Kode Etik Dan Disiplin
Kode Etik Dan Disiplin
1
Rumah Sakit Pasien
Peraturan
Perundang-undangan
2
TATA KELOLA RUMAH SAKIT
PIMPINAN DEPARTEMEN /
UNIT DAN PELAYANAN
ETIKA ORGANISASI
3
TATA KELOLA RUMAH SAKIT
KEPEMIMPINAN RUMAH SAKIT
PASIEN
4
5
6
Pasal 32
Hak Pasien
7
Pasal 29
s. melindungi dan memberikan bantuan
hukum bagi semua petugas Rumah
Sakit dalam melaksanakan tugas
8
Pasal 46
Rumah Sakit bertanggung jawab secara
hukum terhadap semua kerugian yang
ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan
oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit
9
Adanya kewajiban
hukum RS
Dokumen
Dokumentasi
Bukti
legal/hukum
10
Surat atau naskah
11
Regulasi
Nasional/
Referensi
Regulasi RS:
• Kebijakan
• Pedoman/
Panduan
• SPO
12
Regulasi
Nasional/
Referensi
Regulasi RS:
• Kebijakan
• Pedoman/
Panduan
• SPO
13
Regulasi
Nasional/
Referensi
Regulasi RS:
• Kebijakan
• Pedoman/
Panduan
• SPO
14
Regulasi
Nasional/
Referensi
Regulasi RS:
• Kebijakan
• Pedoman/
Panduan
• SPO
15
Standar TKP.6.
Rumah sakit menetapkan kerangka kerja mengelola
etika untuk menjamin bahwa asuhan pasien
diberikan dalam norma profesi, keuangan dan
hukum yang melindungi pasien dan hak mereka.
16
Standar TKP 6.2
Kerangka kerja rumah sakit untuk mengelola etika
dimaksudkan untuk mendukung proses pengambilan
keputusan secara etis di dalam pelayanan klinik.
18
19
BAB I
Kewajiban Umum Rumah Sakit
Pasal 1
Rumah Sakit harus mentaati Kode Etik Rumah Sakit
Indonesia (KODERSI)
Pasal 2
Rumah sakit harus dapat mengawasi serta bertanggung
jawab terhadap semua kejadian di rumah sakit.
20
21
BAB II
TATA LAKSANA ORGANISASI
KOMITE ETIK RUMAH SAKIT
Pasal 3
Pembentukan KERS
22
23
24
Pasal 13
(3) Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah
Sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi,
standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi,
menghormati hak pasien dan mengutamakan
keselamatan pasien.
25
Pasal 33
Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri
atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah
Sakit, unsur pelayanan medis, unsur
keperawatan, unsur penunjangmedis, komite
medis, satuan pemeriksaan internal, serta
administrasi umum dan keuangan.
26
Permenkes 755/2011
29
Dalam melaksanakan tugas menjaga disiplin,
etika, dan perilaku profesi staf medis komite
medik memiliki fungsi sebagai berikut:
a. pembinaan etika dan disiplin profesi
kedokteran;
b. pemeriksaan staf medis yang diduga
melakukan pelanggaran disiplin;
c. rekomendasi pendisiplinan pelaku
profesional di rumah sakit; dan
d. pemberian nasehat/pertimbangan dalam
pengambilan keputusan etis pada asuhan
medis pasien
30
Dalam melaksanakan fungsi menjaga disiplin dan
etika profesi tenaga keperawatan, Komite
Keperawatan memiliki tugas sebagai berikut:
a. melakukan sosialisasi kode etik profesi tenaga
keperawatan;
b. melakukan pembinaan etik dan disiplin profesi
tenaga keperawatan;
c. merekomendasikan penyelesaian masalah
pelanggaran disiplin dan masalah etik dalam
kehidupan profesi dan pelayanan asuhan
keperawatan dan kebidanan;
d. merekomendasikan pencabutan Kewenangan
Klinis; dan
e. memberikan pertimbangan dalam mengambil
keputusan etis dalam asuhan keperawatan
dan kebidanan
31
32
Disiplin Profesional Dokter dan Dokter
Gigi adalah ketaatan terhadap aturan-
aturan dan/atau ketentuan penerapan
keilmuan dalam pelaksanaan praktik
kedokteran.
33
Terkait dengan pelanggaran Disiplin Profesional
Dokter dan Dokter Gigi, maka pada hakikatnya
dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) hal, yaitu:
1. melaksanakan Praktik Kedokteran dengan tidak
kompeten;
2. tugas dan tanggung jawab profesional pada
pasien tidak dilaksanakan dengan baik; dan
3. berperilaku tercela yang merusak martabat dan
kehormatan profesi kedokteran / kedokteran
gigi.
34
Pasal 3
(1) Setiap Dokter dan Dokter Gigi dilarang
melakukan pelanggaran Disiplin Profesional
Dokter dan Dokter Gigi.
(2) Pelanggaran Disiplin Profesional Dokter dan
Dokter Gigi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri dari 28 bentuk:
35
a. melakukan Praktik Kedokteran dengan tidak
kompeten;
b. tidak merujuk pasien kepada Dokter atau Dokter
Gigi lain yang memiliki kompetensi yang sesuai;
c. mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga
kesehatan tertentu yang tidak memiliki kompetensi
untuk melaksanakan pekerjaan tersebut;
d. menyediakan Dokter atau Dokter gigi pengganti
sementara yang tidak memiliki kompetensi dan
kewenangan yang sesuai atau tidak melakukan
pemberitahuan perihal penggantian tersebut;
e. menjalankan Praktik Kedokteran dalam kondisi
tingkat kesehatan fisik ataupun mental sedemikian
rupa sehingga tidak kompeten dan dapat
membahayakan pasien;
36
f. tidak melakukan tindakan/asuhan medis yang
memadai pada situasi tertentu yang dapat
membahayakan pasien;
g. melakukan pemeriksaan atau pengobatan
berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan
pasien;
h. tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis, dan
memadai (adequate information) kepada pasien
atau keluarganya dalam melakukan Praktik
Kedokteran;
i. melakukan tindakan/asuhan medis tanpa
memperoleh persetujuan dari pasien atau
keluarga dekat, wali, atau pengampunya;
j. tidak membuat atau tidak menyimpan rekam
medis dengan sengaja;
37
k. melakukan perbuatan yang bertujuan untuk
menghentikan kehamilan yang tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
l. melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri
kehidupan pasien atas permintaan sendiri atau
keluarganya;
m. menjalankan Praktik Kedokteran dengan
menerapkan pengetahuan, keterampilan, atau
teknologi yang belum diterima atau di luar tata cara
Praktik Kedokteran yang layak;
n. melakukan penelitian dalam Praktik Kedokteran
dengan menggunakan manusia sebagai subjek
penelitian tanpa memperoleh persetujuan etik
(ethical clearance) dari lembaga yang diakui
pemerintah; 38
o. tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar
perikemanusiaan, padahal tidak membahayakan
dirinya, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang
bertugas dan mampu melakukannya;
p. menolak atau menghentikan tindakan/asuhan medis
atau tindakan pengobatan terhadap pasien tanpa
alasan yang layak dan sah sesuai dengan ketentuan
etika profesi atau peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
q. membuka rahasia kedokteran;
r. membuat keterangan medis yang tidak didasarkan
kepada hasil pemeriksaan yang diketahuinya
secara benar dan patut;
s. turut serta dalam perbuatan yang termasuk
tindakan penyiksaan (torture) atau eksekusi
hukuman mati; 39
t. meresepkan atau memberikan obat golongan
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya yang
tidak sesuai dengan ketentuan etika profesi atau
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
u. melakukan pelecehan seksual, tindakan intimidasi,
atau tindakan kekerasan terhadap pasien dalam
penyelenggaraan Praktik Kedokteran;
v. menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi
yang bukan haknya;
w. menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk,
meminta pemeriksaan, atau memberikan resep
obatlalat kesehatan;
x. mengiklankan kemampuan/pelayanan atau
kelebihan kemampuanl pelayanan yang dimiliki baik
lisan ataupun tulisan yang tidak benar atau
menyesatkan; 40
y. adiksi pada narkotika, psikotropika, alkohol, dan
zat adiktif lainnya;
z. berpraktik dengan menggunakan surat tanda
registrasi, surat izin praktik, dan/atau sertifikat
kompetensi yang tidak sah atau berpraktik tanpa
memiliki surat izin praktik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
aa.tidak jujur dalam menentukan jasa medis;
bb.tidak memberikan informasi, dokumen, dan alat
bukti lainnya yang diperlukan MKDKI I MKDKI-P
untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan
pelanggaran Disiplin Profesional Dokter dan
Dokter Gigi;
41
42
43
44
KEWAJIBAN UMUM
45
Pasal 1
Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan sumpah dan atau janji dokter.
Pasal 2
Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan
profesional secara independen, dan mempertahankan perilaku
profesional dalam ukuran yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter
tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan
hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
46
Pasal 4
Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang
bersifat memuji diri .
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin
melemahkan daya tahan psikis maupun fisik, wajib
memperoleh persetujuan pasien/ keluarganya dan hanya
diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien tersebut.
Pasal 6
Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam
mengumumkan atau menerapkan setiap penemuan teknik
atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan
terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan
masyarakat.
47
Pasal 7
Seorang dokter waajib hanya memberi surat keterangan dan
pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.
Pasal 8
Seorang dokter wajib, dalam setiap praktik medisnya,
memberikan pelayanan secara kompeten dengan kebebasan
teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang
(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 9
Seorang dokter wajib bersikap jujur dalam berhubungan
dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk
mengingatkan sejawatnya pada saat menangani pasien dia
ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi,
atau yang melakukan penipuan atau penggelapan.
48
Pasal 10
Seorang dokter wajib menghormati hak-hak- pasien, teman
sejawatnya, dan tenaga kesehatan lainnya, serta wajib
menjaga kepercayaan pasien.
Pasal 11
Setiap dokter wajib senantiasa mengingat kewajiban dirinya
melindungi hidup makhluk insani.
Pasal 12
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter wajib
memperhatikan keseluruhan aspek pelayanan kesehatan
(promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif), baik fisik
maupun psiko-sosial-kultural pasiennya serta berusaha
menjadi pendidik dan pengabdi sejati masyarakat.
49
Pasal 13
Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat
lintas sektoral di bidang kesehatan, bidang lainnya dan
masyarakat, wajib saling menghormati.
50
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
51
Pasal 14
Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan
mempergunakan seluruh keilmuan dan ketrampilannya untuk
kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu melakukan
suatu pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/
keluarganya, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang
mempunyai keahlian untuk itu.
Pasal 15
Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar
senantiasa dapat berinteraksi dengan keluarga dan
penasihatnya, termasuk dalam beribadat dan atau
penyelesaian masalah pribadi lainnya.
52
Pasal 16
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah
pasien itu meninggal dunia.
Pasal 17
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai
suatu wujud tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin
ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
53
KEWAJIBAN DOKTER
TERHADAP TEMAN SEJAWAT
54
Pasal 18
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya
sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 19
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari
teman sejawat, kecuali dengan persetujuan keduanya atau
berdasarkan prosedur yang etis.
55
KEWAJIBAN DOKTER
TERHADAP DIRI SENDIRI
56
Pasal 20
Setiap dokter wajib selalu memelihara kesehatannya,
supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal 21
Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti perkembangan
ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran/ kesehatan.
57
A. Perawat dan Klien
B. Perawat dan Praktik
C. Perawat dan Masyarakat
D. Perawat dan Teman Sejawat
E. Perawat dan Profesi
58
1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat ( 6 butir )
2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya ( 3 butir )
3. Kewajiban Bidan terhadap sejawab dan tenaga kesehatan
lainnya ( 2 butir )
4. Kewajiban bidan terhadap profesinya ( 3 butir )
5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri ( 2 butir )
6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah
air ( 2 butir )
59
60
Standar TKP 6
Rumah sakit menetapkan kerangka kerja mengelola
etika untuk menjamin bahwa asuhan pasien diberikan
dalam norma profesi, keuangan dan hukum yang
melindungi pasien dan hak mereka.
61
Standar TKP 6.2
Kerangka kerja rumah sakit untuk mengelola etika
dimaksudkan untuk mendukung proses pengambilan
keputusan secara etis di dalam pelayanan klinik.
62
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 49 TAHUN 2012
TENTANG
PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT
TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN
63
Pengaduan masyarakat merupakan salah satu
bentuk peran serta masyarakat dalam
pengawasan pelaksanaan pelayanan RS,
sehingga perlu mendapatkan tanggapan dengan
cepat, tepat, dan dapat dipertanggungjawabkan
64
65
66
67
A. Langkah penanganan
1. Menerima keluhan/komplain
2. Mengelola keluhan
3. Investigasi kasus
4. Analisis kasus
5. Tindak lanjut penangan kasus
6. Penyelesaian kasus
7. Dokumentasi kasus
8. Penyelesaian tuntutan hukum (tergantung
kasus)
68
1. Menerima keluhan/komplain
Media massa
Kotak saran
Laporan staf RS
Laporan/keluhan pasien
Somasi pasien/kuasa hukum
Laporan LSM
Tokoh masyarakat
Telepon pengaduan atau SMS
69
2. Mengelola keluhan
a. Mencatat dan mengkaji informasi
• Identitas dan kondisi pasien
• Peristiwa
• Tuntutan pasien
b. Menanggapi keluhan
• Mengucapkan terima kasih atas laporan
• Memberikan penjelasan sementara
• Menjamin keluhan akan ditindaklanjuti
• Menenangkan pelapor
• Memberikan tanda terima laporan
c. Melaporkan ke Direksi RS
• Mengisi formulir sesuai keluhan
• Memberi pertimbangan
• Meminta pengarahan tindaklanjut
d. Menindaklanjuti instruksi Direksi
70
1. Menerima keluhan/komplain
2. Mengelola keluhan
3. Investigasi kasus
4. Analisis kasus
5. Tindak lanjut penangan kasus
6. Penyelesaian kasus
7. Dokumentasi kasus
8. Penyelesaian tuntutan hukum (tergantung
kasus)
71
1. Menerima keluhan/komplain
2. Mengelola keluhan
3. Investigasi kasus
4. Analisis kasus
5. Tindak lanjut penangan kasus
6. Penyelesaian kasus
7. Dokumentasi kasus
8. Penyelesaian tuntutan hukum (tergantung
kasus)
72
B. Pemilahan dan pendalaman kasus
73
C. Pengamanan bukti dan informasi
1. Penataan dokumen
2. Penyimpanan
3. Pengungkapan isi dokumen
74
UU Praktik Kedokteran
Pasal 66
75
76
Pasal 32
Hak Pasien
77
TIDAK TERJADI!!!
Kecacatan/kematian atau reaksi
tubuh yang tidak diharapkan
TERJADI!!!
Kecacatan/kematian atau reaksi
tubuh yang tidak diharapkan
78
SI-060805 Analisis linier (pada good system) menetapkan malpraktik
79
Standar PP.1.
Kebijakan dan prosedur dan undang-undang dan peraturan
terkait mengarahkan pelayanan pasien yang seragam.
Elemen Penilaian PP.1.
1. Para pimpinan rumah sakit bersepakat untuk memberikan
proses pelayanan yang seragam.
2. Kebijakan dan prosedur memandu pemberian pelayanan
yang seragam sesuai dengan undang-undang dan
peraturan terkait.
3. Pemberian pelayanan yang seragam memenuhi ad a) s/d
ad e).
80
Asuhan pasien yang seragam terefleksi sebagai berikut dalam :
a. Akses untuk asuhan dan pengobatan, yang memadai, tidak
tergantung atas kemampuan pasien untuk membayar atau
sumber pembiayaan.
b. Akses untuk asuhan dan pengobatan, serta yang memadai, yang
diberikan oleh praktisi yang kompeten tidak tergantung atas hari-
hari tertentu atau waktu tertentu.
c. Ketepatan (acuity) mengenali kondisi pasien menentukan alokasi
sumber daya untuk memenuhi kebutuhan pasien.
d. Tingkat asuhan yang diberikan kepada pasien (misalnya
pelayanan anestesia) sama di seluruh rumah sakit.
e. Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama
menerima asuhan keperawatan yang setingkat diseluruh rumah
sakit.
81
Pasal 44
82
Yang dimaksud dengan “standar pelayanan”
adalah :
83
Pasal 50
84
Pasal 51
86
Yang dimaksud dengan standar prosedur operasional
adalah :
Suatu perangkat instruksi/ langkah-langkah yang
dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja
rutin tertentu.
SPO memberikan langkah yang benar dan terbaik
berdasarkan konsensus bersama untuk
melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi
pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan
kesehatan berdasarkan standar profesi
87
UU Praktik
Kedokteran
Standar Standar
Pelayanan Prosedur
Kedokteran Operasional
88
Permenkes 1438 / 2010
89
Standar Pelayanan Kedokteran disusun
secara sistematis dengan menggunakan
pilihan pendekatan :
90
91
Persyaratan penyusunan PNPK
92
PNPK disusun oleh sekelompok pakar yang
dapat melibatkan profesi kedokteran,
kedokteran gigi, atau profesi kesehatan
lainnya, atau pihak lain yang dianggap perlu
dan disahkan oleh Menteri.
93
Tata Laksana Bayi Berat Lahir Rendah:
Resusitasi, Stabilisasi, dan Mekanisme
Merujuk
Oktober 2011
94
Peringkat Bukti (Hierarchy of Evidence)
• IA metaanalisis, uji klinis
• IB uji klinis yang besar dengan validitas yang
baik
• IC all or none
• II uji klinis tidak terandomisasi
• III studi observasional (kohort, kasus kontrol)
• IV konsensus dan pendapat ahli
95
Derajat Rekomendasi
• Rekomendasi A bila berdasar pada bukti level
IA atau IB.
• Rekomendasi B bila berdasar atas bukti level
IC atau II.
• Rekomendasi C bila berdasar atas bukti level
III atau IV.
96
Resusitasi
• Resusitasi BBLR dapat dilakukan dengan menggunakan
udara kamar (FiO2 21%).
Level of evidence IB, derajat rekomendasi A
100
101
SPO disusun oleh staf medis pada fasilitas
pelayanan kesehatan dan ditetapkan oleh
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
SPO harus selalu ditinjau kembali dan
diperbaharui sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun sekali sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran
atau kedokteran gigi.
102
Standar Prosedur Operasional
1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib
memprakarsai penyusunan SPO sesuai dengan jenis dan
strata fasilitas pelayanan kesehatan yang dipimpinnya.
2) SPO harus dijadikan panduan bagi seluruh
tenaga kesehatan difasilitas pelayanan kesehatan
dalam melaksanakan pelayanan kesehatan.
3) SPO disusun dalam bentuk panduan praktis klinis
(clinical practice guidelines) yang dapat dilengkapi
dengan alur klinis (clinical pathway), algoritme,
protokol, prosedur atau standing order.
4) Panduan praktis klinis (PPK) harus memuat sekurang-
kurangnya mengenai pengertian, anamnesis,
pemeriksaan fisis, kriteria diagnosis, diagnosis banding,
pemeriksaan penunjang, terapi, edukasi, prognosis, dan
kepustakaan
103
BENTUK SPO
Pelayanan Kedokteran
Panduan praktik klinis
(Clinical Practice Guideline)
Alur klinis (Clinical Pathways)
Algoritme
Protokol
Prosedur
Standing Orders
104
PENDEKATAN PENGELOLAAN PASIEN
• Diagnosis kerja
• Kondisi klinis
Standar pelayanan di RS :
HARI KE KETERANGAN
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan dokter Ö
Penunjang diagnosis
1. Laboratorium a. Darah Lengkap Ö
- Masa Perdarahan Ö
- Masa Pembekuan Ö
- Fungsi ginjal Ö
a. ureum
b. creatinin
- GDS Ö
2. Radiologi - Thorak Foto - Atas indikasi / > 40th
- USG - Atas indikasi
- Appendicogram - Atas indikasi
- EKG - Atas indikasi / > 40 th
Konsultasi - Dokter Bedah Umum Ö Ö Ö - DPJP
- Dokter Anestesi Ö - Pemeriksaan Pre
Operatif
- Dokter Internis - Atas indikasi
- Dokter Lainnya
Edukasi 1. Penjelasan Diagnosis Ö
Rencana tindakan
Tata cara
Tujuan
Resiko
Komplikasi
Prognosa, dll
Pengisian form 2. Rencana therapi Ö
- Lembar edukasi Ö Ditanda-tangani keluarga atau
- Informen concern Ö pasien, dokter, saksi
Tindakan medis dan Appendictomy
jadwal - Surat pengantar tindakan Ö
- jadwal rencana operasi
- golongan operasi
- jenis anestesi
- biaya
Prosedur administrasi - administrai + keuangan Ö
- pendaftaran ke kamar Ö - Bagian keperawatan
operasi
Persiapan Operasi STANDING ORDER
I Perawat - Persiapan puasa Ö 6-12 jam
- Mencukur (rambut ) di sekitar Sesuai SOP
daerah operasi
- Pemasangan IV line Ö Sesuai SOP
- Pemberian cairan (jenis) dan Ö Ö Ö Sesuai DPJP
jumlah tetesan RL/6 jam/kolf
- Pemasangan Dower Cateter Ö Sesuai SOP
- Memberi huknah clensing Ö Sesuai SOP
- Pemberian obat pre operasi Ö Sesuai SOP pemberian obat inj
- Antibiotik
ceftriaxone 1 gr/cefotaxime 1 gr
Didahului test alergi intrakulton
0,1 cc
106
Diberikan pada diare dehidrasi berat atau intake yang tidak
terjamin.
≤ 2 tahun : ASERING system 24 jam
4 jam I : 5 tetes/kgBB/menit
20 jam II : 3 tetes/kgBB/menit
Asetat Ringer, karena asam asetat dimetabolisme
di otot menjadi bikarbonat. Asering sering dipakai
pada anak < 2 tahun karena fungsi heparnya
belum matang sehingga belum dapat mengubah
asam laktat menjadi bikarbonat.
>2 tahun : RINGER LAKTAT
1 jam I : 10 tetes/kgBB/menit
7 jam II : 3 tetes/kgBB/menit
RL, karena fungsi hati sudah sempurna
107
Kalau ada tanda-tanda asma berat:
I. Oxygen ½ - 2 l/menit
II. Nebulise ventolin (salbutamol),
dosis 2.5mg (1 ampul) kalau usia <5 tahun,
dosis 5mg (2 ampul) kalau > 5 tahun, selama 10 menit.
15 menit
III. Ulang nebuliser ventolin, dosis sama kalau masih sesak napas
15 menit
IV. Ulang nebuliser ventolin, dosis sama kalau masih sesak napas
15 menit
V. Kalau setelah 3 nebuliser belum ada perubahan, ini kategori
asma berat. Mulai aminophylline (loading dose dan setelah ini,
infus)
VI. Berikan dexamethasone iv
VII. Kalau ada kemungkinan juga ada infeksi saluran napas,
berikan antibiotika (lihat protocol pneumonia)
108
109