Anda di halaman 1dari 13

Pegadaian Syariah

PENGERTIAN
Rahn/gadai adalah penguasaan barang milik peminjam oleh
pemberi pinjaman sebagai jaminan.
Sumber KHES Pasal 20

Rahn Tasjily adalah jaminan dalam bentuk barang atas utang


tetapi barang jaminan tersebut (marhun) tetap berada dalam
penguasaan (pemanfaatan) Rahin dan bukti kepemilikannya
diserahkan kepada murtahin;
Sumber Fatwa DSN MUI no.68 Tahun 2008
Sejarah Gadai di Masa Rasulullah

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma :


َ ٍّ ِِ‫سلَّ َم ا ْشت َ َرى ِم ْن يَ ُُو‬
.ُ‫َ ََم امم ِِلَى أ َ ٍََ ََ َر ََنَهُ ِ ِْر َعه‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َّ ‫أ َ َّن النَّ ِب‬
َ ‫ي‬

Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli makanan dari
seorang Yahudi dengan pembayaran tempo dan beliau
menggadaikan baju perangnya.”

 Dalam ash shahiihain telah diriwayatkan dari Anas bin Malik


bahwa ketika Rasulullah wafat, baju besi beliau masih
tergadai di tangan seorang Yahudi, untuk pinjaman 30
wasaq gandum (setara dengan 5.400 kg gandum).
Rasulullah meminjam gandum untuk makan keluarganya.

Harga komoditas gandum saat ini sekitar Rp 5.986 per kg, jika
disetarakan dengan nilai sekarang gandum yang dipinjam oleh
Rasulullah setara dengan nilai Rp32.324.400 Sumber :
Abu Ja’far Muhamad bin Jarir Ath Thabari, Tafsir Ath Thabari, 2009
Syaikh Shaffyurahman Al Mubarakfuri, Shahih Tafsir Ibnu Katsir, 2006
Sejarah Pegadaian di Indonesia

Pemerintah Inggris mengambil alih dan


membubarkan Bank Van Leening, Perubahan Badan Hukum Perubahan Badan hukum berdiri Unit Layanan Gadai
kepada masyarakat diberi keleluasaan menjadi “JAWATAN” dari “PN” ke “PERJAN” Pegadaian berprinsip Syariah
mendirikan usaha Pegadaian

1811 1928 1969 2003

1746 1901 1961 1990 2012


Sejarah Pegadaian dimulai
Perubahan Badan hukum dari
saat VOC mendirikan Bank Pegadaian Negara pertama di Perubahan Badan Hukum Perubahan Badan hukum dari “PERUM” ke “PERSERO” pada
Van Leening sebagai lembaga Sukabumi tanggal 1 April 1901 dari “JAWATAN” ke “PN” “PERJAN” ke “PERUM” tanggal 1 April 2012
keuangan yang memberikan
kredit dengan sistem gadai

4
Rukun Rahn

Rukun Rahn menurut jumhur ulama


Aktivitas saat akad
1. Sighat (lafadz ijab dan qabul)
2. Orang yang berakad (rahin dan murtahin)
Akad RAHN
3. Harta (marhun)
Rahin (nasabah) 4. Utang (marhun Bih)
menyerahkan barang Menerima & menyimpan
(marhun) barang jaminan (marhun)

Menerima uang Menyerahkan


Rukun Rahn menurut KHES Pasal 373
da
pinjaman (marhun bih) da Uang
Pinjaman (Marhun Bih)
1. Murtahin
2. Rahin
3. Marhun
4. Marhun Bih (utang)
5. Akad
Hak dan Kewajiban “Transaksi” Rahn

Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan Marhun (barang)


sampai semua utang Rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.

Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya, Marhun tidak
boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi
nilai Marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan
perawatannya.

Pemeliharaan dan penyimpanan Marhun pada dasarnya menjadi kewajiban Rahin,


namun dapat dilakukan juga oleh Murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan
penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin.

Sumber : FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL Nomor: 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang RAHN


Hak dan Kewajiban “Transaksi” Rahn

Rahin dapat meminta penundaan lelang sebelum RAHIN berkewajiban untuk membayar pelunasan yang terdiri
jatuh tempo dengan mengisi formulir yang telah dari Marhun Bih, Mu’nah dan biaya proses lelang (jika ada).
disediakan. Penundaan lelang dikenakan biaya sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di MURTAHIN. Membayar jasa penitipan, apabila marhun bih telah dilunasi,
namun rahin belum mengambil marhun 10 hari setelah
tanggal pelunasan
Rahin berhak memperoleh uang kelebihan dari hasil lelang
(apabila ada) selama 12 bulan, jika tidak diambil lebih dari 12 Jika hasil penjualan lelang tidak mencukupi untuk melunasi
bulan, disepakati menjadi dana sedekah. kewajiban kepadda MURTAHIN , maka RAHIN wajib membayar
kekurangan tersebut.

Rahin berhak mendapat penggantian atas Apabila RAHIN meninggal dunia dan terdapat hak dan kewajiban
kerusakan atau hilang yang tidak disebabkan oleh terhadap MURTAHIN atapun sebaliknya, maka hak dan
suatu bencana alam (force majeur) yang ditetapkan kewajiban tersebut dibebankan kepada ahli waris RAHIN sesuai
pemerintah.. dengan ketentuan waris dalam hukum Republik Indonesia.
Akad Perjanjian Transaksi Rahn

akad rahn dibolehkan hanya atas utang-piutang (al-dain)


yang antara lain timbul karena akad qardh, jual-beli (al-
bai') yang tidak tunai, atau akad sewa-menyewa (ijarah)
yang pembayaran ujrahnya tidak tunai;
Fatwa DSN MUI No.92 Tahun 2014

Dalam akad gadai terdapat 3 (tiga)


akad paralel yaitu: qardh, rahn, dan ijarah.
KHEI tahun 2008 Pasal 373 ayat 2
Peraturan Mahkamah Agung No.2 Tahun 2008
Pemanfaatan Marhun dan
Berakhirnya Akad Rahn

Pemanfaatan Marhun Berakhirnya Akad Rahn


AKAD RAHN : Akad Rahn berakhir jika
Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik 1. Rahin membayar kewajibannya kepada murtahin
Rahin. Pada prinsipnya, Marhun tidak boleh
dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin 2. Murtahin menyerahkan marhun kepada rahin
Rahin, dengan tidak mengurangi nilai Marhun
3. Marhun dilelang/dijual
dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti
biaya pemeliharaan dan perawatannya. 4. Keputusan Pengadilan
Fatwa DSN MUI No.25 Tahun 2002 tentang Rahn

AKAD RAHN TASJILY


Pemanfaatan barang marhun oleh rahin harus
dalam batas kewajaran sesuai kesepakatan;
Fatwa DSN MUI No.68 Tahun 2008 tentang Rahn Tasjily
Eksekusi Marhun
Fatwa DSN MUI No.25 Tahun 2002 tentang Rahn

Penjualan Marhun
1. Apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingatkan Rahin untuk
segera melunasi utangnya.
2. Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka Marhun dijual
paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.
3. Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya
pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya
penjualan
4. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya
menjadi kewajiban Rahin.

Apabila terjadi wanprestasi atau tidak dapat melunasi utangnya, Marhun dapat
dijual paksa/dieksekusi langsung baik melalui lelang atau dijual ke pihak lain
sesuai prinsip syariah;

Rahin memberikan wewenang kepada Murtahin untuk mengeksekusi barang


tersebut apabila terjadi wanprestasi atau tidak dapat melunasi utangnya;
Eksekusi Marhun
KHEI tahun 2008
Peraturan Mahkamah Agung No.2 Tahun 2008

 Apabila telah jatuh tempo, pemberi gadai dapat mewakilkan kepada penerima gadai atau
penyimpan atau pihak ketiga untuk menjual harta gadainya.
 Apabila jatuh tempo, penerima gadai harus memperingatkan pemberi gadai untuk segera
melunasi utangnya.
 Apabila pemberi gadai tidak dapat melunasi utangnya maka harta gadai dijual paksa melalui
lelang syariah.
 Hasil penjualan harta gadai digunakan untuk melunasi utang, biaya penyimpanan dan
pemeliharaan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
 Kelebihan hasil penjualan menjadi milik pemberi gadai dan kekurangannya menjadi kewajiban
pemberi gadai.
 Jika pemberi gadai tidak diketahui keberadaannya, maka penerima gadai boleh mengajukan
kepada pengadilan agar pengadilan menetapkan bahwa penerima gadai boleh menjual harta
gadai untuk melunasi utang pemberi gadai.
 Jika penerima gadai tidak menyimpan dan atau memelihara harta gadai sesuai dengan akad,
maka pemberi gadai dapat menuntut ganti rugi
Perbedaan Akad Rahn dengan
Gadai Konvensional
Aspek Gadai Syariah Gadai Konvensional

Landasan Hukum Al Quran, Hadist, Ijtihad Ulama, POJK, KHEI KUH Perdata

Motif transaksi Tujuan tolong menolong Tujuan bisnis

Cara memperoleh dari biaya pemeliharaan barang jaminan, Dihitung dari uang pinjaman
pendapatan

Bentuk Jaminan Barang tetap dan barang bergerak Barang bergerak


Peran dan Fungsi Pegadaian

13

Anda mungkin juga menyukai