Anda di halaman 1dari 107

Pemicu 1

Thurain Leo
405160222
Anatomi
Histologi
Human Nervous
System

• Cells in both central & peripheral


nerve tissue :
• Nerve cells / neurons
• Glial cells -> support and protect
neuron and participate in neural
activity, neural nutritions, and
defense cells in CNS

Histologi SSP
Neurons
• Most neuron consist of 3 parts :
• Cell body / perikaryon –
contains the nucleus and
most of the cell’s organelles
• Dendrites – Specialized to
receive stimuli from other
neurons at unique sites
called synapses
• Axon – To generate and
conduct nerve impulses to
other cells (nerve, muscles,
gland cells)
Neurons
• Classification based according to the number of processes extending
from the body :
• Multipolar neurons – 1 axon & 2 / more dendrites
• Bipolar neurons – 1 dendrite & 1 axon
• Unipolar / pseudounipolar neurons – single process that bifurcates close to
the perikaryons, with longer branch extending to a peripheral ending and the
other end toward CNS
• Anaxonic neurons – many dendrites, no true axons, don’t produce action
potential
Glial Cells
Fisiologi
KEJANG
Kejang: kondisi di mana terjadi pelepasan • Berdasarkan etiologi: primer/sekunder. Bds lokasi asal, bentuk
impuls elektrik terus menerus yg klinis: generalisata/fokal. Bds frekuensi: isolated, cyclic, atau
menyebabkan otot berkontraksi terus berulang atau adanya sekuens yg mendekati status epileptikus.
menerus. • Harus dibedakan antara klasifikasi kejang itu sendiri dgn
klasifikasi epilepsi atau sidrom epilepsi.
• Generelazed seizure dibagi menjadi 2: convulsive (biasanya
tonic-clonic) dan noncovulsive (yg biasanya kehilangan
kesadaran sesaat atau absence alias bengong termasuk
fenomena motorik minor seperti myoclonic ringan, atonic,
atau kejang tonic).
• Epilepsi: biasanya dimulai dgn kejang lokal dan berkembang
menjadi kejang generalisata yg tonic-clonic, sering disebut
kejang generalisata tonic-clonic sekunder, secara umum tidak
ada komponen genetik dan merupakan hasil dari penyakit
mendasar – penyakit otak – baik didapat, kelainan malformasi
kongenital atau kelainan metabolik.
• Kejang fokal – adanya fitur tambahan seperti pengalaman
subjektif yang spesifik (aura), berhubungan dgn motorik,
autonomik, dan gg kesadaran; yg kemudian disebut sbg kejang
parsial kompleks.
Sisi otak yg terkena Gejala

Lobus frontalis Kedutan pada otot tertentu

Lobus oksipitalis Halusinasi kilauan cahaya

Mati rasa atau kesemutan di bagian


Lobus parietalis
tubuh tertentu

Halusinasi gambaran dan perilaku


Lobus temporalis repetitif yang kompleks
misalnya berjalan berputar-putar

Gerakan mengunyah, gerakan bibir


Lobus temporalis anterior
mencium

Halusinasi bau, baik yg


Lobus temporalis anterior sebelah
menyenangkan maupun yg tidak
dalam
menyenangkan
Generalized
Seizure
• Generalized tonic-clonic seizure (grand mal)
 Biasanya didahului oleh ‘warning’ kecil atau tidak ada sama
sekali.
Beberapa kali pasien bisa merasakan saat2 akan kejang dgn
merasakan beberapa fenomena subjektif (aura) focal s.
u/beberapa jam pasien tampak apathetic, depresi, iritabel, atau
sebaliknya – terlalu aktif – walaupun yg terakhir ini jarang
terjadi.
Pada pasien dgn epilepsi generalisata (biasanya jevenile
myoclonic epilepsy)satu atau lebih sentakan pada lengan atau
tungkai pada pagi hari saat bangun tidur bisa memicu
serangan epilepsi di siang hari.
Pada lebih dari separuh kasus kejang generalisata, ada gerakan
tertentu selama beberapa detik sebelum hilang kesadaran
(memutar [mungkin menengokan] kepala dan mata atau
sentakan berselang pada tungkai) yg mana pasien tidak ingat
akan kejadian tersebut.
Harus dibedakan antara primer dan sekunder, dapat ditegakan
dgn EEG. Kejang generalisata sekunder ada lesi fokal pada otak.
Biasanya pasien kehilangan kesadaran mendadak, terjatuh, dan
bisa menimbulkan luka pada wajah atau gigi.
• Tanda motorik awal: fleksi lengan, mulut dan
mata terbuka, mata mendelik ke atas. Lengan
terangkat ke atas terabduksi, sikut sedikit fleksi,
tangan pronasi. Hal2 tsb diikuti dgn ekstensi
protraksi dimulai dari punggung dan leher, kmd
lengan dan kaki. Bisa terdengar adanya rintihan
yg melengking. Pada spasme tonik, otot2
pernapasan juga terkena imbasnya kurang
O2  sianosis, pupil ditalasi dan tidak reaktif
thd cahaya. Berlangsung 10-20’’.
• Ada perubahan fase dari tonik mjd klonik pada
tipe convulsion. Ada tremor generalisata ringan
(yg merupakan relaksasi dari fase tonik)
terjadi gerakan kelojotan seluruh tubuh disertai
dgn ekspresi wajah ‘menyeramkan’. Denyut
jantung sgt cepat, TD meningkat, pupil dilatasi,
salivasi dan keringat meningkat, tekanan vu
menigkat 6x lipat dari biasanya. Pasien apneu
sampai fase klonik berhenti. Sentakan klonik
(amplitudo dan frekuensinya) menurun setelah
lewat periode 30’’. Hal2 di atas dapat
dipersingkat dgn obat2an antikonvulsif.
Absence, Petit Mal Seizure • Serangan yg berlangsung berjam2 tanpa ada
kembalinya status mental di antara fase tsb 
• Singkat, onset cepat, adanya penghentian absence/ petit mal status.
aktivitas motorik. Terkadang pasien tidak sadar
• Berdasarkan temuan EEG absence dpt dibagi mjd
akan hal tsb sedangkan orang lain melihat seolah
absence tipikal, atipikal, dan yg unik y.i myoclonic
pasien berpikiran kosong atau bengong.
jerk atau eyelid myoclonic.
• Serangan terjadi tiba2, interupsi kesadaran tiba2.
• Lennox Gastaut Syn. Biasanya di antara usia 2-6 th,
• 10% benar2 motion less. Terobservasi adanya atonik/statik, biasanya diikuti dgn kombinasi minor
klonik halus (myoclonic) pada kelopak mata, otot motor, tonic-clonic, kejang parsial, dan bisa terjadi
muka, atau jari, atau gerakan sinkron kecil kedua kelainan intelektual.
lengan dgn rate 3x/s.
• Kejang myoclonic kontraksi muskular yg singkat
• Pasien tidak jatuh, masih melakukan aktivitas dan tidak terlalu berlebihan (sekedarnya) pada
kompleks seperti berjalan kaki atau naik sepeda. beberapa otot saja (misal otot kelopak mata saja)
Pasien tiba2 blank (bicara terputus tiba2, atau atau bahkan bisa sampai seluruh tungkai/lengan
menulis terhenti tiba2) dan dalam 10-20’’ atau bahkan separuh tubuh.
kembali sadar. Pasien bisa melanjutkan apa yg
• Juvenile myoclonic epilepsy pada remaja
sedang dilakukan sebelumnya bisa juga tidak
biasanya usia sekitar 15 th, biasanya pada pagi hari
(cth: menulis – absence – nulis lagi tapi isinya
dan bisa terkena seluruh tubuh, generalized tonic-
nggak nyambung sama yg sebelumnya ditulis).
clonic saat bangun pagi terjadi sentakan
myoclonic, absence mungkin ada.
• Kejang fokal terjadi akibat adanya lesi fokal pada korteks otak • Kejang fokal yg berkarakteristikan perubahan kesadaran atau
di baagian2 tertentu. Perbedaan lokasi lesi dapat menyebabkan renspon lebih mengarah pada perubahan tingkah laku tiba2 yg
perbedaan tingkat penurunan kesadaran (kembali/tidaknya). dapat kembali ke keadaan semula. Pasien biasanya lupa dgn
Ditandai pula dgn EEG abnormal yg hanya pada daerah tertentu perubahan tingkah laku yg terjadi. Beberapa efek emosional dapat
pada otak. terjadi seperti sedih, takut, marah, dll. Pasien bisa saja berjalan
dengan tatapan kosong atau melakukan hal2 di luar batas
• Kejang lobus frontalis (focal motor and Jacksonian seizures)
kewajaran (buka baju di depan umum, bicara ngawur, dsb) dan
terjadi akibat adanya lesi pada lobus frontalis  kepala dan
pasien secara jelas tidak berhubungan dengan lingkungannya.
mata berputar ke arah sebaliknya dari lobus yg teriritasi, dan
Kejang jenis ini bisa terjadi karena adanya lesi pada lobus temporal.
adanya ekstensi tonik pada ekstremitas yg berlawanan dgn
hemisfer yg terdapat lesi, setelah itu bisa diikuti dgn gerakan • Amnesic seizures terjadi kehilangan ingatan sesaat, manifestasi
klonik generalisata. Bisa juga terjadi hilang kesadaran. dari epilepsi lobus temporal.
• Kejang Somatosensoris  kurang peka, tingling, persaan seperti • Kelainan perilaku dan psikis dgn epilepsi ditemukan adanya
tertusuk jarum, perasaan seperti ada yg merangkak (mungkin hubungan antara penyakit kelainan psikis (depresi, anxiety, dll) dgn
perasaan seperti ada sesuatu yg merangkak di tubuh), kesetrum, epilepsi. Ada beberapa ciri kepribadian yg mengarah pada hal tsb di
atau gerakan dari salah satu anggota tubuh. atas seperti sifat yg terlalu kaku, kurang rasa humor, emosional, dll.
• Olfactory hallucination  lesi pada lobus temporal bag medial • SUDEP meninggal mendadak yg tidak bisa dijelaskan karena
epilepsi. Hal ini banyak terjadi pada masa dewasa dibandingkan
• Gustatory hallucination lesi pada lobus temporal
masa kanak2. kematian bukan dikarenakan luka akibat jatuh yg
• Visual seizure lesi di dekat striate cortex di lobus occipital disebabkan kejang. Biasanya terjadi pada pasien dewasa yg terkena
kejang saat tidur dan tidak diawasi atau ditata-laksana dgn baik.
• Auditory hallucination lesi biasanya di lobus temporal
Kematian bisa dicegah dgn penggunaan obaat anti-epilepsi yg
terutama bag posterior
adekuat.
• Vertiginous sensation  lesi biasanya di superoposterior lobus
temporal
• Rolandic E., Sylvian E. (benign e. of childhood w/
centrotemporal spikes) unik, self limiting walaupun • Febrile Seizure (Kejang Demam) bayi usia 6 bl hgg
EEG sgt abnormal, autosomal dominan, dimulai antara anak2 usia 5 th, ada riwayat keluarga, biasanya
usia 5-9 th, biasanya nocturnal tonic-clonic seizure dgn tunggal, terjadi kejang motorik generalisata di saat
onset fokal. Selanjtunya kejang akan berubah mjd suhu tubuh mencapai titik tertinggi. Biasanya hanya
bentuk kontraksi klonik pada satu sisi wajah, jarang beberapa menit dan EEG biasanya tidak ada
pada satu tangan atau kaki, EEG menunjukan high- abnormalitas dan pemulihan baik. Suhu tubuh
voltage spikes pada kontralateral lower rolandic/ biasanya di atas 38o C bisa karena infeksi virus atau
centrotemporal area. Kejang dapat dikontrol dgn bakteri. Harus dibedakan dgn demam dan kejang
antikonvulsan tunggal dan perlahan menghilangpada akibat infeksi pada otak (meningitis, ensefalitis) yg
dewasa. EEG menunjukan abnormalitas baik fokal maupun
generalisata.
• E. w/ occipital spikes benign, tidak ada penyimpangan
intelektual, biasanya pada masa dewasa. Gejala klinis • Reflex E.  kejang dapat ‘dibuat’ dengan beberapa
tersering: visual hallucination. Gejala lain: perasaan stimuli pada beberapa orang. Stimuli tsb al
adanya gerakan pada mata, tinnitus, atau vertigo. penglihatan (flickering light, visual pattern, specific
colors (es. Red)), pendengaran ( startle, suara
• Infantile spasm (west syn.) pada bayi dan awal masa tertentu, tema musik, dan suara manusia),
kanak2, berulang, single or brief epi. Gerakan fleksi yg somatosensori (hal2 yg berhubungan dgn tubuh yg
kasar pada ekstremitas, atau gerakan ekstensi (lebih dilakukan mendadak misalnya ditepuk mendadak),
jarang). Pertama kali dilaporkan o/ West pada menulis/membaca beberapa kata/angka (mungkin
pertengahan abad 19. memberikan respon baik pada ada beberapa pattern kata atau angka yg dibuat
treatment ACTH, kortikosteroid atau benzodiazepin ( yg sedemikan rupa yg dapat menimbulkan kejang), dan
sering digunakan clonazepam). makan.
• Epilepsia Partialis Continua berupa gerakan klonik yg
terjadi pada sebagian anggota tubuh seperti wajah,
lengan atau kaki yg dapat terjadi dalam hitungan jam,
hari, bahkan bulan tanpa menjalar ke area tubuh lain.
Otot2 pada bagian distal lebih sering terkena (misalnya
jari2 tangan/ kaki lebih sering daripada lengan atas/
paha). Pada EEG ditunjukan adanya abnormalitas fokal.
• Rasmussen sy.  lesi yg biasanya karena
autoantibodi ensefalitis fokal kronik intractable
focal epylepsi dalam hubungannya dgn hemiparesis
progresif. Pada korteks otak ditemukan adanya
infiltrasi ringan agen inflamasi di meningeal dan
adanya proses ensefalitis ditandai dgn penghancuran
neuronal, gliosis, neuronophagia, beberapa derajat
nekrosis jaringan, dan penyempitan perivaskular. Tata
laksana dapat diberikan kortikosteroid (penelitian
Chincilla dkk. 5 dari 8 orang berespon baik dgn terapi
kortikosteroid).
Kejang dgn underlying disease • Global arrest of circulatoin: cardiac arrest, tercekik/
• Withdrawal seizures: kejang terjadi akibat konsumsi kegagalan pernapasan, keracunan CO, atau hal2 lain yg
suatu substansi yg dapat memengaruhi kerja otak dapat menyebabkan ensefalopati hipoksik dapat
seperti alkohol, barbiturat, dan benzodiazepin dan menyebabkan terjadinya diffuse myoclonic jerk.
beberapa oba2an sedatif lainnya. • CVD: tidak umum terjadi serangan kejang pada kasus2 CVD
• Infection and inflammatory immune conditions: kejang (bisa terjadi tapi sangat jarang).
merupakan salah satu tanda klinis pada kasus • Seizures w/ acute head injury: umum terjadi pada pasien
meningitis bakterial baik pada anak2 maupun dewasa. yg baru mengalami truma kepala. Biasanya berupa clonic
Dapat segera didiagnosa dgn pemeriksaan fisik y.i twitching tapi bisa terdapat tonic phase di dalamnya. EEG
demam, saki kepala, dan kaku kuduk. yg diperiksa beberapa jam atau hari setelahnya normal
• seizures in metabolic encephalopathy: uremia sudah dan imaging juga memberikan hasil normal kadang
dibuktikan sebagai salah satu agen konvulsif yg dapat ditemukan adanya kontusio kecil (akibat trauma).
mencetuskan kejang. Salah satu penyakit berkaitan • Seizure in pregnancy: ada 2 jenis pasien: memang memilki
uremia seperti acute anuric renal failure, secara umum penyakit epilepsi atau baru pernah mengalami kejang pada
dari acute tubular necrosis, tapi kadang dikarenakan saat kehamilan. Ibu2 dgn epilepsi mungkin bisa terkena
penyakit glomerular. serangan epilepsi yg tidak berbeda ketika dia tidak hamil
• Medication as a cause of seizures: dikarenakan toxic (namun banyak kasus yg bebas kejang).
blood level yg tinggi. Beberapa obat yg dapat • Seizures w/ eclampsia: dikarenakan TD terlalu tinggi
menyebabkan kejang al: imipenem, penggunaan ensefalopati hipertensif. Biasanya di trimester III, ibu
penisili congener dan linezolid dosis yg sgt besar, dianjurkan melahirkan dgn op caesarean.
cefepime dalam dosis tinggi, lidokain & aminofilin jika
diberikan terlalu cepat, dan obat yg digunakan sebagai
antikonvulsan pada terapi status epileptikum;
Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Adams and victor’s principles
of neurology. 10th ed. New York: McGraw-Hill Education; 2014.
PENYEBAB KEJANG ONSET BARU
Kelainan neurologis primer Kelainan sistemik
• Hipoglikemi
• Idiopatik • Hiponatremi
• Disgenesis serebral • Status hiperosmolar
• Hipokalsemi
• Trauma • Uremia
• Stroke / malformasi vaskuler • Ensefalopati hepatik
• Porfiria
• Lesi massa
• Toksisitas obat
• Infeksi SSP • Withdrawal obat
• Ensefalopati • Eklampsia
• Demam, hipertermia
Simon RP, Greenberg DA, Aminoff MJ. Clinical neurology. 7th
ed. New York: The McGraw-Hill Companies Inc.; 2009.
Partial Seizures
Generalized Seizures
Kriteria
Kejang
Kejang pada bayi usia 0-28
Kejang pada BBL hari

Kejang pada suhu >38oC o.k


Kejang Demam proses ekstrakranial

Kejang lama Kejang >15 menit

Berulang 3x/lebih dalam


Kejang berulang 24 jam

Kejang Kejang >30 mnt tanpa


epileptikus sadar

Kejang tanpa provokasi >


Epilepsi 2x
Risk factors of seizures

Adult acute intracranial pathology


•Acquired immunodeficiency syndrome
•Acute head trauma
•Age older than 40 years
•Fever
•History of anticoagulation
•History of malignancy
•New focal neurologic deficit
•Partial (focal) seizure
•Persistent altered mental status
•Persistent headache

Seizure recurrence in children: Pemantauan


•First unprovoked seizure
•Abnormal EEG test results
•History of febrile seizures
•Remote, symptomatic etiology
•Seizure that occurs during sleep
•Todd's paralysis
STATUS DEF : kejang yang berlangsung >30menit, atau
EPILEPTIKUS 2/lbh kejang tanpa pemulihan kesadaran
antara kejang

GK :
•Kejang tonik, klonik,
tonik-klonik

•Nistagmus pd
mata / kedutan pd
bahu

Sumber : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2824929/
Komplikasi :
• Anoksia
• Iskemi dan edema serebral
STATUS EPILEPTIKUS • Rhabdomiolisis dan gagal ginjal
• Pneumonia aspirasi / pneumonitis
• Peningkatan suhu tubuh
• Asidosis
• Hipotensi
• Kematian

• Manajemen hipertermia → berat


: pendinginan, zat yang
memblokade neuromuskuler
• Setelah terkontrol → tingkat
kesadaran, tanda vital, tanda-
tanda trauma akibat kejang,
pemeriksaan neurologis,
pemeriksaan paru dan jantung

Vojvodic M, Young A, editors. Toronto notes 2014. Toronto: Toronto Notes for Medical Students Inc.; 2014.
Simon RP, Greenberg DA, Aminoff MJ. Clinical neurology. 7th ed. New York: The McGraw-Hill Companies Inc.; 2009.
Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Adams and victor’s principles of neurology. 10th ed. New York: McGraw-Hill Education; 2014.
LO2
KEJANG NON EPILEPTIK
KEJANG DEMAM SEDERHANA
– Berlangsung singkat (< 15 menit)

KEJANG DEMAM
Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S, editors. Konsensus penatalaksanaan
– Umum tonik dan atau klonik

kejang demam. Jakarta: Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak – Umumnya akan berhenti sendiri
Indonesia; 2006.
– Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam waktu 24 jam.
• Kejang demam ialah bangkitan
kejang yang terjadi pada kenaikan
KEJANG DEMAM KOMPLEKS
suhu tubuh (suhu rektal > 38ºC) yang PP
disebabkan oleh proses • Kejang lama > 15 menit
• 1.lab (darah perifer, elektrolit&gula darah) evaluasi infeksi
ekstrakranium. • Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
• 2.Pungsi lumbal:kmngknan meningitis (byi <12bln sngt
• Biasanya terjadi anak umur 6 bulan – • Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
dianjurkan)
5 tahun • Kejang berulang: kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar.
• 3.EEG: tdk dpt prediksi kejang b’ulang (KD kompleks/KD
fokal)
• 4.X-ray: Kelainan neurologik fokal yg menetap (hemipare-
sis), Paresis N.VI, Papiledema (jarang)

DD Prog: kecacatan/kelainan neurologis,


• Meningitis kematian, kmngknan b’ulang KD (riwayat,usia
• Ensefalitis <12 bln,temperatur rndh saat kejang), FR
• Abses otak epilepsi (riwayat,KD kompleks, Kelainan
neuro/pkmbgn yg jls sblm KD 1)
klasifikasi
• simple febrile seizure Dravet syndrome
• -primary generalized  tonic-clonic onset is in the 1st yr of life
• attack associated with fever, lasting for a febrile and afebrile unilateral clonic seizures
-maximum of 15 min, and not recurrent within a recurring every 1 or 2 mo
24-hour period more prolonged, are more frequent, and
• Complex febrile seizure come in clusters
• -prolonged (>15 min), is focal, and/or recurs subsequently start to occur with lower fevers
within 24 hr and then without fever
• Febrile status epilepticus 2nd yr of life, myoclonus, atypical absences,
• -febrile seizure lasting >30 min and partial seizures occur frequently and
• generalized epilepsy with febrile seizures developmental delay usually follows.
plus (GEFS+)
• Onset early childhood, remission mid-childhood
• Multiple febrile seizures and several types of
afebrile generalized seizures, including
generalized tonic-clonic, absence, myoclonic,
atonic, or myoclonic astatic seizures with variable
degrees of severity
KRITERIA LIVINGSTONE UNTUK
DIAGNOSIS KEJANG DEMAM SEDERHANA
1. Usia anak pada saat kejang antara 6 bulan – 4 tahun
2. Kejang berlangsung < 15 menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang terjadi dalam 16 jam pertama sejak timbulnya demam
5. Pemeriksaan neurologis normal saat sebelum dan sesudah kejang
6. Pemeriksaan EEG setelah suhu badan normal sedikitnya 1 minggu,
tidak menunjukkan kelainan
7. Bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak > 4x
Setia H. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/110/jtptunimus-
gdl-herrysetia-5459-2-babii.pdf
Hirtz DG. Febrile seizures. Pediatrics in Review. 1997
Jan;18(1):5-9.
ALGORITMA TATALAKSANA
Klinis/Lab Ensefalitis Meningitis Meningitis Meningitis Kejang demam
Herpes simpleks bakterial/purule serosa serosa virus lama
nta tuberkulosa

Awitan akut akut kronik akut Akut


Demam < 7 hari < 7 hari > 7 hari < 7 hari <7 hr
Tipe kejang Fokal/umum umum umum umum Umum/fokal

Singkat/lama singkat singkat Singkat > 15 menit

Kesadaran Sopor-koma Apatis-som Som-sopor Sadar-apatis Somnolen

Pemulihan lama cepat lama cepat Cepat


kesadaran
Tanda rangsang -- ++/-- ++/-- +/-- --
meningeal

TIK Sangat ↑ ↑ Sangat ↑ normal normal


Paresis ++/-- +/- +++ --- ---
Pungsi lumbal jernih Keruh/opalesen Jernih/ xanto jernih jernih

Etiologi Virus HS bakteri M. TBC virus Di luar ssp


Terapi antivirus antibiotik Anti TBC Simtomatik Pykt. dasar
KEJANG DEMAM-EDUKASI ORANG
TUA
• Kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
• Cara penanganan kejang
• Informasi tentang kemungkinan kejang kembali
• Pemberian obat untuk mencegah rekurensi + efek samping yang
Penanganan kejang :
dapat timbul • Tetap tenang dan jangan panik
• Kendurkan pakaian ketat di sekitar leher
• Bila tidak sadar → posisi terlentang dengan kepala
miring; Bersihkan muntahan / lendir di mulut / hidung
• Ukur suhu; Pantau dan catat lama dan bentuk kejang
• Tetap bersama pasien
• Diazepam rektal. Stop setelah kejang berhenti
• Bawa ke dokter / RS bila kejang > 5 menit
Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S, editors. Konsensus
penatalaksanaan kejang demam. Jakarta: Unit Kerja Koordinasi
Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2006.
SEIZURE VS PSEUDOSEIZURE

Vojvodic M, Young A, editors. Toronto notes 2014. Toronto:


Toronto Notes for Medical Students Inc.; 2014.
SEIZURE VS PSEUDOSEIZURE
Keadaan Kejang Menyerupai Kejang
Onset Tiba-tiba Mungkin gradual
Lama serangan Detik / menit Beberapa menit
Kesadaran Sering terganggu Jarang terganggu
Sianosis Sering Jarang
Gerakan ekstremitas Sinkron Asinkron
Stereotipik serangan Selalu Jarang
Lidah tergigit / luka lain Sering Sangat jarang

Mangunatmadja I. Epilepsi pada anak: apa yang perlu


dicermati. IDAI Cabang Aceh dan IDAI Cabang DKI Jakarta.
SEIZURE VS PSEUDOSEIZURE
Keadaan Kejang Menyerupai Kejang
Gerakan abnormal bola mata Selalu Jarang
Fleksi pasif ekstremitas Gerakan tetap ada Gerakan hilang
Dapat diprovokasi Jarang Hampir selalu
Tahanan terhadap gerakan pasif Jarang Selalu
Pasca serangan bingung Hampir selalu Tidak pernah
Iktal EEG abnormal Selalu Hampir tidak pernah
Pasca iktal EEG abnormal Selalu Jarang

Mangunatmadja I. Epilepsi pada anak: apa yang perlu


dicermati. IDAI Cabang Aceh dan IDAI Cabang DKI Jakarta.
Tanda dan gejala : Etiologi :
• Spasme yang nyeri dari otot masseter → trismus • Clostridium tetani
/ “lock jaw” • Bakteri bacillus gram
• Spasme otot-otot wajah → risus sardonicus
positif, anaerob, dapat
• Disfagia
membentuk spora
• Kontraksi otot rangka dengan spasme periodik • Ditemukan di tanah,
yang nyeri; dipicu oleh stimulus sensoris
paku berkarat, saluran
• Paralisis turun ke bawah, melibatkan sejumlah
cerna
besar otot (leher, abdomen, tungkai) → • Trauma (luka tusuk, luka
opistotonus
bakar, pembedahan
• Kontraksi tonik faring, laring, otot-otot respirasi Tetanus tidak steril, fraktur
→ apnea, gagal napas, kematian
terbuka) → implantasi
• Hiperaktivitas otonom → diaforesis, takikardia,
spora di jaringan dengan
hipertensi
oksigenasi rendah

Diagnosis : Pencegahan :
• Vaksinasi
• Gambaran klinis
• Debridemen luka
• EMG • Pasien berisiko
• CK dapat ↑ tinggi → TT / TIg
Vojvodic M, Young A, editors. Toronto notes 2014. Toronto: Toronto Notes for Medical Students Inc.; 2014.
Simon RP, Greenberg DA, Aminoff MJ. Clinical neurology. 7th ed. New York: The McGraw-Hill Companies Inc.; 2009.
http://cdn.wwnorton.com/
TETANUS
Manfes :
• Tetanus generalisata
• (awalnya tetanus lokal yg berkembang luas setelah bbrpa hari)
• Gejala yg sering muncul :
• Hipertonus
• Spasme
• Trismus
• Kaku di leher, bahu, ekstremitas
• Abdomen papan
• Risus sardonicus
• Opistotonus
• Spasme otot pernapasan
• Tetanus lokal
• Yg paling ringan
• Gejala muncul :
• Kaku
• Kencang
• Nyri pd otot di sekitar luka
• Spasme dan twitching dr otot yg terkena
• Tetanus sefalik
• Terjadi setelah adanya luka pd kepala atau wajah
• Terjdi kelamahan dan paralisis otot-otot wajah
• Pd periode spasme, otot wajah berkontraksi, melibatkan lidah dan tenggorokan
sehingga spasme
• Seringkali berkembang jd tetanus generalisata 59
Faktor Skor
Masa inkubasi 5
<48 jam
2-5 d 4
6-9 d 3
10-14d 2
>14d 1
Lokasi/infeksi
SKOR PHILLIP
Internal/umbilikal 5
UNTUK PASIEN
Kepala/leher/dinding tubuh 4
TETANUS Proksimal perifer 3
Distal perifer 2 Interpretasi :
Tdk diketahui 1 • Skor <9 : rawat
Riwayat imunisasi jalan
Tdk pernah 10 • 10-16 : rawat dlm
Mungkin pernah 8
ruangan biasa
>10thn 4
<10 thn 2
• 17 : di ruang rawat
Komplit 0 intesif
Penyulit
Trauma/penyulit yg mengancam nyawa 10
Trauma berat 8
Trauma/penyulit yg tdk mengancam nyawa 4
Trauma/penyulit ringan 2
Tdk ada penyulit 0

60
Penisilin /
Metronidazol

Tetanus Ig

Benzodiazepin
(diazepam),
klorpromazin,
suportif

α-bloker, β-
bloker
TETANUS NEONATORUM
Anamnesis • Persalinan kurang higienis
• Perawatan tali pusat tidak higienis
• Bayi sadar, bila terangsang / tersentuh → kekakuan (spasme)
• Bayi malas minum
Pemeriksaan fisik • Bayi sadar; spasme otot berulang
• Mulut mencucu seperti mulut ikan (carper mouth)
• Trismus
• Perut teraba keras (perut papan)
• Defence muscular
• Opistotonus
• Tali pusat kotor dan berbau
• Anggota gerak spastik (boxing position)
Pemeriksaan penunjang Ragu → pungsi lumbal, pemeriksaan darah rutin, preparat darah apus / kultur

Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, editors.
Pedoman pelayanan medis. Jilid 1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.
Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, et al., editors.
Pedoman pelayanan medis. Jilid 2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.
http://s-media-cache-ak0.pinimg.com
TETANUS NEONATORUM
Tatalaksana medikamentosa • Diazepam 10 mg/kg/hari IV dalam 24 jam atau bolus 0,1 – 0,2 mg/kg IV
setiap 3 – 6 jam, maksimum 40 mg/kg/hari
• Human tetanus Ig 500 U IM atau antitoksin tetanus (equine serum) 5000
U IM
• Metronidazol 30 mg/kg/hari, setiap 6 jam PO/IV selama 7 – 10 hari.
ATAU penisilin prokain 100.000 U/kg IV dosis tunggal
• Pengobatan untuk infeksi lokal tali pusat (bila terjadi)
• Ibu → TT 0,5 ml → datang 1 bulan kemudian untuk dosis kedua
Tatalaksana nonmedikamentosa • Kekakuan / spastisitas menetap → fisioterapi
Pemantauan • Terapi
• Tumbuh kembang

Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, editors.
Pedoman pelayanan medis. Jilid 1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.
Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, et al., editors.
Pedoman pelayanan medis. Jilid 2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.
PENCEGAHAN TETANUS
NEONATORUM
• Pemotongan tali pusat secara steril
• Perawatan pasca natal → tali pusat
• Infeksi tali pusat → AB lokal dan sistemik (bila diperlukan)

Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, editors.
Pedoman pelayanan medis. Jilid 1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.
Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, et al., editors.
Pedoman pelayanan medis. Jilid 2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.
Tetanus
Differential Diagnosis Treatment

Neuroleptic-induced dystonia, meningitis, • ICU


dental abscess, status epilepticus, • The wound is debrided after administration of HTIG (human tetanus
subarachnoid hemorrhage, hypocalcemic immune globulin, 3000–6000 units) into one limb and tetanus
tetany, ethanol, sedative or opiate toxoid into another. (Tetanus toxoid is required because infection
withdrawal, strychnine poisoning, black with C tetani does not confer its own immunity.)
widow spider bite, stiff-person syndrome, • Metronidazole, 2 g/day for 7–10 days
and rabies • penicillin  exacerbate spasms
• Tetanospasms  tracheostomy
• Endotracheal intubation  spasms
Prognosis
• Benzodiazepines, often titrated to very high doses  control spasms
and provide sedation
The disease may progress for 2 weeks • Severe spasms  Neuromuscular blockade (eg, vecuronium,
even after administration of antitoxin,
6–8 mg/h)
and severe tetanus may require several • Infusion of magnesium sulfate may be useful as well.
weeks more for recovery. Mortality is • Autonomic instability
up to 25% even in modern intensive • Hypertension  labetalol, 0.25–1.0 mg/min
care units. • Tachycardia  verapamil
Complications : bone fractures, • Hypotension  Pressors may be necessary
dehydration, pneumonia, and • Bradycardia may require a pacemaker
pulmonary emboli.
Tetanus Neonatorum
Essentials of Diagnosis

Pemeriksaan Penunjang (bila diperlukan)

Komplikasi paling ditakutkan : spasme otot diafragma


PARKINSON (3A)
Definisi
• Penyakit Parkinson (PP) adalah kelainan gangguan gerak
neurodegeneratif yang bersifat progresif ditandai dengan
parkinsonisme.
• Parkinsonisme adalah kumpulan gejala yang terdiri dari tremor,
rigiditas, bradikinesia, dan instabilitas postural.
Epidemiologi
• Laki-laki > perempuan
• Peningkatan insidens seiring dengan bertambahnya usia
• Prevalensi pada usia 70-79 tahun lebih rendah di Asia dibandingkan
Eropa, Amerika Utara, dan Australia
Anatomi Ganglia Basal
• Ganglia basal adalah sekelompok nukleus subkortikal yang terdiri dari
neostriatum (nukleus kaudatus & putamen), striatum vebtral, globus
palidus segmen interna dan eksterna (GPi,GPe), nukleus subtalamikus
(STN), & substansia nigra pars retikulata dan pars kompakta (SNr, SNc)
• Striatum dan STN adalah titik masuk utama bagi input yang menuju ke
ganglia basal.
• Striatum menerima input dari korteks & talamus. Sedangkan STN
menerima input dari korteks & batang otak.
• Dari nukleus, informasi diteruskan  msk ke nukleus keluaran utama
(yaitu GPi dan SNr) lalu diteruskan  talamus & batang otak.
Patofisiologi (1)
• Patofisiologi utama dikaitkan dengan disfungsi sirkuit motorik yang menghubungkan korteks
pre-frontal, ganglia basal, dan talamus.
• Striatum sebagai titik masuk utama dan GPi/SNr sebagai titik keluaran utama dari ganglia
basal tersusun mjd jaras langsung (direct) berupa jaras monosinaptik GABA-ergik inhibitorik
dan jaras tdk lsg (indirect) yg mencakup GPE & STN.
• Striatum memiliki peran utama utk memproses informasi sensorimotor & meneruskannya ke
GPi  lalu diteruskan mll proyeksi GABAergik yg bersifat inhibitorik menuju segmen motorik
talamus ventral  meneruskan stimulus ke korteks & berperan dlm proses perencanaan &
inisiasi gerakan motorik
• Sirkuit ini dikendalikan & dimodulasi oleh proyeksi dopamine nigrostriatal.

• Patologi utama adalah hilangnya neuron dopaminergic pada SNc. Area SNc yg terkena adalah
ventrolateral tier.
Patofisiologi (2)
• Pada PP, tjd neurodegenerasi substansia nigra pars kompakta, input
dopaminergik menuju striatum menurun  penurunan eksitatorik
dopaminergic pada reseptor D1 dan input dopaminergic inhibitorik
pada reseptor D2  tjd perubahan pada jalur indirek & direk  hasil
akhir: peningkatan aktivitas GPi mll jalur lsg dan tdk lsg  shg
memberi efek inhibisi ke talamus & korteks  disfungsi inisiasi,
kecepatan, dan amplitude gerak.
Faktor Resiko
Progresifitas Penyakit Parkinson
(Braak Staging)
• Kerusakan dimulai pada sistem saraf tepi & berkembang ke SSP scr progresif,
dari arah kaudal menuju rostral.
• Tahap 1: melibatkan sistem saraf perifer (neuron autonomic), sistem olfaktori
(bulbus olfaktorius, nukleus olfaktorius), medulla oblongata (nukleus dorsal
motor vagal dan nervus glosofaringeal)
• Tahap 2: melibatkan pons (locus coeruleus, magnocellular portion of reticular
formation, nukleus raphe posterior), substansia abu-abu medulla spinalis
• Tahap 3: melibatkan pons (nukleus pedunkulopotin), midbrain (substansia
nigra pars kompakta), basal forebrain (nukleus magnoselular termasuk
nukleus basalis Meynert), sistem limbic (subnukleus sentral amigdala)
• Tahap 4: melibatkan sistem limbic (korteks asesorius & nukleus
basolateral amigdala, nukleus interstisial stria terminalis, klaustrum
ventral), talamus (nukleus intralaminar), korteks temporal
(mesokorteks temporal anterimedial, region CA2 hipokampus)
• Tahap 5&6: melibatkan region korteks multiple (korteks insula, area
korteks asosiasi, area korteks primer)

• Tahap 1&2 berkaitan dgn onset gejala premotorik


• Tahap 3 adl tahap munculnya gejala motoric akibat defisiensi
dopamine nigrostriatal
• Tahap 4-6 dpt muncul gejala non-motoric pada tahap lanjut
Gejala & Tanda Klinis (1)
MANIFESTASI MOTORIK
Tremor
• Seirng pd ekstremitas, lengan >tungkai
• Sebagian besar pd bagian distal, lebih jelas pada jari-jari tangan / kaki
• Tremor mencapai amplitudo terbesar saat istirahat (resting tremor)

Rigiditas
• Adalah peningkatan tonus otot di seluruh lingkup gerak sendi & tdk tergantung dari
kecepatan otot saat digerakan.
• Dpt ditemukan pada leher, badan, ekstremitas dlm keadaan relaksasi.
• Pemeriksaan pada pergelangan tangan / sendi siku dgn gerakan fleksi ekstensi utk deteksi
adanya rigiditas roda gigi (cogwheel)
• Rigiditas mempengaruhi postur ps, fleksi pd sebagian besar sendi, termasuk tulang
belakang, membentuk postur simian (postur khas pada PP)
Akinesia
• Gerakan volunteer ps mjd lambat
• Ps sulit melakukan inisiasi gerakan, mempertahankan gerakan, mengubah berbagai
polla gerakan motorik
• Awal penyakit (unilateral, bersifat ringan), tahap lanjut (kedua ekstremitas, berat)
• Ekspresi wajah minimal spt topeng (facial amimia / masked face)
• Gangguan menulis, huruf mjd kecil (mikrografia). Awal menulis bentuk msh normal,
namun semakin lama semakin kecil.

Instabilitas Postural
• Tahap awal (ggg cara berjalan ber(-) ayunan lengan)
• Tahap lanjut (panjang langkah ber(-), kaki tdk dpt diangkat scr normal saat melangkah
(gambaran shuffling gait)
• Kadang gerakan ps semakin cepat (festination), bahkan bisa lari tanpa bisa ditahan
sampai ada halangan didepan ps.
• Dpt cenderung jatuh ke depan (propulsi) / ke blkg (retropulsi).
Gejala & Tanda Klinis (2)
MANIFESTASI MOTORIK
Tatalaksana
• Edukasi  perjalanan klinis penyakit, tatalaksana & perubahan gaya hidup
• Nonfarmakologi  latihan regular utk meningkatkan mobilitas dgn perbaiki
pola berjalan & meminimalisir resiko jatuh, meringankan ketidaknyamanan
musculoskeletal, cegah sendi kaku, me(-) kecenderungan tjd kontraktur /
deformitas. Terapi wicara & latihan menelan.
• Farmakologi 
• Neuroprotektor (utk memperlambat progresifitas penyakit) yaitu: Inhibitor MAO-B
(selegilin & rasagilin), Agonis dopamine (pramipeksol), Vitamin D & koenzim Q10
• Simptomatik: agen yg bisa meningkatkan konsentrasi dopamine adl levodopa & agonis
dopamine. (terapi utama gejala motorik penyakit PP
DEMENSIA (3A)
Definisi
• Demensia adalah sindrom penurunan fungsi intelektual, shg
mengganggu aktivitas social dan professional dlm aktivitas hidup
keseharian, biasanya disertai peruahan perilaku yg bukan disebabkan
o/ delirium atau ggg psikiatri mayor.
• Terutama tjd pd usia lanjut.
• Demensia yg paling byk tjd (>50%)  Demensia Alzheimer (DA)
• Lainnya: demensia vaskular (DVa(20%)), demensia badan Lewy (DLB),
demensia penyakit Parkinson (DPP), demensia campuran
Demensia Alzheimer

Patofisiologi
• Karakteristik neuropatologi DA adalah hilangnya neuronal selektif &
sinaps, adanya plak neuritik yg mengandung peptide beta amyloid (Aβ),
serta neurofibrillary tangles (NFTs) yg berasal dari hiperfosforilasi
protein tau.
• Deposisi Aβ otak adalah implikasi dari pathogenesis DA. Akumulasi Aβ
pd otak merupakan inisiasi tjdnya disfungsi neuron.
Gejala & Tanda Klinis
• DA ditandai dgn penurunan fungsi kognitif yg didahului oleh
penurunan daya ingat & akhirnya akan mengenai seluruh
intelektualitas ps & menyebabkan beban dlm menjalankan aktivitas
sehari-hari ringan sekalipun.
• Ranah kognitif yg plg terganggu adl memori dgn kemampuan
rekognisi terganggu. Semakin lama semakin berat shg ranah kognitif
lain spt visuospasial, fungsi eksekutif, memori, atensi & bahasa bisa
terganggu.
Tatalaksana (1)
MEDIKAMENTOSA
• Inhibitor asetilkolinesterase (AChE-I)  bekerja sbg penguat kognisi
dgn meningkatkan kadar asetilkolin di otak utk mengkompensasi
hilangnya fungsi kolinergik.
Pilihan obat: Donepezil, Galantamin, Rivastigmin
• Antagonis reseptor NMDA (memantin)
• Kombinasi obat golongan AChE-I dgn memantin
Tatalaksana (2)
NONMEDIKAMENTOSA
• Tujuan: meningkatkan kualitas hidup
• Yg hrs diperhatikan: masalah aktivitas sehari-hari agar mandiri,
meningkatkan fungsi, beradaptasi & bljr keterampilan, &
meminimalkan bantuan.
Demensia Vaskular
Patofisiologi
• Kelainan pembuluh darah dgn manifestasi perdarahan (perdarahan
mikro) atau iskemia (hipoksemia)
Malaria Cerebral
Malaria serebral merupakan komplikasi dari malaria akibat kerusakan
sawar otak oleh parasit malaria. Malaria serebral umumnya disebabkan
oleh Plasmodium falciparum.

Gejala utama malaria serebral adalah adanya koma dan syok yang
dapat disertai kejang. Malaria serebral ditegakkan bila terdapat
parasitemia yang diakibatkan oleh Plasmodium falciparum pada
pemeriksaan apus darah tebal dan tipis.
Etiologi
Etiologi malaria serebral adalah penyakit malaria yang disebabkan oleh
parasit Plasmodium falciparum.
Plasmodium penyebab malaria terdiri dari 5 spesies:
• Plasmodium falciparum
• Plasmodium vivax
• Plasmodium ovale
• Plasmodium malariae
• Plasmodium knowlesi
patofisiologi
• Patofisiologi malaria serebral adalah penurunan kesadaran (koma) akibat infeksi
parasit malaria yang merusak sawar otak, disertai sindrom neurologis. Infeksi
yang menyebabkan malaria serebral paling berat disebabkan oleh Plasmodium
falciparum. Malaria serebral umumnya terjadi dalam waktu 2 minggu setelah
digigit nyamuk malaria atau setelah 2-7 hari demam.
• Mekanisme patogenesis malaria serebral masih belum pasti diketahui karena
akses penelitian terhadap jaringan tubuh manusia terbatas. Namun diperkirakan,
parasit malaria tidak menginfiltrasi dan menginfeksi jaringan parenkim otak
secara langsung. Sebaliknya, parasit malaria merusak sawar otak (blood brain
barrier) sehingga terjadi ruptur dan perdarahan. Hal ini menyebabkan terjadinya
penurunan kesadaran dan sindrom neurologis.
Gejala dan Tanda Klinis
• Penurunan kesadaran (koma) • Retinopati, peningkatan tekanan intrakranial,
• Syok: terlihat dari tekanan darah sistolik <80 mmHg dan edema otak
(dewasa) atau <70 mmHg (anak-anak), perfusi
perifer buruk, akral dingin, capillary refill time >3
detik
• Kejang multipel: lebih dari 2 episode kejang dalam Gejala dan tanda di atas/disampingdidahului
waktu 24 jam dengan tanda dan gejala malaria berupa:
• Gejala demam paroksismal setiap 48-72 jam
• Distress respirasi, pernapasan asidotik, sebagai
manifestasi dari metabolik asidosis tubuh yang
• Flu-like illness
berat, yaitu napas cepat dan dalam • Sakit kepala
• Muntah
• Tampak jaundice
• Nyeri otot dan sendi
• Terjadi perdarahan: epistaksis, gusi, • Lemas
tempat venepuncture, hematemesis, melena
• Auskultasi: terdengar krepitasi sebagai tanda
edema paru, dengan saturasi oksigen <92%
Diagnosis Banding

Diagnosis banding malaria serebral adalah sebagai berikut:


• Hipoglikemia akibat parasitemia berat pada malaria
• Meningitis bakterial atau viral
• Ensefalopati metabolik atau toksik
• Perdarahan otak
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan apus darah tebal dan tipis dengan pewarnaan Giemsa bermanfaat untuk melihat spesies Plasmodium
penyebab malaria dan tingkat parasitemia. Hiperparasitemia bila densitas Plasmodium falciparum >10%.
Pemeriksaan Darah Lainnya
• Selain pemeriksaan apus darah, pemeriksaan darah lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan berikut:
• Hemoglobin
• Glukosa darah
• Laktat darah
• Bilirubin
• Kreatinin dan urea
• Faktor koagulasi darah
Pemeriksaan Radiologis
• Rontgen toraks perlu dilakukan terutama bila ada manifestasi klinis respiratori untuk melihat ada tidaknya edema
paru. CT scan kepala juga dapat dilakukan bila ada kecurigaan terjadi edema serebral atau perdarahan otak.
Tampak edema serebral

MRI malaria serebral. Sumber: Gupta S, Openi, 2008


SUMBER:

Anda mungkin juga menyukai