Anda di halaman 1dari 102

RESPONSI

Epilepsi dan Kejang Lainnya:


Kejang, Epilepsi, dan Status Epileptikus
Pembimbing:
dr. Lely Martha Uli, Sp.S

Oleh:
Haqiqi Amira Syathir 132011101065
Yuli Lusiana Sari 142011101084
Rahmad Adi Prasetyo 142011101091

KSM ILMU PENYAKIT SARAF RSD dr. SOEBANDI JEMBER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
2018
Laporan Kasus
Epilepsi
Identitas Pasien
 Nama : An. M
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Umur : 16 tahun
 Status Marital : Belum Menikah
 Suku : Jawa
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Pelajar
 Alamat : Sukorejo, Bangsalsari
 Tanggal Pemeriksaan : 23/4/2018
Anamnesa
 Keluhan Utama
Kontrol kejang berulang

 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluhkan sering mengalami kehilangan responsivitas dan
kewaspadaan secara mendadak selama 7 hari berturut-turut. Tatapan pasien
tiba-tiba terpaku selama kurang lebih 15 detik. Setelah itu, pasien kembali
waspada dan berkonsentrasi. Pasien juga mengeluhkan sering mengalami nyeri
kepala. Pasien menyatakan bahwa kondisi tersebut sering muncul ketika
adanya faktor pencetus, misalnya tekanan mental akibat tugas di sekolah
ataupun lingkungan sekolah yang tidak bersahabat. Keluhan tersebut di atas
dirasakan pasien sejak usia 15 tahun. Pasien juga menyatakan bahwa pasien
tengah menjalani pengobatan di poli psikiatri dengan keluhan, yaitu tingkat
feminisme yang lebih dominan pada dirinya.
Riwayat penyakit dahulu
- Sering mengeluhkan nyeri kepala sejak usia 13
tahun

 Riwayat penyakit keluarga


menyangkal adanya keluarga yang menderita
epilepsi atau jenis riwayat penyakit kejang lainnya
 Riwayat Pengobatan
Depakote (divalproex sodium/asam valproat)

 Keadaan Psikososial
Hubungan pasien dengan keluarga baik
Hubungan pasien dengan lingkungan sekitar kurang
baik
Status Interna Singkat
 Keadaan Umum
 Keadaan Umum : Cukup
 Kesadaran : Compos mentis
 Tensi : 120/80 mmHg
 Nadi : 75x/m
 RR : 18x/m
 Suhu : 36,5 C
 Kepala
 Bentuk : normocephal
 Mata
 Sklera : ikterik (-)
 Konjungtiva : anemis (-)
 Telinga/Hidung : telinga : sekret (-) darah (-)
hidung : sekret (-) darah (-)
 Mulut : sianosis (-) ulkus (-)
 Lain-lain : dbn
 Leher
 Struma : tidak ditemukan
 Bendungan Vena : tidak ditemukan
 Lain-lain : dbn
 Thorax
 Jantung
 Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : ictus cordis tidak teraba
 Auskultasi : S1S2 tunggal , e/g/m = -/-/-

 Paru-paru
 Inspeksi : simetris +/+, retraksi (-)
 Palpasi : gerak nafas simetris, fremitus raba +
normal/+ normal
 Perkusi : sonor +/+
 Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
 Lain-lain : dbn
 Abdomen
 Hepar : hepatomegali (-)
 Limpa : splenomegali (-)
 Lain-lain : dbn
 Ekstremitas
 Superior : akral hangat +/+, edema -/-
 Inferior : akral hangat +/+, edema -/-
Status Psikiatri Singkat
 Emosi dan Afek : sering marah
 Proses Berfikir
 Bentuk :baik
 Arus : baik
 Isi : baik
 Kecerdasan : baik
 Pencerapan : baik
 Kemauan : baik
 Psikomotor : baik
 Ingatan : baik
Status Neurologik

 Keadaan Umum
 Kesadaran

 Kualitatif : compos mentis


 Kuantitatif : GCS 4-5-6
 Pembicaraan
 Disarthria : (-)
 Monoton : dbn
 Scanning: dbn
 Afasia : Motorik : +, Sensorik -, Amnestik/anomik -/-
Pemeriksaan Khusus
1. RANGSANGAN SELAPUT OTAK
 Kaku Kuduk :-
 Kernig :-
 Brudzinski I :-
 Brundzinski II :-
 Lassegue :-
2. SYARAF OTAK
• N.I KIRI KANAN
Hypo/anosmia dbn dbn
parosmia dbn dbn
halusinasi dbn dbn

KIRI KANAN
Visus Tdl Tdl
• N.II
Yojana penglihatan Tdl Tdl

Melihat warna dbn dbn


N III, N IV, N VI

KIRI KANAN
Kedudukan bola mata sentral Sentral
Pergerakan bola mata
Ke nasal + +
Ke temporal atas + +
Ke bawah + +
Ke atas + +
Ke temporal bawah + +

Eksophthalmus Tidak ditemukan Tidak ditemukan


Celah mata (Ptosis) Tidak ditemukan Tidak ditemukan

Lagoftalmos - -
Pupil

KIRI KANAN

Bentuk Reguler (bulat) Reguler (bulat)

Lebar 3 mm 3 mm

Perbedaan lebar - -

Refleks cahaya langsung + +

Refleks cahaya konsensual + +


N. V

KIRI KANAN
Cabang motorik
Otot maseter dbn dbn
Otot temporal dbn dbn
Otot pterygoideus int/ext Dbn dbn

Cabang sensorik
I dbn dbn
II dbn dbn
III dbn dbn

Refleks kornea langsung + +


Refleks kornea konsensual + +
 N VII
 Waktu diam

 Kerutan dahi : simetris


 Tinggi alis : simetris
 Sudut mata : simetris
 Lipatan nasolabial : simetris
 Waktu gerak

 Mengerutkan dahi : simetris


 Menutup mata : simetris
 Mencucu/bersiul : simetris
 Memperlihatkan gigi : simetris
N VIII

KIRI KANAN

Vestibular
Vertigo - -
Nystagmus ke - -
Tinitus aureaum - -
Tes kalori Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Choclear
Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tuli konduktif Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Tuli perseptif Tidak dilakukan Tidak dilakukan
 N IX, X
◦ Bagian motorik

 Suara biasa/parau/tak bersuara : dbn


 Kedudukan arcus pharynx : dbn
 Kedudukan uvula : dbn
 Pergerakan arcus pharynx/uvula : dbn
 Detak jantung : 75 x/m
 Menelan : dbn
 Bising usus : dbn (15x/menit)

◦ Bagian sensorik
 Pengecapan 1/3 belakang lidah : dbn
• N.XI
KIRI KANAN

Mengangkat bahu + +

Memalingkan kepala + +

• N.XII
 Kedudukan lidah
- Waktu istirahat : simetris
- Waktu gerak : simetris
- Atrofi : tidak ada
- Fasikulasi/tremor : tidak ada
- Kekuatan lidah pada bagian dalam pipi : dbn
 EXTREMITAS

A. SUPERIOR
 Inspeksi : dbn
 Palpasi : dbn
 Perkusi : miotonik -/-, mioedema ; -/-
Motorik
 Kekuatan otot
 Lengan Kanan Kiri

- M. Deltoid (abduksi lengan atas) : +5 +5


- M. Biceps (flexi lengan bawah) : +5 +5

- M. Triceps (ekstensi lengan bawah) : +5 +5

- Flexi sendi pergelangan tangan : +5 +5

- Extensi sendi pergelangan tangan : +5 +5

- Membuka jari-jari tangan : +5 +5

- Menutup jari-jari tangan : +5 +5


 Tonus otot : Normal Normal
 Refleks fisiologis : BPR (+2) (+2)
TPR (+2) (+2)
 Refleks patologis : Hoffman : (-) (-)
Tromner : (-) (-)
 Sensibilitas :
 Rasa suhu(panas/dingin) : dbn dbn
 Rasa raba ringan : dbn dbn
 Nyeri superfisial : dbn dbn
 Propioseptik
 - Rasa getar : dbn dbn
 - Rasa tekan : dbn dbn
 - Rasa nyeri tekan : dbn dbn
 - Rasa gerak & posisi : dbn dbn
 Enteroseptik
 - Referred pain : dbn dbn
 Rasa kombinasi : Kanan
Kiri
- Stereognosis : tdl tdl
- Barognosis : tdl tdl
- Graphestesia : tdl tdl
- Sensory extinction : tdl tdl
- Loss of body image : tdl tdl
- Two point tactile discrimination : tdl tdl
 INFERIOR
 Inspeksi : simetris, atrofi (-), hipertrofi (-), deformitas ( -)
 Palpasi : nyeri tekan (-), konsistensi kenyal (+)
 Perkusi : miotonik ; -/-, mioedema ; -/-
 Kekuatan otot
 Tungkai
Kanan Kiri
 Flexi articulatio coxae (tungkai atas) : +5 +5
 Extensi articulatio coxae (tungkai atas) : +5 +5
 Flexi sendi lutut (tungkai bawah) : +5 +5
 Extensi sendi lutut (tungkai bawah) : +5 +5
 Flexi plantar kaki : +5 +5
 Extensi dorsal kaki : +5 +5
 Gerakan jari-jari : +5 +5
Kanan Kiri
 Tonus otot : Normal Normal
 Refleks fisiologis : KPR: (+) 2 (+) 2
APR: (+) 2 (+) 2
 Refleks patologis:
Babinsky : (-) (-)
Chaddok : (-) (-)
Openheim : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Gonda : (-) (-)
Scaeffer : (-) (-)
 Sensibilitas :
 - Rasa suhu(panas/dingin) : dbn dbn
 - Rasa raba ringan : dbn dbn
 Nyeri superfisial : dbn dbn
 Propioseptik
 - Rasa getar : dbn dbn
 - Rasa tekan : dbn dbn
 - Rasa nyeri tekan : dbn dbn
 - Rasa gerak & posisi : dbn dbn
 Enteroseptik
 - Referred pain : dbn dbn
Rasa kombinasi Kiri Kanan
 - Stereognosis : tdl tdl
 - Barognosis : tdl tdl
 - Graphestesia : tdl tdl
 - Sensory extinction : tdl tdl
 - Loss of body image : tdl tdl
 - Two point tactile
discrimination : tdl tdl
 BADAN
Inspeksi : Atrofi (-), hipertrofi (-), deformitas (-
)
Palpasi
Otot perut : konsistensi kenyal, nyeri tekan (-)
Otot pinggang : konsistensi kenyal, nyeri tekan (-)
Kedudukan diafragma : Gerak : Simetris
Istirahat : Simetris
Perkusi : Timpani
Auskultasi :Bising usus normal 15x/menit
Motorik
Gerakan cervical vertebrae
-Fleksi : dbn
-Ekstensi : sde
-Rotasi : sde
-Lateral deviation : dbn
Gerakan dari tubuh
-Membungkuk : tidak ada
-Ekstensi : tidak ada
-Lateral deviation : tidak ada

Refleks-refleks
-Refleks dinding abdomen :(+)
-Refleks interskapula :(+)
-Refleks gluteal : Tdl
-Refleks cremaster : Tdl
-Refleks anal : Tdl
 GAIT DAN KESEIMBANGAN
Jari tangan – jari tangan : dbn
Jari tangan – hidung : dbn
Ibu jari kaki – jari tangan : tdl
Tapping dengan jari-jari tangan : tdl
Tapping dengan jari-jari kaki : tdl
Jalan di atas tumit : tdl
Jalan di atas jari kaki : tdl
Tandem walking : tdl
Jalan lurus lalu putar : tdl
Jalan mundur : tdl
Hopping : tdl
Berdiri dengan satu kaki : tdl
Romber test, jatuh ke : tdl
FUNGSI LUHUR
Apraksia : sde
Alexia : sde
Agraphia : sde
Acalculia : sde
Finger agnosia : sde
Membedakan kanan dan kiri : dbn

REFLEKS PRIMITIF
Grasp refleks : (-)
Snout refleks : (-)
Sucking refleks : (-)
Palmo-mental refleks : (-)

SISTEM VEGETATIF
Miksi : inkontinensia urin ( - ) retensio urin (-)
Defekasi : inkontinensia alvi ( - ) retensio alvi (-)
Sekresi keringat : dbn
RESUME
 Anak laki-laki, usia 16 th, datang untuk kontrol epilepsi. Pasien
sering mengalami kehilangan kewaspadaan dan responsivitas
secara mendadak disertai nyeri kepala selama 7 hari berturut-turut.
Keluhan dirasakan pasien terutama jika terdapat faktor pencetus,
misalnya tekanan mental akibat tugas di sekolah ataupun
lingkungan yang tidak bersahabat. Pasien mengeluhkan sering
mengalami kondisi tersebut di atas sejak usia 15 tahun.

 RPD: sering mengeluhkan nyeri kepala sejak usia 14 tahun


 Status interna singkat
 Keadaan Umum : Cukup
 Kesadaran : Compos mentis
 Tensi : 120/80 mmHg
 Nadi : 75x/m
 RR : 18x/m
 Suhu : 36,5 C
 Berat Badan : 68 kg

 Status Psikiatri : tingkat feminisme yang lebih dominan


 Status Neurologis
1. GCS : 4 -5-6
2. Meningeal sign : KK (-), K (-), L (-), B1 (-), B2 (-)
3. N. Cranialis :
N.III : Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, Reflek cahaya+/+
N. VII : diam/gerak : simetris / simetris
N. XII : diam /gerak : simetris / simetris
4. Motorik :KO TO
555 555 Normal Normal
555 555 Normal Normal
RF :BPR +2 +2 RP : H - -
TPR +2 +2 T - -
KPR +2 +2 B - -
APR +2 +2 C - -
O - -
G - -
G - -
S - -
5.Sensorik : dbn
6.Otonom : BAK (+) : Inkontinensia/Retensio uri (-)
BAB (+): Inkontinensia/Retensio alvi (-)
5. CV : dbn
Differential Diagnosis
 Status epileptikus dengan riwayat kejang demam
Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan lab
 EEG
DIAGNOSA

 Diagnosa Klinik : kejang absence


 Diagnosa Topis : Hemisfer cerebri
 Diagnosa Etiologis : epilepsi
PENATALAKSANAAN
 Planning diagnostik : CT Scan kepala
 Planning Farmakologi : Depakote syrup 250 mg
PROGNOSIS

 Ad vitam : dubia ad bonam


 Ad sanationam : dubia ad bonam
 Ad fungtionam : dubia ad bonam
KEJANG
Definisi
 Episode neurologis yang abnormal dikarenakan
ketidaktepatan loncatan muatan listrik antar neuron
di otak.
Patofisiologi

Perubahan Integritas sel neuron

Peningkatan loncatan impuls


elektrik (melewati batas)

Loncatan-loncatan neuron menyebar


ke daerah neuron normal
Tipe Kejang
 Epileptik (idiopatik)
- Tanpa pencetus, terjadi berulang kali
 Non-epileptik (epilepsi sekunder)
- Ada pencetus, misalnya kelainan atau kondisi lain
yang mengiritasi otak
- Pada anak-anak, misalnya demam sebagai falktor
pencetus
- Kejang psikogenik non-epileptik
Penyebab
 Demam tinggi
 Infeksi otak
 Kelainan metabolik
 Suplai oksigen ke otak tidak adekuat
 Akumulasi cairan otak
 Kerusakan struktur otak
Penyakit yang dapat menimbulkan
kejang
 Sistemik
 Tumor
 Trauma
 Infeksi
 Serebrovaskuler
Jenis-jenis kejang
 Kejang parsial
 Kejang umum
Kejang Parsial
 Pelepasan elektron-elektron listrik pada otak yang
mengalami lesi.
 Mempengaruhi aktifitas fisik dan mental yang
merupakan tanggung jawab fungsi pada organ
yang terkena
Jenis kejang parsial
 Kejang parsial simpleks >> tidak ada perubahan
kesadaran
 Kejang parsial kompleks >> kesadaran terganggu
 Kejang parsial (simpleks/kompleks) dengan
generalisasi sekunder
Kejang Umum
 Diakibatkan oleh aktivasi elektris yang hampir
bersamaan secara simultan di seluruh korteks
serebral
Jenis kejang umum
 Tonik klonik
 Absence
 Mioklonik
 Atonik
Diagnosis Banding
 Syncope
 Hyperventilation syndrom
 Narcolepsy
 Pseudo-seizures
Tatalakana
 Airway : membebaskan jalan nafas dan
memberikan alat bantu nafas
 Infus glukosa jika didapatkan hiipoglikemia
 Terapi medikamentosa
Lini pertama
Lini kedua
 Fenitoin
 Fenobarbital
 Asam valproat
 Karbamazepin
 Gabapentin
Lini ketiga
 Midazolam
 Propofol
Algoritma kejang akut pada anak
EPILEPSI
Definisi
 Diagnosa klinis apabila terjadi serangan kejang
(seizure) yang lebih dari satu kali dalam periode
waktu tertentu (satu tahun) (Bachrudin, 2017).
 Keadaan serangan klinis akibat cetusan potensial
abnormal berlebihan dari sekelompok neuron
kortek/subkortek (seizure), cenderung berulang dan
stereotipi, dan diluar serangan normal (Bachrudin,
2017).
Epidemiologi
Prevalensi  Insidensi mencapai 30-50
per 100.000 orang
 Meningkat pada negara
berpenghasilan rendah
dan menengah
 Insidensi tertinggi pada
usia anak-anak dini,
mencapai nadir pada usia
400-1000 per 100.000 orang dewasa dini dan naik
kembali pada usia tua
 Laki-laki sedikit lebih
tinggi daripada wanita

Sumber: Perdossi, 2014; Bachrudin, 2017; WHO, 2018


Etiologi
• Penyebab tidak diketahui, umumnya predisposisi genetik
• 66% kasus epilepsi
Idiopatik • Ditandai dengan epilepsi general antara usia 3 tahun-pubertas

• Dianggap simptomatik namun penyebab belum diketahui,


misalnya sindrom west, sindrom lennox-gastaut dan epilepsi
mioklonik
Kriptogenik • Gambaran klinik sesuai ensefalopati difus

• Disebabkan oleh lesi pada SSP


• Penyebabnya antara lain stroke (10,9%), ensefalopati (8%),
trauma kepala (5,5%), tumor otak (4,1), penyakit
Simptomatik neurodegeneratif (3,5%), dan infeksi (2%)

Sumber: Sealfon dkk., 2016; Bachrudin, 2017


Patofisiologi
Klasifikasi Epilepsi ILAE 2017
Focal Aware
Focal Impaired Awareness
Focal to Bilateral Tonic-Clonic Seizures
Atonic Seizures
Automatism
Behavior Arrest
Diagnosis
 Apakah kejang yang terjadi merupakan epilepsi
atau bukan?
 Apakah macam/tipe epilepsi yang terjadi?
 Apakah penyebab/etiologi epilepsi?
Anamnesis

Diagnosis epilepsi Tipe epilepsi

 Paroxysmal onset  Jenis kelamin


 Usia onset
 Stereotipi  RPD: Kejang demam, trauma kepala
 Durasi singkat (detik-menit)  Riwayat sosial dan RPK
Riwayat penggunaan alkohol atau obat-
 Serangan berulang 

obatan
 Diluar serangan, pasien  Faktor presipitasi
normal  Riwayat serangan dari pasien: frekuensi,
faktor pencetus, gejala sebelum dan
selama serangan, durasi, gejala sesudah
serangan, adanya luka, lidah tergigit
atau inkontinensia
 Riwayat serangan dari saksi mata:
Frekuensi, deskripsi keadaan sebelum,
selama dan sesudah serangan
Pemeriksaan Klinis
Tujuan utama untuk menentukan fokal/simptomatik
 Ada/tidaknya aura

 Posisi kepala saat kejang

 Adanya hemiparesis post iktal (Todd’s paralysis)

 Waktu terjadinya

 Pemeriksaan neurologis (refleks tendon, refleks


patologis, tonus)
 Pada anak, perhatikan pertumbuhan ekstremitas;
biasanya dapat disertasi atrofi otot atau kuku terlihat
lebih kecil
Pemeriksaan Penunjang
 EEG
 Indikasi
 Membantu penegakan diagnosis terutama pada epilepsi
idiopatik
 Menentukan prognosis pada kasus tertentu
 Pertimbangan penghentian obat anti epilepsi
 Membantu menentukan fokus epileptogenik

 EEG normal tidak menyingkirkan diagnosis epilepsi


Pemeriksaan Penunjang
 Brain imaging
 CT Scan dan MRI dapat memperlihatkan struktur jaringan otak

 Indikasi:

 Pada kasus yang dicurigai disebabkan oleh sesuatu yang dapat


berubah, seperti tumor jinak
 Ditemukannya tanda lateralisasi pada EEG pasien dugaan
idiopatik
 Epilepsi dugaan simptomatik
 Persiapan operasi
 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah dan urin dapat berguna untuk mengetahui
adanya gangguan metabolik penyebab kejang. Pemeriksaan likuor
dilakukan bila curiga radang otak
Terapi
 Nonmedikamentosa
 Menghindari faktor pencetus
 Diet ketogenik
 Stimulasi n. Vagus
 Deep brain stimulation
 Intervensi psikologis
 Medikamentosa
Tujuan:
 Menghentikan bangkitan
 Mengurangi frekuensi bangkitan
 Mencegah timbulnya efek samping
 Menurunkan angka kesakitan dan kematian
Prinsip Terapi Medikamentosa

OAE diberikan sedini mungkin setelah


diagnosis ditegakkan

Jelaskan tujuan pemberian obat serta


efek samping, jenis dan dosis OAE

Mulai dengan monoterapi sesuai jenis


bangkitan dan jenis sindrom epilepsi;
dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan
bertahap sampai dosis efektif tercapai
Prinsip Terapi Medikamentosa

Bila gagal, evaluasi ketaatan pasien minum OAE


dan adanya faktor pencetus

Bila kedua faktor dapat disingkirkan,


pertimbangkan:
1. Ganti dengan OAE lini pertama baru
2. Terapi kombinasi dengan OAE lini kedua

Obat ketiga dapat dipertimbangkan bila


terbukti bangkitan tidak dapat diatasi dengan
kedua OAE pertama
Penghentian Terapi Medikamentosa
Dipertimbangkan sesudah 3 tahun bebas kejang
dengan syarat:
 Didiskusikan dengan pasien dan keluarga

 Dilakukan rekaman EEG ulang dan gambaran EEG

normal
 Dilakukan bertahap, pada umumnya 25% dari

dosis semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6


bulan
 Penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan utama
Terapi Pembedahan
 Diindikasikan terutama untuk kasus epilepsi yang resisten OAE
 Reseksi atau diskoneksi secara lengkap terhadap zona
epileptogenik, yaitu area di korteks yang sangat berperan
memunculkan bangkitan klinis epilepsi
 Diketahui ada beberapa jenis epilepsi yang akan mengalami
perbaikan luaran berupa penurunan frekuensi hingga berhentinya
bangkitan dengan tindakan pembedahan yang dikenal sebagai
surgically remediable epilepsi syndrome (SRES), yaitu:
 Epilepsi Lobus Temporal Mesial
 Epilepsi Neokortikal Lesional
 Epilepsi Neokortikal Non Lesional
 Sindroma Epilepsi Hemisferik seperti ensefalitis Rasmussen, Sturge
Weber, hemimegalensefali
 Epilepsi umum sekunder seperti Lennox-Gastaut Syndrome (LGS).
Prognosis
 Angka mortalitas akibat epilepsi di negara berkembang
dilaporkan lebih tinggi dibandingkan negara maju.
 Di Laos dilaporkan case fatality rate mencapai 90,0 per 1000
orang pertahun. Angka mortalitas epilepsi pada anak di
Jepang dilaporkan 45 per 1000 orang pertahun. Di Taiwan 9
per 1000 orang pertahun, dimana orang dengan epilepsi
memiliki resiko kematian 3 kali lebih tinggi dibandingkan
populasi normal. Insiden SUDEP (Sudden Unexpected
Death) mencapai 1,21/1000 pasien, wanita lebih tinggi dari
laki-laki. Jenis bangkitan dengan risiko SUDEP tertinggi
adalah tonik klonik
Status Epileptikus
Status Epileptikus
Suatu kegawatdaruratan neurologis dimana terjadi
kejang berualng ulang diantara dua seragan
pasien tetap tidak sadar atau pasien kejang satu
kali akan tetapi lama kejang lebih dari 30 menit.
Gambaran awal mengenai status epileptikus telah
dilaporkan kejadiannya sejak dulu tapi epilepsy
dan status epileptikus dulu tidak begitu menjadi
diperhatian dengan penelitian pada populasi yang
spesifik.
EPILEPSI, SEIZURE, DAN FOKUS EPILEPTOGENIK

Epilepsi : adalah keadaan serangan klinis akibat cetusan


potensial abnormal berlebih dari sekelompok neuron

Seizure adalah bentuk serangan cetusan potensial abnormal


berlebihan dari sekelompok neuron korteks yang bisa
merupakan epilepsi maupun bukan

Fokus Epileptik adalah suatu suatu tempat/fokus di


korteks/subkorteks dimana sekelompok neuro jadi
hiperexcitable
Epidemiologi
 Status epileptikus merupakan keadaan kejang terus
menerus, dengan kejadian tahunan berkisar 10-86
per 100.000 orang
Etiologi
 Pasien Epilepsi yang mendadak berhenti minum
OAE
 Meningoensefalitis
 Tumor Otak
 Ensefalopati
 Abses Otak
 Hipoglikemi
 Perdarahan
 Sindroma Reye
Patofisiologi
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang
berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan
normal yang terganggu akibat suatu keadaan
patologik.
Di tingkat membran sel, fokus kejang memperlihatkan
beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang
berikut:5
 Instabilitas membran sel saraf,

 Neuron-neuron hipersensitif,

 Kelainan polarisasi

 Ketidak seimbangan ion yang mengubah


keseimbangan asam-basa atau elektrolit,
 Semua kejang diinisiasi oleh mekanisme yang sama.
Namun status epileptikus melibatkan adanya
kegagalan dalam pemutusan rantai kejang tersebut.

 Kejang lebih dari 30 menit kegagalan


homeostasis dimulai dan mungkin akan berperan dalam
kerusakan otak. Hipertermi, rhabdomyolisis,
hiperkalemia, dan asidosis laktat meningkat sebagai
hasil dari pembakaran otot spektrum luas yang terjadi
terus menerus.
Diagnosa
Anamnesa :
 Past history

 Systemic history

 Alcoholic history

 Drug hostory

 Focal neurological symptoms and signs

Pemeriksaan EEG
Kejang  Berkurangnya aliran darah otak (Cerebral
Blood Flow), kurang dari 20 ml/100g/menit
Sehingga apabila kejang ini terus menerus terjadi,
kerusakan otak yang terjadi pun akan semakin
besar
Klasifikasi

SE Konvulsif

SE non-Konvulsif
SE Konvulsif
 Status epileptikus konvulsif adalah bangkitan
dengan durasi lebih dari 5 menit, atau bangkitan
berulang 2 kali atau lebih tanpa pulihnya
kesadaran diantara bangkitan.
Prinsip
PROPOFOL

MIDAZOLAM

DIAZEPAM Fenitoin
Phenobarbital
THIOPENTAL

LORAZEPAM
SE Non-Konvulsif
 Status epileptikus nonkonvulsif adalah sejumlah
kondisi saat aktivitas bangkitan elektrografik
memanjang (EEG status) dan memberikan gejala
klinis nonmotorik termasuk perubahan perilaku atau
“ awareness”.
Tatalaksana SE Non-Konvulsif
TERIMAKASIH
Daftar Pustaka
 Bachrudin, M. 2017. Neurologi Klinis. Malang: UMM
Press.
 Fisher, R. S. 2017. The ILAE 2017 Classification of
Epilepsi. Stanford Epilepsy Center.
 Sealfon, S. C., Motiwala, R., Stacy, C. B. 2016. Mount
Sinai Expert Guides: Neurology. Sussex: John
Willey&Sons.
 WHO. 2018. Epilepsy. Available at
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs999/en/
. Diakses pada 22 April 2018 pukul 17.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai