Anda di halaman 1dari 55

KOMPLIKASI DIABETES

MELLITUS
Komplikasi
Diabetes
Mellitus

Akut Kronik

- Koma Non – Diabetic


Hipoglikemi Vascular Vascular Ulcer
a
- KAD Microangiopa Macroangiop
-Hiperos thi athi
molar Non-
Ketotic
KOMPLIKASI AKUT DM
DIABETIC KETOACIDOSIS AND
HYPEROSMOLAR HYPERGLYCEMIA (3B)
DEFINISI

 Ketoasidosis diabetik (KAD) dan Hiperglikemia Hiperosmolar State (HHS) merupakan


komplikasi akut/emergensi Diabetes Melitus (DM).
 Ketoasidosis diabetik  fenomena unik pada seseorang pengidap diabetes akibat
defisiensi insulin absolut/relatif dan peningkatan hormon kontra regulator yang
mengakibatkan lipolisis berlebihan dengan akibat terbentuknya benda-benda keton dengan
segala konsekuensinya.
 Hiperglikemia hiperosmolar state  is generally the fulminant result of poorly treated or
delayed diagnosis of DMT2
EPIDEMIOLOGI

KAD
 Berkisar 4-8 kasus pada setiap 1000 pengidap diabetes
 Angka kematian berkisar 0,5-7%
HHS
 Data amerika, insiden sebesar 17.5 per 100.000 penduduk, lebih tinggi dari
KAD
 Perempuan >>
 Lebih sering ditemukan pada lanjut usia dg rata-rata onset pada dekade ketujuh
 Mortalitas 10-20%
FAKTOR PENCETUS/RISIKO

KAD
 Terseringnya adalah infeksi. Yg lainnya adalah menghentikan atau mengurangi pemberian
insulin, infark miokard, stroke akut, pankreatitis dan obat-obatan
HHS
 Biasanya terjadi pada orangtua dg DM yang mempunyai penyakit penyerta yg
mengakibatkan menurunnya asupan makanan
 Faktor pencetus dpt dibagi mjd 6 yaitu; infeksi (57,1%), pengobatan (21%), noncompliance,
DM tak terdiagnosis, penyalahgunaan obat, penyakit penyerta
GEJALA KLINIS KAD

 Keluhan; poliuria, polidipsi, rasa lelah, kram otot, mual muntah dan nyeri perut.
 Pada keadaan berat dapat ditemukan keadaan penurunan kesadaran hingga koma.
 Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda dehidrasi, nafas kussmaul
jika asidosis berat, takikardia, hipotensi atau syok, flushing dan penurunan berat
badan.
 Trias biokimiawi pada KAD adalah  hiperglikemia, ketonemia &/ ketonuria,
serta asidosis metabolik dengan beragam derajat.
GEJALA KLINIS HHS

 Keluhan pasien adalah; rasa lemah, gangguan penglihatan atau kaki kejang. Dapat
pula ditemukan keluhan mual muntah namun lebih jarang daripada KAD.
 Pada px fisik ditemukan; tanda-tanda dehidrasi berat spt turgor yang buruk,
mukosa pipi yang kering, mata cekung, perabaan ekstremitas yang dingin dan
denyut nadi yg cepat dan lemah.
 Perubahan status mental dapat berkisar dari disorientasi hingga koma. Derajat
gangguan neurologis yang timbul, berhubungan langsung dg osmolaritas efektif
serum.
 Koma terjadi saat osmolaritas serum mencapai lebih dari 350mmoL/kg
LABORATORY FINDING (HARRISON)
LABORATORY FINDING (IPD UI)
DIAGNOSIS BANDING

KAD
 Ketoasidosis harus dibedakan dg HHS walaupun pengelolaan hampir sama tetapi
prognosis nya berbeda. Pada HHS, hiperglikemia lebih berat dan dehidrasinya juga lebih
berat. Disertai dengan gangguan kesadaran tanpa ketoasidosis jg berat.
 Ketoasidosis alkoholik
 Ketosis starvasi
 Asidosis metabolik
PENATALAKSANAAN KAD

 Koreksi dehidrasi, hiperglikemia, gangguan elektrolit, komorbiditas dan monitoring selama


perawatan.
 Secara umum pemberian cairan adalah langkah awal penatalaksanaan KAD setelah
resusitasi kardiorespirasi.
 Terapi cairan ditujukan u/ ekspansi cairan intraseluler, intravaskular, interstitial, dan
restorasi perfusi ginjal.
 Bila tidak ada masalah kardiak atau penyakit ginjal kronik berat, cairan saline isotonik
(NaCl 0,9%) diberikan dengan dosis 15-20 cc/kgBB/jam atau sampai satu atau satu
setengah liter pada jam pertama.
 Tindak lanjut cairan pada jam-jam berikutnya tergantung pada keadaan hemodinamik,
status hidrasi, elektrolit dan produksi urin
PENATALAKSANAAN KAD

1. Insulin
 Merupakan farmakoterapi kausatif utama KAD. Pemberian biasanya scr insulin intravena
kontinu karena waktu paruhnya pendek dan mudah dititrasi
 Dengan pemberian insulin intravena dosis rendah, diharapkan tjd penurunan glukosa
plasma dg kecepatan 50-100mg/dl setiap jam sampai glukosa turun ke sekitar 200mg/dl
 Jika glukosa sudah berada di sekitar 150-200 maka pemberian infus dekstrose dianjurkan
utk mencegah hipoglikemia.
PENATALAKSANAAN KAD

2. Kalium
 Jika saat masuk IGD kalium pasien normal atau rendah, maka sesungguhnya terdapat
defisiensi kalium yang berat di tubuh pasien shg butuh pemberian kalium yg adekuat,
karena terapi insulin akan menurunkan kalium lebih lanjut.
 Monitor jantung perlu dilakukan u/ mencegah aritmia
 u/ mencegah tjdnya hipokalemia maka pemberian sudah dimulai saat kadar kalium di
sekitar batas atas nilai normal
PENATALAKSANAAN KAD

3. Bikarbonat
 Jika asidosis memang murni karena KAD maka koreksi bikarbonat tidak direkomendasikan
diberikan scr rutin, kecuali jika pH darah kurang dari 6.9
 Efek buruk pada koreksi bikarbonat yg tidak pada tempatnya adalah meningkatnya risiko
hipokalemia, menurunnya asupan oksigen jaringan, edema serebri dan asidosis SSP
paradoksal
PENATALAKSANAAN KAD

4. Fosfat
 Pada keadaan konsentrasi serum fosfat kurang dari 1mg/dl dan disertai dengan disfungsi
kardiak, anemia atau depresi nafas akibat kelemahan otot, maka koreksi fosfat menjadi
pertimbangan penting.
 Fosfat turun setelah pemberian insulin, namun jika pemberian fosfat berlebih akan
mengakibatkan hiperkalsemia berat.
PENATALAKSANAAN HHS

 Penatalaksanaan serupa dg KAD, hanya cairan yang diberikan adalah cairan hipotonis.
 Pemantauan konsentrasi glukosa darah harus lebih ketat dan pemberian insulin harus lebih
cermat dan hati-hati
 Respons penurunan konsentrasi glukosa darah lebih baik, walaupun demikian, angka
kematian lebih tinggi karena lebih banyak terjadi pada usia lanjut yang tentu saja lebih
banyak disertai kelainan organ-organ lainnya.
 Penatalaksanaan HHS meliputi 5 pendekatan, yaitu; rehidrasi intravena agresif, penggantian
elektrolit, pemberian insulin intravena, diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan
penyakit penyerta, serta pencegahan.
PENATALAKSANAAN HHS

1. Cairan
 Langkah pertama dan terpenting dalam penatalaksanaan HHS adalah penggantian cairan
yang agresif, dimana sebaiknya dimulai dg mempertimbangkan perkiraan defisit cairan
(biasanya 100-200ml/kgBB atau total rata-rata 9L)
 Pada awal terapi, konsentrasi glukosa darah akan menurun bahkan sebelum insulin
diberikan. Hal ini dapat menjadi indikator yang baik akan cukupnya terapi cairan yang
diberikan
 Jika konsentrasi glukosa darah tidak dapat diturunkan sebesar 75-100mg/dl perjam, hal ini
biasanya menunjukan penggantian cairan yang kurang atau gangguan ginjal
PENATALAKSANAAN HHS
2. Elektrolit
 Kehilangan kalium tubuh total seringkali tidak diketahui
pasti karena konsentrasi kalium dalam tubuh dapat
normal/tinggi
 Konsentrasi kalium yang sebenarnya akan terlihat setelah
diberikan insulin, karena ini akan mengakibatkan kalium
serum masuk ke dalam sel.
 Konsentrasi elektrolit harus dipantau terus menerus dan
irama jantung pasien juga harus di monitor
PENATALAKSANAAN HHS

3. Insulin
 Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya pemberian cairan yang adekuat
terlebih dahulu.
 Jika tidak, maka cairan akan berpindah ke intrasel dan berpotensi menyebabkan
perburukan hipotensi, kolaps vaskular atau kematian.
 Insulin sebaiknya diberikan dengan bolus awal 0,15 U/kgBB secara intravena dan diikuti
dengan drip 0,1 U/kgBB per jam sampai konsentrasi glukosa darah turun antara 250-
300mg/dl
 Apabila konsentrasi glukosa darah sudah mencapai dibawah 300 sebaiknya diberikan
dekstrosa scr intravena dan dosis insulin dititrasi secara sliding scale sampai pulihnya
kesadaran dan keadaan hiperosmolar
KOMPLIKASI
KAD
 Hipoglikemia, hipokalemia dan hiperglikemia berulang. Agar tdk terjadi maka
diperlukan monitoring yang ketat (gula darah diperiksa setiap 1-2 jam) dan
penggunaan insulin dosis rendah
 Komplikasi lain yg jg harus menjadi perhatian adalah kelebihan cairan
(overhidrasi) termasuk edema paru, shg pasien dg gang. Fungsi ginjal dan gagal
jantung, pemberian cairan hrs sesuai.
HHS
 Kompikasi dari terapi yg tdk adekuar adalah; oklusi vaskular, infark miokrad, low-
flow syndrome, disseminated intravascular coagulopaty dan rhabdomiolysis
 Overhidrasi dpt menyebabkan adult respiratory distress syndrome dan edema
serebri.
PENCEGAHAN
KAD
 Edukasi ttg diabetes u/ pasien dan keluarga
HHS
 Monitoring GD scr terstruktur
 Manajemen hari-hari sakit  Perlunya penyuluhan mengenai
pentingnya pemantauan konsentrasi
 Pantau keton dan beta-hidroksibutirat glukosa darah dan compliance yg tinggi
 Suplementasi insulin kerja singkat saat dibutuhkan pada pengobatan yg diberikan
 Diet makanan cair mudah cerna saar sakit  Perlu diperhatikan ketersediaan air.
 Mengurangi, tetapi bukan menghentikan insulin Apabila pasien tinggal sendiri, teman
saat pasien tdk makan atau keluarga terdekat sebaiknya scr
 Pedoman saat pasien butuh perhatian medis rutin menengok pasien pasien u/
 Pemantauan ketat pada pasien resiko tinggi memperhatikan adanya perubahan
status menta; & kemudian hubungi
 Edukasi khusus utk pasien pengguna pompa dokter apabila hal tsb ditemui.
insulin
PROGNOSIS

KAD
 Umumnya pasien membaik setelah diberikan insulin dan terapi standar lainnya, jika
komorbid tidak terlalu berat
 Biasanya kematian karena penyakit penyerta berat yang datang pada fase lanjut. Kematian
meningkat seiring dengan meningkatnya usia dan beratnya penyakit penyerta
HHS
 Biasanya buruk, tetapi sebenarnya kematian pasien bukan disebabkan oleh HHS tsb namun
oleh penyakit yang mendasari/menyertainya.
 Di negara maju penyebab utama kematian adalah infeksi, usia lanjut dan osmolaritas darah
yang sangat tinggi
KOMPLIKASI KRONIK DM
RETINOPATI DIABETIC

 Retinopati diabetika adalah kelainan mata pada pasien diabetes yang disebabkan
kerusakan kapiler retina sehingga menimbulkan gangguan penglihatan mulai dari
yang ringan sampai berat bahkan sampai menjadi kebutaan permanen
 obstruksi vaskuler, aliran darah yang tak adekuat, maupun perdarahan
RESIKO RETINOPATI DIABETIC

 DM tipe 1  Resiko terkena retinopati diabetic 10 hingga 15 tahun (terjadi 25-


50%)
 Prevalensi ini meningkat menjadi 75% - 95% setelah 15 tahun dan mendekati
100% setelah 30 tahun diabetes
 Pada pasien dengan diabetes tipe 2, 60% memiliki retinopa nonproliferatif setelah
16 tahun.
 Pasien hipertensi diabetes mempercepat perkembangan retinopati
Non-proliferative
 Merupakan tahap awal ditandai oleh
perubahan seperti mikroaneurisma,
perdarahan titik, eksudat, dan edema
retina.
 Selama tahap ini kapiler retina bocor
masuknya protein, lipid, atau sel
darah merah ke retina
 Proses ini terjadi di makula (edema
makula) dan area konsentrasi sel visual
terbesar
Fase preproliferatif  ditandai dengan penyumbatan kapiler retina yang akan menimbulkan
perdarahan, kelainan vena dan kelainan intraretina.
Retinopati proliferatif
 Terjadi pertumbuhan kapiler baru dan jaringan fibrosa dalam retina dan masuk ke saluran cairan
vitreus  oklusi pembuluh kecil, yang menyebabkan hipoksia retina  akan merangsang
pertumbuhan pembuluh darah baru
 Pembentukan pembuluh darah baru dapat terjadi pada cakram optik atau di tempat
lain pada retina.
 Retinopati proliferatif dapat terjadi pada kedua jenis diabetes tetapi lebih sering terjadi pada tipe
1, 7 hingga 10 tahun setelah timbulnya gejala, dengan prevalensi 25% setelah durasi 15
tahun.
 Penglihatan biasanya normal sampai terjadi perdarahan vitreous atau ablasi retina.
 Retinopati proliferatif adalah penyebab utama kebutaan di Amerika Serikat, terutama karena
meningkatkan risiko ablasi retina.
TATALAKSANA

 Kontrol gula darah


 Kontrol tekanan darah
 Ablasi kelenjar hipofisis melalui pembedahan atau radiasi
 Fotokoagulasi dengan sinar laser
 Vitrektomi untuk pendarahan vitreus atau ablasio retina
KATARAK

 Dua jenis katarak terjadi pada pasien


diabetes: subkapsular dan pikun.
 Katarak subkapsular terjadi terutama
pada pasien dengan diabetes tipe 1, dapat
datang dengan cukup cepat, dan memiliki
korelasi yang signifikan dengan diabetes
yang tidak terkontrol.
 Ditandai dengan flocculent atau
kepingan salju dan berkembang tepat di
bawah kapsul lensa
 Katarak senilis  terjadi perubahan
sklerotik dari inti lensa
 Ditemukan pada adult and young adult
 Ditemukan ketika kontrol glikemik
buruk
PATOGENESIS

1. Glikosilasi protein lensa


2. Kelebihan sorbitol, yang terbentuk dari peningkatan jumlah glukosa yang
ditemukan dalam lensa insulin-independen.
3. Akumulasi sorbitol menyebabkan perubahan osmotik pada lensa yang pada
akhirnya menghasilkan fibrosis dan pembentukan katarak.
DM NEFROPATI

 Ditandai albuminuria menetap (>300mg/24 jam atau>ig/menit) dalam kurun


waktu 3-6 bulan
 Nefropati diabetik mempengaruhi kemampuan ginjal untuk menghilangkan
produk limbah dan cairan ekstra dari tubuh
 Pasien DMT1 yang belum menerima terapi insulin intensif dan poor glicemik
control, memiliki peluang 30% - 40% mengalami nefropati setelah 20 tahun
 Pasien DMT2 yang tidak menerima terapi intensif, yang hanya sekitar 15% hingga
20% mengalami penyakit ginjal klinis. Namun, semakin banyak individu yang
terkena diabetes tipe 2, penyakit ginjal stadium akhir jauh lebih umum pada orang
dengan diabetes tipe 2 di Amerika Serikat dan terutama di seluruh dunia.
 >> DM tipe 2
FAKTOR RESIKO

 Gula darah yang tidak terkendali


 Faktorgenetis
 Peningkatan aliran darah ginjal
 Hipertensi
 Sindrom resistensi insulin
 Peradangan
 Perubahan permeabiltas pembuluh darah
 Asupan protein berlebih
GEJALA

 Kontrol tekanan darah memburuk


 Proteinuria
 Hipertensi
 Pembengkakan kaki, pergelangan kaki, tangan atau mata
 Buang air kecil yang meningkat
 Kebingungan atau kesulitan berkonsentrasi
 Kehilangan selera makan
 Mual dan muntah
 Gatal terus-menerus
 Kelelahan
 Retinopati
PATOGENESIS

 Penebalan membran dasar kapiler ginjal  glomerulosklerosis (difus dan


intercapiler nodular)  menghasilkan proteinuria berat
DIAGNOSIS

Test microalbumin
 Normal excrete less than 15µg/min during overnight urine collections
 values of 20 µg/min or higher are considered to represent abnormal
microalbuminuria
 Gagal ginjal berikutnya tingkat ekskresi albumin urin melebihi 30 µg / mnt.
 Dalam urin spot dini hari, rasio albumin (g / L) terhadap kreatinin (mg / L) <30
adalah normal, dan rasio 30–300 menunjukkan mikroalbuminuria.
 At least two of three overnight timed urine specimens or early morning spot
urines over a period of 3–6 months should be elevated before a diagnosis of
abnormal microalbuminuria can be justified
TATALAKSANA

 Pengendalian gula darah


 Pengendalian tekanan darah
 Perbaikan fungsi ginjal, menurunkan microalbumin (diet rendah protein, ACE I, ARB)
 Pengendalian faktor komorbid ( lemak, obes)
 Hemodialisis
 Transplantasi ginjal
 Non farmakologis
• Olahraga
• Diet
• Stop rokok
PENYAKIT JANTUNG KORONER

 Belum diketahui secara pasti

 Angka atherosklerosis lebih tinggi pada


DM

 Pasien DM resiko tinggi trombosis,


penurunan fibrinolisis, peningkatan
respon inflamasi

 Terjadi glikosilasi protein yg


mempengaruhi integritas dinding
pembuluh darah
TERAPI

 Pengobatan hyperglikemia dengan diet dan obat-obatan


 Pengobatan dislipidemia
 MONACO ( Morphin, Oksigen, Nitrat, Aspirin, CPG )
 Pengobatan hipertensi dengan ACE I, ARB, beta bloker dan
diuretik
 Stop rokok
DIABETIC PERIPHERAL NEUROPATHY

 Paling sering terjadi


 kaki terlebih dahulu, diikuti oleh tangan dan lengan.
 Tanda dan gejala neuropati perifer sering lebih buruk di malam hari

Gejala:
 Mati rasa atau berkurangnya kemampuan untuk merasakan sakit atau perubahan suhu
 Sensasi kesemutan atau terbakar
 Rasa sakit atau kram yang tajam
 Meningkatnya kepekaan terhadap sentuhan - bagi sebagian orang, bahkan berat seprai bisa terasa menyakitkan
 Kelemahan otot
 Hilangnya refleks, terutama di pergelangan kaki
 Kehilangan keseimbangan dan koordinasi
 Serious foot problems, seperti borok, infeksi, dan nyeri tulang dan sendi.
DIABETIC OTONOM NEUROPATHY
 Sistem saraf otonom mengendalikan
jantung, kandung kemih, lambung, usus,  Kesulitan menelan
organ seks dan mata Anda. Diabetes  Masalah dalam mengontrol suhu tubuh
dapat memengaruhi saraf di salah satu
area ini, kemungkinan menyebabkan:  Perubahan cara mata menyesuaikan
dari terang ke gelap
 Denyut jantung meningkat saat
 Kurangnya kesadaran bahwa kadar gula
darah rendah (hipoglikemia istirahat
ketidaksadaran)  Tekanan darah turun tajam setelah
 Masalah kandung kemih, termasuk infeksi duduk atau berdiri yang dapat
saluran kemih atau retensi atau menyebabkan Anda pingsan atau
inkontinensia merasa pusing
 Sembelit, diare yang tidak terkontrol atau  Disfungsi ereksi
keduanya
 Kekeringan vagina
 Pengosongan lambung yang lambat
(gastroparesis), menyebabkan mual,  Respons seksual menurun
muntah, kembung dan kehilangan
FAKTOR RESIKO

 Poor blood sugar control


 Diabetes history
 Kidney disease  Diabetes can damage the kidneys. Kidney damage sends
toxins into the blood, which can lead to nerve damage.
 Being overweight  Having a body mass index (BMI) greater than 24 may
increase your risk of diabetic neuropathy.
 Smoking  Merokok mempersempit arteri, mengurangi aliran darah ke kaki,
dan membuat lebih sulit luka untuk menyembuh dan merusak saraf perifer.
 Neuropati perifer dan otonom adalah dua komplikasi paling umum dari kedua
jenis diabetes.
 50% pasien dengan diabetes tipe 2
 Patogenesis kedua jenis neuropati ini kurang dipahami.
 Beberapa lesi, seperti kelumpuhan saraf kranial akut dan amyotrofi
diabetik, telah dikaitkan dengan infark iskemik dari saraf tepi yang terlibat
PENCEGAHAN

 Blood sugar control


 Foot care
 Check your feet every day
 Keep your feet clean and dry
 Moisturize your feet thoroughly to prevent cracking. Avoid getting lotion
between your toes, however, as this can encourage fungal growth.
 Trim your toenails carefully
 Wear clean, dry socks
 Wear cushioned shoes that fit well
DIAGNOSIS

 Filament test. Your doctor will brush a soft nylon fiber (monofilament) over areas
of your skin to test your sensitivity to touch.
 Quantitative sensory testing. This noninvasive test is used to tell how your
nerves respond to vibration and changes in temperature.
 Nerve conduction studies. This test measures how quickly the nerves in your
arms and legs conduct electrical signals. It's often used to diagnose carpal tunnel
syndrome.
 Electromyography (EMG). Often performed along with nerve conduction studies,
EMG measures the electrical discharges produced in your muscles.
 Autonomic testing. If you have symptoms of autonomic neuropathy, special tests
may be done to determine how your blood pressure changes while you are in
different positions, and whether you sweat normally.
DIABETIC ULCER (ULCUS DIABETICUM)
 Patofisiologi :
 Angiopati
angiopati > sumbatan > gangren >
gangren kering.
- pulsasi arteri dorsalis pedis (-)
- sensibilitas (+)

 Neuropati
neuropati > disuse atropi > tekanan
berlebih > nekrosis > gangren basah.
- pulsasi arteri dorsalis pedis (+)
- sensibilitas (-)
 Klasifikasi Wagner :
 Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan
bentuk kaki seperti “claw, callus”
 Derajat I : ulkus superficial terbatas pada kulit
 Derajat II : ulkus dalam menembus tendon dan tulang
 Derajat III : abses dalam dengan atau tanpa osteomyelitis
 Derajat IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis
 Derajat V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah

 Tindakan pengobatan :
 Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada
 Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor
 Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkan bedah mayor seperti amputasi
di atas lutut atau dibawah lutut
 Pada penderita DM sebaiknya pemasangan IVFD tidak di kaki karena end artery.

 Terapi DM dengan komplikasi ulcus adalah insulin > karena insulin adalah agen
anabolik sehingga baik untuk pembentukan jaringan, apalagi bila disertai
underweight.
MENGAPA LUKA TAK MUDAH SEMBUH?

 Imunitas ↓

 Penurunan fungsi leukosit :


 Fagositosis
 Kemotaksis
 Antibodi intrasel

 Kerentanan
 Ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah
 Keton bodies

 mikro/makroangiopati : RBC, WBC, dan O2 sulit mencapai jaringan.


TERAPI

 Sejauh ini, selain kendali glikemik yang ketat, belum ada bukti kuat suatu terapi
dapat memperbaiki/mencegah neuropati diabetik.

 Sedangkan untuk mengatasi keluhan nyeri pada neuropati diabetik dapat


dianjurkan:
 NSAID (ibuprofen 600mg 4x/hari, sulindac 200mg 2x/hari)
 Antidepresan trisiklik (amitriptilin 50-150mg malam hari)
 Antikonvulsan (gabapentin 900mg 3x/hari)
 Antiaritmia (mexilletin 150-450mg/hari)
 Topikal : capsaicin 0,075% 4x/hari

Anda mungkin juga menyukai