Anda di halaman 1dari 13

Alif Adeyani, S. Ked.

REFERAT
MEI 2019
10542058314

PERIOPERATIF
ANESTESI PADA PASIEN
HEMOFILIA

Pembimbing
Letkol CKM. dr. Muh. Ermil Zulkarnaen, M. Kes, Sp. An

BAGIAN ILMU ANESTESIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
DEFINISI

Hemofilia merupakan penyakit gangguan pembekuan


darah akibat defisiensi factor pembekuan darah yang bersifat
herediter. Penyakit ini diturunkan dengan cara x-linked resesif.
ETIOLOGI

Dalam perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya, selain


hemofilia A yang disebabkan kekurangan F VIII atau faktor anti
hemofilia, pada tahun 1952 ditemukan hemofilia B yang
disebabkan F IX atau faktor Christmas dan pada tahun 1953
ditemukan hemofilia C disebabkan kekurangan F XI.
Meskipun hemofilia merupakan penyakit genetik, hemofilia
dapat timbul secara spontan ketika kromosom yang normal
mengalami abnormalitas (mutasi) yang berpengaruh pada gen
untuk faktor pembekuan VIII atau IX. Anak yang mewarisi mutasi
tersebut dapat lahir dengan hemofilia atau dapat juga hanya
sebagai carrier.
EPIDEMIOLOGI

Laporan dari badan dunia menyebutkan insidensi hemofilia


A berkisar antara 1 kasus/5000 laki-laki, dan diperkirakan 1/3
diantaranya tidak didapatkan riwayat keluarga dengan hemofilia.
Hemofilia B berkisar antara 1 kasus/25.000 laki-laki, merupakan
¼ dari seluruh kasus hemofilia.4
Prevalensi hemofilia terendah pada orang Cina. Sedangkan
jika ditinjau dari jenis kelamin, karena hemofilia dikaitkan dengan
sex-linked koagulopati yang berkaitan dengan X-linked; maka
prialah yang terkena, wanita hanya menjadi karier yang berkaitan
dengan gennya dan biasanya tidak didapatkan adanya manifestasi
gangguan perdarahan
EPIDEMIOLOGI

Secara epidemiologi dikatakan bahwa angka kejadian


Hemofilia A berkisar yang paling rendah 1/20.000 populasi yang
paling tertinggi 1/10.000 populasi, Hemofilia A jauh lebih banyak
dibandingkan Hemofilia B. tercatat pada World Federation of
Haemofilia (WFH) 2002 jumlah penderita hemophilia terdaftar
hanya 150 penderita, namun sejak tahun 2005 setelah terbentuk
organisasi Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI)
jumlahnya sudah teregistrasi yaitu sebanyak 895 penderita yang
tersebar di 21 provinsi di Indonesia, secara nasional prevalensi
hemophilia hanya mencapai 4,1/1 juta populasi.
MANIFESTASI KLINIS

Beratnya perdarahan pada seorang penderita hemofilia ditentukan oleh kadar F


VIII C di dalam plasma. Berdasarkan kadar FVIII C dan klinik, hemofilia dibagi 4 golongan:
• Hemofilia berat : kadar F VIII C di dalam plasma 0-2%
Perdarahan spontan sering terjadi. Perdarahan pada sendi-sendi (hemarthrosis) sering terjadi.
Perdarahan karena luka atau trauma dapat mengancam jiwa.
• Hemofilia sedang: kadar F VIII C di dalam plasma 3-5%
Perdarahan serius biasanya terjadi bila ada trauma. Hemarthrosis dapat terjadi walaupun
jarang dan akalu ada biasanya tanpa cacat.
• Hemofilia ringan : kadar F VIII C di dalam plasma berkisar antara 6-25%
Perdarahan spontan biasanya tidak terjadi. Hemarthrosis tidak ditemukan. Perdarahan
biasanya ditemukan sewaktu operasi berat, atau trauma.
• Sub hemofilia
Beberapa penulis menyamakannya dengan karier hemofilia. Kadar F VIII C 26-50%.
Biasanya tidak disertai gejala perdarahan. Gejala mungkin terjadi sesudah suatu operasi besar
dan lama.
DIAGNOSIS

Diagnosis hemofilia dibuat berdasarkan riwayat perdarahan, gambaran


klinik dan pemeriksaan laboratorium. Pada penderita dengan gejala perdarahan
atau riwayat perdarahan, pemeriksaan laboratorium yang perlu diminta adalah
pemeriksaan penyaring hemostasis yang terdiri atas hitung trombosit, uji
pembendungan, masa perdarahan, PT (prothrombin time – masa protrombin
plasma), APTT (activated partial thromboplastin time – masa tromboplastin
parsial teraktivasi) dan TT (thrombin time – masa trombin). Pada hemofilia A
atau B akan dijumpai pemanjangan APTT sedangkan pemeriksaan hemostasis
lain yaitu hitung trombosit, uji pembendungan, masa perdarahan, PT dan TT
dalam batas normal. Pemanjangan APTT dengan PT yang normal
menunjukkan adanya gangguan pada jalut intrinsik sistem pembekuan darah.
Faktor VIII dan IX berfungsi pada jalur intrinsik sehingga defisiensi salah satu
faktor pembekuan ini akan mengakibatkan pemanjangan APTT yaitu tes yang
menguji jalur intrinsik sistem pembekuan darah.
PENATALAKSANAAN

Pengobatan kriopresipitat pada penderita hemofilia


disesuaikan dengan berat ringannya perdarahan. Pada perdarahan
ringan bila kadar F VIII mencapai 30% sudah cukup untuk
menghentikan perdarahan.
Perdarahan sedang memerlukan kadar F VIII 50% dan
pada perdarahan berat memerlukan F VIII 100%. Jumlah
kriopresipitat yang dibutuhkan dapat dihitung dengan ketentuan
bahwa 1 u F VIII/kgBB akan menaikkan kadar F VIII 2%.
Sedangkan untuk F IX, 1 u/kgBB akan menaikkan kadar F IX 1%.
Rata-rata standard orang normal ialah 1 u/ml adalah sama dengan
100%.
PERIOPERATIF

Beratnya gejala hemofilia A terkait erat dengan tingkat aktivitas


faktor VIII. Pasien yang menderita hemofilia berat memiliki tingkat
aktivitas faktor VIII yang kurang dari 1 % dibandingkan normal dan
biasanya terdiagnosis sejak masa kanak – kanak karena sering mengalami
perdarahan sendi, otot, dan organ vital. Mereka memerlukan
penanganan dengan pemberian faktor VIII. Normalnya, aktivitas faktor
VIII berkisar antara 50 hingga 150 %.
Hemofilia diterapi dengan pemberian konsentrat faktor VIII
yang bertujuan untuk mempertahankan tingkat aktivitas faktor VIII
pada angka 3 % dari nilai normal untuk mencegah perdarahan
intrakranial spontan
PERIOPERATIF

Penanganan anestesi pada pasien hemofilia tipe A perlu


mempertimbangkan jenis pembedahan. Jika pasien akan menjalani
pembedahan mayor, maka kadar faktor VIII harus ditambah
sebanyak mungkin hingga mendekati normal (100 %).
Terapi mesti diteruskan hingga 2 minggu pasca operatif
untuk menghindari perdarahan post operatif yang akan
mengganggu penyembuhan luka.
PERIOPERATIF

Bagi penderita hemofilia ringan, desmopressin dapat


diberikan secara intravena maupun intranasal. Inhibitor fibrinolitik
seperti EACA dan asam traneksamat dapat diberikan sebagai
terapi tambahan untuk mencegah perdarahan mukosa. Selain itu,
perlu menghindari penggunaan NSAID (misalnya ibuprofen atau
ketorolac) karena obat ini dapat memicu gross hematuria spontan
pada pasien hemofilia. Pasien yang akan menjalani anestesi spinal
harus diberikan faktor VIII hingga mencapai sekitar 100 %.
KESIMPULAN

Gangguan hematologi yang sering dijumpai sebagian besar


merupakan kelainan bawaan / kongenital, sehingga penderita
biasanya sudah menderita gejala jauh sebelum berobat ke RS.
Perdarahan merupakan keluhan tersering penderita ini datang
berobat ke RS, apalagi jika hendak menjalani operasi. Perlu
dilakukan penanganan yang tepat dan pertimbangan yang bijak
mengenai waktu pembedahan yang optimal bagi penderita dengan
melihat manfaat dan resiko yang akan timbul. Oleh karenanya,
seluruh tim multidisiplin dokter diwajibkan bekerja komprehensif
dan terintegrasi dalam penanganan pasien ini.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai