Thurain Leo
405160222
Anatomi
Histologi
Human Nervous
System
Histologi SSP
Neurons
• Most neuron consist of 3 parts :
• Cell body / perikaryon –
contains the nucleus and
most of the cell’s organelles
• Dendrites – Specialized to
receive stimuli from other
neurons at unique sites
called synapses
• Axon – To generate and
conduct nerve impulses to
other cells (nerve, muscles,
gland cells)
Neurons
• Classification based according to the number of processes extending
from the body :
• Multipolar neurons – 1 axon & 2 / more dendrites
• Bipolar neurons – 1 dendrite & 1 axon
• Unipolar / pseudounipolar neurons – single process that bifurcates close to
the perikaryons, with longer branch extending to a peripheral ending and the
other end toward CNS
• Anaxonic neurons – many dendrites, no true axons, don’t produce action
potential
Glial Cells
Fisiologi
KEJANG
Kejang: kondisi di mana terjadi pelepasan • Berdasarkan etiologi: primer/sekunder. Bds lokasi asal, bentuk
impuls elektrik terus menerus yg klinis: generalisata/fokal. Bds frekuensi: isolated, cyclic, atau
menyebabkan otot berkontraksi terus berulang atau adanya sekuens yg mendekati status epileptikus.
menerus. • Harus dibedakan antara klasifikasi kejang itu sendiri dgn
klasifikasi epilepsi atau sidrom epilepsi.
• Generelazed seizure dibagi menjadi 2: convulsive (biasanya
tonic-clonic) dan noncovulsive (yg biasanya kehilangan
kesadaran sesaat atau absence alias bengong termasuk
fenomena motorik minor seperti myoclonic ringan, atonic,
atau kejang tonic).
• Epilepsi: biasanya dimulai dgn kejang lokal dan berkembang
menjadi kejang generalisata yg tonic-clonic, sering disebut
kejang generalisata tonic-clonic sekunder, secara umum tidak
ada komponen genetik dan merupakan hasil dari penyakit
mendasar – penyakit otak – baik didapat, kelainan malformasi
kongenital atau kelainan metabolik.
• Kejang fokal – adanya fitur tambahan seperti pengalaman
subjektif yang spesifik (aura), berhubungan dgn motorik,
autonomik, dan gg kesadaran; yg kemudian disebut sbg kejang
parsial kompleks.
Sisi otak yg terkena Gejala
GK :
•Kejang tonik, klonik,
tonik-klonik
•Nistagmus pd
mata / kedutan pd
bahu
Sumber : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2824929/
Komplikasi :
• Anoksia
• Iskemi dan edema serebral
STATUS EPILEPTIKUS • Rhabdomiolisis dan gagal ginjal
• Pneumonia aspirasi / pneumonitis
• Peningkatan suhu tubuh
• Asidosis
• Hipotensi
• Kematian
Vojvodic M, Young A, editors. Toronto notes 2014. Toronto: Toronto Notes for Medical Students Inc.; 2014.
Simon RP, Greenberg DA, Aminoff MJ. Clinical neurology. 7th ed. New York: The McGraw-Hill Companies Inc.; 2009.
Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Adams and victor’s principles of neurology. 10th ed. New York: McGraw-Hill Education; 2014.
LO2
KEJANG NON EPILEPTIK
KEJANG DEMAM SEDERHANA
– Berlangsung singkat (< 15 menit)
KEJANG DEMAM
Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S, editors. Konsensus penatalaksanaan
– Umum tonik dan atau klonik
kejang demam. Jakarta: Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak – Umumnya akan berhenti sendiri
Indonesia; 2006.
– Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam waktu 24 jam.
• Kejang demam ialah bangkitan
kejang yang terjadi pada kenaikan
KEJANG DEMAM KOMPLEKS
suhu tubuh (suhu rektal > 38ºC) yang PP
disebabkan oleh proses • Kejang lama > 15 menit
• 1.lab (darah perifer, elektrolit&gula darah) evaluasi infeksi
ekstrakranium. • Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
• 2.Pungsi lumbal:kmngknan meningitis (byi <12bln sngt
• Biasanya terjadi anak umur 6 bulan – • Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
dianjurkan)
5 tahun • Kejang berulang: kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar.
• 3.EEG: tdk dpt prediksi kejang b’ulang (KD kompleks/KD
fokal)
• 4.X-ray: Kelainan neurologik fokal yg menetap (hemipare-
sis), Paresis N.VI, Papiledema (jarang)
Diagnosis : Pencegahan :
• Vaksinasi
• Gambaran klinis
• Debridemen luka
• EMG • Pasien berisiko
• CK dapat ↑ tinggi → TT / TIg
Vojvodic M, Young A, editors. Toronto notes 2014. Toronto: Toronto Notes for Medical Students Inc.; 2014.
Simon RP, Greenberg DA, Aminoff MJ. Clinical neurology. 7th ed. New York: The McGraw-Hill Companies Inc.; 2009.
http://cdn.wwnorton.com/
TETANUS
Manfes :
• Tetanus generalisata
• (awalnya tetanus lokal yg berkembang luas setelah bbrpa hari)
• Gejala yg sering muncul :
• Hipertonus
• Spasme
• Trismus
• Kaku di leher, bahu, ekstremitas
• Abdomen papan
• Risus sardonicus
• Opistotonus
• Spasme otot pernapasan
• Tetanus lokal
• Yg paling ringan
• Gejala muncul :
• Kaku
• Kencang
• Nyri pd otot di sekitar luka
• Spasme dan twitching dr otot yg terkena
• Tetanus sefalik
• Terjadi setelah adanya luka pd kepala atau wajah
• Terjdi kelamahan dan paralisis otot-otot wajah
• Pd periode spasme, otot wajah berkontraksi, melibatkan lidah dan tenggorokan
sehingga spasme
• Seringkali berkembang jd tetanus generalisata 59
Faktor Skor
Masa inkubasi 5
<48 jam
2-5 d 4
6-9 d 3
10-14d 2
>14d 1
Lokasi/infeksi
SKOR PHILLIP
Internal/umbilikal 5
UNTUK PASIEN
Kepala/leher/dinding tubuh 4
TETANUS Proksimal perifer 3
Distal perifer 2 Interpretasi :
Tdk diketahui 1 • Skor <9 : rawat
Riwayat imunisasi jalan
Tdk pernah 10 • 10-16 : rawat dlm
Mungkin pernah 8
ruangan biasa
>10thn 4
<10 thn 2
• 17 : di ruang rawat
Komplit 0 intesif
Penyulit
Trauma/penyulit yg mengancam nyawa 10
Trauma berat 8
Trauma/penyulit yg tdk mengancam nyawa 4
Trauma/penyulit ringan 2
Tdk ada penyulit 0
60
Penisilin /
Metronidazol
Tetanus Ig
Benzodiazepin
(diazepam),
klorpromazin,
suportif
α-bloker, β-
bloker
TETANUS NEONATORUM
Anamnesis • Persalinan kurang higienis
• Perawatan tali pusat tidak higienis
• Bayi sadar, bila terangsang / tersentuh → kekakuan (spasme)
• Bayi malas minum
Pemeriksaan fisik • Bayi sadar; spasme otot berulang
• Mulut mencucu seperti mulut ikan (carper mouth)
• Trismus
• Perut teraba keras (perut papan)
• Defence muscular
• Opistotonus
• Tali pusat kotor dan berbau
• Anggota gerak spastik (boxing position)
Pemeriksaan penunjang Ragu → pungsi lumbal, pemeriksaan darah rutin, preparat darah apus / kultur
Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, editors.
Pedoman pelayanan medis. Jilid 1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.
Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, et al., editors.
Pedoman pelayanan medis. Jilid 2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.
http://s-media-cache-ak0.pinimg.com
TETANUS NEONATORUM
Tatalaksana medikamentosa • Diazepam 10 mg/kg/hari IV dalam 24 jam atau bolus 0,1 – 0,2 mg/kg IV
setiap 3 – 6 jam, maksimum 40 mg/kg/hari
• Human tetanus Ig 500 U IM atau antitoksin tetanus (equine serum) 5000
U IM
• Metronidazol 30 mg/kg/hari, setiap 6 jam PO/IV selama 7 – 10 hari.
ATAU penisilin prokain 100.000 U/kg IV dosis tunggal
• Pengobatan untuk infeksi lokal tali pusat (bila terjadi)
• Ibu → TT 0,5 ml → datang 1 bulan kemudian untuk dosis kedua
Tatalaksana nonmedikamentosa • Kekakuan / spastisitas menetap → fisioterapi
Pemantauan • Terapi
• Tumbuh kembang
Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, editors.
Pedoman pelayanan medis. Jilid 1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.
Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, et al., editors.
Pedoman pelayanan medis. Jilid 2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.
PENCEGAHAN TETANUS
NEONATORUM
• Pemotongan tali pusat secara steril
• Perawatan pasca natal → tali pusat
• Infeksi tali pusat → AB lokal dan sistemik (bila diperlukan)
Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, editors.
Pedoman pelayanan medis. Jilid 1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.
Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, et al., editors.
Pedoman pelayanan medis. Jilid 2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.
Tetanus
Differential Diagnosis Treatment
• Patologi utama adalah hilangnya neuron dopaminergic pada SNc. Area SNc yg terkena adalah
ventrolateral tier.
Patofisiologi (2)
• Pada PP, tjd neurodegenerasi substansia nigra pars kompakta, input
dopaminergik menuju striatum menurun penurunan eksitatorik
dopaminergic pada reseptor D1 dan input dopaminergic inhibitorik
pada reseptor D2 tjd perubahan pada jalur indirek & direk hasil
akhir: peningkatan aktivitas GPi mll jalur lsg dan tdk lsg shg
memberi efek inhibisi ke talamus & korteks disfungsi inisiasi,
kecepatan, dan amplitude gerak.
Faktor Resiko
Progresifitas Penyakit Parkinson
(Braak Staging)
• Kerusakan dimulai pada sistem saraf tepi & berkembang ke SSP scr progresif,
dari arah kaudal menuju rostral.
• Tahap 1: melibatkan sistem saraf perifer (neuron autonomic), sistem olfaktori
(bulbus olfaktorius, nukleus olfaktorius), medulla oblongata (nukleus dorsal
motor vagal dan nervus glosofaringeal)
• Tahap 2: melibatkan pons (locus coeruleus, magnocellular portion of reticular
formation, nukleus raphe posterior), substansia abu-abu medulla spinalis
• Tahap 3: melibatkan pons (nukleus pedunkulopotin), midbrain (substansia
nigra pars kompakta), basal forebrain (nukleus magnoselular termasuk
nukleus basalis Meynert), sistem limbic (subnukleus sentral amigdala)
• Tahap 4: melibatkan sistem limbic (korteks asesorius & nukleus
basolateral amigdala, nukleus interstisial stria terminalis, klaustrum
ventral), talamus (nukleus intralaminar), korteks temporal
(mesokorteks temporal anterimedial, region CA2 hipokampus)
• Tahap 5&6: melibatkan region korteks multiple (korteks insula, area
korteks asosiasi, area korteks primer)
Rigiditas
• Adalah peningkatan tonus otot di seluruh lingkup gerak sendi & tdk tergantung dari
kecepatan otot saat digerakan.
• Dpt ditemukan pada leher, badan, ekstremitas dlm keadaan relaksasi.
• Pemeriksaan pada pergelangan tangan / sendi siku dgn gerakan fleksi ekstensi utk deteksi
adanya rigiditas roda gigi (cogwheel)
• Rigiditas mempengaruhi postur ps, fleksi pd sebagian besar sendi, termasuk tulang
belakang, membentuk postur simian (postur khas pada PP)
Akinesia
• Gerakan volunteer ps mjd lambat
• Ps sulit melakukan inisiasi gerakan, mempertahankan gerakan, mengubah berbagai
polla gerakan motorik
• Awal penyakit (unilateral, bersifat ringan), tahap lanjut (kedua ekstremitas, berat)
• Ekspresi wajah minimal spt topeng (facial amimia / masked face)
• Gangguan menulis, huruf mjd kecil (mikrografia). Awal menulis bentuk msh normal,
namun semakin lama semakin kecil.
Instabilitas Postural
• Tahap awal (ggg cara berjalan ber(-) ayunan lengan)
• Tahap lanjut (panjang langkah ber(-), kaki tdk dpt diangkat scr normal saat melangkah
(gambaran shuffling gait)
• Kadang gerakan ps semakin cepat (festination), bahkan bisa lari tanpa bisa ditahan
sampai ada halangan didepan ps.
• Dpt cenderung jatuh ke depan (propulsi) / ke blkg (retropulsi).
Gejala & Tanda Klinis (2)
MANIFESTASI MOTORIK
Tatalaksana
• Edukasi perjalanan klinis penyakit, tatalaksana & perubahan gaya hidup
• Nonfarmakologi latihan regular utk meningkatkan mobilitas dgn perbaiki
pola berjalan & meminimalisir resiko jatuh, meringankan ketidaknyamanan
musculoskeletal, cegah sendi kaku, me(-) kecenderungan tjd kontraktur /
deformitas. Terapi wicara & latihan menelan.
• Farmakologi
• Neuroprotektor (utk memperlambat progresifitas penyakit) yaitu: Inhibitor MAO-B
(selegilin & rasagilin), Agonis dopamine (pramipeksol), Vitamin D & koenzim Q10
• Simptomatik: agen yg bisa meningkatkan konsentrasi dopamine adl levodopa & agonis
dopamine. (terapi utama gejala motorik penyakit PP
DEMENSIA (3A)
Definisi
• Demensia adalah sindrom penurunan fungsi intelektual, shg
mengganggu aktivitas social dan professional dlm aktivitas hidup
keseharian, biasanya disertai peruahan perilaku yg bukan disebabkan
o/ delirium atau ggg psikiatri mayor.
• Terutama tjd pd usia lanjut.
• Demensia yg paling byk tjd (>50%) Demensia Alzheimer (DA)
• Lainnya: demensia vaskular (DVa(20%)), demensia badan Lewy (DLB),
demensia penyakit Parkinson (DPP), demensia campuran
Demensia Alzheimer
Patofisiologi
• Karakteristik neuropatologi DA adalah hilangnya neuronal selektif &
sinaps, adanya plak neuritik yg mengandung peptide beta amyloid (Aβ),
serta neurofibrillary tangles (NFTs) yg berasal dari hiperfosforilasi
protein tau.
• Deposisi Aβ otak adalah implikasi dari pathogenesis DA. Akumulasi Aβ
pd otak merupakan inisiasi tjdnya disfungsi neuron.
Gejala & Tanda Klinis
• DA ditandai dgn penurunan fungsi kognitif yg didahului oleh
penurunan daya ingat & akhirnya akan mengenai seluruh
intelektualitas ps & menyebabkan beban dlm menjalankan aktivitas
sehari-hari ringan sekalipun.
• Ranah kognitif yg plg terganggu adl memori dgn kemampuan
rekognisi terganggu. Semakin lama semakin berat shg ranah kognitif
lain spt visuospasial, fungsi eksekutif, memori, atensi & bahasa bisa
terganggu.
Tatalaksana (1)
MEDIKAMENTOSA
• Inhibitor asetilkolinesterase (AChE-I) bekerja sbg penguat kognisi
dgn meningkatkan kadar asetilkolin di otak utk mengkompensasi
hilangnya fungsi kolinergik.
Pilihan obat: Donepezil, Galantamin, Rivastigmin
• Antagonis reseptor NMDA (memantin)
• Kombinasi obat golongan AChE-I dgn memantin
Tatalaksana (2)
NONMEDIKAMENTOSA
• Tujuan: meningkatkan kualitas hidup
• Yg hrs diperhatikan: masalah aktivitas sehari-hari agar mandiri,
meningkatkan fungsi, beradaptasi & bljr keterampilan, &
meminimalkan bantuan.
Demensia Vaskular
Patofisiologi
• Kelainan pembuluh darah dgn manifestasi perdarahan (perdarahan
mikro) atau iskemia (hipoksemia)
Malaria Cerebral
Malaria serebral merupakan komplikasi dari malaria akibat kerusakan
sawar otak oleh parasit malaria. Malaria serebral umumnya disebabkan
oleh Plasmodium falciparum.
Gejala utama malaria serebral adalah adanya koma dan syok yang
dapat disertai kejang. Malaria serebral ditegakkan bila terdapat
parasitemia yang diakibatkan oleh Plasmodium falciparum pada
pemeriksaan apus darah tebal dan tipis.
Etiologi
Etiologi malaria serebral adalah penyakit malaria yang disebabkan oleh
parasit Plasmodium falciparum.
Plasmodium penyebab malaria terdiri dari 5 spesies:
• Plasmodium falciparum
• Plasmodium vivax
• Plasmodium ovale
• Plasmodium malariae
• Plasmodium knowlesi
patofisiologi
• Patofisiologi malaria serebral adalah penurunan kesadaran (koma) akibat infeksi
parasit malaria yang merusak sawar otak, disertai sindrom neurologis. Infeksi
yang menyebabkan malaria serebral paling berat disebabkan oleh Plasmodium
falciparum. Malaria serebral umumnya terjadi dalam waktu 2 minggu setelah
digigit nyamuk malaria atau setelah 2-7 hari demam.
• Mekanisme patogenesis malaria serebral masih belum pasti diketahui karena
akses penelitian terhadap jaringan tubuh manusia terbatas. Namun diperkirakan,
parasit malaria tidak menginfiltrasi dan menginfeksi jaringan parenkim otak
secara langsung. Sebaliknya, parasit malaria merusak sawar otak (blood brain
barrier) sehingga terjadi ruptur dan perdarahan. Hal ini menyebabkan terjadinya
penurunan kesadaran dan sindrom neurologis.
Gejala dan Tanda Klinis
• Penurunan kesadaran (koma) • Retinopati, peningkatan tekanan intrakranial,
• Syok: terlihat dari tekanan darah sistolik <80 mmHg dan edema otak
(dewasa) atau <70 mmHg (anak-anak), perfusi
perifer buruk, akral dingin, capillary refill time >3
detik
• Kejang multipel: lebih dari 2 episode kejang dalam Gejala dan tanda di atas/disampingdidahului
waktu 24 jam dengan tanda dan gejala malaria berupa:
• Gejala demam paroksismal setiap 48-72 jam
• Distress respirasi, pernapasan asidotik, sebagai
manifestasi dari metabolik asidosis tubuh yang
• Flu-like illness
berat, yaitu napas cepat dan dalam • Sakit kepala
• Muntah
• Tampak jaundice
• Nyeri otot dan sendi
• Terjadi perdarahan: epistaksis, gusi, • Lemas
tempat venepuncture, hematemesis, melena
• Auskultasi: terdengar krepitasi sebagai tanda
edema paru, dengan saturasi oksigen <92%
Diagnosis Banding