sinonasal
pertumbuhan suatu masa didalam rongga hidung dan sinus paranasal yang berdasarkan
histologi diklasifikasikan sebagai neoplasma jinak.
Pertumbuhan yang ditandai dengan ekspansi lokal dapat menyebabkan pendesakan
pada struktur-struktur penting disekitar hidung dan sinus paranasal seperti orbita, otak
dan dasar tengkorak
Lesi sistemik dengan manifestasi granulomatosis pada rongga hidung dan sinus
paranasal seperti sarcoidosis, langerhans cells histiocytosis, midline granuloma, churg-
strauss syndrome, wagener granulomatosis dan samter triad (aspirin-exacercated
respiratory diseases)
Macam – macam lesi jinak hidung dan sinus paranasal
Sarkoidosis
Langerhans cell histiocytosis
Lethal Midline Granuloma (maligna)
Churg-Strauss Syndrome
Wagener Granulomatosis
Aspirin –Exacerbated Respiratory Disease (Samter Triad)
Diagnosis ditegakan dengan anamnesis , pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang ,
pemeriksaan histopatologi dengan melakukan biopsi dengan cara biopsi trans nasal,
sinuskopi, atau operasi
Papiloma inverted
Papiloma inverted merupakan lesi jinak hidung dan sinus paranasal dengan insiden 0.2
sampai 0.6 per 100.000 individu per tahun.
Papiloma inverted merupakan 0.4 sampai 4.7% dari seluruh tumor hidung dan sinus
paranasal. Papiloma inverted mempunyai beberapa nama seperti scheiderian papiloma,
soft papiloma, inverting papiloma.
Papiloma inverted 3:1 terjadi pada pria dibanding dengan wanita dan terjadi tersering
pada usia diatas 50 tahun. Papiloma inverted sering terjadi unilateral, walaupun pernah
dilaporkan 4.9% kasus terjadi bilateral.
Jenis tumor jinak ini memiliki kecenderungan potensi menjadi ganas sehingga diagnosis
dan tindakan operatif yang adekwat dapat mencegah transformasi ke arah keganasan.
Etiologi pasti terjadi nya papiloma inverted masih dalam perdebatan.
Beberapa teori menjelaskan hubungan papiloma inverted dengan sinusitis kronik.
Terdapapt suatu teori yang menjelaskan inflamasi kronik menginduksi ekspansi sel
monoklonal yang mengakibatkan terjadinya formasi papiloma inverted. Selain itu suatu
studi menjelaskan adanya peran Human papiloma virus. Kashima menjelas kan terdapat
resiko papiloma inverted dapat berubah menjadi kegananasan terutama pada HPV tipe 6,
11 dan 16.
Papiloma inverted secara histologi merupakan tumor jinak tetapi mempunyai perangai
mendestruksi jaringan sekitar , menyebabkan erosi dan remodeling tulang sekitarnya,
cenderung terjadi rekurensi terutama papiloma inverted yang berhubungan dengan
keganasan
Gejala klinis
Gejala klinis yang paling sering ditemukan
Obstruksi hidung unilateral
Rinorea
Nyeri kepala
Post nasal drainage
Epistaksis
Pada tumor yang sudah meluas ke organ sekitarnya seperti mata dapat mengakibatkan
diplopia, proptosis sampai kebutaan
Pemeriksaan
Inspeksi : Asimetris wajah, proptosis, gigi goyah, peradangan kulit sekitar penonjolan
masa
Rinoskopi anterior dan posterior : Deskripsi secara lengkap massa , permukaan licin
atau tidak , mudah berdarah atau tidak, rapuh, berbenjol-benjol
Palpasi : dengan memakai sarung tangan paloasi daerah gusi, palatum, rahang, apakah
terdapat nyeri tekan , penonjolan atau gigi goyang.
Pemeriksaan kelenjar getah bening leher
Nasoendoskopi
Tomografi komputer . Pada pemeriksaan Ct scan dapat menunjukkan asal tumor
dengan adanya gambaran hiperostosis pada 89.1% .
MRI
Diagnosis
Stage Deskripsi
T1 Tumor terbatas hanya pada kavum nasi
T2 Tumor meluas ke sinus etmoid dan bagian superior sinus maksila
T3 Tumor meluas ke lateral, inferior, anterior atau posterior dinding sinus maksila,
sfenoid atau frontal
T4 Tumor meluas keluar daerah sinus paranasal seperti orbita atau intrakranial atau
berhubungan dengan keganasan
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan lesi jinak hidung dan sinus paranasal sangat tergantung histopatologi,
lokasi dan perluasan tumor, serta keadaan umum pasien. Teknik operasi yang dapat
dilakukan terbagi atas :
Open approaches
Rinotomi lateral, midface degloving, medial maxillectomi,.
Endoscopic approaches
Beberapa keunggulan nya adalah menurunkan tingkat morbiditas, mengurangi resiko
perdarahan masif, mengurangi bekas luka operasi oleh karena insisi kulit, visualisasi
lebih baik, dan dapat digunakan sebagai proses pembelajaran.
Penatalaksanaan pasca operasi
Pasien pasca operasi diwajibkan kontrol secara rutin setelah operasi untuk pembersihan
krusta , sekret, darah. Pemberian antibiotik dianjurkan terutama pada minggu pertama
setelah operasi. Pasien dianjurkan untuk mencuci hidung dengan larutan saline sampai
luka operasi sembuh. Kortikosteroid topikal dapat diberikan untuk mengurangi inflamasi.
Pada kasus kecurigaan keganasan dapat dilakukan biopsi jaringan. Pemeriksaan MRI
dilakukan pada kasus obliterasi parsial setelah 1 atau 2 tahun pasca operasi.
Angiofibroma
Angiofibroma merupakan neoplasma vaskular yang secara histologik jinak tetapi secara
klinis bersifat ganas, karena mempunyai kemampuan mendestruksi tulang dan meluas
ke jaringan sekitar seperti sinus paranasal , pipi , mata sampai ke dasar tengkorak.
Tumor ini sangat mudah berdarh dan sulit untuk dihentikan.
EtiologiAngiofibroma masih belum jelas, berbagai macam teori diajukan salah satu nya
teori asal jaringan yaitu berasal dari batas superior foramen sfenopalatina yang dibentuk
oleh trifurcatio tulang palatina, bagian horisontal vomer, dan atap prosesus pterigoideus.
9,10
Diagnosis
Untuk melakukan diagnosa pada Angiofibroma selain anamnesis dan pemeriksaan fisik
sangat dianjurkan dilaukan pemeriksaan radiologik yaitu pemeriksaan Tomografi
komputer.
Sarkoidosis
Sarkoidosis merupakan penyakit sistemik dengan multisistem granulomatosis kronis
dengan gambaran klasik granuloma noncaseating.Penyebab penyakit ini sampai saat ini
belum diketahui. Genetik disebut salah satu penyebab yang berhubungan dengan
spesifik HLA pada beberapa kelompok etnik tertentu. Patofisiologi terjadi pembentukan
granuloma di seluruh tubuh sebagai reaksi sekunder terhadap agregasi makrofag yang
berdifferensiasi menjadi sel epiteloid. Sel epiteloid ini dibungkus oleh fibroblast dan
collagen membentuk fibrosis dan jaringan sklerotik.
gejala biasanya melibatkan organ multiple dan gejala tersering pada paru.Keterlibatan
sinonasal ditandai dengan hidung tersumbat, post nasal drips, krusta, epistaksis,
rinosinusitis kronis dan sakit kepala. Pada pemeriksaan nasoendoskopi terdapat
eritema, edema, mudah beerdarah dan mukosa hipertrofi. Terdapat nodul granulomatosa
kekuningan pada septum dan konka inferior dan dapt disertai dengan polip dan rinofim
Diagnosis pasti ditegakkan dengan biopsy dan histopatologi.
Pemeriksaan rongent Thoraks dan ct scan thoraks adalah pemeriksaan paling penting
dalam penegakan diagnosis dan penentuan stadium.
Diperlukan kerjasama dengan ahli pulmonologis dan reumatologis agar didapatkan
diagnosis yang akurat.
Pengobatan sarkoidosis pada keterlibatan hidung dan sinonasal harus lebih agresif
karena merupakan pertanda sudah terjadi perluasan sisstemik yang berat. Pemberian
steroid prednisone oral jangka panjang (1-3 bulan) sampai saat ini masih menjadi
modalitas utama. Jika terdapat respon yang baik kortikosteroid dapat ditappering off
selama 9-12 bulan. Jika gagal dengan steroid, Methotrexate atau transplantasi dapat
menjadi pilihan terutaa pada kasus dengan sarkoidosis paru yang berat atau dengan
keterlibatan heoar dan jantung. Pada sarkoidosis hidung sinonasal selain pemberian
steroid otral, bedah sinus endoskopi dapat membantu meskipun tidak untuk
jangkanpanjang. Larutan cuci hidung juga digunakan untuk membersihkan stasis secret,
memperbaiki akses steroid topical. Secara keseluruhan prognosis sarkoidosis sinonasal
tanpa disertai keterlibatan paru, jantung atau hepar.
Lethal Midline Granuloma
Lethal Midline granuloma adalah lesi sistemik hidung yang bersifat ganas. Biasanya
disebabkan oleh virus Epstein-Barr (EBV). Populasi terbanyak didapatkan di Asia dan
termasuk kasus yang jarang ditemukan. Lesi ini dimasukkan dalam lymphoma Hodgkin
ekstranodal sel T/NK.
Penderita dengan lethal midline granuloma biasanya datang dengan keluhan epistaksis,
hidung tersumbat, secret hidung, nyeri wajah, pembengkakan di daerah tengah hidung
dan wajah dan rasa kering di hidung. Meskipun lesi ini biasanya terbatas di bagian
tengah hidung dan wajah, sering didapatkan keterlibatan kelenjar getah bening eher dan
sistemik seperti demam, penurunan berat badan dan malaise.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan multimodalitas seperti pemeriksaan
nasoendoskopi, biopsy dan histopatologi, pemeriksaan imunohistokimia atau flow
citomteri.
Biopsi harus dilakukan dengan hati-hati dengan cara membersihkan krusta dan
mengambil jaringan patologis dengan benar di beberapa area sehingga didapatkan hasil
pemeriksaan histopatologis yang akurat.
Pemeriksan radiologis seperti CT Scan hidung dan sinus paranasal sebaiknya disertai
pemeriksaan radiologis thoraks dan abdomen jika dicurigai sudah terdapat keterlibatan
sistemik.
Sampai saat ini pengobatan yang terbaik untuk lethal midline granuloma belum
ditemukan. Kemoterapi dikombinasi dengan radioterapi saat ini masih menjadi modalitas
pilihan meskipun biasanya prognosis yang buruk khususnya pada kasus yang sudah
meluas secara sistemik. Jika terdapat kerusakan midfasial dapat dilakukan terapi
pembedahan dan rekonstruksi.
Granulomatosis Wagener
Granulomatosis wagener merupakan penyakit autoimun multisistemik yang jarang
ditemukan. Manifestasi hidung dan sinonasal sering ditemukan pada jenis penyakit ini.
Prevalensi di US 3 kasus per 100.000 populasi dan predileksi usia tersering antara 35-
55 tahun. Penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui meskipun diketahui
terdapat keterlibatan system imun humoral dan selular. Terdapat komponen autoimun
seperti sitoplasmik antigen within neutrophil (c-ANCA) ketika penyakit menjadi aktif.
Pada gambaran klinis terdapat trias gejala: vaskulitis sistemik, necrotizing granuloma di
saluran nafas dan glomerulonephritis di ginjal. Keterlibatan hidung dapat berupa
mukosa yang mudah berdarah, eritema dan krusta septum. Epifora dapat ditemukan jika
terjadi sumbatan pada duktus nasolacrimal. Penderita biasanya mengeluh hidung
tersumbat, secret hidung, epistaksis, krusta dan nyeri. Keterlibatan THT yang lain
seperti disfonia apabila mengenai laring, otitis media, atau ulserasi mukosa oral.
Penyakit sistemik lainnya dapat ditemukan infiltrate paru, batuk, batuk darah, arthralgia,
gagal ginjal, neuritis, purpura pada kulit. Diagnosis pasti dengan biopsy didapatkan
inflamasi granulomatosa pada dinding arteri dan area perivaskuler atau ekstravaskuler.
Pemeriksaan serologis C-ANCA memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi.
Pemeriksaan radiologis seperti rongent thoraks atau CT scan Thoraks dan SPN dapat
membantu diagnosis.
Pengobatan dengan kortikosteroid yang dikombinasi dengan methotrexate sampai saat
ini menjadi modalitas utama. Pada kasus yang berat kombinasi steroid dengan
cyclophosphamide. Terapi Bedah pada kasus granulomatosis wagener sinonasal yaitu
bedah sinus endoskopi (BSE) , dakcriosistorhinostomy (DCR) atau rekonstruksi hidung.
Prognosis baik jika diagnosis dapat ditegakkan pada stadium awal.
Soal ujian
153. Dalam imunoterapi spesifik (allergen specific immunotherapy), peran sel T regulator
menekan respon Th1 dan Th2 terjadi melalui :
A. Produksi sitokin IL-4, IL-5 dan IL-l3
B. Produksi IL-10 dan TGF-βbailey
C. Supresi produksi imunoglobulin E (IgE)
D. Aktivasi sel-sel pro inflamasi
E. Produksi IL-1 dan IL-10
154. Bambang seorang pelajar laki-laki 17 tahun mengunjungi dokter THT dengan keluhan sudah 3 hari
tenggorokannya nyeri dan badannya demam. Hari terakhir ini nyerinya bertambah hebat sehingga dia tidak dapat
menelan makanan sama sekali, hariya ininuman yang dapat masuk. Pada pemeriksaan dokter menemukan
pembesaran kedua tonsil (T3/T3), sangat hipereinis banyak detritus. Teraba pembesaran kgb leher kanan dan kiri
yang nyeri tekan. Dokter mencatat bahwa Bambang sudah kesekian kalinya berobat dengan penyakit yang sama.
TD 110/75 mmHg, infeksi tonsil Bambang kemungkinan terbesar disebabkan oleh soal dimodifikasi
a) Virus EBV
b) H. Influenza
c) S. pyogenes
d) S. pneumonie
e) M. catarrhalis
155. Pelajar 15 thn, demam 3 hari, nyeri telan hebat 1 hari, bisa mkn bubur halus susah
payah. Tampak menahan sakit, suara muffle, suhu badan 38,5. Tdk trismus, tonsil T3/T3,
detritus +++/+++ hiperemis, uvula udem, ptialismus. Terdapat pembesaran kelenjar leher.
Baru kali ini berobat. Pernah beberapa kali sakit menelan. soal modifikasi
a) tonsillitis streptokokkus
b) abses peritonsil
c) tonsil plaut Vincent
d) difteri tonsil
e) infeksi mononucleosis
156. Pasien dengan hasil pemeriksaan histopatologi anaplastic tiroid datang dengan
keluhan sesak, sudah dilakukan pemeriksaan labor, peeriksaan apa lagi yang anda lakukan
(soal baru)
a. Pet Scan
b. MRI
c. CT scan
d. Ro thorax
e. USG
157. Seorang anak datang dengan keluhan bengkak pada pipi disertai demam, tampak
pembengkakan pada skrotum Terapi yang paling tepat pada kasus diatas :
A. Antibiotik
B. antipiretik dan analgetik
158. Pada imunoterapi subkutan, pemberian secara bertahap karena menghindari reaksi
sistemik
159. Which of statement below is true about ear wax?
a) pH is alkaline in normal healthy canals
b) Need to be removed periodically
c) Contains a bactericidal enzyme dhingra modifikasi
d) Secretion from apocrine
e) Contain of epithelial desquamations
160. Pemeriksaan radiologi posisi Stenver-schuller:
a) Untuk melihat kondisi sinus lateralis
b) Untuk mengetahui adanya fraktur os zigomatikus
c) Dibuat untuk menghindarioverlap antar kedua os mastoid
d) Dapat memberi gambaran penumatisasi kedua prosesus mastoidea
e) Dapat mengidentifikasi adanya sinus trombosis
161. Sindroma gradenigo terdiri dari
a) Nyeri retro orbital, kelumpuhan N VII dan diplopia
b) Nyeri retro orbital, diplopia dan otore profuse dhingra
c) Otore, kelumpuhan N VII dan mastoiditis
d) Kelumpuhan N VII, ptosis dan nyeri retro orbital
e) Kelumpuhan N VII, ptosis dan nyeri retro orbital
162. Mediator kimia eosinofil pada reaksi alergi fase lambat yang berperan penting dalam
kerusakan mukosa:
a) Histamin
b) Fosfolipid
c) Prostaglandin
d) Major basic protein
e) Eosinofil kemotaktik faktor of anaphylaxis
163. Efek imuno terapi spesifik (allergen specific immunotherapy) terhadap sel B dan
sintesis antibodi adalah : (modifikasi, rasio interleukin 4)
a) Supresi produksi imunoglobulin E (IgE)
b) peningkatan produksi immunoglobulin G (IgG)
c) Penurunan ratio IgE/IgG4
d) Apoptosis sel B
e) Supresi produksi IL 10 dan TGF β
164. Berapa jam perhari paparan bising di pekerjaan sebesar 95 dB, menurut OSHA yang
aman bagi kesehataan pendengaran
a) 1 jam
b) 2 jam
c) 3 jam
d) 4 jam
e) 5 jam
166. Pada mastoidektomi radikal
a. Meruntuhkan dinding posterior CAE, preservasi osikel
b. Meruntuhkan dinding posterior CAE, obliterasi tuba eustachius
167. indikasi ORIF:
a. fraktur hidung
b. multipel dan fraktur comminuted
c. fraktur dengan garis fraktur yang segaris
d. fraktur mandibular pd orang tua
e. fraktur wajah kurang dari 12 hari
168. Seorang laki-laki usia 52 tahun datang dengan keluhan terasa ada pasir di mulut sejak
3 hari yang lalu. Tensi 150/90 mmHg. Riwayat penyakit gout (+) sejak 7 tahun yang lalu.
Apa diagnosis pada pasien ini? modul
a) Sialodenitis akut
b) Sialodenitis rekuren kronis
c) Sialodenitis kronis eksaserbasi akut
d) Sialolitiasis
e) Sindroma Frey
169. Pasien laki laki 40 tahun datang dengan keluhan nyeri pada rahang bawah sejak 3 hari yang lalu.
Keluhan disertai dengan timbul benjolan di rahang bawah, kemerahan dan nyeri tekan. Pasien
mengatakan jarang menyikat gigi. Pada pemeriksaan didaptkan tekanan darah130/80mmHg, Nadi 92
x/menit nafas 20 x/menit, suhu 37,4C, tampak benjolan di daerah submandibula ukuran 3x3x4 difus,
kemerahan, kenyal, nyeri bila ditekan. Tatalaksana pada kasus diatas Modul
a) Masase lemah lembut berulang, rehidrasi, kompres air hangat, oral irigasi dengan antiseptik
serta pemberian antimikroba intravena
b) Rehidrasi, kompres air hangat, oral irigasi dengan antiseptik, serta pemberian antimikroba
peroral
c) Masase lemah lembut berulang, rehidrasi, kompres air dingin, pemberian antimikroba peroral
d) Masase lemah lembut berulang, rehidrasi, kompres air dingin, oral irigasi dengan antiseptik
serta pemberian antimikroba peroral
e) Pemberian antimikroba intravena saja
170. Seorang wanita berusia 24 tahun datang dengan keluhan bengkak di pipi kanan sejak
4 hari, terasa nyeri, keluar nanah (+) dari bawah lidah. Penderita juga mengeluhkan
demam. Pada pemeriksaan fisik teraba benjolan pada daerah pipi kanan, benjolan kenyal
dan berwarna kemerahan. Penatalaksanaan awal apa yang dapat dilakukan pada pasien ini
? Modul
a) Aspirasi dan antibiotik
b) Antivirus dan kompres air hangat
c) Masase lembut, kompres air hangat dan oral irigasi
d) Analgetik dan konsul bagian gigi
e) Insisi dan drainase segera
171. Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dibawa ibunya berobat ke Klinik THT dengan
keluhan bengkak pada pipi kanan sejak 3 hari yang lalu. Keluhan disertai demam, lesu, dan
tidak nafsu makan. Anak juga mengeluhkan bengkak pada kantung zakarApakah terapi
yang paling tepat untuk penderita di atas saat ini?Modul
a) Meningkatkan oral higiene
b) Analgetik-antipiretik
c) Antibiotik
d) Antiviral
e) Istirahat
f) Kurangi minum
172. Edukasi pasien parotitis yang dapat dianjurkan adalah, Modul modifikasi
a) Menjaga oral hygiene
b) Bebat tekan
c) Menggunakan antibiotic
d) Masase pada daerah bengkak
173. Soal cerita OSA dengan Tonsil T3-T3 Modified mallampati 3, BMI 25, stadium OSA
berdasarkan Fujita stadium 3
Berdasarkan pemeriksaan fisik dapat ditentukan derajat OSA menurut Fujita.