Anda di halaman 1dari 62

ANAMNESIS, PEMERIKSAAN FISIK, DAN

STATUS NEUROLOGI

Fauqi Amalia 132011101090


Amalia Nur Zahra 142011101041

Pembimbing:
dr. Lely, Sp. S

1
Pemeriksaan
Fisik

Pemeriksaan
Anamnesis
Penunjang

DIAGNOSIS

2
ANAMNESIS
• Keluhan utama  keluhan yang mendorong pasien untuk berobat ke dokter
• Riwayat penyakit sekarang
 Sejak kapan mulai timbulnya
 Sifat atau beratnya
 Lokasi keluhan serta penjalarannya
 Kronologi timbulnya gejala
 Keluhan lain yang ada hubungannya dengan keluhan tersebut
 Pengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnya
 Faktor-faktor apakah yang meringankan atau memperberat keluhan,gejala
atau kelainan
 Perjalanan keluhan, apakah menetap, bertambah berat,datang dalam bentuk
serangan?
• Riwayat penyakit dahulu
• Riwayat pengobatan
• Riwayat penyakit keluarga
• Keadaan psikososial

3
Pemeriksaan fisik

Status Generalis
Vital sign: TD, HR, RR, suhu
Kulit : tanda trauma, perdarahan, tanda-tanda syok, kulit
kering
Kepala – leher : tanda trauma, hematoma, perdarahan di
sekitar telinga-hidung, anemis, ikterik, cyanosis
Thorax (jantung-paru)
Abdomen
Ekstremitas

4
STATUS NEUROLOGI

KUALITATIF
KESADARAN
KUANTITATIF

5
Kesadaran Kualitatif

• Kompos Mentis  kesadaran normal


• Somnolen  keadaan mengantuk, kesadaran dapat pulih penuh jika
dirangsang
• Sopor  kantuk yang dalam, pasien masih dapat dibangunkan
dengan rangsang yang kuat, namun kesadarannya akan kembali
turun.
• Semi koma tidak ada respon terhadap rangsang verbal, reflek
kornea dan pupil masih baik,
• Koma  tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali
terhadap rangsang nyeri bagaimanapun kuatnya.

6
KESADARAN
KUANTITATIF
(GCS)

7
Pemeriksaan Rangsang Meningeal

Kaku kuduk

Kernig sign
Meningeal
sign
Brudzinski

Lasegue
14
Kaku kuduk
• Cara:
Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang
berbaring, kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu
mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila
terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat
mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat

15
Kernig sign
• Cara:
Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya
pada persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah itu
tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk
sudut lebih dari 135 derajat terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan
rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135 derajat , maka dikatakan
kernig sign positif.

16
Brudzinski I
(neck sign)

Brudzinski II
(resiprocal leg sign) 18
Laseque test
Px berbaring, ekstensikan kedua kaki  fleksikan sendi panggul salah satu
kaki dan kaki lain tetap ekstensi
N : mencapai 70 derajad sblm timbul rasa sakit  pd or tua hanya 60
derajad
(+) pada pasien dengan rangsangan selaput otak, Iritasi plexus
lumbosakral (HNP lumbalis

12
Pemeriksaan Nervus Cranialis

N. OLFAKTORIUS [N. I]
Syarat :
a. jalan nafas bebas, atrofi (-), GCS 4-5-6
b. Bahan yg digunakan dikenal penderita, tidak iritatif (mis:amoniak) 
dpt merangsang n.V, menimbulkan sekresi kelenjar  hidung buntu 
ggx pemeriksaan
c. Bahan tdk menimbulkan sensasi isis (mis:mentol)  bisa salah
persepsi
d. Bahan : tembakau, kopi, vanili, teh, jeruk, sabun, tembakau

Cara : periksa masing-masing hidung terpisah, dgn mata tertutup.


Hidung yg tdk diperiksa, ditutup.

13
N. OPTIKUS [N. II]
• PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN
penglihatan jauh  kartu snellen, bila tidak bisa dilakukan hitung jari,
lambaian tangan, cahaya lampu
penglihatan dekat  rosenbaum pocked eye chart

• PEMERIKSAAN LAPANG PANDANG


 test konfrontasi, kampimetri, tangen screen

• PEMERIKSAAN WARNA
 test ishihara atau benang wol berwarna

• PEMERIKSAAN FUNDUSKOPI
 dapat menentukan secara kasar adanya miopi, hipermetropia,
emetropia, kondisi retina, dan papil nervus optikus.

14
l

15
N. OKULOMOTORIUS, TROKLEARIS, & ABDUSENS [III,
IV, VI]
• Pemeriksaan kedudukan bola mata saat diam
 bola mata di tengah atau bergeser ke lateral

• Pemeriksaan gerak bola mata


 periksa mata secara bergantian
 gerakan ke lateral utk m.rectus lateralis [N.VI]
 gerakan ke nasal inferior utk m.obliqus superior [N.IV]
 gerakan ke atas lateral utk m.rectus superior [N.III]
gerakan ke atas medial utk m.obliqus inferior [N.III]
gerakan ke bawah lateral utk m.rectus inferior [N.III]

16
• Pemeriksaan celah mata
 ada tidaknya ptosis (lumpuh m.levator palpebra)

• Pemeriksaan exophtalmos
 bandingkan kedua bola mata dari samping

• Pemeriksaan pupil
 bentuk, lebar, & perbedaan lebar
 reaksi cahaya langsung dan konsensuil
 reaksi akomodasi dan konvergensi

17
N .TRIGEMINUS [N.V]
1. SENSORIK
• distribusi perifer  N V1,V2,V3
• Distribusi segmental  biasanya siringobulbi dan terdapat disosiasi
sensibilitas (nyeri, suhu, dan raba)
Cabang sensorik I : di daerah dahi
Cabang sensorik II : di daerah pipi
Cabang sensorik III : di daerah rahang bawah

2. MOTORIK
• Merapatkan gigi  raba m.masseter & m.temporalis & bandingkan kiri-
kanan
• Membuka mulut (m.pterygoideus externus)  parese : rahang akan deviasi
ke sisi otot yg lesi
• Menggerakkan rahang dari sisi ke sisi melawan tahanan  parese n.V satu
sisi, px dapat menggerakkan rahang ke sisi yg parese tapi tdk bisa ke sisi
sehat.
• Menonjolkan rahang & menariknya  deviasi ke sisi yg parese
• Menggigit tongue spatel kayu dgn gigi geraham (m.masseter
&m.temporalis) membandingkan kedalaman bekas gigitan kiri/kanan.
18
Reflek Kornea

• Langsung
• Sediakanlah kapas yang digulung menjadi bentuk silinder halus. Pasien
diminta menggerakkan bola mata ke lateral yaitu dengan melihat ke salah
satu sisi tanpa menggerakkan kepala. Sentuhlah dengan hati-hati sisi
kontralateral kornea dengan kapas. Respon normal berupa kedipan mata
secara cepat.
• Konsensuil
• Serupa dengan diatas, normalnya terdapat reflek berkedip serupa pada mata
kontralateral.

19
19
N. FASIALIS [N.VII]
1. MOTORIK
kondisi DIAM
bandingkan asimetri pd lipatan dahi, tinggi
alis, sudut mata, lipatan nasolabial

kondisi BERGERAK
bandingkan asimetri saat mengerutkan dahi,
menutup mata, mecucu bersiul, memperlihatkan
gigi, dll

2. SENSORIK
a. Lakrimasi
 Tes Schirmer untuk memeriksa sekresi air mata

b. Pengecapan 2/3 anterior lidah


Pemeriksaan Pengecapan 2/3 depan lidah

• Dites rasa pada lidah, dengan menggunakan rasa manis, asin, asam, dan pahit
dalam bentuk larutan dalam jumlah sedikit setiap larutan diletakkan disisi lidah
yang dijulurkan. Pasien diminta menunjukkan kata-kata manis, asin, asam, dan
pahit yang tercantum pada sehelai kertas.
• Bahan perangsang terdiri dari larutan glukosa 5%, larutan NaCl 2,5%, larutan
asam sitrat 1%, dan larutan Quinin HCl 0,075%. Tes dengan larutan Quinin yang
pahit harus dilakukan paling terakhir. Setelah setiap jenis citarasa diperiksa,
pasien disuruh untuk kumur sampai citarasa yang telah itu tidak meninggalkan
rasa bekas lagi
• Bila daya pengecapan hilang atau berkurang disebut ageusia dan hipogeusia.
Bila rasa asin dirasakan sebagai manis dan sebagainya (salah), maka disebut
parageusia.

21
Pemeriksaan sekresi air mata (Schirmer test)

• Kertas hisap atau lakmus lebar 0,5 cm, panjang 5-10 cm diletakkan
pada dasar konjungtiva
• Tunggu 5 menit untuk menstimulir sekresi air mata dan
mengeluarkan sisa-sisa air mata yang terdapat pada sakus lakrimalis.
Jumlah yang tertera pada kertas tersebut diukur panjangnya.
• Dilakukan lagi pemasangan kertas hisap seperti pertama, tetapi
kemudian dirangsang dengan bersin atau bahan lain untuk
menimbulkan nasolakrimal reflex. Jumlah yang tertera pada kertas
tersebut diukur panjangnya (kanan-kiri). Bila beda kanan-kiri > 50%,
dianggap patologis.

22
N.VIII ( NERVUS KOKHLEARIS, NERVUS
VESTIBULARIS)

PEMERIKSAAN PENDENGARAN
Menilai ada tidaknya tuli konduksi atau persepsi
Pemeriksaan meliputi:
suara bisik
arloji
garpu tala [weber,schawbach,rinne]

PEMERIKSAAN KESEIMBANGAN
Vertigo  hallpike manuver
Tinitus  keluhan telinga berdengung
Tes kalori  rangsang dingin dg suhu 30 derajat sedangkan untuk rangsang
hangat dengan suhu 42 derajat

23
Tes Kalori

Ragsang dingin dengan menggunakan suhu 30°C,


sedangkan untuk suhu hangat dengan suhu 42°C. Responnya
terhadap rangsangan dingin timbul nistagmus (fase cepatnya) ke
sisi kontralateral dari rangsangan, sedangkan pada rangsangan
dengan air hangat menimbulkan nistagmus searah dengan arah
rangsangan (COWS = cold opposite, warm same side). Bila
secara bersamaan kedua telinga diberi rangsang dingin, akan
timbul nistagmus ke arah bawah, sedangkan bila diberi
rangsangan air hangat secara bersamaan pada kedua telinga
akan timbul nistagmus ke atas.

24
Dix-Hallpike Manuver

Cara membangkitkan vertigo dan nistagmus


posisional ialah sebagai berikut :
Pertama pasien diperiksa dalam posisi telentang,
kepala di tengadahkan jatuh ke belakang dgn sudut 30°
dari horizon. Kepala dimiringkan ke kanan selama 30
sampai 60 detik dan si pemeriksa mengamat-amati
timbulnya nistagmus ritmik, Kemudian nistagmus
posisional diamati-amati pada posisi kepala miring ke
kiri, dalam posisi kepala ke depan dan ke belakang.

25
26
Tes Pendengaran

Tes Schwabach (membandingkan dengan pemeriksa)


Garputala dibunyikan kemudian ditempatkan di
procesus mastoideus penderita. Kemudian pasien
diminta untuk memberitahu bila bunyi garpu tala
berhenti. Setelah itu pemeriksa menempatkan garpu
tala di procesus mastoideus telinganya. Bila si
pemeriksa masih dapat menangkap bunyi garpu tala
maka pendengaran pasien berkurang. Jika si pemeriksa
juga tidak dapat mendengar bunyi garpu tala itu, maka
pendengaran pasien adalah normal.

27
Tes Rinne

Garpu tala yang sudah dibunyikan ditempatkan di atas


tulang mastoid pasien. Kemudian pasien diminta untuk
memberitahu bila bunyi garpu tala itu sudah tidak
terdengar lagi. Lalu pada saat itu si pemeriksa
menempatkan ujung garpu tala di dekat lubang telinga
pasien.Karena penghantaran melalui udara lebih baik
(normal), maka bunyi garpu tala itu masih terdengar.

- Tuli perseptif : Rinne (+)


- Tuli konduktif : Rinne (-)

28
Tes Weber
Bilamana telinga kedua sisi baik, maka
garpu tala yang ditempatkan di verteks
akan terdengar sama kerasnya, baik untuk
telinga kiri maupu untuk telinga kanan.
Bila salah satu telinga tuli, maka bunyi
garpu tala akan terdengar lebih keras oleh
salah satu telinga. Fenomen ini dikenal
sebagai lateralisasi (pendengaran).

- Tuli saraf (lebih keras pada sisi sehat)


- Tuli konduktif (lebih keras pada sisi yang
tuli)

29
N.GLOSSOPHARINGEUS & N. VAGUS [ IX, X ]
Terdiri dari:
1. Inspeksi oropharing dalam keadaan istirahat
2. Inspeksi oropharing saat berfonasi
3. Refleks:
refleks muntah/batuk
refleks okulo-kardiac
refleks carotico-cardiac
4. Sensorik khusus  pengecapan 1/3 belakang lidah
5. Suara serak/parau  gangguan murni di N.X
6. Menelan  sukar menelan cair daripada padat [ggg oesph]
7. Detak jantung & bising usus

30
• Refleks muntah/batuk/ refleks pharing dengan menekan dinding belakang
pharing.

• Refleks oculo-cardiac dengan menekan bola mata responnya dengan bradicardia


tapi tidak lebih dari 5-8 perlambatannya.

• Refleks carotico-cardiac dengan penekanan atau masase pada sinus caroticus


pada kondisi normal tidak menyebabkan perubahan fungsi otonom, tapi pada
individu rentan biasanya pada atherosclerosis atau hipertensi menyebabkan
perlambatan heart rate, turunnya tekanan darah, turunnya cardiac output dan
vasodilatasi perifer. Pada kondisi patologis, menimbulkan vertigo, purcat,
hilangnya kesadaran (Carotid Sinus Syncope) & kadang-kadang kejang. Oleh
karenanya pada dugaan hiperaktivitas refleks ini atau adanya stenosis a. carotis
maka tekanan sinus atau arteri dilakukan dengan hati-hati dan hanya satu sisi
saja.

31
N. ACCESORIUS [ XI ]
Pemeriksaan kekuatan m.trapezius
cara:
px mengangkat bahu & tangan pemeriksa menahannya

Pemeriksaan kekuatan m.sternokleidomastoideus


cara:
px memalingkan kepala ke arah kanan utk memeriksa
sternokleidomastoideus kiri dg tangan pemeriksa menahannya
dan sebaliknya

32
N. HIPOGLOSSUS [N.XII]

Pemeriksaan otot lidah dalam keadaan:

DIAM → dengan membuka mulut


ada parese/paralise sisi sakit  lidah akan deviasi ke sisi sehat
karena pada lidah yg parese/paralise tonusnya menurun atau
hilang

BERGERAK → dg menjulurkan lidah


pada parese/paralise KIRI → lidah akan deviasi ke
KIRI
karena pada sisi lesi tidak ada kontraksi [yg berpengaruh
bukan tonus otot tapi KEKUATAN KONTRAKSI]

33
• Kelumpuhan N.XII dapat berupa:

Kelumpuhan Sentral Kelumpuhan Perifer

Atrofi (-) Atrofi (+)

Fasikulasi (-) Fasikulasi pada sisi yang lumpuh

34
PEMERIKSAAN EKSTREMITAS SUPERIOR

• Inspeksi : atrofi/edema/asimetri
• Palpasi : konsistensi → N: kenyal
• Perkusi : N: tampak cekung 1-2 detik
myotoni : tampak cekung > 2 detik
myoedema : tampak penimbulan sejenak

35
• MOTORIK
• Kekuatan Otot
Penilaian
+5 bila dapat melawan tahanan kita(normal)
+4 bila dapat melawan tahanan ringan
+3 bila dapat melakukan gerakan gravitasi, tapi tidak
dapat melawan tahanan ringan
+2 bila dapat melakukan gerakan kesamping, tidak
dapat melakukan gerakan melawan gravitasi
+1 bila hanya kontraksi saja

36
MUSCLE NERVE ROOT

Deltoid Axilaris C5/C6

Biceps Musculocutaneus C5/C6

Triceps Radialis C6/C7/C8

Brakioradialis Radialis C5/C6

Pronator teres Medianus C6/C7

Fleksor karpi Medianus C6/C7


radialis
Fleksor karpi Ulnaris C7/C8/Th1
ulnaris

37
• TONUS
 dilakukan pada otot bicep/ tricep
 Hasil pemeriksaan tonus berupa normal, hipotoni, hipertoni
Hipertoni:
CLASP-KNIFE: tahanan dirasakan pada awal gerakan (lesi UMN)
LEAD-PIPE: tahanan terus menerus sepanjang gerakan (lesi
extrapyramidal)
COG-WHEEL: tahanan dirasakan seperti roda bergerigi (lesi
extrapyramidal)

38
REFLEKS FISIOLOGIS
 Meliputi:
• BPR
• TPR

• REFLEKS PATOLOGIS
• Hoffman → goresan pada kuku jari tengah (jari III) pasien
(+ bila fleksi ibu jari tangan diikuti jari-jari lainnya)
• Trommer → colekan pada ujung jari tengah (jari III) pasien
(+ bila fleksi ibu jari tangan diikuti jari-jari lainnya)

39
• SENSORIK
1. EKSTEROSEPTIK/PROTOPATIK
Nyeri  jarum bundel [di pegang spt pensil]
Panas  air suhu 40-45 derajat
Dingin  air suhu 10-15 derajat
Raba halus  ujung-ujung kapas
Cara : mulai dari daerah yang mengalami gangguan sensibilitas ke daerah
normal, dan sebaliknya, titik temu keduanya merupakan batas kelainannya.

2. PROPRIOSEPTIK
 gerak/posisi, getar, tekan
Reseptor : pacini
Pemeriksaan getar : garputala 128 Hz
Pemeriksaan gerak : memegang sisi lateral jari pasien
→digerakkan ke atas/bawah (pasien harus
menutup mata)
Pemeriksaan tekan: menekan sternum, dll.

40
3. ENTEROSEPTIF (Nyeri Rujukan/refered pain)
→ pada daerah yang nyeri dilakukan penekanan, gerakan aktif/pasif & gerakan
isometrik.
→ Nyeri rujukan (+), bila pasien tidak merasa nyeri di tempat yang dilakukan
manipulasi.

4. KOMBINASI :
* Stereognosis (membedakan bentuk benda)
* Barognosis (membandingkan berat)
* Graphestesia (menentukan huruf yg digoreskan pada tangan pasien)
* Two point tactile discrimination
 dilakukan penusukan pada 2 tempat pada saat yang sama
* Sensori extinction (rangsangan pada 2 tubuh yg sepadan)
positif jika pasien hanya merasakan 1 bagian tubuhnya
* Loss body image (pengabaian salah satu bagian tubuh)

41
42
PEMERIKSAAN EKSTREMITAS INFERIOR

• Inspeksi : atrofi/edema/asimetri
• Palpasi : konsistensi → N: kenyal
• Perkusi : N: tampak cekung 1-2 detik
myotoni : tampak cekung > 2 detik
myoedema : tampak penimbulan sejenak

43
• MOTORIK
• Kekuatan Otot
Penilaian
+5 bila dapat melawan tahanan kita(normal)
+4 bila dapat melawan tahanan ringan
+3 bila dapat melakukan gerakan gravitasi, tapi tidak
dapat melawan tahanan ringan
+2 bila dapat melakukan gerakan kesamping, tidak
dapat melakukan gerakan melawan gravitasi
+1 bila hanya kontraksi saja

44
MUSCLE NERVE ROOT

Iliopsoas Femoralis L2/L3

Kwadriceps femoris Femoralis L2/L3/L4

Hamstring Ishiadikus L4/L5/S1/S2

Gluteus medius Gluteus inferior L5/S1

Gluteus maximus Gluteus superior L5/S1

Tibialis anterior Peroneus profundus L4/L5

Gastrocnemius Tibialis posterior L5/S1

45
• TONUS

 dilakukan pada otot kwadricep/hamstring

 Hasil pemeriksaan tonus berupa normal, hipotoni, hipertoni

 Cara memeriksa:

- Pasien rileks, fleksi dan ektensikan sendi lutut secara bergantian

- Gerakan tungkai pasien ke kanan kiri → tiba-tiba paha dilepas → bila


tonus meningkat, terjadi gerakan osilasi yang terus menerus

46
REFLEKS FISIOLOGIS
Penilaian
0  tidak ada gerakan sendi
+1  hanya terdapat kontraksi
+2  kontraksi dan gerakan sendi
+3  respon sama dengan +2 tetapi lebih kuat dan ada perluasan
+4  sama dengan +3 ditambah klonus

• KPR (radix L2,L3,L4)


 Tungkai dalam keadaan rileks
 Ketuk dengan hammer pada tendon patela
 Amati: kontraksi otot quadricep femoris

• APR (radix S1,S2)


 Tungkai dirotasi keluar
 Pegang kaki dengan sedikit dorsofleksi
 Ketuk tendon achiles  normal : plantar flexi

47
 Refleks Patologis

 Babinski ( + : dorso fleksi ibu jari kaki dan


fanning jari kaki lain)

 Chaddoc ( respon positif seperti babinski)

 Oppenheim (respon positif seperti


babinski)

 Gordon (respon positif seperti babinski)

 Schoueffer (respon positif seperti babinski)

 Gonda (respon positif seperti babinski)

48
• SENSORIK
1. EKSTEROSEPTIK/PROTOPATIK
Nyeri  jarum bundel [di pegang spt pensil]
Panas  air suhu 40-45 derajat
Dingin  air suhu 10-15 derajat
Raba halus  ujung-ujung kapas
Cara : mulai dari daerah yang mengalami gangguan sensibilitas ke daerah
normal, dan sebaliknya, titik temu keduanya merupakan batas kelainannya.

2. PROPRIOSEPTIK
 gerak/posisi, getar, tekan
Reseptor : pacini
Pemeriksaan getar : dengan garputala 128 Hz pada malleolus, caput
fibularis atau krista iliaca superior anterior
Pemeriksaan gerak : memegang sisi lateral jari pasien
→digerakkan ke atas/bawah (pasien harus
menutup mata)
Pemeriksaan tekan: menekan betis, dll.
49
3. ENTEROSEPTIF
 refered pain: dengan mengetuk vertebrae lumbosacral

4. KOMBINASI :
* Stereognosis (membedakan bentuk benda)
* Barognosis (membandingkan berat)
* Graphestesia ( menentukan huruf yg digoreskan pada kaki pasien)
* Two point tactile discrimination  dilakukan penusukan pada tempat pada
saat yang sama
* Sensori extinction (rangsangan pada 2 tubuh yg sepadan)
positif jika pasien hanya merasakan 1 bagian tubuhnya
* Loss body image (pengabaian salah satu bagian tubuh)
5. Pemeriksaan Sensibilitas

50
PEMERIKSAAN BADAN

• Inspeksi: apakah dinding perut dan dada sejajar?


• Palpasi :
• Otot perut : konsistensi
• Otot pinggang : konsistensi
• Kedudukan diafragma: -gerak: simetris/tidak
- istirahat: simetris/tidak
• Perkusi: abdomen
• Auskultasi: bising usus

51
• Motorik:
• Gerakan cervical vertebrae: fleksi, ekstensi, rotasi, lateral deviation
• Gerakan dari tubuh: membungkuk, ekstensi, lateral deviation
• Refleks-refleks:
• Refleks dinding abdomen:
• Goresan pada daerah epigastrik, supraumbilical, umbilical, infra umbilical
dari lateral ke medial
• Respon: kontraksi umbilikus
• Refleks cremaster:
• Goresan/pemijatan pada sisi medial paha dari atas ke bawah
• Respon: kontraksi (elevasi) testis ipsilateral
• Goresan di daerah gluteus
• Respon: kontraksi m. gluteus
• Refleks anal :
• Goresan pada perianal
• Respon: kontraksi otot sphincter ani

52
GAIT DAN KESEIMBANGAN

• Tandem Walking
→ berjalan lurus ke depan dengan satu kaki ditempatkan di depan jari-jari
kaki lainnya
• Berjalan memutari kursi atau meja
• Berjalan maju mundur
• Romberg test → jatuh ke sisi lesi

53
PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR
Syarat:
Px dalam kondisi kesadaran penuh [GCS 4-5-6]

• APHASIA
APHASIA MOTORIK [BROCA]
 Pemahaman auditorik baik
 Bicara spontan tidak lancar
 Modalitas bahasa lainnya terganggu
 Lesi di posterior girus frontalis/area broca/area 44,45 broadmann kiri

54
APHASIA SENSORIK [WERNICKE]
 Pemahaman sangat terganggu
 Bicara spontan lancar
 Kata-kata tdk dapat dimengerti/neologisme
 Modalitas bahasa lainnya terganggu
Lesi di regio temporalis sup sinistra sbg area auditorik [area 22 broadmann]

APHASIA KONDUKSI
 Modalitas bahasa lainnya terganggu
 Pengulangan sangat terganggu
 Pemahaman baik
 Bicara lancar tetapi kadang agak ragu
Lesi di Fasikulus Arkuatus Sinistra  dibedakan jadi 2:
lesi lebih ke frontal  bicara kurang lancar
lesi lebih ke posterior  bicara lancar

55
APHASIA TRANSKORTIKALIS
 Kemampuan pengulangan relatif baik
 Bicara spontan lancar tetapi kata-katanya tidak dapat dimengerti
 Modalitas bahasa lainnya terganggu
Lesi di daerah perisylvii  dibedakan jadi 2:
Transkortikalis motorik
transkortikalis sensorik

APHASIA ANOMIK/AMNESTIK/NOMINAL
 Penamaan jelek
 Modalitas bahasa lainnya baik
 Mungkin merup sisa gx dr salah satu jenis aphasia yg sdh membaik
Lesi di Girus Angularis Kiri

APHASIA GLOBAL
 Semua modalitas bahasa terganggu
Lesi di daerah sylvian dan sekitar hemisfer kiri
56
ALEKSIA
Tdk dapat membaca

AGRAPHIA
Tidak dapat menulis

AKALKULIA
Tidak dapat melakukan perhitungan aritmatika sederhana

RIGHT LEFT DISORIENTATION


Kebingungan antara sisi kiri dan kanan

FINGERAGNOSIA
 Px tdk dapat mengenali baik jari-jarinya sendiri maupun jari pemeriksa

57
PEMERIKSAAN REFLEKS PRIMITIF

SUCKING REFLEKS
Sentuhan pd bibir
Respon: gerakan bibir, lidah, & rahang seolah-olah
menyusu

58
SNOUT REFLEKS
Ketukan pd bibir atas
Respon: kontraksi otot-otot disekitar bibir/dibawah
hidung

59
GRASP REFLEKS
Penekanan jari pemeriksa pd telapak tangan px
Respon: tangan px mengepal

60
PALMO-MENTAL REFLEKS
Goresan ujung pena/ibu jari tangan pemeriksa terhadap
kulit telapak tangan bagian thenar px
Respon: kontraksi otot mentalis & orbicularis oris ipsilateral

61
TERIMAKASIH

62

Anda mungkin juga menyukai