Anda di halaman 1dari 47

SKENARIO 2

Dosen Tutor :
drg. Isnur Hatta, MAP

Kelompok 7

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
Kelompok 7
1. UDUR SINAGA 161 1111 22 0033
2. NUR AS ALIFUDDIN 161 1111 31 0038
3. NAURA IFTHINAN LUTHFIANA 161 1111 22 0023
4. HADI WASKITO 161 1111 31 0012
5. SALMA HUMAIRA 161 1111 22 0030
6. MARTHIA EKA NURDILA 161 1111 12 0012
7. RINI RAHMIYATI 161 1111 12 0024
8. SONIA DEWI MAHARANI 161 1111 12 0028
9. ERISA LIDIYA 161 1111 22 0011
10. MUHAMMAD LUTHFI ALFIZAR 161 1111 31 0027
11. SYAIFUL HAQ PRASETYA 161 1111 11 0029
SKENARIO 2
Laki-laki 45 tahunke praktek drg. dengan keluhan sulit membuka
mulut disertai pembengkakan pada rahang bawah kiri dagu sejak 3 hari
yang lalu. ± 5 hari sebelumnya diawali dengan keluhan nyeri gigi
geraham paling belakang pada rahang bawah kiri, riwayat penyakit
hipertensi disangkal sedangkan riwayat penyakit diabetes mellitus sejak
10 tahun yang lalu. Pasien datang dengan kondisi cukup, TD: 130/90
mmHg, N: 98x/mnt, RR: 30x/mnt, t: 37,5’C. Pada pemeriksaan klinis ekstra
oral didapatkan pembengkakan submandibula sinistra batas tidak jelas
disertai hiperemi dan hipertermi disekitar daerah pembengkakan serta
fluktuasi, terdapat gambaran klinis (punctate). Pemeriksaan intra oral sulit
dievaluasi, karena pasien hanya dapat membuka mulut 2 jari, tampak
hiperemi pada vestibulum regio 47, 48 dengan oral hygiene yang
terkesan buruk. Pada foto OPG tampak gigi impaksi 18, 28, 38, 48 dan
gigi 47 karies dengan perforasi pulpa.
Identifikasi dan Klarifikasi Istilah
1. Hiperemi : kenaikan aliran darah ke suatu
organ, jaringan, atau bagian tubuh. Merupakan
ciri dari respons peradangan.
2. Perforasi : terbentuknya lubang pada jaringan
atau organ. Keadaan ini dapat terjadi karena
penyakit atau selama instrumentasi seperti
perforasi lateral akar selama terapi endodontik.
3. Fluktuasi : menggambarkan sensasi gerak
seperti gelombang yang dirasakan pada
bagian tubuh yang berisi cairan, pada saat
dilakukan penekanan ringan dengan jari.
(Ireland, 2014)
Analisis Masalah
1. Diagnosa dari skenario :
Abses, perikoronitis (radang gingiva disekitar gigi erupsi sebagian), dan
perforasi pulpa.
2. Manifestasi klinis dari diagnosa :
Inflamasi, hipertermi, malaise, takipnea.
3. Penyebab pembengkakan :
Bakteri masuk ke dalam pulpa menyebabkan lesi periapikal menjadi
kronis hingga akhirnya menjadi abses.
4. Faktor predisposisi :
Diabetes mellitus, sistem imun lemah, mudah infeksi, faktor usia.
5. Penatalaksanaan dari diagnosa :
Pemberian antibiotik, penicilyn, bedah, dirujuk ke dokter umum, diabetes
mellitus dikontrol, anastesi, bedah dengan insisi dan drainase, pemberian
clindimycin, terapi lokal dan sistemik.
...
6. Jika tidak ditangani :
Akan menjadi kista, ganuloma, osteomylitis yang akan dilakukan
pembedahan. Selain itu, proses penyembuhan sulit.
7. Saraf yang terganggu :
Saraf trigeminus (V) cabang III, optalmicus, mandibula dan maksila.
8. Vital Sign akan menentukan penanganan selanjutnya.
9. Klasifikasi abses :
abses alveolaris, sublingual, dan submental.
10. Hubungan jenis kelamin dan usia dengan diagnosa penyakit pada skenario :
Semakin tua usia maka akan semakin menurunkan sistem imun, hormon
yang dihasilkan laki-laki dan perempuan itu berbeda sehingga menyebabkan
perbedaan sistem pertahanan tubuhnya.
PROBLEM TREE
Sasaran Belajar
1. Definisi infeksi odontogenik
2. Port the enter infeksi odontogenik
3. Faktor yang mempengaruhi penyebaran infeksi odontogenik
4. Definisi abses odontogenik
5. Jenis-jenis abses odontogenik
6. Etiologi abses odontogenik
7. Patogenesis abses odontogenik
8. Manifestasi klinis dari abses odontogenik
9. Penatalaksanaan pada pasien abses odontogenik
10. Keterkaitan usia dan jenis kelamin pada diagnosa di skenario
11. Terapi lokal dan sistemik untuk penatalaksanaan kasus di skenario
12. Definisi punctate pada skenario
13. Bagaimana pertahanan sistem imun terhadap infeksi/abses odontogenik
pada rongga mulut
Definisi infeksi odontogenik
Infeksi odontogenik merupakan infeksi rongga
mulut yang paling sering terjadi. Infeksi
odontogenik dapat merupakan awal atau
kelanjutan penyakit periodontal, perikoronal,
trauma, atau infeksi pasca pembedahan.

(Troeltzsch M, 2015)
Port the enter infeksi odontogenik
Ada 3 pintu masuk dalam proses infeksi RM, yakni:
1. Proses Karies
2. Keradangan Periodontal
- kalkulus
- tumpatan overhanging
- gigi tipping
3. Pericoronitis/Pericoronal.

Topazian RG et al, 2002.


. . .Port the enter
• Saluran akar dari gigi yg karies
• Ligamen periodontal
• Jaringan yang terbuka pasca bedah
• Injury pada jaringan
• Ductus gld. Saliva pada pasien dgn
penyakit sistemik

(Troeltzsch M, 2015)
Faktor yang mempengaruhi
penyebaran infeksi odontogenik
• Merokok, alkohol, penyakit sistemik, kebersihan
rongga mulut, flora normal dalam mulut, jenis kelamin
& usia (Bakathir et al, 2009).
Virulensi &
• Faktor penyebaran kuantitas
(Toppo S, 2014). Pertahanan tubuh
lokal

Pertahanan Pertahanan seluler


humoral

• Bakteri anaerob & aerob, anaerob lebih dominan


(Davis, 2010).
Faktor yang mempengaruhi infeksi
• Virulensi: • Pertahanan tubuh:
Berkaitan dengan kualitas Lokal (barrier anatomi
dari bakteri seperti daya seperti kulit dan mukosa,
invasi, toksisitas, enzim dan populasi bakteri normal
produk lainnya rongga mulut), humoral
dan seluler.
• Kuantitas:
Jumlah dari bakteri atau
mikroorganisme yangdapat
menginfeksi host
(Toppo, 2014)
Definisi abses odontogenik
Infeksi yang melibatkan banyak bakteri
meliputi berbagai bakteri fakultatif
anaerob seperti streptococcus viridans,
streptococcus anginosus, serta bakteri
obligat anaerob seperti spesies prevotella
dan fusobacterium.

(Suardi, 2014)
Jenis-Jenis Abses Odontogenik
Berdasarkan Proses Penyebaran
A. Abses alveolar/periapikal
Berasal dari nekrosid pulpa hingga terjadi invasi
bakteri dan perlu ada proses infeksi ke daerah
periapikal. pada tahap akut terass sakit,
onsetcepatdan pada tahap kronis ada pus
B. Abses subperiosteal
Selulitis jaringan lunak mulut dan daerah maksilofasial,
pembengkakan merah pada daerah gigi dan
penyebab sakit yang hebat
(Fragiskos, 2007)
...
C. Abses submucose
Terdapat pada submukosa baik di vestibulum oris,
palatinal, lingual dan gingiva

D. Abses subkutan
Terdapat di subkutan atau dibawah kulit

(Fragiskos, 2007)
Berdasarkan spasium yg terkena
A. Abses Subperiosteal
• Gejala klinis: selulitis jaringan lunak mulut dan daerah
maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke ekstra oral,
warna kulit sedikit merah pada daerah gigi penyebab. Penderita
merasakan sakit yang hebat, berdenyut dan dalam serta tidak
terlokalisir. Pada rahang bawah bila berasal dari gigi premolar
atau molar pembengkakan dapat meluas dari pipi sampai
pinggir mandibula, tetapi masih dapat diraba. Gigi penyebab
sensitif pada sentuhan atau tekanan.
B. Abses fosa kanina
• Fosa kanina sering merupakan tempat infeksi yang bersal dari
gigi rahang atas pada regio ini terdapat jaringan ikat dan
lemak, serta memudahkan terjadinya akumulasi cairan
jaringan.
• Gejala klinis: pembengkakan pada muka, kehilangan sulkus
nasolabialis dan edema pelupuk mata bawah sehingga
tampak tertutup. Bibir atas bengkak, seluruh muka terasa sakit
disertai kulit yang tegang berwarna merah.

(Fragiskos, 2007)
C. Abses bukal
• Abses spasium bukal berada diantara m. masseter, m.
pterigoidus interna dan m. Buccinator. Berisi jaringan lemak yang
meluas ke atas ke dalam diantara otot pengunyah, menutupi
fosa retrozigomatik dan spasium infratemporal. Abses dapat
berasal dari gigi M2/M3 rahang atas masuk ke dalam spasium
bukal.
• Gejala klinis: terbentuk di bawah mukosa bukal dan menonjol ke
arah rongga mulut. Pada perabaan tidak jelas ada proses
supuratif, fluktuasi negatif dan gigi penyebab kadang-kadang
tidak jelas. Masa infeksi/pus dapat turun ke spasium terdekat
lainnya. Pada pemeriksaan estraoral tampak pembengkakan
difus.

(Fragiskos, 2007)
D. Abses infratemporal
• Abses ini jarang terjadi, tetapi bila terjadi sangat berbahaya
dan sering menimbulkan komplikasi yang fatal. Abses
infratemporal terletak di bawah 21 dataran horisontal arkus-
zigomatikus dan bagian lateral di batasi oleh ramus
mandibula dan bagian dalam oleh m.pterigoid interna.
Bagian atas dibatasi oleh m.pterigoid eksternus. Spasium ini
dilalui a.maksilaris interna dan n.mandibula, milohioid, lingual,
businator dan n.chorda timpani. Berisi pleksus venus pterigoid
dan juga berdekatan dengan pleksus faringeal.

(Fragiskos, 2007)
E. Abses submasseter
• Abses submasseter berjalan ke bawah dan ke depan diantara
insersi otot masseter bagian superfisialis dan bagian dalam.
Infeksi pada spasium ini berasal dari gigi M3 rahang bawah,
berjalan melalui permukaan lateral ramus ke atas spasium ini.
• Gejala klinis: sakit berdenyut diregio ramus mandibula bagian
dalam, pembengkakan jaringan lunak muka disertai trismus yang
berjalan cepat, toksik dan delirium. Bagian posterior ramus
mempunyai daerah tegangan besar dan sakit pada penekanan.

(Fragiskos, 2007)
F. Abses submandibula
• Spasium ini terletak dibagian bawah m.mylohioid yang
memisahkannya dari spasium sublingual. Lokasi ini di bawah dan
medial bagian belakang mandibula. Dibatasi oleh m.hyoglosus
dan m.digastrikus dan bagian posterior oleh m.pterigoid
eksternus. Berisi kelenjar ludah submandibula dan kelenjar limfe
submaksila. Pada bagian luar ditutup oleh fasia superfisial yang
tipis dan ditembus oleh arteri submaksilaris eksterna.
• Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses dentoalveolar,
abses periodontal dan perikoronitis yang berasal dari gigi
premolar atau molar mandibula.

(Fragiskos, 2007)
G. Abses sublingual
• Spasium sublingual dari garis median oleh fasia yang tebal,
terletak diatas m.milohioid dan bagian medial dibatasi oleh
m.genioglosus dan lateral oleh permukaan lingual mandibula.
• Gejala klinis: pembengkakan dasar mulut dan lidah terangkat,
bergerser ke sisi yang normal. Kelenjar sublingual yang tampak
menonjol karena terdesak oleh akumulasi pus di bawahnya.
Penderita akan mengalami kesulitan menelan dan terasa sakit.

(Fragiskos, 2007)
H. Abses submental
• Terletak diantara m.milohioid dan m.plastima. di depannya
melintang m.digastrikus, berisi kelenjar limfe submental.
Perjalanan abses kebelakang dapat meluas ke spasium
mandibula dan sebaliknya infeksi dapat berasal dari spasium
submandibula. Gigi penyebab biasanya gigi anterior/premolar.
• Gejala klinis: selulitis pada regio submental. Tahap akhir akan
terjadi supuratif dan pada perabaan fluktuatif positif. Pada
pemeriksaan intra oral tidak tampak adanya pembengkakan.
Kadang-kadang gusi disekitar gigi penyebab lebih merah dari
jaringan sekitarnya. Pada tahap lanjut infeksi dapat menyebar
juga kearah spasium yang terdekat terutama kearah belakang.

(Fragiskos, 2007)
Etiologi abses odontogenik
• Infeksi odontogenik dimulai dengan terjadinya kematian pulpa.
Invasi bakteri dan perluasan invasi ke arah periapikal. Kerusakan
ligamen periodontal bila memungkinkan masuknya bakteri.
Apabila gigi yang tidak erupsi sempurna mukosa yang menutupi
sebagian gigi mengakibatkan terperangkap dan terkumpulnya
bakteri dan debris.
• Abses merupakan suatu lubang berisi kumpulan pus yang
terlokalisir akibat proses supurasi pada suatu jaringan yang
disebabkan oleh bakteri piogenik.

(Pedersen, 2013; Balaji, 2009)


Patogenesis abses odontogenik
Ada 3 tahap :
1. Terjadi pembengkakan lunak, ringan dan kpnsisten mulai
dari hari ke 1-3
2. Bagian tengah pembengkakan mulai melunak & abses
merusak kulit atau mukosa sehingga dapat ditekan. Pus
mungkin dapat dilihat lewat lapisan epitel, mmebuatnya
berfluktuasi. Ini terjadi pada hari ke 5-7
3. Abses pecah dengan spontan atau drainase

(Balaji, 2013)
...
• Virulensi/Resistensi

Virulensi adalah total fungsi metabolis & fisiologis


parasit/mikroba yang bisa mendukung untuk dapat bertahan
hidup & berkembang / produksi perubahan patologis terhadap
jaringan hospes. Sedangkan resistensi adalah jumlah total dari
fungsi tersebut pada hospes sehingga dapat bertahan dari
aktivitas parasit/mikroba.
Mikroba dapat melakukan invasi, mengeluarkan eksotoksin,
endotoksin dengan cara autolisis .sedangkan hospes dapat
menunjukkan reaksi alergi terhadap produk-produk atau bahkan
mampu menimbulkan gangguan langsung thd fungsi metabolisme
selular oleh sel-sel hospes.

(Padersen, Gordon W. 2013)


Manisfestasi klinis dari abses
odontogenik
Secara lokal Secara sistemik
• Kalor • Demam
• Rubor
• Dolor
• Tumor
• Functio laesa
• limfadenopati

(Fragiskos, 2007)
Ekstra oral
• Pembengkakan berwarna merah dan mengkilat
• Konsistensi pembengkakan lunak serta fluktuasi
• Nyeri saat palpasi dan tekanan (nyeri lebih ringan
dibandingkan subperiosteal abses)
• Pembengkakan terlokalisir Punctate (red dark spot) mata
nanah : ciri khas abses subkutan
Intra oral
• Kelanjutan dari periapikal dan subperiosteal abses dengan
tingkat yang lebih ringan
• Tidak ada benjolan/pembengkakan intraoral

(Mardiantoro, 2017)
Penatalaksanaan pada Pasien
Abses Odontogenik
Tujuan Utama dilakukan Pembedahan
• Menghilangkan penyebab infeksi,
• Membuat jalan keluar/drainase bagi nanah & debris nekrotik yg
terakumulasi,
• Mencegah komplikasi yg lbh berat berupa selulitis (ludwig’s angina),
thrombosis sinus kavernosus, dan penyebaran infeksi ke daerah
mediastinum

(Dahong, 2009)
...
Prinsip Utama
• Proteksi dan kontrol jalan napas
• Pemberian antibiotik yang adekuat
• Insisi dan drainase abses
• Hidrasi dan nutrisi yang adekuat
• Membuat drainase melalui pembedahan dan
menghilangkan penyebab infeksi, bisa berupa tindakan
sederhana seperti pembukaan rongga pulpa gigi &
ekstirpasi pulpa gigi nekrotik, sampai tindakan kompleks
seperti membuat insisi yg luas utk kasus infeksi yg parah

(Dahong, 2009) (Karasustina, 2010)


Tindakan Pembedahan pada
Infeksi Odontogenik
• Tindakan awal adalah insisi & pembuatan drainase. Pertama
tentukan tmpt insisi. Penentuan wkt insisi dgn cara melakukan
palpasi pd permukaan abses mengenai fluktuasinya. Jika
fluktuasi blm jls utk menentukan ada tdk nya nanah, dpt dilakukan
aspirasi dengan jarum suntik yg agak besar, aspirasi cukup 0,1 cc
(Dahong, 2009).
• Lalu semprotkan chlor ethyl pd daerah pembengkakan hingga
membentuk salju. Kemudian insisi dilakukan menggunakan scalpel
no.11 sehingga terbentuk luka kurang lbh 1 cm. Luka insisi dibuka
agar nanah dpt dialirkan keluar. Selanjutnya insersikan drain
berupa lembaran karet sarung tgn ke dlm luka insisi hingga
rongga abses, agar luka insisi tdk cepat tertutup. Terakhir, luka
bekas insisi diperban dan penderita diinstruksikan utk
melanjutkan obat-obatannya (Cataflam 50mg 2x1, clindamysin
300mg 2x1, dan diberikan resep ultravita tablet 1x1 selama 10
hari (Dahong, 2009).
...
• Control dilakukan 2 hr pasca insisi. Pd saat control, drain diganti.
Hari ke 3 lakukan penggantian drain. Pd control hr ke 4, nanah
sdh tdk ada, hanya keluar cairan bening, lalu dilakukan
pencabutan gigi yg mengalami abses. Utk hr ke 5 dst, kompres
daerah bengkak dgn air hangat. Kompres air hangat utk
menyebabkan vasodilatasi setmpt, meningkatkan suplai darah,
mengurangi hyperemia, mempercpt penyembuhan
• Sebagai perawatan pendukung, diberi antibiotic cefadroxyl &
metronidazole karena rongga mulut didominasi bakteri anaerob.
Gol penisilin merupakan obat pilihan pertama. Jika terdapat
reaksi alergi terhadap penisilin, maka diberi antibiotic gol lain
seperti klindamisin, eritromisin, linkomisin, dan sefalosporin.
• Utk mendapatkan efek obat terapi yg lbh cpt dpt diberikan
persistemik, misalnya suntikan intra muskuler kombinasi penisilin &
streptomisin (Dahong, 2009).
...
• Apabila blm trjd drainase spontan, maka perawatan abses
adalah insisi & drainase pd puncak fluktuasi & drainase
dipertahankan dgn pemasangan drain (drain karet/kasa),
pemberian antibiotik utk mencegah penyebaran infeksi &
analgesik sbg penghilang sakit. Pencabutan dilakukan stlh gejala
akutnya mereda.
• Apabila sdh trjd drainase spontan (sudah ada fistula) maka dpt
lgsg dilakukan pencabutan gigi penyebab. Pencabutan gigi yg
terlibat (mnjd penyebab abses) biasanya dilakukan sesudah
pembengkakan sembuh & keadaan umum penderita membaik.
Dlm keadaan abses yg akut tdk boleh dilakukan pencabutan gigi
krn manipulasi ekstraksi yg dilakukan dpt menyebarkan radang
sehingga mungkin terjadi osteomyelitis (Karasutisna, 2001)
(López-Píriz,2007).
...
Ekstraksi Gigi
Dilakukan pada gigi penyebab infeksi (gigi yang terinfeksi) yang
merupakan sumber utama dari infeksi. Hanya dilakukan bila gigi
tidak dapat dipertahankan lagi, untuk memudahkan drainase pus
di periapikal dan eksudat debris dengan baik (Balaji S, 2013.
Woo SB, 2012)
Keterkaitan Usia dengan Infeksi
Odontogenik
• Pada pasien dengan usia tua, faktor yang memungkinkan
adalah kurangnya menjaga kebersihan rongga mulut dan
posisi molar tiga yang belum atau tidak erupsi secara
sempurna

• Dikebanyakan negara, infeksi odontogenik umumnya


banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan
karena laki-laki kurang memperhatikan kebersihan
rongga mulut serta kebiasaan merokok dan mengkonsumsi
alkohol yang cenderung dilakukan oleh laki-laki (Zamiri B
et al, 2011)
...
• Pada dewasa (rata-rata umur
21-59 tahun) persentase
68% lebih banyak pada
perempuan dibanding laki-
laki dengan persentase
42,4% : 57,6%
• Sedangkan pada orang tua
(rata-rata umur 60-87 tahun)
32% lebih banyak pada
perempuan dibanding laki-
laki dengan persentase
74,2% : 25,8%.
• Lokasi lebih banyak pada
mandibula dibanding maxilla
dengan persentase 80,4% :
19,6%

(Ogura, et al. 2017)


Terapi Lokal dan Sistemik untuk
Penatalaksanaan Kasus
Perawatan secara lokal:
Irigasi
Aspirasi
Insisi
Drainase
Perawatan secara sistemik
Pengobatan menghilangkan rasa sakit
Terapi antibiotik
Terapi pendukung

(Lopez, 2007)
...
Terapi Antibiotik
• Antibiotik yg paling banyak digunakan dan efektif :
penisilin, amoksisilin, clindamycin, azitromisin,
metronidazole, moksifloksasin
• Sebaiknya digunakan antibiotic dengan spectrum
tersempit yg efektif melawan organisme yg terlibat dlm
infeksi
• Antibiotik spectrum luas dihindari : ok ↑ resiko
pengembangan strain mikroba resisten dan juga ↑ resiko
superinfeksi, dengan menghilangkan flora normal di tubuh
dan memungkinkan bakteri non-pathogen u/ berkembang
biak dan menyebabkan penyakit
(A Textbook of Advanced Oral and Maxillofacial
Surgery Onur Gonul. 2013)
...

(Holmes, 2016)
...

Terapi Penunjang
• Meningkatkan kualitas nutrisis dengan diet TKTP.
• Pemberian multivitamin
• Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh.
• Bed rest
• Pemberian analgetik sebagai terapi penunjang untuk
membantu mengurangi rasa nyeri yg ditimbulkan oleh
karena tindakan insisi dan drainase abses.

(Mardiantoro, 2017)
Definisi punctate pada
skenario
• Punctate (red dark spot) adalah berupa mata nanah.
• Punctate menyerupai atau ditandai dengan titik titik.

(Ariji, 2008; Dorland, 2010)


Pertahanan tubuh terhadap
infeksi/abses odontogenik pada
rongga mulut

• Pertahanan Seluler/Keradangan
Respon lokal dari hospes adalah keradangan.
Proses ini diawali dengan dilatasi kapiler,
terkumpulnya cairan edema, penyumbatan
limfatik olehg fibrin. Didukung oleh kemotaksis
akan terjadi fagosintesis

(Pedersen, 2013)
...
• Pertahanan Humoral
Respon sistemik hospes adalah pertahanan
humoral yaitu rekasi Ag-Ab. Antibodi ini akan
menetralkan toksin bakteri, mencegah perlekatan
dan mengaktifkan komplemen. Komplemen
berperan dalam pengenalan hospes terhadap
bakteri dan memacu proses fagositosis.

(Pedersen, 2013)
DAFTAR PUSTAKA
• Dahong F. 2009. Abses Dentogen Subkutan. Dentofasial. 8(2): 69-73.
• Karasutisna, et al. 2001. Buku Ajar Ilmu Bedah Mulut Infeksi Odontogenik. Bandung:
FKG Universitas Padjadjaran.
• López-Píriz R, Aguilar L, Giménez MJ. 2007. Management of Odontogenic Infection of
Pulpal and Periodontal Origin. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 12: 154.
• A Textbook of Advanced Oral and Maxillofacial Surgery Onur Gonul. 2013
• Mardiantoro, F. 2017. Penyebaran infeksi Odontogen dan Tatalaksana. UB Press:
Malang
• Balaji S. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery 2nd Ed. New Delhi: 2013; Elsevier.
• Woo SB. Oral Pathology A Comprehensive Atlas and Text. Philadelphia: Elsevier; 2012.
• Zamiri B, et al. Prevalence of Odontogenic Deep Head and Neck Spaces Infection and
Its Correlation With Length of Hospital Stay. Shiraz University of Dentistry: 2011.
• Ogura, et al. 2017. Spread of Odontogenic Infections in The Elderly: Prevalence and
Characteristic Multidetector CT Findings. International Journal of Diagnostic Imaging: 4
(1).
• Holmes CJ, Pellecchia R. 2016. Antimicrobial Therapy in Management of Odontogenic
Infections in General Dentistry. Dent Clin N Am: 60; 502.
• Ariji, et al. 2008. Odontogenic Infection Pathway to The Submandibular Space.
• Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Basic immunology: Functions And Disorders Of
The Immune System Fifth Edition. Missouri: Elsevier; 2016.
...
• Suardi HN. 2014. Antibiotik dalam Dunia Kedokteran Gigi. Cakradonya Dent J. 6(2):
695.
• Troeltzsch M et al. A Review of Pathogenesis, diagnosis, treatment options, and
differential diagnosis of odontogenic infections. Quintessence International. 2015 April;
46(4):351-353
• Wazir S, Khan M, Mansoor N, Wazir A. Odontogenic fascial space infections in
pregnancy - a study. Pakistan Oral & Dental Journal 2013: 33(1); p.17-22
• Toppo S, Chanda H, Tajrin A, Sulastri. Abses Spasium Temporal akibat Infeksi
Odontogenik. Makassar Dental Journal. Agustus 2014; 3(4)
• Bakathir AA, Moos KF, Ayoub AF, Bagg J. Factors Contributing to The Spread of
Odontogenic Infection. Sultan Qaboos University Medial Journal: 2009.
• Ireland R. 2014. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta; EGC.
• Fragiskos FD. Oral Surgery. 2007. German: Springer.
• Pedersen GW. 2013. Buku Ajar Praktis : Bedah Mulut. Jakarta; EGC.

Anda mungkin juga menyukai