesuatu. Ia sadar akan pengalamannya
sendiri yang memang bersifat subyektif.
2. setiap bentuk kesadaran selalu merupakan kesadaran akan sesuatu.
Ketika berpikir tentang makanan, anda membentuk gambaran tentang
makanan di dalam pikiran anda. Ketika melihat sebuah mobil, anda
membentuk gambaran tentang mobil di dalam pikiran anda. Inilah yang
disebut Husserl sebagai intensionalitas (intentionality), yakni bahwa
kesadaran selalu merupakan kesadaran akan sesuatu (Smith. 2003 dalam
Langdridge, D. 2007).
Tindakan seseorang dikatakan intensional, jika tindakan itu dilakukan
dengan tujuan yang jelas. Namun di dalam filsafat Husserl, konsep
intensionalitas memiliki makna yang lebih dalam. Intensionalitas tidak
hanya terkait dengan tujuan dari tindakan manusia, tetapi juga
merupakan karakter dasar dari pikiran itu sendiri. Pikiran tidak pernah
pikiran itu sendiri, melainkan selalu merupakan pikiran atas sesuatu.
Pikiran selalu memiliki obyek. Hal yang sama berlaku untuk kesadaran.
Intensionalitas adalah keterarahan kesadaran (directedness of
consciousness) dan intensionalitas juga merupakan keterarahan tindakan,
yakni tindakan yang bertujuan pada satu obyek (Smith. 2003 dalam
Langdridge, D. 2007).
Intensionalitas adalah kunci utama dari kesadaran yang dijelaskan oleh
Husserl. Disini, intensionalitas tidak digunakan dalam arti seperti biasa,
seperti berniat melakukan sesuatu ataupun seperti niat melakukan hal
lain
Psikologi fenomenologis dengan demikian tidak mempedulikan
mengenai pemahaman kognisi seseorang, melainkan lebih melihat ke
dalam diri individu untuk mencoba memahami apa yang sedang terjadi di
dalam kepala meraka (apa yang sedang dipikirkan).Oleh karena itu,
pikiran tidak lagi dipahami sebagai sesuatu yang bersifat pribadi bagi
individu namun dianggap sebagai sesuatu yang secara intrinsic bersifat
publik. Dengan ini, proyek psikologi menjadi satu hal didasarkan pada
apa yang terjadi antara seseorang dan dunia tempat mereka tinggal,
termasuk hubungan antar individu. Fenomenologi tidak melihat corak
berfikir seseorang. Sebagai hasil dari gagasan ini, psikologi fenomenologis
memiliki perhatian utama pada pengalaman memahami dan apa
pemaknaan mengenai dunia yang mereka tinggali.
INTERVENSI
“ClientCentered Therapy”
Merupakan upaya merubah/menyadarkan klien tentang perasaan dan
pengalamannya serta menselaraskan konsep diri dengan seluruh
pengalamannya, bisa dikembangkan apabila klien memiliki persespsi bahwa
terapis memiliki “unconditonal positive regard” dan Pemahaman empatik
terhadap “internal frame of reference”.Terapi terarah pada menjadikan “orang
yg berfungsi seutuhnya”, yang memiliki sifat :
keterbukaan terhadap pengalaman,
tidak ada sifat defensif,
kesadaran yg utuh,
penghargaan diri tanpa syarat dan
berhubungan secara harmonis dengan orang lain.
Terapi lanjutan bisa diarahkan pada pengembangan kemampuan hubungan antar
pribadi (Interpersonal Relation), yang meliputi pengembangan :
Kesedian untuk melakukan kontak
Kemampuan menerima komunikasi dari orang lain
Kemampuan melanjutkan/ memelihara hubungan yang bersifat tulus.
LOGO TERAPI
Seperti aliran psikologi lainnya, logoterapi juga memiliki landasan filsafat manusia yang saling
menunjang satu sama lain. Filsafat manusia yang melandasi asas-asas, ajaran, dan tujuan dari
logoterapi tersebut, yaitu:
Kebebasan Berkehendak (The Freedom of Will)
Kebebasan manusia bukanlah suatu kebebasan yang tidak terbatas, karena manusia merupakan
makhluk yang serba terbatas, baik dari aspek fisik, psikologis, sosial budaya, dan sapek
kerohanian. Kebebasan manusia adalah kebebasan untuk menentukan sikap (freedom to take a
stand) terhadap pengalaman-pengalamn yang terjadi dalam hidupnya. Hal ini sesuai dengan
pandangan aliran humanistik, dimana manusia dianggap sebagai ‘the self determining being’,
yaitu dalam batas-batas tertentu manusia memiliki kemampuan dan kebebasan untuk mengubah
kondisi hidupnya agar meraih kehidupan yang berkualitas.