Anda di halaman 1dari 70

Neonatal Bowel Disorders:

Practical Imaging Algorithm for


Trainees and General Radiologists
Shinta Anggun Brilliani
Pembimbing :
Journal Identity

• Neonatal Bowel Disorders: Practical Imaging


Title Algorithm for Trainees and General
Radiologists

• Anh-Vu Ngo
Author • A. Luana Stanescu
• Grace S. Phillips

• American Journal of Roentgenology (AJR),


Publisher dipublikasikan oleh American Rotgen Ray
Society
ABSTRAK
TUJUAN :
Gangguan pencernaan pada
neonatus memerlukan KESIMPULAN:
diagnosis yang cepat dan Jurnal ini membahas kelainan
akurat untuk mengurangi pencernaan neonatus yang
morbiditas dan mortalitas. sering ditemukandan
Gejala seperti intoleran pada memberikan alogaritma
makanan, emesis atau tidak imaging untuk pelatihan dan
keluarnya meconium ahli radiologi
memerlukan pemeriksaan
radiologi
PENDAHULUAN
 Gangguan pencernaan neonatal dibagi menjadi kongenital dan didapatkan,
serta saluran pencernaan atas dan bawah.
 Artikel ini fokus membahas peran pemeriksaan radiologis dalam penegakan
diagnosis.
 Pertama akan diuraikan pendekatan secara umum dan akan diuraikan per
kasus.
 Saluran pencernaan atas : Atresia Esofagus, fistul tracheoesophageal, stenosis
pilorus, atreasia dan stenosis duodenum, dan malrotasi.
 Saluran pencernaan bawah : Atresia jejunum dan colon, ileus meconium,
anorectal malformasi, immaturitas colon, Hirschprung disease, dan
enterocolitis necrotican.
ALOGARITMA IMAGING
RADIOGRAFI

 Evaluasi radiografi gangguan saluran cerna pada neonatus dimulai dengan


posisi supine regio abdomen. Alogaritma imaging untuk keluhan muntah
berwarna ke-hijau-an (emesis bilious) yang merupakan tanda gewatan saluran
cerna pada neonatal dapat dilihat pada Gambar1.

 Gangguan saluran cerna neonatus tertentu memiliki gambaran patognominik


(khas) pada pemeriksaan radiografi konvensional, sehingga tidak perlu
dilakukan imaging yang lebih lanjut.
Gambar 1
FLUOROSCOPY

 Setelah dilakuka pemeriksaan radiografi konsvensional, maka dapat dilakukan fluoroscopy


saluran cerna atas (UGI) untuk menilai esofagus, gaster dan proksimal usus kecil.
 Pada neonatus pemeriksaan fluoroscopy saluran cerna atas (UGI) dilakukan secara terlentang,
saat mengambil imaging posisi lateral dan frontal pada esofagus, gaster dan duodenum.
 Pada kasus tertentu, penggunan NGT diperlukan untuk mengkontrol bolus kontras. Bila
dicurigai adanya fistul tracheoesofageal, pasien idealnya diposisikan pronasi dan kontras
dimasukan ke esofagus dengan proyeksi imaging secara lateral. Sebagai catatan, imaging
posisi pronasi dengan proyeksi lateral memerlukan C-arm.
 Untuk menyingkirkan malrotasi, diperlukan teknik yang lebih rumit, yaitu dengan posisi
proyeksi frontal dan lateral (Gambar 2).
 Perlu diperhatikan bahwa dalam pengambilan proyeksi fronta dan lateral pasien tidak
diposisikan secara miring. Untuk mempelajari bentuk gaster dan duodenum, pasien
diposisikan right lateral decubitus (RLD) sehingga agen kontras memenuhi dan
menggembungkan duodenum. Pasien kemudian diposisikan terlentang untuk imaging
duodenal-jejunum pada proyeksi frontal. Lalu pasien diposisikan RLD untuk kedua kalinya
guna mengambil imaging lokasi dari duodenum.
FLUOROSCOPY (cont.)

 Enema dengan material contras (CE) digunakan untuk menilai anatomi


rektum, kolon dan distal usus kecil, dan sering dilakukan pada kasus curiga
obstruksi saluran pencernaan distal.
 Dengan pemeriksaan fluoroscopy saluran cerna atas (UGI) dan pemeriksaan
enema dengan kontras, dan sesuai prinsip ALARA (as low as reasonably
achievable) (re: serendah mungin dosis yang dapat diperikan) membantu
mengurangi paparan radiasi pada pasien.
 Disarankan untuk mengurangi dosis radiasi permasuk pada fluoroscopy,
pengambilan gambar, menggnakan collimation yang sesuai, menghilangkan
antriscatter grid, menghindari penguatan radiasi, serta pemendekan jarak
antara pasien dan “alat” pengambil gambar.
ULTRASOUND, CT, MRI

 Dalam beberapa tahun terakhir penggunaan USG telah dapat menentukan


secara khusus gangguan saluran cerna neonatus.
 Ultrasonografi merupakan salah satu modalitas yang dapat menegakan kasus
stenosis pilorus dengan sensitivitas spesifitas mendekati 100%.
 Pemeriksaan USG juga merupakan imaging real-time untuk menilai peristaltik
usus, perfusi, dan tebal lumen, serta karakter cairan peritoneum.
 Massa kistik seperti masa kistik usus, pseudokista meconium, dan kista
mesentarika dapat ditegakan dengan USG.
 CT dan MRI jarang digunakan dalam menilai kelainan saluran cerna neonatus,
terkait dengan dosis radiasi yang besar pada CT dan diperlukanya sedasi pada
MRI.
GANGGUAN
SALURAN CERNA ATAS NEONATUS
ATRESIA ESOFAGUS (EA) DAN FISTUL
TRACHEOESOFAGEAL (TEF)
 EA dapat ditemukan secara terpisah atau bersamaan dengan TEF.
 EA memiliki angka kejadian 1 : 2500-3000 kelahiran hidup. TEF dapat
diklasifikasikan berdasarkan lokasi dan konfigurasi anatomi menggunakan
“The gross classification” (Gambar 3),dimana terdapat tipe A (isolated EA),
tipe B (EA dengan TEF proksimal), tipe C (EA dengan TEF distal), tipe D (EA
dengan TEF proksimal dan distal), dan tipe E (TEF tanpa EA). Pasien dengan
EA 65% tanpa TEF, tetapi memiliki anomali lain pada sistem kardiovaskuler,
muskuloskeletal, udaratrointestina, dan genitourinari.
 Digolongkan menjadi “VACTERL” didefinikan sebagai 3 atau lebih anomali dari
vertebra,anorektal, jantung, trakea, esoagus, renal, dan ekstremitas tanpa
kelainan kromosom.
XRAY bayi dengan atresia esofagus

XRAY bayi dengan atresia


esophagus ditandai dengan
saliva yang banyak, dan
memerlukan suction berulang.
Pada kasus ini, OGT tidak
dapat masuk karena tertahan
oleh atresia tersebut

https://radiopaedia.org/articles/o
esophageal-atresia?lang=us
USG bayi dengan atresia esofagus

USG bayi dengan atresia


esophagus ditandai dengan
adanya gelembung perut /
bubble stomach

https://radiopaedia.org/articles/o
esophageal-atresia?lang=us
MRI bayi dengan Atresia Esofagus

MRI janin dengan atresia esophagus dan atresia gaster ditandai


dengan polihidramnion
http://www.fetalultrasound.com/online/text/8-011.htm
XRAY bayi dengan Fistula Tracheoesofagus

XRAY bayi dengan fistula


tracheoesofagus ditandai
dengan NGT tidak dapat
masuk karena tertahan oleh
kelainan tersebut

https://radiopaedia.org/articles/c
ongenital-tracheo-oesophageal-
fistula
USG bayi dengan Fistula Tracheoesofagus

Fetal USG dengan fistula


tracheoesofagus ditandai
dengan hipofaring yang
terdistensi dan esophagus
yang kolaps
http://www.fetalultrasound.c
om/online/text/8-011.htm
STENOSIS HYPERTROPHIC PYLORY
(HPS)
 HPS merupakan bentuk obstuksi dari saluran keluar gaster, dimana terjadi penebalan dan pemanjangan
piorus. Meskipun penyebab HPS tida jelas, faktor lingkungan dan genetik diduga berkontribusi.
 Pria, primipara, prematur dengan rentang usia kehamilan 28-36 minggu, terpapar erythromycin postnatal
diduga menjadi faktor resiko terjadinya HPS.
 HPS sering ditemukan pada usia bayi 2-12 minggu dengan emesis proyektil non-bilious.
 Tanda klasik pada pemeriksaan fisik yang sering ditemukan adalah teraba benjolan sebesar biji zaitun
pada regio pilotik terkait dengan penebalan dan pemanjangan pilorus.
 Pada pemeriksaan fluoroscopy saluran cerna atas (UGI), agen kontra tampak memanjang dan sempit
pada saluran pilorus menghasilkan “string”sign Gambar 4A.
 Kesan penebalan pada antrum atau duodenum menciptakan shoulder sign dan mushoom sign. Evaluasi
secara dinamis menunjukan hiperperistaltik dan keluarnya kontras yang sedikit. USG telah menggantikan
pemeriksaan fluoroscopy saluran cerna atas (UGI) pada kasus curiga HPS karena sensitivitas dan
spesifitasny yg tinggi serta kurangnya radiasi yang diterima.
 Pada HPS,ukuran tebal dinding otot dinilai lebih besar atau sama dengan 3mm,dan pilorus panjang lebih
besar atau sama dengan 15mm (Gambar 4B). Pengambilan gambar dengan posisi RLD dapat membantu
untuk mengurangi gambaran udara berlebih pada gaster. Pengosongan lambung dapat dinilai dengan USG
secara dinamis. Pulorospasm merpakan penutupan sementara pylorus akibat spasm otot.
 Pylorospasm dapat disingkirkan dengan pengambilang imaging dengan cepat atau berulang. Pada institusi
kami (peneliti), dilakukan pengambilan imaging ulang dengan USG setelah 20-30menit bila curiga
pylorospasm.
USG bayi dengan hipertrofi pyloric stenosis
X Foto Bayi dengan Hypertrophic Pyloric Stenosis
MRI Bayi dengan Hypertrophic Pyloric Stenosis
ATRESIA DUODENUM

 Atresia duodenum terjadi karena kegagalan rekanalisasi usus selama


perkembangan embriologis, yang menyebabkan obstruksi total.
 Atresia duodenum dapat dilihat sebagai isolated / sendiri atau berhubungan
dengan trisomy 21.
 Pada USG prenatal, akan tampak polihidramnion dengan gelembung ganda
disertai cairan yang membuat dilatasi gaster dan proksimal duodenum.
 Gejala yang sering muncul pada kasus yang tidak terdiagnosis adalah muntah
bilious atau non bilious.
 Karakteristik secara radiografi yaitu gambaran double bubble merupakan
gambaran khas atresia duodenum pada neonatus (Gambar 5). Menandakan
dilatasi oleh udara pada gaster dan bulba duodenum
X Foto Bayi dengan Atresia Duodeni
USG Bayi dengan Atresia Duodeni
CT-Scan Atresia Duodenal
DUODENAL STENOSIS DAN
DUODENAL WEB
 Stenosis duodenum dan duodenal web terdapat jaringan yang menghalangi
saluran.
 Stenosis duodenum adalah penyempitan segmen (seringnya segmen ke 2) yang
tampak pada pemeriksaan fluoroscopy saluran cerna atas (UGI).
 Duodenal web adalah selaput tipis yang menghalangi sebagian lumen dari segmen
yang sering terjadi pada segmen ke dua setingkat ampula vater.
 Pada pemeriksaan fluoroscopy saluran cerna atas (UGI), duodenal web dapat
menunjukan “windsock deformity”, diakibatkan karena agen ontras yang
menggembungkan bagian proksimal duodenum dan mengurai web/jaringan tipis
tersebut ke bagian distal yang tidak berdilatasi.
 Sebuah “windsock deformity” juga dapat dilihat secara USG jika segmen distal
merupakan cairan atau udara yang memungkinkan terjadinya diferensiasi antara
duodenum web dan atresia duodenum.
USG striktur duodeni menunjukkan distensi
lambung
CT SCAN dengan Kontras striktur duodeni
MALROTASI

 Malrotasi atau anomali rotasi usus adalah kondisi yang disebabkan oleh tidak ada
atau tidak lengkapnya rotasi usus selama proses embriologis, dimana dapat
menyebabkan fiksasi usus secara abnormal.
 Kondisi ini dapat diklasifikasikan sebagai “true malrotation”, atypical malrotation,
dan non-rotation. True malrotation melibatkan posisi abnormal duodenojejunal
junction atau ligament treitz di kuadran kanan atas yang “high-riding” cecum pada
bagian tengah atau atas abdomen, dengan pedikel mesenterik yang menyempit
sehingga berpotensi terjadinya volvulus midgut dan iskemi saluran cerna.
 Selama perkembangan embriologis, saat terjadi fiksasi abnirmal dari posisi cecum
akan mengakibatkan terbentuknya perlengketan pada “perionial band” (Ladd
band) yang memanjang dari cecum hingga perut regio kanan. “Bands “/pita-pita
ini dapat menutupi duodenu dan berpotensi menyebabkan obstruksi duodenum.
 Insiden malrotasi yang sebenarnya masih ada yang tidak diketahui karena tidak
tampak secara klinis, estimasi prevalensi 1 dari 500 kelahiran hidup.
 Emesis billious pada neonatus merupakan keluhan klinis tersering pada kasus
malrotasi (Gambar 6A-6C). Kasus malrotasi dapat berkembang menjadi iskemi
dimana akan bermanifestasi nyeri perut, distensi, hematochezia, dan akhirnya
terjadi hipovolemik atau syok septik disertai peritonitis.
 Duodenum inversum (Gambar 7) jarang ditemukan, biasanya tanpa gejala,
kondisi ini ditandai dengan melihat “the third duodenum” sebelum melintang
pada garis tengah di ligamen treitz. Redudansi duodenum, atau “wandering
duodenum” (Gambar 8) tampak dengan bentuk yang berkelok kelok. Dapat
dijumpai berupa duodenum proksimal yang membetuk satu atau beberapa
loop disebelah kanan tulang belakang (spine), tetapi melintasi garistengah
dengan tingkat ketinggian anatomi normal dan posisi yang normal saat
melintasi ligamentum treitz.
GANGGUAN
SALURAN CERNA BAWAH NEONATUS
ATRESIA JEJUNOILEAL

 Atresia jejunoileal diduga muncul akibat gangguan vascular intrauterin, sehingga


menyebabkan nekrosis dan resorpsi, dan mengakibatkan stenosis. Frekuensi
terjadinya 1 dalam 3000-5000 kelahiran hidup.
 Tanda klinis awal adalah emesis billious pada atresia proksimal, dan distensi
abdomen serta kegagalan lewatnya mekonium pada atresia distal. Gambaran
radiologi tergantung pada tempat obstruksi dan kapan terjadinya gangguan saat
prenatal.
 Pada atresia jejunal proksimal terdapat gambaran triple bubble, dengan udara
yang berasal dari gaster, duodenum dan jejunum proksimal (Gambar 9). Berbeda
dengan atresia distal yang ditandai dengan banyaknya loop pada usus (Gambar
10A). Dari lokasi atresia dapat ditemukan kalsifikasi peritoneum dimana hal ini
akibat perforasi dan meconium peritonitis.
 Gambaran fluoroskopi tergantung pada lokasi atresia. Microcolon didefinisikan
sebagai difusi usus dengan kaliber kecil namun memiliki panjang colon yang
normal (Gambar 10B), hal ini merupakan efek dari colon yang jarang digunakan
berkerja. Microcolon merupakan temuan khas pada CE.
ILEUS MEKONIUM

 Ileus Mekonium merupakan obstruksi neonatal dikarenakan penebalan


abnormal pada ileum distal dan meconium yang kental.
 Sebanyak 90% neonates dengan ileus meconium meiliki kista fibrotic.
frekuensi kista fibrotic 1:3500 kelahiran hidup pada ras kulit putih dan jarang
dijumpai pada ras lain.
 Pada kasus nekrosis atau perforasi, kebocoran meconium dapat menyebabkan
respon radang sehingga terjadi peritoneum pe\ritonitis dan bila terjadi
“walling off” maka akan terbentuk pseudokista meconium.
 Klasifikasi peritonitis meconium dapat dideteksi secara baik melalui radiografi
atau USG. Namun, pembentukan pseudokista secara baik dapat dilihat
menggunakan USG (Gambar 11).
IMPERFORATA ANUS DAN ATRESIA
COLON
 Imperforata anus biasanya dapat dinilai secara klinis dan dapat ditegakan
diagnosisnya melalui USG prenatal dengan tampaknya pelebaran saluran cerna
proksimal. Temuan USG prenatal lain yang jarang dijumpai pada kasus atresia anal
adalah kegagalan untuk menemukan anus dan enterolith, terbentuknya kalsifikasi
meconium akibat anomaly genutourinari sehingga bercampur dengan urin.
 Diperkirakan kejadian malformasi anorektal 1:2500-5000 kelahiran hidup. Terdapat
hubungan dengan kelainan trisomy 18, 21 dan sindrom VACTERL.
 Sebelun dilakukan pembuatan neorectum, perlu dilakukan fluoroscopi fistula pra-
bedah. Pemeriksaan ini dapat menunjukan beragam hasil seperti bagian saluran
cerna distal yang tidak berfungsi dan dapat mengungkap anomaly genitouri lain
seperti fistula lain (Gambar 12).
 Atresia kolon merupakan kelainan langka dengan kejadian 1:66.000 kelahiran
hidup. Terdapat 3 jenis yaitu membrane kolon (tipe 1), diskontinuitas kolonn
disertai jaringan fibrosa dan mesenterium (tipe 2), dan colon yang terpisah dengan
mesenterika (tipe 3).
Gaseous distension of the bowel loops.
Lateral invertogram is taken to show the
position of the most distal portion of the
rectum to determine whether it is a high or
low anal atresia.
IMATURITAS FUNGSI COLON

 Imaturitas fungsi colon sering dikenal dengan “small left colon syndrome” dan
“meconium plug syndrome”. Istilah “meconium plug syndrome” dapat
menimbulkan salah persepri karena letak ileum terminal maka disebut “ileus
meconium”.
 Frekuensi lebih tinggi ditemukan pada anak-anak dengan ibu diabtetes dan anak-
anak dengan ibu yang menerima magnesium sulfat sebagai tatalaksana
preeklamsia.
 Gejala yang sering muncul adalah terlambatnya keluar meconium dan perut yang
kembung (distensi). Kelainan ini memiliki prognosis yang baik dan gejala akan
menghilang dalam beberapa hari.
 Pada CE, microcolon seharusnya tidak ditemukan. istilah “small left colon
syndrome” berarti hanya colon distal yang mengecil, dan hal ini berbeda dengan
microcolon, dimana merupakan proses difus melibatkan seluruh colon. Meskipun
berada di distal usus kecil, rasio ukuran recto-sigmoid seharusnya tetap normal
(Gambar 13). Agen kontras umumnya dapat memperliatkan meconium berada di
colon.
Contrast enema may demonstrate a
small caliber to the left colon with
multiple filling defects within due to
retained meconium. The rectum is
usually normal in size, unlike
Hirschsprung disease.
HIRSCHPRUNG DISEASE (HD)

 HD merupakan kelainan kongenital pada sistem saraf. Insiden terjadinya 1:5000


kelahiran hidup. Sebesar 2,5-5:1 terjadi pada pria. Sekitar 3-8% bersifat familial
dengan banyaknya mutasi gen yang teridentifikasi.
 Kelainan ini ditandai dengan ketidak hadiran selsel ganglion dari myenteric dan
pleksus submukosa rectum dan kolon. Segmen aganglionik tidak memiliki jalur
sinyal untuk relaksasi dan dengan demikian akan secara konstan pada posisi
kontraksi.
 Neonatus biasanya mengallami kegagalan pengeluaran meconium dan perut
kembung. meskipun temuan fluoroskopi dapat menegakan diagnosis, namun tidak
cukup untuk menyingkirkan HD dan perlu dilakukan biopsy aspirasi untuk
menegakan diagnosis pasti.
 HD sering melibatkan rectum distal dan kolon segmen proksimal. Titik transisi yang
sering teridentifikasi yaitu pelebaran saluran cerna proksimal (Gambar 14) dimana
mirip dengan “small left colon syndrome” tetapi biasanya rasio rectosigmoid
normal (>1) pada “small left colon syndrome”.
Dilatasi segmen proksimal
usus

Dilatasi segmen distal


Dilatasi colon

Dilatasi colon
ENTEROCOLITIS NEKROTIKAN

 Patogenesis peradangan pada saluran cerna ini dianggap multifactorial, seperti


imaturitas fungsi saluran cerna, hipoksia atau iskemik saluran cerna, jenis asupan
oral, dan gangguan microbiota saluran cerna.
 NEC sering muncul pada bayi premature, khususnya dengan berat dibawah 1500gr.
Namun sekitar 10% kasus NEC ditemukan pada bayi cukup bulan, dan 1/3 kasus
bersamaan dengan kelainan PJB (penyakit jantung bawaan), khususnya kelainan
yang dapat berpengaruh pada perfusi jaringan saluran cerna, seperti lesi pada
saluran keluar ventrikel atau hanya satu ventrikel yang berfungsi.
 Gejala klinis NEC pada bayi premature yaitu distensi perut, intoleransi asupan
oral, dan tinja disertai darah. NEC pada bayi premature sering terjadi pada minggu
kedua atau ketiga kehidupan. Sebaliknya, NEC pada bayi cukup bulan sering
terjadi pada minggu awal kehidupan.
 Imaging dengan radiografi dan USG memainkan peran penting dalam diagnosis
NEC, serta dalam memantau perkembangan penyakit. Radiografi tetap menjadi
modalitas pilihan, yaitu foto abdomen per 6 jam selama gejala NEC muncul hingga
sembuh.
 Dapat ditemukan pola sebaran udara mulai dari non spesifik yang menyebar karena terjadi
ileus, untuk memperbaiki usus yang dilatasi, disertai dengan penipisan dinding usus yang
merupakan tanda impending perforasi, maka usus diisi dengan cairan. Pneumatosis, dengan
lusensi melengkung atau gelembung sejajar dengan dinding usus, merupakan patognomonik
adanya NEC.
 Pneumatosis sering tampak pada kuadran kanan bawah pada distal usus halus dan dinding
colon proksimal, meskipun dapat terbentuk dimana saja sepanjang saluran pencernaan.
 Adanya udara pada vena porta menunjukan tingkat keparahan penyakit. Meskipun udara pada
vena porta bukan merupakan indikasi untuk intervensi bedah, namun sering pada akhirnya
tetap memerlukan intervensi bedah.
 Pneumoperitonium sering ditemui setengah dari seluruh kasus perforasi dan nekrosis.
 USG memiliki keuntungan yaitu dapat melihat peristaltic usus secara “real-time”, ketebalan
dinding usus dan perfusi. Outcome buruk pada dinding usus denjgan ketebalan diatas 2,8mm
atau dibawah 1,1mm atau ketika terjadi aperistalsis dan tidak ada perfusi, dengan atau tanpa
udara yang tampak pada USG.
Mildly dilated loops of bowel
with pneumatosis intestinalis
and portal venous gas. No
free intraperitoneal air is
identified.
KESIMPULAN
 Radiologi memainkan peran yang mendasar pada diagnosis gangguan
pencernaan neonates, sebagaimana dirangkup pada Tabel 1.
 Diagnosis segera pada kondisi yang mengancam jiwa memerlukan pendekatan
diagnostic dan tingkat seringnya seorang radiografi menjumpai pola
fluoroskopi suatu penyakit.
 Mekipun beberapa penyakit dapat didiagnosis dengan USG prenatal atau MRI,
radiografi postnatal dan fluoroskopi tetap menjadi piluhan utama dalam
pencitraan untuk diagnostic kasus gangguan pencernaan neonates.
 Kami (peneliti) menyimpulkan bahwa dengan bantuan radiologi dapat
membantu menegakan diagnsosis gangguan saluran cerna pada neonates
dengan tepat.
CRITICAL APRAISAL
CRITICAL APPRAISAL
NO KRITERIA YA (+) TIDAK (-)
Judul dan Pengarang
1 Jumlah kata dalam judul <12 kata + ( 11 kata )
2 Deskripsi Judul -
3 Daftar penulis sesuai aturan jurnal +
4 Korespondensi Penulis +
5 Tempat dan waktu penelitian dalam judul -

Abstrak
1 Abstrak 1 paragraf - (2paragraf terpisah
tujuan dan kesimpulan)
2 Secara keseluruhan informatif +
3 Tanpa singkatan selain yang baku +
4 Kurang dari 250 kata - ( 51kata)
Pendahuluan
1 Terdiri dari 2 bagian atau 2 paragraf -

2 Paragraf pertama mengemukakan alasan -


penelitian
3 Paragraf kedua menyatakan hipotesis atau -
tujuan penelitian
4 Didukung oleh pustaka yang relevan +

5 Kurang dari 1 halaman +


Bahan dan Metode Penelitian
1 Jenis dan rancangan penelitian Meta-analitik
2 Waktu dan tempat penelitian -
3 Populasi sumber -
4 Teknik sampling -
5 Kriteria inklusi -
6 Kriteria ekslusi -
7 Perkiraan dan perhitungan besar sampel -

8 Perincian cara penelitian -


9 Blind -
10 Uji statistik -
11 Program komputer -
12 Persetujuan subjektif -
Pembahasan, Kesimpulan, Daftar, Pustaka
1 Pembahasan dan kesimpulan terpisah +
2 Pembahasan dan kesimpulan dipaparkan +
dengan jelas
3 Pembahasan mengacu dari penelitian +
sebelumnya
4 Pembahasan sesuai landasan teori +
5 Keterbatasan penelitian -
6 Simpulan utama +
7 Simpulan berdasarkan penelitian +
8 Saran penelitian -

9 Penulisan daftar pustaka sesuai aturan +

Anda mungkin juga menyukai