EPILEPSI
Pembimbing:
dr. Cynthia M. Sahetapy, Sp.S
Disusun oleh:
Himawan Widyatmiko
2
DEFINISI
Epilepsi gangguan otak kronis yang ditandai dengan kejang berulang
yang tidak diprovokasi lebih dari dua kali 24 jam dalam setahun
OPERASIONAL
KONSEPTUAL Minimal 2 bangkitan tanpa
minimal 1 kali bangkitan epileptic provokasi/ 2 bangkitan reflex.
3
EPIDEMIOLOGI
Negara PERDOSSI
Negara
Negara Maju 2288 orang
Berkembang
Vietnam Taiwan
Fase
Aura
Prodormal
Fase post-
Seizure
ictal
5
ETIOLOGI EPILEPSI
6
FAKTOR RISIKO dan ETIOLOGI
7
8
Klasifikasi Bangkitan Epilepsi
10
SIMPLE PARTIAL SEIZURE
(Jacksonian Seizures, Focal Cortical Seizures)\
• Kesadaran (+).
• Berlangsung beberapa detik.
• Beberapa bentuk gejala :
Otonom
Emosional
Motorik- Jacksonian motor seizure
Sensorik - Jacksonian sensory seizure
11
COMPLEX PARTIAL SEIZURE
(Psychomotor/Temporal Lobe Seizures)
• Aktivitas epileptik menyebar ke kedua lobus otak.
• Aktivitas focal seizure disertai gangguan
kemampuan mempertahankan kontak normal
dengan lingkungan.
• Berlangsung 2-4 menit. Diawali tatapan /
pandangan kosong.
• Kesadaran (-), ingatan setelah seizure (-), periode
bingung setelah seizure (+).
• AURA.
• OTOMATISASI.
12
GENERALIZED SEIZURE
• Aktivitas listrik yang berlebihan pada otak
yang melibatkan kedua hemisferium serebri
secara simultan.
• 2 bentuk yang paling umum yaitu absence
seizures dan tonic-clonic seizures.
13
ABSENCE SEIZURE (PETIT MAL)
• Onset tiba-tiba.
• Hilangnya kesadaran beberapa detik.
• Aura (-), peringatan (-).
• Ingatan seizure (-), kebingungan setelah
seizure (-).
• Disertai tanda-tanda motorik bilateral : gerak
mata mengedip yang cepat, gerakan
mengunyah, atau nafas cepat.
14
MYOCLONIC SEIZURE
• Kontraksi otot terjadi tiba-tiba dan
berlangsung singkat.
• Melibatkan satu bagian tubuh atau seluruh
tubuh.
• Kesadaran dan ingatan tidak terganggu.
15
ATONIC SEIZURE
• “Atonic” (a-TON-ik) = “tanpa tonus”, hilangnya
tonus otot postural tiba-tiba.
• Dapat disebut “drop attacks” atau “drop
seizures.”
• Berlangsung 1-2 detik.
• Kesadaran (+/-), periode bingung setelah seizure
(-).
16
TONIC SEIZURE
• Tonus otot sangat meningkat, tubuh, lengan, atau
tungkai membuat gerakan kaku tiba-tiba.
• Kesadaran (+), periode bingung setelah seizure
(+).
• Sering terjadi saat tidur.
• Jarang ditemukan.
• Umumnya berkembang saat masa anak-anak.
17
CLONIC SEIZURE
• “Clonus” = perubahan kontraksi dan relaksasi otot yang cepat, sentakan yang
berulang.
• Kesadaran (-), periode bingung setelah seizure (+).
• Jarang ditemukan.
18
TONIC-CLONIC SEIZURE (GRAND MAL)
A. Fase Tonik
• Seluruh otot kaku, timbul suara tangisan atau
rintihan.
• Kesadaran (-)
• Mengeluarkan air liur, lidah atau pipi tergigit,
muka kebiruan.
B. Fase Klonik
• lengan dan tungkai menyentak cepat dan ritmis.
Siku, pinggul, dan lutut menekuk dan relaksasi.
• Kontrol urin dan anus menurun.
• Setelah seizure → lelah, bingung, dan
disorientasi.
19
PATOFISOLOGI
20
21
PEMERIKSAAN PENUNJANG: EEG
22
TATALAKSANA
24
ANTIKONVULSAN
1. Golongan Hidantoin: Fenitoin, Mefenotoin, Etotoin
2. Golongan Barbiturat seperti Fenobarbital, Primidon.
3. Golongan Oksazolidindion: Trimetadion.
4. Golongan Suksinimid: Etosuksimid, Karbamazepin, Ox Carbazepine
5. Golongan Benzodiazepin: Diazepam, Klonazepam, Nitrazepam,
Levetiracetam
6. Golongan Asam Valproat dan garamnya (Divalproex Na)
7. Golongan Phenyltriazine; Lamotrigine.
8. Golongan Gabapentin dan turunannya (Pregabalin).
9. Lainnya: Fenasemid, Topiramate
25
Tipe Bangkitan OAE Lini I OAE Lini II / Tambahan OAE Lini III / Tambahan
Lena Valproat Etosuksimid Levetiracetam
Lamotrigin Zonisamid
Mioklonik Valproat Topiramat Lamotrigin
Levetiracetam Clobazam
Zonisamid Clonazam
Fenobarbital
Tonik Klonik Valproat Lamotrigin Topiramat
Fenitoin Zonisamid
Fenobarbital Pirimidon
26
Atonik Valproat Lamotrigin Felbamat
Topiramat
Parsial Carbamazepin Valproat Tlagabine
Lamotrigin
Topiramat
Gabapentin
Tidak terklasifikasikan Valproat Lamotrigin Topiramat
Levetiracetam
27
Zonisamid
28
Obat Mekanisme Kerja Ekskresi
Karbamazepin Blok sodium channel pada neuron, bekerja juga pada reseptor NMDA, monoamine dan >95% hati
asetilkolin
Fenitoin Blok sodium channel dan inhibisi aksi konduktan kalsium dan klorida dan neurotransmiter >90% hati
yang voltage dependent
Fenobarbital Meningkatkan aktivitas reseptor GABAA, menurunkan eksitabilitas glutamat, menurunkan 75% hati
konduktan natrium, kalium, dan kalsium
25% ginjal
Valproat Diduga aktivitas GABA glutaminergik, menurunkan ambang konduktan kalsium (T) dan >95% hati
kalium
Levetiracetam Tidak diketahui Cairan tubuh
45% ginjal
Topiramat Blok sodium channel, meningkatkan influks GABA-mediated chloride, meodulasi efek 90% hati
reseptor GABAA, bekerja pada reseptor AMPA
29
Zonisamid Blok sodium, potassium, calcium channels, inhibisi eksitasi glutamat >90% hati
SYARAT BERHENTI OAE
• Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya
setelah minimal 2 tahun bebas bangkitan
• Gambaran EEG “normal”
• Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis
semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan
• Bila digunkaan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE
yang bukan utama
30
PROGNOSIS
• Bangkitan yang pertama kali timbul pada usia tua lebih mudah diobati
dibandingkan pada kelompok usia yang lebih muda, dengan
persentase kejadian bebas kejang 60%-70% dengan monoterapi.10
Kejang yang tidak ditangani juga dapat menimbulkan bahaya seperti
jatuh, fraktur, cedera kepala, sudden death, dan status epileptikus
31
KESIMPULAN
• Saat ini sekitar 50 juta orang menderita epilepsi diseluruh dunia. Proporsi
penderita epilepsi aktif (kejang berulang atau membutuhkan pengobatan)
adalah antara 4 sampai 10 dari 1000 orang. Studi kasus yang dilakuk]an di
negara-negara dengan pendapatan rendah dan sedang menunjukkan
proporsi penderita epilepsi aktif adalah lebih besar, antara 7 sampai 14 dari
1000 orang.
• Revisi dari klasifikasi International League Against Epilepsy (ILAE) 1981
dikarenakan beberapa faktor. Beberapa jenis kejang, seperti kejang tonik
atau spasme epileptik, dapat memiliki onset fokal atau umum. Kurangnya
pengetahuan terhadap onset kejang, mengakibatkan kejang menjadi tidak
terklasifikasikan.Untuk mendiagnosis epilepsi terutama didapatkan dari
anamnesis yang baik. Investigasi selanjutnya berguna untuk menilai
gangguan fungsional dan struktural pada otak.
32
DAFTAR PUSTAKA
• World Health Organization. Epilepsi. Epilepsy: fact sheet. WHO (serial online) Februari 2019. Available at: https://www.who.int/news-
room/fact-sheets/detail/epilepsy. Diunduh pada tanggal 9 Mei 2019.
• Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). . Edisi ke-5. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Surabaya:
Airlangga University Press; 2014
• Kenya National Guidelines For The Management Of Epilepsy. 2nd Edition. A practical Guide For Healthcare Workers. Ministry Of
Health;2016.
• Montalcini Rita. Neurological Disorder : Public Health Challenges. World Health Organization. Hlm 56-65.
• Wagner Ryan G, Ngugi Anthony K, Twine Rhiyan, etc. 2014. Prevalence and risk factors for activeconvulsive epilepsy in rural northeast
South Africa. ELSIVIER. Epilepsy Research (2014)108, 782-791.
• Jerome Engel. Seizures and Epilepsy. OUP USA. 2013
• Fisher RS, Cross JH, D’Souza C, French JA, Haut SR, Higrashi N, et al. Instruction Manual for the ILAE 2017 Operational Classification of
Seizure Types. Epilepsia. 58(4): 531-42.
• Mardjono M, Priguna S. Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke-15. Jakarta : Dian Rakyat; 2012.
• Purba CS. Epilepsi: permasalahan di reseptor atau neurotransmiter. Dalam: Medicinus. Volume 21. Desember 2008
• Kustiowati E. Consensus epilepsy. Jakarta: PERDOSSI; 2006.
• Harsono, Kustiowati E, Gunadharma S. Pedoman tatalaksana epilepsi. Cetakan Keempat. Jakarta: PERDOSSI; 2012
• Guberman A, Bruni J. Essentials of clinical epilepsy. Second Edition. United States: Butterworth-Heinemann; 1999. 33
34