Anda di halaman 1dari 34

Text Book Reading

Pulmonary Alveolar
Proteinosis

Aldiela Fitryanto
Pembimbing :
dr. Iin Noor Chozin, Sp.P(K)

1
Pendahuluan
Pulmonary • Sindrom penyakit  akumulasi
surfaktan fosfolipid dan protein 
Alveolar progresif  alveoli & saluran nafas
Proteinosis terminal

• Penurunan peranan Granulocyte-


Etiologi Macrophage Colony Stimulating Factor
(GM-CSF)

2
• Sitokin Glikoprotein 23-kDa 
diproduksi sel epitel respiratorium
• Menstimulasi pembentukan
makrofag dan koloni granulosit 
GM-CSF pematangan fungsi sel
• Dimediasi oleh Heterodimeric Cell
Surface Receptors
• GM binding α chain (CD116)
• Affinity enhancing β chain

3
Patogenesis
Material alveolar pada PAP disusun oleh :
• Lipid (90%  fosfolipid)
• Protein (10%)
• Karbohidrat ( < 10%)

Kelainan pada sinyal GM-CSF

• Kelainan pada diferensiasi Makrofag Alveolar


• Penurunan kemampuan Makrofag Alveolar untuk mengkatabolis
surfaktan lipid dan protein
4 (Rosen et al, 1958)
Protein Surfaktan
Protein • Fosfoprotein Hidrofobic
Surfaktan • Memiliki peranan sebagai zat aktif
surfaktan dalam permukaan
B dan C

Protein • Protein Hidrofilik


Surfaktan • Termasuk dalam Collectin Family of Protein
• Memiliki peranan dalam pertahanan
A dan D paru

5
Homeostasis Surfaktan

6
PAP pada Binatang Percobaan

A. Gambaran Ultrastruktur pada sedimen paru pasien dengan PAP Primer.


B. Defisiensi GM-CSF pada tikus.
Tampak adanya struktur membran yang mengalami lamellated dan fused, serta adanya debris
7 amorf.
PAP pada Binatang Percobaan

• Produksi lipid & protein


surfaktan oleh sel epitel alveolar
tipe II tidak meningkat
• Uptake surfaktan oleh alveolar
Patogenesis makrofag tidak menurun
• Katabolisme lipid & protein
surfaktan oleh makrofag alveolar
sangat menurun

8
PAP pada Binatang Percobaan

• Peningkatan kerentanan infeksi


bakteri, jamur, parasit, mikobakterial
dan spontaneus infection
Defisiensi • Kerusakan cellular adhesion pada
makrofag alveolar, cell-surface pathogen
GM-CSF receptor recognition, phagocytosis,
lipopolysaccharide-stimulated
proinflammatory cytokine secretion, dan
antimicrobial killing activity

9
PAP pada Binatang Percobaan

• Penggantian GM-CSF pada paru


• Transfer adenoviral dgn gen GM-
CSF pada epitel paru 
rekonstitusi genetik ekpresi GM-
Terapi CSF spesifik
• Transplantasi sum-sum tulang
belakang
• Retroviral ekpresi PU.1 factor

10
PAP pada Binatang Percobaan

• Ekspresi berlebihan dari


IL-4 atau IL-13
Penyebab • Penurunan kadar SP-B, SP-
Lain C, atau ABCA3 tranporter
• Severe Combined
Immunodeficiency (SCID)

11
Peranan Makrofag Alveolar
 Ekpresi retroviral dari transcription factor PU.1 dalam makrofag
alveolar dapat memperbaiki defek pada katabolisme surfaktan
 Terdapat diversity dan beberapa fungsi yang diregulasi oleh
transcription factor PU.1 pada makrofag alveolar
 GM-CSF memodulasi transcription factor PU.1 untuk
meregulasi terminal differentiation makrofag alveolar

12
Peranan GM-CSF terhadap Makrofag
Alveolar pada Tikus

13
Pulmonary Alveolar Proteinosis
 PAP Primer
• Penurunan surfactant clearance oleh makrofag alveolar.
• Komplikasi berupa infeksi sekunder dan defek pada sistem
imunitas.
 PAP Sekunder
• Konsekuensi kondisi komorbid yang berdampak pada
penurunan surfactant clearance.
 PAP Kongenital
• Produksi surfaktan yang abnormal.

14
PAP Primer
 Terdapat kadar anti-GM-CSF autoantibodies yang tinggi dalam
darah dan paru.
 Anti GM-CSF Autoantibodies :
 Antibody poliklonal yang terdiri dari seluruh Ig G subklas
 Memiliki afinitas yang tinggi terhadap GM-CSF
 Mampu menetralisir 50.000 kali atau lebih aktivitas GM-CSF
dibandingkan dengan kondisi normal.
 Tingkar kadar serum anti-GM-CSF autoantibodies tidak
berkorelasi dengan derajat penyakit PAP.

15
Kadar Anti-GM-CSF-Antibodies

16
PAP Sekunder
Terjadi akibat :
1. Paparan etiologic agent seperti debu inorganik (silica,
titanium, aluminum )
2. Kondisi klinis yang dapat menyebabkan penurunan jumlah
dan fungsi makrofag alveolar seperti pada berbagai penyakit
keganasan dan kelainan hematologi
3. Konsekuensi adanya infeksi sistemik  infeksi HIV

17
PAP Kongenital
 Terjadi pada neonatus, infant, dan anak dengan frekuensi yang
jarang.
 Adanya defek Homozigot Spesifik pada gen yang mengkode
SP-B, SP-C, atau ABCA3 transporter.
 Terjadi produksi surfaktan yang berlebihan.

18
Gambaran Klinis
 Gambaran sesak progresif.
 Usia 20 - 50 tahun.
 Keluhan utama :
 Batuk dapat disertai batuk darah
 Jarang disertai demam
 Nyeri dada
 Respon yang jelek terhadap pemberian antibiotik.
 Pemeriksaan fisik dapat ditemukan normal
 50% kasus ditemukan suara cracles pada paru
 25% sianosis
 clubbing finger

19
Radiologi

a. CXR PA pada wanita 25 tahun dengan gambaran khas PAP (bilateral diffuse airspace
disease).
b. HRCT chest menunjukkan gambaran sebagian area ground glass opacification dengan
20 superimposed penebalan interlobular.
Laboratorium
Pada PAP Primer :
 Darah rutin, diff count, dan kimia klinik darah normal.
 LDH meningkat sekitar 1 s/d 2 kali batas atas normal.
 Peningkatan kadar anti GM-CSF autoantibodies.
 Pemeriksaan kadar serum SP-A, SP-D, mucin KL-6,
Cytokeratin 19, dan carcinoembryonic antigen

21
Fungsi Paru
 Restriktif dengan penurunan yang ringan dari Vital Capacity
dan Total Lung Capacity.
 Penurunan Carbon monoxide Diffusing Capacity (DLCO).
 Analisa Gas Darah menampakkan hipoxemia

22
Cairan Bronchoalveolar Lavage
• Cairan BAL yang
tampak keruh dan
terjadi pengendapan
sedimen.
• Botol sebelah kiri
menampakkan
kekeruhan dan
sedimen, dimana terjadi
penjernihan yang
progresif di akhir
prosedur terapi pada
botol sebelah kanan

23
Sitologi cairan BAL

A. Positive periodic acid–Schiff staining of the sediment from bronchoalveolar


lavage (×100).
B . Cytological appearance of a typical ‘‘foamy” alveolar macrophage.
24
Patologi Anatomi

C.Gambaran histopatologi pada biopsi paru anak usia 10 thn dengan PAP Primer, tampak
gambaran bentuk yang homogen dengan pewarnaan H&E, arsitektur dinding alveolar
yang normal, dan tidak tampak adanya sel-sel inflamasi (×200).
D. Pada pewarnaan Immunohistokimia dengan human anti-surfactant protein A immunostain
didapatkan adanya akumulasi berlebih Surfactant Protein A pada spesimen biopsi paru
25 (×200).
Klasifikasi PAP

26
Epidemiologi
 0,36 - 3,7 kasus per 1.000.0000 penduduk.
 Seymour tahun 2002 ditemukan 410 kasus. 90% kasus idiopatik
dan tidak ditemukan adanya faktor predisposisi keluarga atau
mutasi genetik.
 Usia onset rata-rata 39 tahun, 72% dengan riwayat merokok
 laki-laki : perempuan = 2,65 : 1.
 PAP Primer terjadi pada beragam latar belakang etnis termasuk
Hispanic, Asia, Negro, dan Ras Putih.
 PAP Sekunder terjadi pada 5,3% keganasan hematologi secara
keseluruhan dengan 8,3% terjadi pada pasien netropenia dan 10%
pada pasien Acute Myeloid Leukemia.
 Insidensi PAP Kongenital masih belum jelas diketahui.

27
Pada suatu Penelitian Retrospektif memperlihatkan
 Individu dengan PAP Primer dapat mengalami :
1. Perbaikan spontan, ditemukan sekitar 8 % dari 303 kasus
dengan 5 years survival rate berkisar 85% pada 343 kasus
2. Stabil tetapi dengan gejala yang menetap
3. Perburukan yang progresif
 Penyebab kematian :
 47 kasus disebabkan karena gagal nafas
 12 kasus disebabkan karena infeksi yang tidak terkontrol
 1 kasus karena cardiac arrest selama pemeriksaan lavage

28
Terapi
 Pada PAP Kongenital biasanya dilakukan terapi supportive
walaupun pada defisiensi SP-B dapat diterapi sukses dengan
Transplantasi Paru.
 Pada PAP Sekunder lebih diutamakan pada penatalaksanaan
underlying disease nya.
 Pada PAP Primer, beberapa pasien asimptomatis walaupun
didapatkan pemeriksaan radiologis yang abnormal dapat
mengalami remisi spontan dan tidak memerlukan terapi
khusus.

29
Prosedur Whole Lung Lavage
 Pertama kali diperkenalkan oleh Ramirez-Rivera (1960)
 Dilakukan dengan GA dan menggunakan ETT double lumen
 Dapat disertai perkusi dada pada saat pencucian baik secara
manual maupun mekanik dengan harapan memperbaiki
surfactan clearance, dapat pula disertai extracorporeal
oxygenation dan hyperbaric oxygen.
 Paru dicuci dengan menggunakan 15 s/d 40 liter Normal
Saline hangat dan dilakukan 1 s/d 2 hari sekali

30
Whole Lung Lavage
Indikasi penatalaksanaan Whole Lung Lavage pada PAP Primer :
1. Telah ditegakkan diagnosis PAP secara histologis
2. PaO2 < 60 s/d 65 mm Hg
3. A-aDO2 gradient > 40 mm Hg
4. Shunt Fraction > 10 s/d 12 %
5. Sesak nafas berat dengan istirahat ataupun beraktivitas

31
Parameter Perbaikan Fungsi Paru
 Peningkatan Forced Vital Capacity
 Peningkatan Total Lung Capacity
 Peningkatan DLCO
 Penurunan A-aDO2 dan Shunt Fraction
 Dapat meningkatkan 5 years survival rate 94% dibandingkan
85% pada pasien yang tidak dilakukan Whole Lung Lavage

32
Berbagai Terapi Ekperimental
 Pemberian Exogenous GM-CSF
1. Diberikan secara subkutan dengan dosis 5 s/d 20 µg/kg BB
2. 11 dari 29 individu menunjukkan perbaikan
3. Pada penelitian yang lain pemberian GM-CSF dapat melalui
aerosol pada paru
4. Dibutuhkan pengawasan perbaikan gejala klinis melalui
pemantauan adanya penurunan kapasitas GM-CSF
neutralizing pada cairan lavage paru, perbaikan fungsi alveolar
makrofag dan perbaikan fungsi faal paru.
 Plasmapheresis
 Anti B Lymphocyte Immunotherapy

33
Terima Kasih

34

Anda mungkin juga menyukai