Anda di halaman 1dari 18

Dr.

Ratna Dewi Artati, SpA


Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran-UNHAS
Imunologi  ilmu yang mempelajari mengenai
kekebalan tubuh.
Dasar fungsi imunologis : menemukan &
mengeliminasi segala sesuatu yang dianggap
asing oleh tubuh  diperankan oleh
kelompok sel yang mempunyai kemampuan :
1. mengenal antigen
2. memberi jawaban yang spesifik
3. membentuk ingatan imunologis.
Imunisasi : cara untuk meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap
suatu antigen, sehingga bila terpajan pada
antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit.
Tujuan Imunisasi  mencegah terjadinya
penyakit tertentu pada seseorang, dan
menghilangkan penyakit tertentu pada
sekelompok masyarakat(populasi) atau
bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari
dunia seperti pada imunisasi cacar variola.
Macam-macam Imunisasi :
- Imunisasi pasif  diperoleh dari luar tubuh,
cth : kekebalan pada janin yang diperoleh dari
ibu atau kekebalan yang diperoleh setelah
pemberian suntikan imunoglobulin, tidak
berlangsung lama.
- Imunisasi aktif  dibuat oleh tubuh sendiri
akibat terpajan pada antigen seperti imunisasi
atau terpajan secara alamiah, berlangsung
lebih lama karena adanya memori imunologik.
Imunisasi wajib (PPI) :
1. BCG :

- diberikan sebelum umur 3 bl  Depkes


(umur 0-12 bl).
- dosis 0,05 ml untuk bayi <1 th dan 0,1
ml untuk anak (>1 th),secara intrakutan
- imunisasi BCG ulangan tidak dianjurkan
2. Hepatitis B (hep B) :
- Imunisasi hep B-1 diberikan sedini
mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah
lahir.
- Imunisasi hep B-2 diberikan setelah 1 bl
(4 mgu) dari hep B-1 yaitu umur 1 bl.
Interval hep B-2 dengan hep B-3 min 2 bl,
terbaik 5 bl, jadi hep B-3 diberikan umur
3-6 bl.
- Bayi lahir dari ibu dengan status HbsAg tidak
diketahui  Hep B-1 diberikan dalam waktu
12 jam set lahir  dilanjutkan umur 1 bl & 3-
6 bl selanjutnya HbsAg ibu menjadi positif
 ditambahkan hep B imunoglobulin (HBIg)
0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari.
- Ibu dengan status HbsAg positif  diberikan
Hep B-1 & HBIg 0,5 ml dalam waktu 12 jam set
lahir.
- Im ulangan (booster) usia 5 th belum
diperlukan.
3. DTP :
- Im DTP primer diberikan 3 x sejak umur 2 bl
dengan interval 4-8 minggu, jadi DTP-1 umur
2 bl, DTP-2 umur 4 bl & DTP-3 umur 6 bl.
- Ulangan DTP diberikan satu tahun set DTP-3
yaitu umur 18-24 bl & DTP-5 umur 5 th, DT-6
umur 12 th.
- Dosis 0,5 ml sec intramuskular.
4. Polio :
- Terdapat 2 vaksin polio :
a.OPV (oral polio vaccine), hidup
dilemahkan, tetes, oral.
b.IPV (inactivated polio vaccine), in-aktif,
suntikan.
- Polio-0 diberikan saat bayi lahir, untuk im
dasar (polio-2,3,4) diberikan umur 2,4 & 6
bl, interval tidak kurang dari 4 minggu.
- Dalam eradikasi polio (Erapo), diperlukan
Pekan Imunisasi Polio (PIN) & semua balita
harus mendapat im OPV tanpa memandang
status im.
- Dosis OPV : 2 tetes per oral.
- Dosis IPV : 0,5 ml, intramuskular.
- Im polio ulangan diberikan 1 th sejak im
polio-4 & saat masuk sekolah (5-6th).
5. Campak :
- Dosis 0,5 ml sec sub-kutan dalam, umur 9
bl.
- Im. Campak dosis kedua pada anak SD
kelas 1 dlm program BIAS.
- Im MMR usia 15-18 bl & ulangan umur 6
th, ulangan campak SD kelas 1 tidak
diperlukan.
Imunisasi yang dianjurkan :
Hib, pneumokokus, influenza, MMR, tifoid,
hep A, varisela, rotavirus dan HPV  belum
masuk dalam program imunisasi nasional
sesuai prioritas.
Definisi : kejadian medik yang berhub dengan
im baik berupa efek vaksin ataupun efek
samping, toksisitas, rx sensitivitas, efek
farmakologis, atau kesalahan program,
koinsidensi, rx suntikan, at hub kausal yang
tidak dapat ditentukan.
Lama pengamatan KIPI dapat mencapai 42 hari
atau bahkan sampai 6 bulan.
b. Reaksi suntikan :
- langsung, mis : nyeri sakit, bengkak &
kemerahan pada tempat
suntikan.
- tidak langsung, mis : rasa takut, pusing,
mual sampai sinkop.
Pencegahan : teknik penyuntikan yang benar,
suasana yang tenang, atasi rasa
takut.
c. Induksi vaksin (reaksi vaksin) :
- reaksi lokal : rasa nyeri, bengkak-kemerahan
pada tempat suntikan, BCG scar
Klasifikasi KIPI :
1. Klasifikasi lapangan :
a. Kesalahan program/teknik pelaksanaan, mis :
dosis antigen (terlalu banyak), lokasi & cara
menyuntik, sterilisasi semprit & jarum suntik,
dll.
Pencegahan : alat suntik disterilkan, menggunakan
pelarut vaksin yang disediakan,
vaksin yang sudah dilarutkan segera
dibuang set 6 jam, lemari pendingin
tidak boleh ada obat lain selain
vaksin.
- reaksi sistemik : demam, iritabel, malaise, gejala
sistem, pembengkakan kel parotis,
nyeri sendi & pembengkakan kel
limfe (mumps).
- reaksi vaksin berat : kejang, trombositopeni,
anafilaksis & ensefalopati.

Pencegahan : perhatikan indikasi kontra, vaksin hidup


tidak diberikan pada anak dengan def
imunitas, ortu diajar menangani rx
vaksin ringan, berikan parasetamol,
mampu mengatasi rx anafilaksis.
d. Faktor kebetulan (koinsiden)  terjadi secara
kebetulan setelah imunisasi.
e. Penyebab tidak diketahui.

2. Klasifikasi kausalitas :
- tidak terdapat bukti hub kausal
- bukti tidak cukup untuk menerima atau
menolak hub kausal
- bukti memperkuat penolakan hub kausal
- bukti memperkuat penerimaan hub kausal
- bukti memastikan hub kausal

Anda mungkin juga menyukai