Anda di halaman 1dari 19

Konsep Perawatan Resusitasi

Bayi Baru Lahir


Disusun untuk Memenuhi Mata Kuliah Keperawatan Maternitas
Dosen Pengampu: Ns. Siti Riskika, S.Kep.
Resusitasi ialah segala usaha untuk mengembalikan fungsi
sistem pernafasan, peredaran darah dan otak yang terhenti
atau terganggu sedemikian rupa agar kembali normal seperti
semula.

DEFINISI
• Merangsang pernafasaan awal
• Mencegah asfiksia progresif
• Memberikan ventilasi yang adekuat
• Pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk
menyalurkan oksigen kepada otak, jantung dan alat-alat
vital lainnya

TUJUAN
Terhentinya sistem pernafasan secara tiba-tiba yang dapat
disebabkan karena:
Penyumbatan jalan nafas:
• Aspirasi cairan getah lambung atau benda asing.
• Sekresi air yang terdapat di jalan nafas, seperti pada
tenggelam, odema paru, lendir yang banyak.
• Edema atau spasme saluran pernafasan sebelah atas
dan/atau sebelah bawah.
• Kelainan anatomik, misalnya atresia Choanal.

ETIOLOGI
• Pernafasan
Nafas tersengal-sengal berarti nafas tidak efektif dan perlu tindakan,
misalnya apneu. Jika pernafasan telah efektif yaitu pada bayi normal
biasanya 30 – 50 x/menit dan menangis, kita melangkah ke penilaian
selanjutnya.
• Denyut jantung – frekuensi
Apabila penilaian denyut jantung menunjukkan bahwa denyut
jantung bayi tidak teratur. Frekuensi denyut jantung harus > 100
per menit.
• Warna Kulit
Apabila penilaian warna kulit menunjukkan bahwa warna kulit bayi
pucat atau bisa sampai sianosis. Setelah pernafasan dan frekuensi
jantung baik, seharusnya kulit menjadi kemerahan.

TANDA- TANDA RESUSITASI DIPERLUKAN


Persiapan Keluarga
• Sebelum menolong persalina, bicarakan dengan keluarga
mengenai kemunginankemungkinan yang terjadi pada ibu dan
bayinya dan persiapan persalinan.
Persiapan Tempat Resusitasi
Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat
resusitasi:
• Gunakan ruangan yang hangat dan terang.
• Tempat resusitasi hendaknya datar, rata, keras, bersih, kering
dan hangat misalnya meja, dipan atau di atas lantai beralas
tikar. Sebaiknya dekat pemancar panas dan tidak berangin
(jendela atau pintu yang terbuka).

PERSIAPAN RESUSITASI
BAYI BARU LAHIR
Persiapan Alat Resusitasi
• Sebelum menolong persalinan, selain menyiapkan alat-alat persalinan juga harus disiapkan alat-
alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu:
• Kain ke-1: untuk mengeringkan bayi
• Kain ke-2: untuk menyelimuti bayi
• Kain ke-3: untuk ganjal bahu bayi
• Alat penghisap DeLee atau bola karet
• Alat ventilasi:
• Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup dengan katup pengatur tekanan. Jika mungkin
sungkup dengan bantalan udara untuk bayi cukup bulan dan prematur.
• Kotak alat resusitasi
• Sarung Tangan
• Jam atau pencatat waktu
• Alat Penghisap Lendir DeLee
• Bola Karet Penghisap
• Tabung dan Sungkup
• Balon dan Sungkup
• Bagian-Bagian Balon dan Sungkup:
1. Pintu masuk udara & tempat memasang reservoar O2
2. Pintu masuk O2
3. Pintu keluar O2
4. Susunan katup
5. Reservoar O2
6. Katup pelepas tekanan (pop-off valve)
7. Tempat memasang manometer (bagian ini mungkin tidak ada)
Persiapan diri
• Lindungi dari kemungkinan infeksi dengan cara:
• Memakai alat pelindung diri pada persalinan (celemek
plastic, masker, penutup kepala, kaca mata, sepatu
tertutup).
• Melepaskan perhiasan, cincin, jam tangan sebelum cuci
tangan.
• Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau
dengan campuran alcohol dan gliserin.
• Mengeringkan dengan kain/tisu bersih.
• Menggunakan sarung tangan sebelum menolong
persalinan.
• Tahapan I : tunjangan hidup dasar (‘Basic life support’
A, B, C)
• Tahapan II : tunjungan hidup lanjutan (‘Advanced life
support’ D,E,F)
• Tahapan III : tunjungan hidup terus menerus (‘Prolonged
life support’ G, H, I)

TINDAKAN RESUSITASI
• Tunjangan Hidup Dasar (‘Basic Life Support’ A-B-C)
Tunjangan hidup dasar terdiri atas usaha yang segera untuk
menunjang terjaminnya jalan nafas (‘Airway’) yang tetap terbuka
dan lancar, pernafasan buatan dan oksigenasasi yang mencukupi
(Breathing) serta mengembalikan peredaran (Circulation) yang
terhenti sehingga berjalan kembali.
• ‘Airway’ (Jalan Nafas)
1. Pembersihan jalan nafaas
Jalan nafas diperiksa kemudian kepala dimiringkan ke satu sisi
sehingga cairan yang mungkin terdapat di ruang orofaring dapat
keluar dengan sendirinya.
2. ‘Sniffing position’
Segera setelah yakin jalan nafas bersih, anak diletakkan dalan
‘Sniffing position’. Hal ini dilakukan dengan mengganjal bahu pada
penderita yang ditelentangkan, kemudian kepala ditarik kebelakang
sehingga leher dalam posisi hiperektensi. Tindakan ini dilakukan
untuk mencegah jatuhnya lidah ke belakang sehingga menekan
dinding faring bagian belakang yang akan menutupi jalan nafas.
3. ‘Artificial Airway’
• Apabila dengan cara tadi pembebasan jalan nafas masih belum memuaskan, maka dapat dibantu
dengan memasang alat jalan nafas berupa ‘nasooropharungeal airway’ (Guedel) untuk mencegah
terhalangnya jalan oleh lidah. Ukuran yang digunakan hendaknya disesuaikan pula dengan besar
anak. Pemasangan oropharyngeal airway (Guedel) pada bayi dan anak sangat menguntungkan oleh
karena lidah anak relatif besar daripada orang dewasa sehingga mudah sekali menutup jalan nafas.
4. Intubasi Endotrakeal
• Mulut dingangakan dengan jari-jari tangan kanan dan dengan tangan kiri kemudian ujung daun
laringoskop dimasukkan di atas lidah pada sudut mulut sebelah kanan. Daun laringoskop didorong
ke dalam mulut ke arah tenggorok, sambil menggeser lidah anak ke sebelah kiri ruang mulut.
Rahang bawah didorong ke bawah dengan menarik laringoskop sesuai dengan sumbu pegangnya
(‘handle’), sehingga terlihat epiglotis. Apabila digunakan daun laringoskop yang lurus, maka
dengan ujung daun laringoskop epiglotis diangkat ke arah anterior, dan apabila digunakan daun
laringoskop yang lengkung diletakkan di sebelah depan epoglotis dan mendorongnya lebih ke
anterior. Dengan cara demikian makan akan tampak pita suara dan lubang tenggorok. Dengan
tangan kanan, tabung endotrakeal yang sesuai dengan besarnya anak dimasukkan 5-7 cm, pada
bayi 1-2 cm. Pada orang dewasa dan anak besar digunakan tabung endotrakeal dengan balon,
sedang pada anak di bawah umur 5 tahun tanpa balon.
5. Krikotirotomi (‘Cricothyrotomy’)
• Tindakan ini dapat dilakukan dengan menggunakan sebuah pisau atau jarum yang cukup besar. Hal
ini sangat berguna pada penyumbatan jalan nafas sebelah ataas, seperti difteria, laringitis akut.
Mengingat bahaya yang dapat timbul sebagai akibat terlukanya laring, maka tindakan ini
merupakan cadangan apabila memang tidak ada jalan lain untuk membebaskan jalan nafas.
6. Trakeostomi
• Tindakan trakeostomitidak dipertimbangkan sebagai tindakan untuk reoksigenasi dalam keadaan
darurat, akan tetapi merupakan suatu tindakan operasi berencana untuk mendapatkan jalan nafas
buatan untu jangka waktu yang lebih lama.
• ‘Breathing’ (Pernafasan)
Pernafasan buatan segera harus dilakukan setelah jalan nafas
bebas. Metode yang dianjurkan pada pemberian pernafasan
buatan ialah melakukan pemberian tekanan positif secara
intermiten ke dalam paru. Pernafasan buatan ini dapat
diberikan dengan udara ekspirasi si penolong udara biasa, zat
asam, atau campuran.
Ada beberapa cara melakukan pernafasan buatan yaitu:
1. Pernafasan mulut ke mulut atau hidung
Penderita dipertahankan dalam “sniffing position’, si penolong
menghirup nafas dalam dan meniupkan udara melalui mulutunya
ke dalam mulut atau hidung penderita. Pernafasan buatan dengan
mulut ke mulut pada anak dan remaja ini tidak berbeda seperti
pada orang dewasa, kecuali volume tiupan udara harus
disesuaikan dengan ukuran anak.
• ‘Circulation’ (Peredaran darah)
Seperti telah dikemukakan tadi, pertama kali si penolong
harus memberikan dahulu pernafasan buatan 3-4 kali, baru
memeriksa apakah ada peredaran darah atau tidak. Apabila
peredaran darah terhenti pula, maka segera diberikan
bantuan sirkulasi dengan tetap mempertahankan posisi, dan
memberikan bantuan pernafasan secara bergantian. Bantuan
sirkulasi buatan dapat berbentuk:
• Kompresi jantung dari luar dengan tangan (‘manual
external cardiac compression’)
• Kompresi jantung dari luar dengan mesin
• ‘Precordial thump’
• Kompresi jantung dari dalam
Tunjangan Hidup Lanjutan (‘Advanced Life Support’
D-E-F)
• ‘Drugs’ (Obat-obatan)
Obat Dosis inisial
NaHCO3 (1meq/cc) 1-2 meq (1-2 cc) / kgBB
Epinefrin 1 : 10.000 10 mcg (0,1 cc) / kgBB
Atropin (1,0 mg/cc) 0,02 mg (0,02 cc) / kgBB
Calcium Chlorida 10% 10-20 mg (1-2 cc) / kgBB
Lidocaine 2% 1 mg (0,05 cc) / kgBB
Dopamine (40mg/cc)
60 mg (1,5 cc) dalam 100cc 0,5-1 cc / kgBB/ jam
larutan glukosa 5% - 5-10 mcg / kgBB/ jam
- 600 mcg/cc
Isoproterenol 1:5000
0,6 mg (3cc) dalam 100cc larutan 0,5-1 cc / kgBB/ jam
glukosa 5% - 6 mcg/cc - 0,05-0,1 mcg / kgBB/ jam
Epinefrin 1:1000
6 mg (6 cc) dalam 100cc larutan 1 cc / kgBB/ jam
glukosa 5% - 60 mcg/cc - 1 mcg / kgBB/ jam
Lidocaine 4%
120 mg (3cc) dalam 100cc 1 cc / kgBB/ jam
larutan glukosa 5% - 1200 mcg/cc - 20 mcg / kgBB/ menit
Defibrilasi 2 Watt-detik / kgBB
• ‘Electrocardiogram’
Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) harus segera dilakukan
untuk membuat diagnosis apakah terhentinya peredaran darah
disebabkan karena asistol, fibrilasi ventrikel atau kolaps
kardiovaskular. Oleh karena kompresi pada tulang dada akan
menyebabkan artefak pada EKG, maka kompresi terpaksa
dihentikan sebentar pada waktu dibuat rekaman. Akan lebih
baik lagi apabila EKG dapat dimonitor dengan menggunakan
‘oscilloscope’.
• ‘Fibrillation traetment’
Defribilasi pada anak dilakukan dengan teknik dan alat yang
sama dengan orang dewasa, akan tetapi elektroda yang
digunakan berukuran lebih kecil, disesuaikan dengan besarnya
anak. Tenaga yang diperlukan untuk itu adalah sebesar 2-3
joules (‘Watt-second’) per kg berat badan dan apabila tidak
berhasil, tenaga dapat dinaikkan 2 kali lipat.
Tunjangan Hidup Terus-menerus (‘Prolonged Life Support’
G-H-I)
• ‘Gange’ (Evaluasi)
Tindakan selanjutnya yang dilakukan ialah melakukan monitoring
keadaan penderita, terutama yang berhubungan dengan
kegawatannya, dan dilakukan pemerikasaan untuk mengadakan
evaluasi keadaan penderita, mencari penyebab keadaan gawat tadi
dan mengobatinya. Selain itu, dievaluasi apakah resusitasi yang
dilakukan berhasil dan dapat dilanjutkan dengan pengobatan
selanjutnya.
• ‘Humanization’
‘Humanization’ : dalam hal ini kita diingatkan kembali bahwa
korban harus diperlakukan seperti manusia dan mendapat perawatan
intensif.
• ‘Intensive Care’
Setelah pertolongan pertama tadi berhasil penderita dirawat di Ruang
perawatan intensif (‘Intensive care unit’) untuk mendapat bantuan
pernafasan lebih lanjut dan pengobatan intensif lainnya. Untuk
mencegah terjadinya kerusakan otak yang menetap, pada penderita
dilakukan resusitasi otak.
Asuhan pasca resusitasi diberikan sesuai dengan BBL
setelah menerima tindakan resusitasi dan dilakukan pada
keadaan:
• Resusitasi belum / kurang berhasil: bayi perlu
rujukan yaitu sesudah resusitasi 2 menit belum
bernapas atau megap-megap atau pada pemantauan
didapatkan kondisinya memburuk.
• Resusitasi tidak berhasil: sesudah resusitasi 10 menit
dihitung dari bayi tidak bernapas dan detak jantung 0.

Asuhan Pascaresusitasi
Perawatan setelah resusitasi berhasil, yaitu:
• Letakkan bayi di bawah pemancar panas sampai
kondisinya stabil.
• Ukur suhu aksila:
1. Jika < 36,50C, hangatkan bayi kembali;
2. Jika suhu normal, lanjutkan perawatan yang telah diperoleh
bayi sebelum resusitasi.
 Jika terjadi gangguan nafas lagi (frekuensi nafas >60 kali/
menit atau < 30 kali/ menit, sianosis sentral, tarikan dinding
dada atau suara merintih saat ekspirasi), kelola sebagai
kesulitan bernafas.
TERIMAKASIH 

Anda mungkin juga menyukai