Anda di halaman 1dari 53

BENIGN PROSTATIC

C
HYPERPLASIA
SGD 6
ANATOMI &
HISTOLOGI SISTEM
C

PERKEMIHAN
ANATOMI DAN HISTOLOGI SISTEM KEMIH
GINJAL
URETER ,VESICA URINARIA,PROSTAT,URETHRA
-Pembuluh darah untuk organ renal:
A.Renalis
v.Renalis
-pembuluh darah untuk organ ureter:
Memperdarahi ujung atas organ ureter
A.testicularis(masculina)
A.Ovarica (feminina)
Vena nya sesuai nama arteri
-pembuluh darah untuk organ vewsica urinaria:
A.Vesicalis superior
A.Vesical inferior
Vena
Membentuk plexus venosus vesicalis
• -pembuluh darah untuk organ glandula prostat:
Cabang dari A.vesicalis inferior
Cabang dari A. rectalis media
Yang merupakan cabang Cabang dari A.iliaca interna
Vena bermuara ke v.iliaca interena
-pemuluh dara untuk organ urethra (masculina)
A.Rctalis /haemorrhoidalis media
A.Vesicalis inferior/caudalis
Merupakan cabang cabang dari A.iliaca interna
Vena Bermuara ke V.pudenda interna
-pembuluh darah untuk organ urethra(feminina)
A. Cabang cabang dari
A.Vesicalis inferior , A.uterina,dan A.pudenda interna
Vena melalui plexus venosus vesicalis
Bermuara ke v.pudenda interna.
• Sistem perkemihan terdiri atas sepasang ginjal dan ureter, kandung kemih dan uretra.
• Sistem ini berperan untuk:
1. Filtrasi limbah sel dari darah
2. Reabsorpsi selektif air dan zat terlarut
3. Ekskresi limbah dan kelebihan air berupa urine
Ginjal
• Setiap ginjal terdiri atas ±1,2 juta nefron
• Cabang utama setiap nefron yaitu:
Korpuskel ginjal, yaitu pelebaran awal di ginjal
Tubulus kontortus proksimal
Bagian tipis dan tebal gelung nefron (ansa henle)
Tubulus kontortus distal
Tubulus colligens
• Tubulus colligens dari sejumlah nefron berkonvergensi ke dalam duktus colligens yang
mengangkut urine ke calix dan ureter
FISIOLOGI SISTEM
PERKEMIHAN
C
DEFINISI DAN
ETIOLOGI BPH
C
DEFINISI dan ETIOLOGI BPH
• Benign Prostat Hiperplasia merupakan pembesaran jinak kelenjar prostat disebabkan oleh
karena hyperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/
jaringan fibromaskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika.
• Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnnya BPH :
1. Teori dihidrotestosteron (DHT)

2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron


3. Interaksi stroma-epitel
4. Berkurangnya kematian sel prostat
Teori DHT
• Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen pada pertumbuhan sel
kelenjar prostat. DHT dihasilkan dari reaksi perubahan testosteron di dalam sel prostat
oleh enzim 5 alfa-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah
terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA
pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi
pertumbuhan sel prostat.
• Pada BPH, aktivitas enzim 5 alfa-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak
pada BPH. Hal ini menyebabkan sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT
sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.
Ketidakseimbangan antara
estrogen-testosteron
• Pada usia semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar estrogen relatif
tetap sehingga perbandingan estrogen : testosteron relatif meningkat. Estrogen di
dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dan
menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis).
• Hasil dari akhir semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel
baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada
mempunyai umur yang lebih panjang sehingga masa prostat menjadi lebih besar.
Interaksi sel stroma
• Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh
sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma
mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis growth factor
yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel epitel. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya
proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma
Berkurangnya kematian sel prostat
• Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan
kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa,
penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan
seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis
menyebabkan pertambahan masa prostat.
• Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel, terjadi
peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat.
FAKTOR RESIKO BPH
C
Faktor Resiko

• Usia
• Riwayat Genetik
• kurangnya aktivitas fisik
• diet rendah serat
• konsumsi vitamin E
• konsumsi daging merah
• obesitas
• sindrom metabolik
• inflamasi kronik pada prostat
• penyakit jantung
PATOFISIOLOGI BPH
C
Patophysiology BPH
CARA
MENDIAGNOSA
C

DAN DIAGNOSIS
BANDING BPH
Penegakan Diagnosa
• a. Anamnesis :

• Keluhan yang dirasakan dan berapa lama keluhan itu telah


mengganggu;
• Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia
(pernah mengalami cedera, infeksi, kencing berdarah
(hematuria), kencing batu, atau pembedahan pada saluran
kemih);
• Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual;
• Riwayat konsumsi obat yang dapat menimbulkan keluhan
berkemih
Pemeriksaan fisik
• Status Urologis
• Ginjal
Pemeriksaan fisik ginjal pada kasus BPH untuk mengevaluasi
adanya obstruksi atau tanda infeksi.
• Kandung kemih
Pemeriksaan kandung kemih dilakukan dengan palpasi dan
perkusi untuk menilai isi
kandung kemih, ada tidaknya tanda infeksi.
• Colok dubur atau digital rectal examination (DRE)
diperkirakan adanya pembesaran prostat, konsistensi
prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah satu
tanda dari keganasan prostat. Menilai tonus sfingter ani
dan refleks bulbokavernosus yang dapat menunjukkan
adanya kelainan pada lengkung refleks di daerah
sakral.
Pemeriksaan Penunjang
• Urinalisa
Pemeriksaan urinalisis dapat menentukan adanya leukosituria
dan hematuria. Apabila ditemukan hematuria, maka perlu dicari
penyebabnya. Bila dicurigai adanya infeksi saluran kemih perlu
dilakukan pemeriksaan kultur urine.

• Pemeriksaan PSA bersama dengan colok dubur lebih superior


daripada pemeriksaan colok dubur saja dalam mendeteksi
adanya karsinoma prostat. Oleh karena itu, pada usia di atas 50
tahun atau di atas 40 tahun (pada kelompok dengan risiko
tinggi) pemeriksaan PSA menjadi sangat penting guna
mendeteksi kemungkinan adanya karsinoma prostat. Apabila
Ultrasonografi
• Pemeriksaan pencitraan prostat merupakan
pemeriksaan rutin yang bertujuan untuk menilai bentuk
dan besar prostat, dengan menggunakan
ultrasonografi transabdominal (TAUS) atau
ultrasonografi transrektal (TRUS).
• Pengukuran besar prostat penting dalam menentukan
pilihan terapi invasif, seperti operasi terbuka, teknik
enukleasi, TURP, TUIP, atau terapi minimal invasif lainnya.
Selain itu, hal ini juga penting dilakukan sebelum
pengobatan dengan 5-AR
Diagnosis Banding
• Prosatitis
• Adanya nyeri perineal
• Demam
• Disuria, polaksiuria
• Retensi urin akut
• RT . Jika ada abses didapatkan fluktuasi
• Kanker Prostat
• Keluhan LUTS
• Adanya nodul pada prostat jika pemeriksaan RT
• Di biopsi didapatkan jaringan ganas
• Nyeri pada lumbosakral menjalar ke tulang
TATALAKSANA BPH
C
Terapi
Konservatif
• Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor
IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu
aktivitas sehari-hari.
• (1) jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau
alkohol setelah makan malam,
(2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang
menyebabkan iritasi pada kandung kemih (kopi atau
cokelat),
(3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang
mengandung fenilpropanolamin,
(4) jangan menahan kencing terlalu lama.
(5) penanganan konstipasi
Medikamentosa
• α1-blocker
Pengobatan dengan α1-blocker bertujuan menghambat kontraksi otot
polos prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher kandung kemih
dan uretra. Beberapa obat α1-blocker yang tersedia, yaitu terazosin,
doksazosin, alfuzosin, dan tamsulosin yang cukup diberikan sekali sehari.
• Obat golongan ini dapat mengurangi keluhan storage symptom dan
voiding symptomdan mampu memperbaiki skor gejala berkemih hingga
30-45% atau penurunan 4-6 skor IPSS dan Qmax hingga 15-30%.
• Tetapi obat α1-blocker tidak mengurangi volume prostat maupun risiko
retensi urine dalam jangka panjang
• 5α-reductase inhibitor
5α-reductase inhibitor bekerja dengan menginduksi proses apoptosis sel
epitel prostat yang kemudian mengecilkan volume prostat hingga 20 –
30%. 5a-reductase inhibitorjuga dapat menurunkan kadar PSA sampai
50% dari nilai yang semestinya sehingga perlu diperhitungkan pada
deteksi dini kanker prostat.
• Saat ini, terdapat 2 jenis obat 5α-reductase inhibitor yang dipakai untuk
mengobati BPH, yaitu finasteride dan dutasteride. Efek klinis finasteride
atau dutasteride baru dapat terlihat setelah 6 bulan.
• Finasteride digunakan bila volume prostat >40 ml dan dutasteride
digunakan bila volume prostat >30 ml.
• Efek samping yang terjadi di antaranya dapat terjadi disfungsi ereksi,
penurunan libido, ginekomastia, atau timbul bercak-bercak kemerahan
di kulit
• Phospodiesterase 5 inhibitor
Phospodiesterase 5 inhibitor (PDE 5 inhibitor) meningkatkan
konsentrasi dan memperpanjang aktivitas dari cyclic guanosine
monophosphate (cGMP) intraseluler, sehingga dapat
mengurangi tonus otot polos detrusor, prostat, dan uretra.
• Di Indonesia, saat ini ada 3 jenis PDE5 Inhibitor yang tersedia,
yaitu sildenafil, vardenafil, dan tadalafil. Sampai saat ini, hanya
tadalafil dengan dosis 5 mg per hari yang direkomendasikan
untuk pengobatan LUTS.
Terapi Kombinasi
• α1-blocker + 5α-reductase inhibitor
bertujuan untuk mendapatkan efek sinergis dengan menggabungkan
manfaat yang berbeda dari kedua golongan obat tersebut, sehingga
meningkatkan efektivitas dalam memperbaiki gejala dan mencegah
perkembangan penyakit.

• α1-blocker + antagonis reseptor muskarinik


Terapi kombinasi ini dapat mengurangi frekuensi berkemih, nokturia, urgensi,
episode inkontinensia, skor IPSS dan memperbaiki kualitas hidup
dibandingkan dengan α1-blocker atau plasebo saja. Pada pasien yang
tetap mengalami LUTS setelah pemberian monoterapi α1-blocker akan
mengalami penurunan keluhan LUTS secara bermakna dengan pemberian
anti muskarinik, terutama bila ditemui overaktivitas detrusor
KOMPLIKASI DAN
PROGNOSIS BPH
C
Komplkasi & Pronosis
• Komplikasi
• Peningkatan tekanan intra abdomen
akanmenyebabkan hernia dan hemoroid
• Stasis urin akan membentuk batu endapan
• Infeksi salura kemih rekuren dan pyelonefritis
• Prognosis
• Prognosis BPH umumnya baik. Sebanyak 10 % pasien
BPH jua dapat mengalami kekambuhan meskipun
telah dilakukan reseksi prostat
International Prostate Symptom Score
LUTS DAN
PEMBAGIAN LUTS
C
Patofisiologi
• Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah gambaran
awal dan menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh edema yang terjadi pada
prostat yang membesar.
• Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama), terjadi karena
detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
• Intermittency (kencing terputus-putus), terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi
resistensi uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi
terjadi karena jumlah residu urin yang banyak dalam buli-buli
• Nocturia miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak
lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
• Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal dari
korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur.
• Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi)
jarang terjadi. Jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan detrusor sehingga terjadi
kontraksi involunter,
• Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit
urin keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli mencapai complience
maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan spingter.
• Hematuri biasanya disebabkan oleh oleh pecahnya pembuluh darah submukosa
pada prostat yang membesar.
• Lobus yang mengalami hipertropi dapat menyumbat kolum vesikal atau uretra
prostatik, sehingga menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau retensi urin.
Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap,
serta gagal ginjal.
• Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, di mana sebagian urin tetap
berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk organisme infektif.
• Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli, Batu
ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Batu tersebut dapat
pula menimbulkan sistiitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis.
Daftar Pustaka
• Purnomo,Basuki.2012. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta :
Sagung seto
• Ikatan Dokter Uroogi Indonesia. 2015. Panduan
Penatalaksanan Klinis Pembesaran Prostat Jinak.
Jakarta
• Isra,Thristy. 2016. Prostat Spesifik Antigen. Medan :
Fakultas Kedokteran UMSU
• Paulsen, Fredrich. 2012. Sobota : Atlas Anatomi
Manusia. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai