Anda di halaman 1dari 26

SUMBER- SUMBER

HUKUM POSITIF
A. Pengertian Dan Macam-Macam
Sumber Hukum

1. Pengertian Sumber Hukum


segala sesuatu yang menimbulkan
aturan – aturan, yang mempunyai
kekuatan bersifat memaksa, yaitu
aturan-aturan yang apabila dilanggar
mengakibatkan sanksi yang tegas dan
nyata.
2. Macam-macam Sumber Hukum

• Sumber Hukum Materiil


Sumber Hukum yang menentukan isi suatu
peraturan atau kaidah hukum yang mengikat
setiap orang.
sumber hukum materiil berasal dari perasaan
hukum masyarakat, pendapat umum, kondisi
sosial ekonomi masyarakat, hasil penelitian
ilmiah, tradisi, agama, moral, perkembangan
internasional, geografis dan politik hukum.
• Sumber Hukum Formal
Bentuk nyata hukum yang berlaku. Sumber
hukum ini merupakan sumber hukum yang
paling penting.
Sumber – sumber hukum formal dari hukum
positif adalah :
a) Undang – undang
b) Kebiasaan (custom), termasuk adat istadat
c) Jurisprudensi ( keputusan hakim)
d) Traktat atau Perjanjian Internasional
e) Pendapat para sarjana hukum ( doktrin)
B.
. Sumber Hukum Menurut Ahli
Hukum
1. Van Apeldoorn, membedakan sumber hukum
menjadi 4 :
a) Sumber hukum dalam arti historis
Tempat kita dapat menemukan hukumnya dalam
sejarah atau dari segi historis (peristiwa masa lalu).
misalnya : dokumen-dokumen kuno, surat-surat, code
civil untuk pembuatan kitab undang-undang hukum
sipil.
b) Sumber hukum dalam arti sosiologis
Merupakan faktor – faktor yang menentukan isi
hukum positif. Misalnya : keadaan agama, pandangan
agama dan sebagainya.
c) Sumber hukum dalam arti filosofis , dibagi
menjadi 2 :
1. Sumber isi hukum, yang menjelaskan seluk-beluk
hukum. Ada tiga pandangan yang menjelaskan asal
mula hukum, yaitu :
 Pandangan teokratis, yaitu pandangan bahwa hukum
berasal dari tuhan
 Pandangan hukum kodrat, yaitu pandangan bahwa isi
hukum berasal dari akal manusia
 Pandangan mazhab historis, yaitu pandangan bahwa isi
hukum berasal dari kesadaran hukum
2. Sumber kekuatan mengikat dari hukum, yaitu alasan
– alasan hukum mempunyai kekuatan mengikat dan
manusia tunduk pada hukum.
d) Sumber hukum dalam arti formal
Sumber hukum di lihat dari cara terjadinya hukum positif
yang merupakan fakta yang menimbulkan hukum yang
berlaku mengikat hakum dan masyarakat.
2. C.S.T. Kansil menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan sumber hukum ialah, segala apa saja yang
menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan
yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau
dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.
Yang dimaksudkan dengan segala apa saja, adalah
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya
hukum. Sedang faktor-faktor yang merupakan sumber
kekuatan berlakunya hukum secara formal artinya ialah,
dari mana hukum itu dapat ditemukan , dari mana asal
mulanya hukum, di mana hukum dapat dicari atau di
mana hakim dapat menemukan hukum sebagai dasar
dari putusannya.
3. Sumber hukum menurut Ahmad Sanusi terdiri
atas
a) Sumber hukum normal, yaitu :
 Sumber hukum normal yang langsung atas
pengakuan undang – undang, yaitu undang –undang,
perjanjian antar negara, dan kebiasaan,
 Sumber hukum normal yang tidak langsung atas
pengakuan undang – undang, yaitu perjanjian,
doktrin dan yurisprudensi.
b) Sumber hukum abnormal, yaitu :
 Proklamasi
 Revolusi
 Coup d’etat.
4. Algra membagi sumber hukum menjadi dua
golongan
a) Sumber hukum materil
faktor yang membantu pembentukkan hukum atau
tempat darimana materi atau isi hukum itu diambil.
misalnya : hubungan sosial, tradisi ( pandangan
keagamaan, kesusilaan), hasil
penelitian ilmiah, dsb.
b) Sumber hukum formil
faktor yang memberlakukan atau menentukan
hukum.
misalnya : uu, perjanjian antar negara, jurisprudensi
dan kebiasaan.
C. Sumber – sumber hukum formal
1. Undang – undang
Peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum
mengikat yang diadakan dan dipelihara oleh
penguasa negara.
Menurut Buys, undang – undang mempunyai 2 arti :
a) Dalam arti formal
Setiap keputusan pemerintah yang merupakan undang
– undang karena cara pembuatannya, misalnya dibuat
oleh pemerintah bersama – sama dengan parlemen
b) Dalam arti materil
Setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya
mengikat setiap penduduk.
Menurut UU No 10 tahun 2004, undang-undang adalah
peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPR
dengan persetujuan bersama presiden ( Pasal 1 angka 3)
Syarat berlakunya adalah diundangkan nya dalam
lembaran negara (LN=Staatsblad) oleh Menteri/Sekertaris
negara, sekarang oleh Menhukam (UU No.10 tahun
2004). Tujuannya agar setiap orang dapat mengetahui UU
tersebut.
Konsekuensinya adalah ketika seseorang melanggar
ketentuan hukum, ia tidak boleh beralasan bahwa ia tidak
mengetahui ketentuan hukum itu. Artinya suatu ketentuan
perundang – undangan itu sudah diberlakukan
(diundangkan) dianggap (difiksikan) bahwa semua orang
telah mengetahuinya dan untuk itu, harus ditaati.
Undang-undang dianggap telah berakhir atau tidak
berlaku apabila :
a) Jangka waktu berlakunya, sebagaimana ditentukan
undang-undang itu, sudah lampau
b) Keadaan atau hal yang menyebutkan bahwa undang-
undang itu diadakan sudah tidak ada lagi
c) Undang-undang itu dengan tegas dicabut oleh
instansi yang membuat atau instansi yang lebih
tinggi
d) Telah ada undang-undang baru yang isinya
bertentangan atau berlainan dengan undang-undang
yang dahulu berlaku.
Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan
adalah sebagaimana terdapat pada Pasal 7 UU No. 10
/2004, yaitu :
a) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
b) Undang - Undang /Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang
c) Peraturan Pemerintah
d) Peraturan Presiden
e) Peraturan Daerah (provinsi, kabupaten, desa).
2. Kebiasaan (custom) dan adat istiadat
Kebiasaan adalah Pola tindak yang berulang
mengenai suatu hal/peristiwa yang sama/memiliki
kesamaan yang terjadi dalam masyarakat dalam bidang
kegiatan tertentu.
Apabila kebiasaan tertentu oleh masyarakat telah
dianggap sebagai suatu yang mengikat, maka timbullah
kaidah hukum yang bersumber dari kebiasaan.
Suatu kebiasaan dianggap sebagai hukum diperlukan
beberapa unsur :
a) Tindakan yang berulang
b) Pendapat masyarakat yang menerima pola tindak yang
berulang itu sebagai sesuatu hal yang dipatuhi,
diterima sebagai aturan yang mengikat
c) Adanya akibat hukum apabila kebiasaan itu dilanggar
Adat istiadat adalah himpunan kaidah sosial yang sudah lama
ada dan merupakan tradisi serta lebih banyak berbau sakral,
mengatur tata kehidupan masyarakat tertentu.

Perbedaan antara kebiasaan dengan adat adalah :


a) Kebiasaan tidak tertulis sedangkan adat istiadat ada
yang tertulis
b) Kebiasaan tidak bersifat sakral sedangkan adat istiadat
bersifat sakral
c) Kebiasaan tidak diwariskan turun temurun sedangkan
adat diwariskan secara turun temurun
3. Jurisprudensi ( keputusan hakim)
Adalah putusan hakim tertinggi (MA) yang diikuti
oleh hakim-hakim di pengadilan lainnya mengenai
kasus yang hampir sama.
Jurisprudensi dapat merupakan hukum formal karena
didasarkan pada suatu kenyataan bahwa sering terjadi
hakim memutuskan suatu perkara berdasarkan
keputusan yang telah ada.
Hakim pengadilan lain (di Indonesia) tidak wajib
mengikuti putusan hakim tersebut tetapi diikuti atas
dasar tekanan Psikologis dan kebutuhan Praktis.
Berbeda dengan negara2 anglosazon (Inggris,
amerika) hakim terikat / tidak boleh menyimpang
dari keputusan2 dari hakim terdahulu.
Alasan mengapa hakim di Indonesia mengikuti keputusan hakim
sebelumnya :
a) Psikologis, adanya perasaan takut atau khawatir di dalam
memberikan keputusan
b) Praktis, daripada mencari hukum baru lagi akan di nilai salah
oleh hakim yang derajatnya/ kedududkannya lebih tinggi
c) Penyesuaian pendapat dengan putusan hakim terdahulu

Dasar hukum hakim membuat Jurisprudensi : Pasal 22 AB Jo Pasal 14


UU No 14 /1970

4. Traktat/Perjanjian Internasional
perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih yang
mengikat tidak hanya kepada masing2 negara itu, tetapi
mengikat pula terhadap warga negara dari negara-negara
yang berkepentingan.
Contoh : keputusan batas wilayah (darat, laut, udara),
hubungan diplomatik
Macam-macam Traktat :
a) Traktat bilateral
traktat yang diadakan hanya oleh dua negara,
misalnya perjanjian internasional yang diadakan
antara pemerintah RI dengan pemerintah RRC
tentang “Dwikewarganegaraan”
b) Traktat multilateral
yaitu perjanjian internasional yang diikuti oleh
beberapa negara, misalnya perjanjian tentang
pertahanan negara bersama negara-negara Eropa
(NATO) yang diikuti oleh beberapa negara Eropa.
Tahap – tahap pembuatan traktat :
a) Perundingan (negosiasi), suatu tahap dimana negara-
negara peserta traktat melalui wakil-wakilnya
merundingkan ketentuan-ketetuan yang akan
dirumuskan/dicantumkan dalam perjanjian.
b) Penutupan, negara – negara peserta dengan
wakil2nya telah menyetujui ketentuan2 yang akan
masuk yang dicantumkan dalam perjanjian
c) Penandatanganan, disini tergantung pada sistem
masing2 negara, apakah cukup oleh menteri saja,
presiden saja ataukah harus oleh ketiganya.
d) Penyimpanan/pertukaran dokumen, perjanian
bilateral cukup dgn pertukaran dokumen sedangkan
perjanjian multilateral ditentukan dimana dokumen itu
akan disimpan.
Wewenang mengadakan traktat ada pada Pasal 11 UUD
1945 : “ Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan
perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan
negara lain”
Asas taktat “ Pacta Sunt Servanda” artinya setiap
perjanjian mengikat terhadap pihak-pihak yang
mengadakannya
Waktu / cara terjadinya traktat diatur oleh hukum
internasional konvensi wina 1948 Pasal 7,8,9,10,11.
5. Pendapat para sarjana hukum ( doktrin)
Doktrin adalah pendapat seseorang atau beberapa
orang sarjana hukum yang terkenal dalam ilmu
pengetahuan hukum. Doktrin dapat menjadi dasar
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusannya.
Doktrin ini sangat penting dalam hukum internasional
yaitu dalam piagam mahkamah internasional ( statute
of international of justice) Pasal 38 (1) sub d, yang
memberi dasar pegangan kepada hakim mahkamah
internasional, bahwa dalam menimbang suatu
perselisihan dapat mempergunakan ; a) perjanjian2
internasional, b) kebiasaan2 Internasional, c) asas2
hukum yg diakui oleh bangsa2 yg beradab, d)
keputusan hakim dan pendapat sarjana hukum.
Doktrin yang dikemukakan oleh tokoh terkemuka :
a) Doktrin trias politika dari montesquieu, mengatakan
mengenai ;
 Kekuasaan negara dibagi menjadi 3 lembaga, lembaga
legislatif (pembuat UU), lembaga eksekutif (pelaksana
UU), lembaga yudikatif (pengawas pelaksanaan UU/
kekuasaan mengadili).
 Lembaga2 tersebut harus dipisahkan antara yang satu
dengan yang lainnya, tidak boleh adanya kerjasama.
b) Doktrin Mazhab sejarah oleh Carl Van Savigny,
hukum bukan ciptaan/ dibuat oleh manusia melainkan
hukum itu ada dan tumbuh bersama-sama dengan
berkembangnya masyarakat.
c) Doktrin dasar berdirinya PBB yg disponsori oleh
Woodrow Wilson’s Fourteen Points
untuk memudahkan tercapainya perdamaian
diperlukan adanya kerjasama dan perserikatan
antar bangsa-bangsa dengan hubungan
diplomasi2 terbuka.
Didalam hukum islam bahwa al-qur’an dan hadist
juga ijtihad (doktrin) menjadi sumber hukum islam.
Contohnya : doktrin (ijtihad) dari islam imam abu
hanifah, imam malik, imam syafei, imam
hambali,dsb. Tentang hukum perkawinan, waris dll.
D. Asas-asas perundang-undangan
1. Azas legalitas, berisikan "nullum delictum nula poena sine
praevia lege poenali", yang artinya tidak ada suatu perbuatan
dapat dipidana kecuali telah ada ketentuan atau undang-
undangnya. Hal ini dapat dipahami bahwa segala perbuatan
pelanggaran atau kejahatan apapun tidak dapat dipidana atau
diberi hukuman bila tidak ada undang-undang yang
mengaturnya
2. "Lex specialis derogat legi generali", artinya hukum yang
khusus mengesampingkan hukum yang umum. Atau segala
undang-undang ataupun peraturan yang khusus mengabaikan
atau mengesampingkan undang-undang yang umum. Contoh
: Apabila terdapat kekerasan dalam rumah tangga, maka
pelaku dapat dikenai UU KDRT, bukan KUHPidana.
Pemakaian hukum yang khusus ini antara lain karena
hukumannya yang lebih berat dibandingkan dengan
KUHPidana.
3. "Lex posteriori derogat legi priori"
artinya hukum yang baru mengesampingkan hukum yang
lama. Maksudnya ialah, UU yang baru mengabakan atau
mengesampingkan UU yang lama dalam hal yang sama.
Dengan kata lain UU yang baru ini dibuat untuk melengkapi
dan menyempurnakan serta mengoreksi UU yang lama.
Sehingga UU yang lama sudah tidak berlaku lagi.
4. "Lex superior derogat legi inferiori", artinya hukum
yang urutan atau tingkatnya lebih tinggi
mengesampingkan atau mengabaikan hukum yang lebih
rendah. Bila terdapat kasus yang sama, akan tetapi
ketentuan undang-undangnya berbeda, maka ketentuan
undang-undang yang dipakai adalah UU yang
tingkatnya lebih tinggi. Contoh : UU lebih tinggi dari
PP, maka PP diabaikan dan harus berpatokan pada UU.
5. Asas non-retroaktif
UU hanya mengikat bagi masa yang akan datang dan
tidak mempunyai ketentuan berlaku surut
pengecualian dalam hukum pidana Pasal 1(1) KUHP
(Tidak boleh ditetapkan ketentuan perundang –
undangan dengan berlaku surut).
6. UU tidak dapat diganggu gugat
7. Setiap orang dianggap tahu UU

Anda mungkin juga menyukai