Anda di halaman 1dari 44

Actio Pauliana dan Perjumpaan Utang

Istilah & Definisi


 Kata-kata Actio Pauliana berasal dari Romawi yang maksudnya menunjuk
kepada semua upaya hukum yang digunakan guna menyatakan batal
tindakan debitur yang memindahkan hak atas sebagian kekayaannya atau
dengan cara lain yang merugikan para krediturnya

 Istilah
Claw Back atau Annulment of Preferential Transfer

 Definisi
Suatu upaya hukum untuk membatalkan perbuatan hukum yang dilakukan
oleh debitur untuk kepentingan debitur yang dapat merugikan
kepentingan para krediturnya

 Actio Pauliana adalah hak yang diberikan kepada seorang kreditur untuk
memajukan dibatalkannya segala perbuatan hukum yang tidak diwajibkan
untuk dilakukan oleh debitur tersebut, sedangkan debitur tersebut
mengetahui bahwa dengan perbuatannya itu kreditur dirugikan
2
Tujuan

 Melindungi hak kreditur

 Membatasi perbutan hukum debitur pailit

 Melindungi harta-harta debitur pailit untuk tidak


disalahgunakan oleh debitur atau pihak ketiga

3
Pengaturan Dalam BW
 Pasal 1131 BW
Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian
hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.

 Pasal 1341 BW
…, tiap orang berpiutang boleh mengajukan batalnya segala perbuatan
yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh si berutang dengan nama
apapun juga, yang merugikan orang orang berpiutang, asal dibuktikan,
ketika perbuatan dilakukan, baik siberutang maupun orang dengan atau
untuk siapa si berutang itu berbuat,mengetahui bahwa perbuatan itu
membawa akibat yang merugikan orang yang berpiutang

4
Rumusan Pasal 1341 ayat (3) BW
Secara implisit Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengakui adanya
dua macam tindakan hukum yang tidak diwajibkan tersebut, yaitu :
1. Tindakan hukum yang dilakukan atau lahir sebagai akibat dari suatu
perjanjian yang bertimbal balik;
2. Tindakan hukum yang bersifat sepihak.

 Khusus untuk tindakan yang dilakukan dengan cuma-cuma oleh debitor,


maka pembatalan terhadap perbuatan hukum tersebut dapat dimohonkan
jika kreditor dapat menunjukkan bahwa pada saat tindakan tersebut
dilakukan, debitor mengetahui bahwa dengan cara demikian dia akan
merugikan para kreditor, tak perduli apakah orang yang diuntungkan
dengan tindakan hukum tersebut juga mengetahui hal tersebut atau
tidak.

 Hak-hak yang diperoleh pihak ketiga dengan itikad baik atas kebendaan
yang menjadi obyek dari tindakan yang dapat dibatalkan tersebut harus
tetap dihormati.

5
Syarat Actio Pauliana (1)
1. Untuk kepentingan harta pailit

2. Perbuatan hukum debitur yang merugikan kreditur

3. Dimintakan pembatalan

4. Perbuatan yang dilakukan sebelum penetapan pailit

5. Harus dapat dibuktikan bahwa perbuatan hukum tersebut


mangakibatkan kerugian bagi kreditur

6
Syarat Actio Pauliana (2)
6. Debitur tersebut telah dinyatakan pailit (syarat tidak cukup jika terhadap
debitur tersebut hanya diberlakukan penundaan kewajiban membayar
hutang)

7. Kecuali dalam hal-hal berlaku pembuktian terbalik, dapat dibuktikan


bahwa pada saat perbuatan hukum tersebut dilakukan, debitur tersebut
mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum
tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur

8. Pengecualian terhadap perbuatan hukum yang wajib dilakukanya


berdasarkan perjanjian atau karena undang-undang (membayar pajak)

9. Ada detrimental effect terhadap kreditur akibat tindakan debitur tersebut

7
Elemen Perbuatan Hukum

 Berbuat sesuatu, dan


 Mempunyai akibat hukum.

Melakukan sesuatu yang tidak mempunyai akibat hukum


atau tidak melakukan sesuatu tetapi mempunyai akibat
hukum tidak dianggap sebagai suatu perbuatan hukum
sehingga tidak terkena actio pauliana.

8
Tindakan Yang Tidak Dapat Dibatalkan

Tindakan yang tidak dapat dibatalkan dengan Actio Pauliana


karena tidak memenuhi elemen "suatu perbuatan hukum”
antara lain :

(a) Debitur memusnahkan asetnya.

(b) Debitur menolak menerima sumbangan atau hibah.

(c) Debitur tidak mengeksekusi (tidak memfinalkan) suatu


kontrak yang sudah terlebih dahulu diperjanjikannya.

9
Perbuatan Yang Diwajibkan,
Namun Masih Dapat Dibatalkan

 Apabila dapat dibuktikan bahwa si penerima pembayaran


mengetahui bahwa pada saat dibayarnya utang tersebut oleh
debitur, kepada debitur tersebut telah dimintakan pernyataan
pailit, atau pelaporan untuk itu sudah dimintakan

 Apabila pembayaran utang tersebut akibat kolusi antara


kreditur dengan debitur yang dapat memberikan
keuntungan kepada debitur tersebut melebihi dari kreditur-
kreditur lainnya.

10
Tindakan yang dianggap "tidak diwajibkan
 Memberikan jaminan kepada kreditur yang tidak
diharuskan.

 Membayar hutang yang belum jatuh tempo.

 Menjual barang-barang kepada krediturnya diikuti dengan


kompensasi (set off) terhadap harga barang tersebut.

 Membayar hutang (sudah jatuh tempo atau belum) tidak


secara tunai, misalnya dibayar dengan barang.

11
Perbuatan Yang Merugikan Kreditur
 Penjualan barang yang harganya di bawah harga pasar.

 Pemberian suatu barang sebagai hibah atau hadiah.

 Melakukan sesuatu yang dapat menambah kewajiban atau


beban kepada harta pailit. (memberikan garansi oleh anak
perusahaan) kepada hutang yang diambil oleh perusahaan
holding.

 Melakukan sesuatu yang dapat menyebabkan kerugian


terhadap rangking kreditur. (memberikan pembayaran hutang
atau jaminan hutang terhadap kreditur tertentu saja.)

12
Doktrin Actio Pauliana
1. Diketahui, atau

2. Patut diduga oleh pihak debitur dan pihak ketiga, bahwa perbuatari
tersebut merugikan (prejudicial) terhadap pihak kreditur.

 Perbuatan pemberian hadiah atau hibah, terhadap pihak ketiga yang


menerima hadiah atau hibah tersebut tidak disyaratkan unsur
"mengetahui atau patut menduga" bahwa perbuatan pemberian hibah
atau pemberian hadiah tersebut merugikan pihak kreditur.

 Perbuatan mengetahui atau patut menduga tersebut hanya


dipersyaratkan untuk pihak pemberi hibah atau hadiah saja.

 Apabila dilakukan dalam waktu satu tahun, berlaku beban pembuktian


terbalik.

 Apabila perbuatan tersebut dilakukan dalam waktu satu tahun, oleh


hukum di asumsikan bahwa perbuatan tersebut diketahui atau patut
diketahui merugikan kreditur. 13
Prinsip Pembuktian Terbalik
(unsur "mengetahui" atau "patut mengetahui“)

 Perbuatan tersebut dilakukan dalam jangka waktu satu tahun


sebelum putusan pernyataan pailit ditetapkan. Sehingga
dalam hukum kepailitan hal ini dikenal dengan "Hukum Anti
Perebutan Menit Terakhir" (Anti Last Minute Grab Rule).

 Perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan oleh debitur.

 Hanya berlaku untuk perbuatan-perbuatan tertentu atau


perbuatan dalam hal-hal tertentu saja

14
Perbuatan Hukum
Yang dimaksud dengan perbuatan hukum adalah
setiap tindakan dari debitur yang mempunyai akibat
hukum.

Contoh : Apabila debitur menjual melakukan hibah


atas hartanya, baik perbuatan tersebut bersifat
timbal balik (jual beli) ataupun bersifat unilateral
(hibah, atau waiver).

15
Jenis Perbuatan Hukum
Yang Dianggap Harus Diketahui

 Merupakan perikatan di mana kewajiban debitur jauh melebihi


kewajiban pihak-pihak dengan siapa perikatan tersebut dilakukan.

 Merupakan pembayaran atas, atau pemberian jaminan untuk


utang yang belum jatuh tempo dan belum dapat ditagih.

 Dilakukan dengan pihak yang terafiliasi dengan debitur pailit


sebagaimana diterangkan dalam UU Kepailitan.

Jangka waktu perbuatan yang dilakukan dalam 1 tahun sebelum


penetapan putusan pailit
(Dalam Faillissementsverordering jangka waktu 40 hari )

16
Perbuatan Hukum Yang Dilarang

 Debitur perorangan dengan individu

 Debitur Badan Hukum terhadap individu

 Debitur Badan Hukum terhadap Badan hukum lain

17
Debitur Perorangan terhadap individu

 Dilakukan oleh debitur perorangan terhadap anggota


keluarga atau

 Terhadap badan hukum yang sahamnya dimiliki oleh


debitur atau keluarganya > 50%

18
Debitur Badan Hukum terhadap Individu

 Terhadap Anggota Direksi atau pengurus atau keluarga


anggota direksi atau pengurus sampai derajat ketiga

 Perorangan atau bersama sama langsung atau tidak


langsung yang memiliki kepemilikan saham >50%

 Perorangan atau keluarga yang memiliki saham dengan


modal disetor >50%

19
Debitur Badan Hukum Terhadap Badan Hukum

 Perorangan anggota direksi yang sama dalam kedua badan


hukum tersebut

 Salah Satu Keluarga yang merupakan anggota direksi atau


pengurus dari Badan hukum lain

 Salah satu Keluarga yang memiliki saham dalam modal


disetor dalamBadan Hukum lainnya

20
Pelarangan Hibah

 Hibah dapat dimintakan pembatalan

 Kurator harus membuktikan bahwa perbuatan hukum


tersebut mengakibatkan kerugian kreditur

 Penerima hibah tidak harus mengetahui adanya perbuatan


hukum yang dilarang

21
Konsekuensi Terhadap Pihak Ketiga

 Kreditur dapat mengajukan bantahan terhadap penerimaan


penerimaan yang dilakukan oleh debitur kepada pihak lain

 Pihak ketiga wajib mengembalikan harta yang telah


didapatkannya atau di oper-alihkan

 Apabila harta tersebut tidak dapat dikembalikan maka pihak


ketiga wajib memberikan ganti rugi.

 Pihak ketiga yang beritikad baik dilindungi oleh undang


undang

22
Kekayaan Yang Tidak Termasuk Harta Pailit

 Ranjang dan Pakaian

 Peralatan yang digunakan seorang pekerja dalam


perusahaannya

 Uang atau gaji tahunan yang tidak dapat disita oleh pewaris
atau penjamin

 Hak cipta

 Upah, honorarium atau pensiun (sejauh ditentukan oleh


hakim

 Biaya anak debitur pailit


23
Akibat Hukum Pemberlakuan Actio Pauliana

 Perbuatan hukum tersebut dapat dimintakan pembatalannya


oleh pihak kurator dari si debitur pailit.

 Jika debitur menjual suatu barang secara yang dapat


dikenakan Actio Puliana, maka jual beli tersebut dibatalkan,
dan barang tersebut harus dikembalikan kepada si debitur
pailit.

 Jika barang tersebut karena sesuatu dan lain hal tidak dapat
dikembalikan lagi, pihak pembeli wajib memberikan ganti rugi
kepada kurator.

24
Contoh Kasus A
 A adalah pemegang saham dan direktur PT X Perusahaan Penghancur
Bangunan dan direktur pemegang saham besar PT X Perusahaan
Kontraktor Bangunan.

 Perusahaan penghancur bangunan itu mulai memburuk keadaannya dan


terancam kepailitan.

 Aktiva perusahaan yang penting dialihkan berdasarkan alas-hak penjualan


ke perusahaan kontraktor bangunan. Hal ini merupakan tindakan-hukum
takwajib yang bersisi-banyak.

 Jika PT X Perusahaan Penghancur Bangunan dinyatakan pailit, kurator


dapat membatalkan perjanjian jual beli itu apabila ia membuktikan bahwa
baik PT Perusahaan Penghancur Bangunan Jansen maupun PT Kontraktor
Bangunan Jansen mengetahui atau seharusnya mengetahui bahwa para
kreditur dari perusahaan penghancur bangunan itu akan dirugikan oleh
transaski itu.

25
Montana Caravan BV
HR 22 Mei 1992, NJ 1992, 526
 Debitor menjual sebuah barang dengan harga yang pada dasarnya wajar.

 Pembeli menyetor uang pembayaran ke rekening bank debitor yang sudah


minus, sehingga status debet si debitor pada bank itu berkurang.

 Setelah kepailitan debitor, kurator mengajukan Actio Pauliana.

 Pembeli barang membela diri dengan menyatakan bahwa terjadi hal yang
merugikan, mengingat ia membayar dengan harga yang wajar.

 Pembelaan ini tidak diterima: tanpa adanya transaksi yang bersangkutan,


barang itu akan masih tetap ada untuk dicairkan oleh kurator untuk
kepentingan para kreditur secara bersama, dengan demikian kreditor
merasa dirugikan atas kemungkinan mereka untuk mendapat pelunasan

26
Montana Caravan BV
HR 22 Mei 1992, NJ 1992, 526
 Pembayaran uang penjualan itu hanya mengakibatkan bahwa status debet
rekening bank si debitor berkurang.

 Hal tersebut tidak menyebabkan terjadinya kemungkinan yang lebih besar bagi
kreditur untuk memperoleh pelunasan.

 Dalam kenyataannya hanya bank saja yang diuntungkan.

 Hal yang menarik perhatian di dalam prosedur ini adalah bahwa pembeli menjadi
penjamin bagi fasilitas kredit yang diberikan bank kepada debitor.

 Hoge Raad tidak memasukkan hal ini dalam butir pertimbangan putusannya.

 Arrest ini banyak dikritik orang.


 Putusan Hoge Raad ini dapat menjadi sebuah batu sandungan bagi
penyelamatan perusahaan-perusahaan dari kepailitan, karena berdasarkan
arrest ini pembeli dapat dihadapkan pada Actio Pauliana yang dilakukan oleh
kurator
27
'Kantharos van Stevensweert'
HR 19 Juni 1959. NJ 1960, 59

 Penjualan 'Kantharos van Stevensweert' sebesar f


125.

 Pembeli dan penjual sama-sama bersepakat


menurunkan nilai sebuah bejana perak.

 Apabila tidak lama setelah itu si penjual dinyatakan


berada dalam keadaan kepailitan, kuratornya dapat
menggunakan Actio Pauliana mengenai dugaan
adanya pengetahuan mengenai hal yang merugikan.

28
Kasus Actio Pauliana
 PNI.JAP.38.1999.N , PNI.JAP.3.2000.ACP , K.RI.16.2000.N , PK.RI.12.2000.N

 PT Hanil Leasing Finance et.al. (bersama-sama: Kreditur) mengajukan


permohonan pailit terhadap PT. Fiskaragung Perkasa, Tbk (PT.FP), karena PT. FP
tidak membayar hutangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih sehubungan
dengan penerbitan Medium Term Note. PT.FP kemudian mengajukan permohonan
PKPU dengan alasan bahwa PT.FP masih mempunyai kemampuan material untuk
membayar hutang. Salah satu cara yang ditempuh adalah melakukan right issue,
sebagaimana disyaratkan oleh Kreditur. Untuk itu, PT. FP akan segera
menyampaikan rencana perdamaian pada saat sidang selanjutnya, dimana dengar
pendapat atas laporan hakim pengawas, pengurus dan kreditur akan diadakan.
Sesuai dengan ps.214 (2) UUK, Majelis Hakim Niaga berpendapat bahwa
permohonan PKPU itu harus dipenuhi segera. Permohonan PKPU sementara
dikabulkan

 Setelah diberikannya permohonan PKPU sementara, ternyata dalam putusan


kasasi mengenai perkara ini dengan rol perkara No.16/K/N/2000 tanggal 8 Juni
2000 disebutkan bahwa permohonan pailit yang diajukan oleh Kreditur terhadap
PT. FP dikabulkan

29
 Tuti Simorangkir (TS) sebagai Kurator PT.FP mengajukan permohonan Actio Pauliana
terhadap PT.FP dan PT. Catnera International Limited (PT.CIL), karena TS menduga adanya
kecurangan dalam suatu perjanjian kredit dengan PT.CIL.

 Berdasarkan perjanjian itu, PT.FP menerima fasilitas kredit dari PT.FP dan memberikan
asetnya sebagai jaminan kepada PT.CIL.

 Pemberian jaminan itu telah melanggar ketentuan yang diatur berdasarkan perjanjian-
perjanjian kredit dengan kreditur lain, yang masing-masing melarang PT.FP untuk
memberikan asetnya sebagai jaminan kepada pihak ketiga.

 Menurut TS, tindakan demi kepentingan PT.CIL itu dapat merugikan harta pailit yang
dimaksud dalam ps.41 dan ps.42 UUK. Tindakan actio pauliana ini bertujuan untuk
membatalkan tindakan PT.FP itu.

 PT.CIL berdalih bahwa pemberian fasilitas kredit berdasarkan perjanjian kredit itu
dilaksanakan 1 (satu) tahun sebelum PT.FP dinyatakan pailit. Sehingga sesuai dengan ps.42
UUK beban untuk membuktikan adanya pengetahuan terjadinya kerugian berada dipihak
PT.FP.

 Selain itu, aset yang diberikan oleh PT.FP kepada PT.CIL sebagai jaminan telah dinyatakan
bebas dari segala beban atau jaminan.

 Majelis Hakim Niaga sependapat dengan PT.CIL dan menganggap PT.CIL sebagai kreditur
separatis dari PT.FP. Permohonan Actio Pauliana ditolak.

 TS mengajukan permohonan kasasi atas putusan Majelis Hakim Niaga mengenai penolakan
permohonan Actio Pauliana yang diajukan olehnya terhadap PT.CIL.
30
 Menurut TS Majelis Hakim Niaga telah salah menerapkan hukum.

 Menurut Majelis Hakim Kasasi, terlepas dari keberatan-keberatan yang diajukan


TS termasuk ternyata perjanjian kredit antara PT.FP dengan PT.CIL adalah dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum PT.FP dinyatakan pailit; bukan sebelum 1
(satu) tahun, seperti yang dikatakan oleh PT.CIL

 Majelis Hakim Niaga telah lalai dalam menilai persyaratan formil dari permohonan
Actio Pauliana yang diajukan oleh TS.

 Seharusnya PT.FP tidak dijadikan sebagai termohon I dan tidak diwakili oleh
mantan Komisaris PT.FP yang menerima kuasa dari mantan Presiden Direktur
PT.FP, melainkan seharusnya diwakili oleh TS, Kurator PT.FP, yang menurut
hukum adalah sebagai wakil yang sah dari PT.FP yang sudah dinyatakan pailit.

 Sehingga Majelis Hakim Kasasi berkesimpulan bahwa tidak lah tepat bila seorang
kurator menuntut atau menggugat pihak yang diwakilinya. Seharusnya yang
ditarik dalam perkara Actio Pauliana adalah hanya PT.CIL saja.

Permohonan kasasi dikabulkan.


Permohonan Actio Pauliana ditolak.
31
 TS mengajukan permohoan PK atas putusan MA di atas dengan alasan
bahwa Majelis Hakim Kasasi telah salah menerapkan hukum.

 Menurut TS, keputusan Majelis Hakim Kasasi yang menyatakan TS tidak


dapat menuntut PT.FP yang seharusnya diwakilinya adalah salah.

 Sesuai dengan ps.24 (1) UUK, kurator mempunyai hak dan wewenang
penuh untuk mengajukan suatu tuntutan hukum kepada siapapun
(termasuk tetapi tidak terbatas pada debitur) sepanjang menyangkut
kekayaan si pailit.

 Kesalahan lain adalah dengan mengingat pokok perkara kasasi yang


diajukan oleh TS belum diperiksa, bila memang benar tidak terpenuhinya
persyaratan formil dari permohonan Actio Pauliana itu, maka Majelis
hakim Kasasi seharusnya memutuskan bahwa permohonan itu tidak dapat
diterima.

 Bukan malahan menolak permohonan itu.

32
Akibat hukum dari 2 (dua) putusan itu adalah sangat berbeda.

 Yang pertama berakibat permohonan Actio Pauliana tidak dapat diajukan kembali.

 Sedangkan yang kedua pengajuan kembali dapat dilakukan. TS pun berkeberatan


pula sikap Majelis Hakim Kasasi yang tidak memperhatikan pokok perkara kasasi
yang diajukan olehnya.

 Padahal apa yang diperkarakan olehnya adalah benar, yaitu bahwa transaksi
pemberian fasilitas kredit oleh PT.CIL kepada PT.FP dapat merugikan harta pailit.

 Majelis Hakim PK sependapat dengan PT.FP. Majelis Hakim PK berkesimpulan


bahwa dengan memperhatikan ps.284 (2) UUK, permohonan permohonan
pembatalan perbuatan hukum PT.FP yang telah dinyatakan pailit sebagaimana
yang dimaksud dalam ps.41 UUK tidak dapat diajukan ke P. Niaga, melainkan ke
Pengadilan Negeri menurut ketentuan Hukum Acara Perdata yang berlaku bagi
Pengadilan Negeri.

 Permohonan PK dikabulkan.
 Permohonan Actio Pauliana tidak dapat diterima.

33
Perjumpaan Utang
 Perjumpaan utang merupakan salah satu alasan hapusnya perikatan. Hak
perjumpaan utang ini dapat kita temukan pengaturannya dalam Pasal
1381 BW

 Dalam rumusan pasal 1425 BW jo pasal 1426 BW ditetapkan bahwa jika


antara dua orang (pihak) saling berutang maka terjadilah perjumpaan
utang di antara mereka yang menghapuskan utang-utang yang ada di
antara mereka, yang pada saat itu ada secara bertimbal balik untuk suatu
jumlah yang sama.

 Pasal 1427 BW menegaskan kembali bahwa perjumpaan utang hanya


dapat terjadi antara dua utang yang sama dan dapat diselesaikan serta
ditagih seketika.

 Ketentuan ini tidak menutup kemungkinan terjadinya perjumpaan utang


antara seorang penanggung atas utang pihak yang ditanggungnya dengan
kreditor utang tersebut

34
Ketentuan Pasal 1428 dan Pasal 1434 BW
 Seseorang tidak diperbolehkan memperjumpakan utang miliknya dengan
piutang pihak ketiga, meskipun utang tersebut merupakan utang yang
lahir dari suatu perikatan tanggung menanggung, dan pihak ketiga yang
memiliki piutang adalah pihak dalam perikatan tanggung menanggung
tersebut.

 Dengan demikian perjumpaan utang merupakan sesuatu peristiwa yang


terjadi demi hukum, bahkan dapat terjadi tanpa persetujuan dari satu
atau kedua belah pihak dalam perjumpaan.

 Bahkan adanya penundaan pembayaran yang telah diputuskan dan


berkekuatan hukum tetap pun tidak dapat menghalangi terjadinya
perjumpaan utang.

 Meski demikian perjumpaan utang tidaklah dapat dilakukan atas kerugian


pihak ketiga.

35
Esensi Pokok Perjumpaan Utang
 Esensi pokok dari setiap perjumpaan utang dalam rangka pemberesan harta pailit
adalah bahwa utang dan piutang yang akan diperjumpakan haruslah telah ada
sebelum pemyataan pailit diputuskan.

 Prinsip umum perjumpaan utang, dalam Undang-Undang Kepailitan tidak


membatasi hak untuk mengadakan perjumpaan utang oleh tiap kreditor, baik
utang tersebut merupakan utang atau piutang yang lahir dari perikatan dasar
dengan debitor pailit, maupun utang atau piutang yang diperoleh dari akibat
pengalihan oleh pihak ketiga, sepanjang utang atau piutang tersebut diperoleh
sebelum pernyataan pailit diputuskan, serta dilakukan dengan itikad baik.

 Segala utang piutang yang diperoleh melalui pengalihan sesudah pemyataan pailit
diumumkan tidak dapat diperjumpakan.

 Bagi pemilik piutang atas unjuk atau piutang kepada pembawa, perjumpaan utang
hanya dapat dilakukan jika terbukti bahwa pada saat pemyataan pailit diucapkan,
ia, dengan itikad baik, telah menjadi pemilik yang sah dari surat tunjuk maupun
surat kepada pembawa tersebut.

36
Persyaratan Untuk Kompensasi Menurut BW

 Kedua belah pihak harus saling menjadi kreditur dan debitur. (Persyaratan penting)

 Harus ada kebersamaan, yaitu perlu bahwa A mempunyai tagihan terhadap B dan B
mempunyai tagihan terhadap A.

 Kedua tagihan harus merupakan tagihan keuangan atau tagihan yang merupakan
barang-barang yang dapat diganti. Tagihan yang dikompensasikan harus mempunyai
sifat yang sama.

 Kedua tagihan harus sudah jatuh tempo dan harus dibayar, Jika suatu utang telah
jatuh tempo, maka utang tersebut dapat ditagih dan harus dibayar.

 Besarnya kedua tagihan harus cukup dapat ditentukan (yaitu harus likuid).

Dalam praktek, banyak perjanjian pinjaman memuat ketentuan yang memperbolehkan bank
untuk mempercepat jatuh tempo tagihan, seperti dalam kejadian kelalaian.

Bank berhak untuk mempercepat tanggal pembayaran kembali pinjaman, sebagai contoh,
dalam hal bunga atau pokoknya tidak dibayar, suatu wanprestasi silang, mengajukan suatu
permohonan kepailitan atau penangguhan pembayaran, atau sitaan atas semua atau
sebagian besar aset debitur.
37
Pencegahan Penyalahgunaan Hak Kompensasi

 Undang-undang Kepailitan mengandung ketentuan-ketentuan


tertentu untuk mencegah penyalahgunaan hak kompensasi

 Para kreditur dilarang untuk mengambil alih utang dari seorang yang pailit
semata-mata untuk memperoleh hak kompensasi (dan sebaliknya: para debitur
dilarang untuk membeli tagihan terhadap yang pailit untuk maksud yang sama).

 Seorang kreditur yang mengambil alih suatu utang harus melakukannya dengan
itikad baik antara lain, disyaratkan bahwa ketika utang diambil alih kreditur tidak
mengetahui bahwa debitur sudah hampir dinyatakan pailit.

 Contoh :
 Suatu bank berutang uang kepada suatu perseroan berdasarkan "swap" mata uang atau
bunga.
 Bank membeli surat berharga yang dikeluarkan oleh perseroan yang menjual dengan
potongan harga yang tinggi oleh karena perseroan berada dalam keadaan keuangan
yang sangat sulit.
 Jika tagihan-tagihan (atau utang-utang) dialihkan setelah putusan pailit diucapkan,
kompensasi tidak diizinkan.

38
"Close-out Netting"
 Dalam kebanyakan transaksi "swap", juga dalam transaksi derivatif bursa
pararel jenis lain, para pihak mengandalkan pada ketentuan “close-out”
dalam perjanjian induk yang memungkinkan suatu pihak.
 Dalam hal kepailitan dari pihak lawannya, untuk mendapat hasil bersih
dari jumlah seluruh keuntungannya dan seluruh kerugiannya ditambah
semua jumlah bersama yang belum dibayar (netting).
 Sistem "jumlah pembayaran kompensasi" atau "close-out netting" ini
memberikan kredit kepada pihak yang tidak mampu membayar untuk
transaksi derivatif individu yang menguntungkannya dan menghasilkan
suatu jumlah penyelesaian pembayaran yang ditentukan oleh pihak
yang sanggup membayar.
 Untuk dapat mengandalkan sepenuhnya pada ketentuan "close-out" dari
perjanjian induk, adalah penting bahwa peraturan yang bersifat memaksa
mengenai kompensasi di negara tempat tinggal pihak yang pailit sesuai
dengan sistem "close-out netting" ini

39
Syarat "Net Close-out“ Yang Harus Dipenuhi

 Kemungkinan pengakhiran atau percepatan, apakah dengan


sendirinya atau tidak, dari semua transaksi derivatif yang
belum dilaksanakan berdasarkan peijanjian induk.

 Pihak yang sanggup membayar mempunyai hak untuk


mengkompensasi tagihannya dengan kewajibannya terhadap
pihak yang tidak sanggup membayar.

 Dalam semua perkara dimana ketentuan kompensasi penting


sekali, peraturan utama (the golden rules) adalah selalu harus
diperiksa berlakunya dan dapat dilaksanakannya kompensasi
berdasarkan hukum yang berlaku untuk kontrak
derivatif bersangkutan (lex contractus) dan hukum dari
yurisdiksi pihak lawan yang pailit (lex concursus)

40
Pemusatan Rekening “Netting"
 Pemusatan rekening adalah salah satu nama yang diberikan
kepada gagasan atau konsolidasi nyata oleh suatu bank dari
rekening-rekening yang dipegang di bank itu oleh sejumlah
perseroan untuk maksud perhitungan bunga dan kalkulasi
umum (exposure).

 Pada dasarnya suatu sistem untuk "netting" aset dan
tanggung jawab dari badan-badan hukum yang berbeda,
walaupun perseroan yang bersangkutan adalah anggota
khusus dari kelompok badan hukum yang sama.

 Pemutusan rekening berdasarkan bunga atau "exposure


netting" yang dilaksanakan oleh bank sendiri hampir sesuai
dengan difinisi (almost by definition) memerlukan suatu
struktur garansi silang dalam kelompok yang bersangkutan.
41
Beberapa Masalah Hukum Yang Timbul
Dari Rencana Pemusatan Rekening
 Berlakunya hak kompensasi berdasarkan kontrak, sebelum dan sesudah
kepailitan

 Dampak pada hak bank untuk kompensasi, dari pengalihan hak oleh suatu
perseroan kepada pihak ketiga sehubungan dengan saldo kredit, sitaan
oleh pihak ketiga atas saldo kredit dalam suatu rekening dan resiko lain
yang timbul dari para pihak yang melakukan intervensi

 "Ultra Vires" tes yang mensyaratkan bahwa pemberian garansi


harus jatuh dalam lingkup klausula maksud dan tujuan perseroan

 Jika perusahaan bertindak dengan cara yang melebihi ruang lingkup


kekuasaannya baik yang tegas maupun kekuasaan yang berkaitan maka,
doktrin “ultra vires” dapat di pergunakan untuk membatalkan transaksi.

42
UU PT
 Jika perusahaan bertindak dengan cara yang
melebihi ruang lingkup kekuasaannya baik yang
tegas maupun kekuasaan yang berkaitan maka,
doktrin “ultra vires” dapat di pergunakan untuk
membatalkan transaksi.
 Sanksi ini tidak secara tegas disebutkan di dalam
Undang-undang Perseroan Terbatas.
 Kita dapat berharap bahwa pengadilan akan ikut
campur hanya jika tindakan tersebut tidak untuk
kepentingan perusahaan.

43
Anggapan Positif
 Bahwa perusahaan hanya dapat membatalkan suatu transaksi
yang tidak berada dalam ruang lingkup maksud dan
tujuannya, jika pihak yang lain mengetahui tujuan
perusahaan dan selayaknya telah mengetahui bahwa
transaksi ini merupakan ‘Ultra Vires”.
 Terdapatnya anggaran dasar Perseroan pada yang sudah
disahkan oleh Menteri Kehakiman yang mengandung klausula
maksud dan tujuan perseroan tidak menciptakan suatu
anggapan mengenai pengetahuan yang diperlukan tersebut.
 Tes “Actio Pauliana" yang mensyaratkan bahwa
garansi akan dipertahankan apabila ‘diserang’ atas dasar
"actio Pauliana"

44

Anda mungkin juga menyukai