Anda di halaman 1dari 31

Laporan Kasus

SPINAL ANESTESI PADA ULKUS DIABETIKUM


DENGAN ATRIAL FIBRILASI

Oleh :
Inten Nur Rasadina
NIM. 1611901018

PEMBIMBING
dr. Benny Chairuddin, Sp.An, M.Kes
ANESTESI REGIONAL
Definisi  hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara tanpa
menghilangkan kesadaran pasien

Pembagian anestesi regional

• Blok sentral (blok neuroaksial)  blok spinal, epidural dan kaudal

• Blok perifer (blok saraf)  anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok lapangan,
dan analgesia regional intravena.
ANESTESI SPINAL
Anestesi spinal  pemberian obat anestetik
lokal ke dalam ruang subarachnoid.
INDIKASI
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum perineum
4. Bedah obstetrik-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya
dikombinasikan dengan anestesi umum ringan
KONTRA INDIKASI

ABSOLUT: RELATIF:
1. Pasien menolak 1. Infeksi sistemik
2. Infeksi pada tempat suntikan 2. Infeksi sekitar tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok 3. Kelainan neurologis
4. Koagulapatia atau mendapat terapi 4. Kelainan psikis
koagulan
5. Bedah lama
5. Tekanan intrakranial meningkat
6. Penyakit jantung
6. Fasilitas resusitasi minim
7. Hipovolemia ringan
7. Kurang pengalaman tanpa
8. Nyeri punggung kronik
didampingi konsulen anestesi.
Anestetik lokal yang paling sering
digunakan:

• Lidokaine(xylocain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat


isobarik, dosis 20-100mg (2-5ml)

• Lidokaine(xylocain,lignokain) 5% dalam dextrose 7.5%:


berat jenis 1.033, sifat hyperbarik, dosis 20-50 mg (1-2ml)

• Bupivakaine (markaine) 0.5% dalamlm air: berat jenis


1.005, sifat isobarik, dosis 5-20 mg (1-4 ml)

• Bupivakaine(markaine) 0.5% dalam dextrose 8.25%: berat


jenis 1.027, sifat hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3 ml
TEKNIK ANESTESI SPINAL

– Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah


teraba. Posisi lain adalah duduk.
– Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka,
misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko
trauma terhadap medula spinalis
– Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
– Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2%
2-3ml
– Cara tusukan median atau paramedian.
KOMPLIKASI

Tindakan anestesi spinal Pasca tindakan


- Hipotensi berat
- Bradikardia
- Hipoventilasi akibat paralisis - Nyeri tempat suntikan
saraf frenikus atau - Nyeri punggung
hipoperfusi pusat kendali
nafas - Nyeri kepala karena
- Trauma pembuluh saraf kebocoran likuor
- Trauma saraf
- Retensio urine
- Mual-muntah
- Gangguan pendengaran - Meningitis
- Blok spinal tinggi atau spinal
total
ULKUS DIABETIKUM/KAKI
DIABAETIK
Kaki diabetik adalah kelainan tungkai bawah
akibat diabetes melitus yang tidak terkendali
yang disebabkan oleh gangguan pembuluh
darah, gangguan persyarafan dan infeksi.
PATOGENESIS
KLASIFIKASI

1. Klasifikasi Wagner (Klasifikasi yang saat ini masih


banyak dipakai)
• Wagner 0: Kulit intak/utuh
• Wagner 1: Tukak superfisial
• Wagner 2: Tukak dalam (sampai tendo, tulang)
• Wagner 3: Tukak dalam dengan infeksi
• Wagner 4: Tukak dengan gangren terlokalisasi (pada
1-2 jari kaki)
• Wagner 5: Tukak dengan gangren luas seluruh kaki
2. Klasifikasi PEDIS (International Working Group
of Diabetic Foot, 2003)
- Impaired Perfusion
1 = None
2 = PAD + but not critical
3 = Critical limb ischemia
- Size/Extent in mm2
- Tissue Loss/Depth
1 = superficial fullthicness, not deeper than dermis
2 = deep ulcer, below dermis, involving
subcutaneous structures, fascia, muscle or
tendon
3 = All subsequent layers of the foot involved
including bone and or joint
- Infection
1 = No symptoms or signs of infections
2 = Infection of skin an subcutaneous tissue only
3 = Erythema > 2 cm or infection involving
subcutaneous structures
4 = infection with sustemic manifestation, fever,
leucocytosis, shift to the left. Metabolic
instability, hypotension, azotemia
- Impaired Sensation
1 = sensitive foot
2 = insensitive foot
DIAGNOSIS
Anamnesis
- Perjalanan timbulnya luka beserta perkembangannya
- Riwayat penyakit diabetes mellitus
- Komplikasi-komplikasi DM yang sudah dialami baik komplikasi
mikrovaskular maupun makrovaskular
- Aktivitas harian
- Sepatu yang digunakan
- Pembentukan kalus
- Deformitas kaki
- Keluhan neuropati
- Nyeri tungkai saat beraktivitas
- Kebiasaan (merokok, alkohol)
- Obat-obat yang sedang dikonsumsi
- Riwayat menderita ulkus/amputasi sebelumnya.
Pemeriksaan fisik
- Deskripsi karakter ulkus,
- Ada tidaknya infeksi
- Latar belakang terjadinya ulkus (neuropati,
obstruksi vaskuler perifer, trauma atau
deformitas)
- Klasifikasi ulkus
- Pemeriksaan neuromuskular untuk
menentukan ada/ tidaknya deformitas
PENATALAKSANAAN
• Upaya pencegahan primer (pencegahan terjadinya kaki
diabetes dan terjadinya ulkus /sebelum terjadi perlukaan
pada kulit):
1. Penyuluhan kesehatan DM, komplikasi dan kesehatan kaki
2. Status gizi yang baik dan pengendalian DM
3. Pemeriksaan berkala DM dan komplikasinya
4. Pemeriksaan berkala kaki penderita
5. Pencegahan/perlindungan terhadap trauma-sepatu
khusus
6. Higiene personal termasuk kaki
7. Menghilangkan faktor biomekanis yang mungkin
menyebabkan ulkus
• Upaya pencegahan sekunder (pencegahan dan
pengelolaan ulkus/gangren diabetik yang sudah
terjadi agar tidak terjadi kecacatan yang lebih
parah):
1. Metabolic Control: keadaan umum, kadar
glukosa darah, status nutrisi, kadar albumin
serum, kadar hb dan derajat oksigenasi jaringan
serta fungsi ginjal.
2. Vascular Control: umumnya kelainan pembuluh
darah perifer dapat dikenali melalui berbagai
cara sederhana seperti warna dan suhu kulit,
perabaan arteri dorsalis pedis, arteri tibialis
posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis,
serta pengukuran tekanan darah.
3. Wound Control:
• Perawatan Luka
a. Pencucian luka: untuk membuang jaringan
nekrosis, cairan luka yang berlebihan, sisa
balutan yang digunakan, dan sisa metabolic
tubuh pada cairan luka.
b. Debridement: membuang jaringan nekrotik yang
dapat menghalangi proses penyembuhan luka
karna tersedianya tempat bagi bakteri.
c. Konvensional dressing: perawatan biasa pada
luka dengan cairan rivanol, larutan betadin 10 %
yang diencerkan ataupun dengan hanya
memakai cairan NaCL 0,9% sebagai cairan
pembersih dan setelah itu dilakukan penutupan
luka pad luka.
• Pembalutan luka (modern dressing): Bentuk
modern dressing saat ini yang sering dipakai
adalah : calcium alginate, hydrocolloid,
hydroaktif gel, metcovazin gamgee,
polyurethane foam, silver dressing.
4. Microbiological Control: , untuk lini pertama
pemberian antibiotik diberikan antibiotik
spectrum luas seperti golongan sefalosporin
dan dikombinasikan dengan obat yang
bermanfaat terhadap kuman anaerob seperti
metronidazol.
5. Pressure Control: cara surgikal juga dapat
dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka,
seperti dekompresi ulkus/abses dengan insisi
abses dan prosedur koreksi bedah (misalnya
operasi untuk hammer toe, metatarsal head
resection, Achilles tendon lengthening, dan
partial calcanectomy).
6. Education Control: penyuluhan dan edukasi
yang baik untuk penyandang DM dan
keluarganya agar dapat membantu dan
mendukung berbagai tindakan yang
diperlukan untuk kesembuhan luka yang
optimal.
Fibrilasi Atrial (FA)

Aritmia jantung menetap yang paling umum


didapatkan. FA terjadi karena meningkatnya
kecepatan dan tidak terorganisirnya sinyal-
sinyal listrik di atrium sehingga
menyebabkan kontraksi yang sangat cepat
dan tidak teratur (fibrilasi). FA ditandai
dengan heart rate yang sangat cepat
sehingga gelombang P di dalam EKG tidak
dapat dilihat
Etiologi
FA memiliki hubungan yang bermakna dengan kelainan
struktural akibat penyakit jantung.
Penyakit jantung yang berhubungan dengan FA:
• Penyakit jantung koroner
• Kardiomiopati dilatasi
• Kardiomiopati hipertrofik
• Penyakit katup jantung: reumatik maupun non-
reumatik
• Aritmia jantung: takikardi atrial, fluter atrial,
sindrom WPW, dan sick sinus syndrome
• Perikarditis
Penyakit di luar jantung yang berhubungan
dengan FA:
• Hipertensi sistemik
• Diabetes melitus
• Hipertiroidisme
• Penyakit paru: PPOK, hipertensi pulmonal
primer, emboli paru akut
• Neurogenik: sistem saraf otonom
Klasifikasi
1. FA paroksimal
• Berlangsung < 7 hari
• Lebih kurang 50% FA paroksismal akan kembali ke
irama sinus secara spontan dalam 24 jam
• FA yang episode pertamanya < 48 jam juga disebut
FA paroksismal
2. FA persisten
• FA menetap > 48 jam tetapi < 7 hari
• Diperlukan kardioversi untuk mengembalikan ke
irama sinus
3. FA kronik atau permanen
• Berlangsung > 7 hari
• Sulit mengembalikan irama sinus walau dengan
kardioversi

Berdasarkan laju respon ventrikel, AF dibagi menjadi :


• AF respon cepat (rapid response) dimana laju
ventrikel >100 kali/menit
• AF respon lambat (slow response) dimana laju
ventrikel ±60 kali/menit
• AF respon normal (normo response) dimana laju
ventrikel antara 60-100 kali permenit.
Manifestasi klinis
• Gejala-gejala FA sangat berfariasi tergantung dari
kecepatan laju irama ventrikel, lamanya FA,
penyakit yang mendasarinya
• Biasnaya mengeluh:
- Berdebar-debar
- Sakit dada terutama saat beraktifitas
- Sesak nafas
- Cepat lelah
- Sinkop atau gejala tromboemboli.
Diagnosis
Evaluasi Klinis Diagnosis Pasien AF
Evaluasi Minimum Pemeriksaan Tambahan
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik Satu atau beberapa pemeriksaan berikut
• Ada tidaknya gejala klinis AF perlu dilakukan
• Klasifikasi AF (first episode, 1. Six-minute walk test
paroxysmal, persistent, or • Jika efektifitas terapi rate control
permanent) masih dipertanyakan
• Onset serangan pertama atau waktu 2. Exercise testing
ditegakknya AF • Jika efektifitas terapi rate control
• Frekuensi, durasi, faktor pemicu pada AF permanen masih
dan cara berakhirnya AF dipertanyakan
• Respon terhadap obat yang • Untuk mencari tahu adanya AF
diberikan yang dipicui oleh latihan
• Adanya penyakit jantung yang
mendasari atau kondisi lain seperti
hipertiroid atau konsumsi alkohol
Evaluasi Minimum Pemeriksaan Tambahan
2. EKG, untuk identifikasi 3. Holter monitoring
• Ritme (memastikan AF) • Jika tipe aritmia masih
• Hipertrofi ventrikel kiri dipertanyakan
• Durasi dan morfologi gelombang P • Sebagai alat untuk evaluasi
• Preeksitasi terapi rate control
• Bundle branch block 4. Foto thoraks, untuk evaluasi
• MI Bila penemuan klinis mengarah
• Aritmia atrial lainnya kepada abnormalitas parenkim
• Mengukur interval R-R, QRS dan QT sebagai paru dan pembuluh darah paru
evaluasi terhadap terapi antiaritmia
3. Ekokardiografi, untuk identifikasi
• Penyakit katup jantung
• Ukuran atrium kanan dan kiri
• Ukuran dan fungsi ventrikel kiri
• Tekanan ventrikel kanan (hipertensi pulmonal)
• Hipertrofi ventrikel kiri
• Thrombus atrium kiri (sensitivitas rendah)
• Penyakit perikardium
4. Pemeriksaan tiroid, ginjal dan fungsi hati
Pada first episode AF dengan denyut jantung sulit
dikontrol
Penatalaksanaan

Mempertahankan
Kardioversi
Irama Sinus

Pengontrolan
Pencegahan Laju Irama
Tromboemboli Ventrikel
Dosis obat untuk mempertahankan irama sinus pada FA
Obat Dosis Harian (mg) Efek Samping

Amiodaron 100-400 Fotosensitivitas, toksikasi paru, polioneuropati, kel GI,


bradikardia, torsade de pointes (jarang), hepatotoksis, disfungsi
tiroid
Dysopiramid 400-750 Torsado de pointes, gagal jantungm glaukoma, retensi urin,
mulut kering
Dofetilide 500-1000 ug Torsado de pointes
Flecainide 200-300 Takikardi ventrikuler, gagal jantung kongestif, konduksi nodul
VA berubah.
Procainamide 1000-4000 Torsade de pointes, lupus like syncrome, gejala GI.
Propafenon 450-900 Takikardi ventrikuler, gagal jantung kongestif, konduksi nodul
AV berubah (konversi menjadi fluter atrial).

Quinide 600-1500 Torsado de pointes, keluhan saluran cerna, konduksi nodul AV


berubah
Sotalol 240-320 Torsade de pointes, gagal jantung kongestif, bradikardia,
penyakit paru bronkospastik yang merupakan eksaserbasi dari
obstruksi kronik, bradikardi

Anda mungkin juga menyukai