Anda di halaman 1dari 48

HUJAN (PRECIPITATION)

Karakteristik hujan
Stasiun penakar hujan
Analisis data hujan
 Uji konsistensi
 Pengisian data hilang
 Hujan DAS
 Depth area duration (DAD) curve
 Hujan rancangan
 Intensity duration frequency (IDF) curve
 Distribusi hujan
HUJAN (PRECIPITATION)

1. Umum
 Dari daur (siklus) hidrologi terlihat bahwa air yang
berada di bumi baik langsung maupun tidak
langsung berasal dari air hujan (precipitation).
 Dengan demikian untuk meyelesaikan masalah
dalam hidrologi, besaran dan sifat hujan penting
untuk dipahami oleh hidrologis.
Sistem
Input Output
DAS
2. Diskripsi Kuantitatif Hujan

Lama hujan:
 lama hujan tipikal biasanya diukur dalam jam,
 untuk DAS kecil mungkin dalam menit,
sedang untuk DAS besar dapat dalam hari
 untuk lama hujan 1, 2, 3, ..., 24 jam dapat
digunakan dalam analisis hidrologi untuk
perancangan.
Kedalaman hujan dan lama hujan:
 bervariasi tergantung iklim, lokasi, waktu dll

intensitas hujan :
 kedalaman hujan (d) per satuan waktu (t)
biasanya dinyatakan dalam mm/jam

d
I 
t
Contoh kedalaman hujan (Soemarto, 1987):
Cherrapoongee (India) : 10 000 mm/tahun
Lereng Gunung Slamet : 4 000 mm/tahun
Malang, Jawa Timur : 3 000 mm/tahun
Singapura : 2 300 mm/tahun
Belanda : 750 mm/tahun
Teheran (Iran) : 220 mm/tahun
3. Variabilitas hujan
temporally
temporal rainfall distribution : variasi
kedalaman hujan untuk kurun waktu kejadian
hujan
contoh (discrete form) : hyetograph
i

waktu
spatially
spatial rainfall distribution: variasi kedalaman
hujan pada ruang/lokasi yang berbeda.
Contoh terlihat pada peta isohyet

d5
d4
d3
d2
d1
Data Hujan Stasiun Klegen Data Hujan Stasiun Kaliangkrik
Januari 1991 Januari 1991

300 300

Tinggi Hujan (mm)


Tinggi Hujan (mm)

250 250

200 200

150 150

100 100

50 50

0 0

10
13
16
19
22
25
28
31
1
4
7
1
4
7
10
13
16
19
22
25
28
31
Tanggal Tanggal

Data Hujan Stasiun Kaliloro Data Hujan Stasiun Salaman


Januari 1991 Januari 1991
300 300

Tinggi Hujan (mm)


Tinggi Hujan (mm)

250 250
200 200
150 150
100 100
50
50
0
0
1
4
7
10
13
16
19
22
25
28
31
1
4
7
10
13
16
19
22
25
28
31

Tanggal
Tanggal
Data Hujan Stasiun Klegen Data Hujan Stasiun Kaliloro
Tahun 1991 Tahun 1991

1200 1200

1000 1000

800 800

600 600

400 400

200 200

0 0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Data Hujan Stasiun Kaliangkrik Data Hujan Stasiun Salaman


Tahun 1991 Tahun 1991

1200 1200

1000 1000

800 800

600 600

400 400

200 200

0 0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
Rata-rata Data Hujan Tahun 1991-1995

4000
3558
3500 3339
3116
3000
2577
2500

2000

1500

1000

500

0
Klegen Kaliangkrik Kaliloro Salaman
Karena kedalaman hujan bervariasi baik dalam
ruang dan waktu, maka diperlukan data hujan dari
beberapa stasiun penakar hujan untuk
memperkirakan hujan kawasan/ hujan DAS

4. Analisis hujan
Hujan DAS
aritmatik/ rerata aljabar
poligon Thiessen
isohyet
 Metode Aritmatik
paling sederhana
akan memberikan hasil yang teliti bila:
stasiun hujan tersebar merata di DAS
variasi kedalaman hujan antar stasiun
relatif kecil
N dengan N : jumlah stasiun
P   P
i Pi : kedalaman hujan di
i1
stasiun i
 Metode Aritmatik
C

1 n
P   di
n i 1
B
1
 ( PA  PB  PC )
3
A
 Metode Thiessen
relatif lebih teliti
kurang fleksibel
tidak memperhitungkan faktor topografi
objektif

N dengan
P   i . Pi N: jumlah stasiun
i1 Pi: kedalaman hujan di stasiun I
i: bobot stasiun I =Ai / Atotal
Ai: luas daerah pengaruh sta. I
Atotal : luas total
 Metode Thiessen
C
n
P   i Pi
i 1
B
  A PA   B PB   C PC

A
 Metode Isohyet
fleksibel
perlu kerapatan jaringan yang cukup untuk
membuat peta isohyet yang akurat
subjetif
dengan:
1 n
Pi  Pi 1
P   Ai n : jumlah luasan
A i 2 Pi: kedalaman hujan di kontur i
i: bobot stasiun I =Ai / Atotal
Ai: luas daerah antara dua garis
kontur kedalam hujan
Atotal : luas total
d6
 Metode Isohyet d5

C A5
1 n
di  d 2
P   Ai
A i 1 2 A4

d1  d 2 d5  d6
A1    A5 B
 2 2
A A3
A
A2
A1
d4

d3
d1 d2
Kualitas Data
1. Pengisian data hilang
Dalam praktek di lapangan sering dijumpai
rangkaian data yang tidak lengkap karena:
kerusakan alat
kelalaian petugas

Untuk mengatasi hal tersebut dapat diisi dengan


cara yang ada misal:
a. Normal Ratio Method
b. Reciprocal Square Distance Method
a. Normal Ratio Method
n
1 Anx
Px   Pi
n i 1 Ani
dengan n : banyaknya stasiun hujan di sekitar stasiun X
Px : kedalaman hujan yang diperkirakan di stasiun X,
Pi : kedalaman hujan di stasiun i,
Anx : hujan rerata (normal) tahunan di stasiun X,
Ani : hujan rerata di stasiun i
b. Reciprocal Square Distance Method
n
1 Pi
Px  2  d xi 2
n
 1  i 1
 
i 1  d xi


dengan n : banyaknya stasiun hujan
dxi : jarak stasiun X ke stasiun i,
Px : kedalaman hujan yang diperkirakan di stasiun X,
Pi : kedalaman hujan di stasiun i,
2. Ketidakpanggahan Data (inconsistency)
karena:
alat diganti dengan spesifikasi berbeda,
lokasi alat dipindahkan,
perubahan lingkungan yang mendadak.

Pengujian dapat dilakukan dengan double mass


analysis.
Hujan
kumulatif
sta. uji

Hujan rerata kumulatif sta. acuan


5. Hujan Rancangan

Hujan rancangan (design rainfall)


merupakan suatu pola hujan yang
digunakan dalam rancangan hidrologi
Hujan rancangan digunakan sebagai
masukan (input) model hidrologi untuk
menentukan debit rancangan dengan
menggunakan model hujan-aliran.
Hujan rancangan dapat dihitung
berdasarkan data hujan dari stasiun
penakar hujan atau karakteristik hujan
DAS yang dihasilkan dari studi
sebelumnya
Pemilihan pola hujan rancangan akan
tergantung dari model hujan-aliran
yang akan digunakan.
Hujan rancangan dapat berupa:
Hujan titik, misal pada metoda rational
untuk rancangan sistem drainase
QT  C i(tc ,T ) A
dengan:
QT : debit rancangan dengan kala ulang T tahun
C : koefisien pengaliran
i(tc,T) : intensitas hujan untuk waktu konsentrasi tc
dan kala ulang T tahun
A : luas DAS
Hyetograph, misal pada hujan-aliran
untuk perancangan bangunan pelimpah
suatu bendungan dengan metoda unit
hidrograf
i

waktu

UH
waktu
Analisis hujan rancangan
hujan titik
dengan menggunakan rangkaian data hujan
maksimum tahunan untuk durasi/ lama hujan
tertentu di DAS
Berdasarkan seri data maksimum tersebut,
hujan rancangan dengan kala ulang yang
diinginkan dapat di tentukan dengan analisis
frekuensi
hujan DAS
berdasarkan hasil analisis hujan titik (stasiun)
dan dengan menggunakan kurva hubungan
antara kedalaman hujan titk dengan luas DAS
(depth area duration curve)
%P
100

24-jam
50 3-jam
1-jam
30-menit
Luas DAS (km2)
250 500
Kurva intensity-duration-frequency
(IDF curve) atau lengkung hujan
digunakan untuk menentukan hujan rancangan
untuk perancangan saluran drainasi, yang
meliputi intensitas , lama hujan dan frekuensi
(kala ulang).
IDF dapat dibuat berdasarkan analisis frekuensi
data hujan otomatik (durasi menit, jam)
Jika data otomatik tidak tersedia, IDF dapat
diturunkan berdasarkan analisis frekuensi data
harian dan dengan rumus pendekatan
50
Intesitas hujan (mm/jam)

40
2 tahunan
5 tahunan
30
10 tahunan

20

10

0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120

durasi (menit)
Design hyetographs
Dapat diperoleh dengan menganalisis
kejadian hujan otomatik, pola tipical
hyetograph dapat ditentukan. Misal agihan
Tadashi
Apabila data otomatik tidak tersedia,
hyetograph dapat ditentukan berdasarkan data
harian dan dengan rumus pendekatan misal
Mononobe (Sosrodarsono dan Takeda, 1983)
Atau dengan grafik hubungan antra waktu
dan kedalaman hujan
Rumus Haspers
Untuk hujan dengan durasi pendek (< 2 jam)

RT 1 
 t  60  0,0008
120  t 
2

260  RT 
q 60  60 
dengan :
q : intensitas hujan dalam mm/jam,
RT : hujan harian rancangan dengan kala
ulang T tahun, dalam mm,
t : durasi hujan dalam menit.
Rumus Mononobe

 R 2 4  24 
T n

I 
t  
T  24  t 
 
dengan:
t
I T : intensitas hujan pada durasi t dengan
kala ulang T tahun (mm/jam)
T
R24 : intensitas hujan harian maksimum
pada T yang ditinjau mm/hari)
t : durasi hujan (jam)
n : konstanta
25 25
22 Kedalaman hujan Kedalaman hujan
20 50-75 mm 75-100 mm
20 20

16
Frekuensi 15 15

Frekuensi
11
10
10 10

6 6
5 5
5 4 4 5 4 4 4
3 3
2 2 2 2 2 2
1 1 1 1

0 0
1 3 5 7 9 11 13 1 3 5 7 9 11 13
Lama hujan (jam) Lama hujan (jam)

25 25
Kedalaman hujan Kedalaman hujan
100-150 mm > 150 mm
20 20

15 15
Frekuensi

Frekuensi
10 10

5 4
3 3 5
2 2 2 2 2
1 1 1 1 1 1
0 0 0 0 0 0 0 0
0 0
1 3 5 7 9 11 13 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Lama hujan (jam) Lama hujan (jam)

Frekuensi kejadian hujan DAS Code


Kurva distribusi hujan DAS Code, DIY
Kurva profile hujan aktual y = -0,0054x2 + 1,5659x - 2,2673
R2 = 0,9992
100

90

80
Hujan kumulatif (%)

70

60

50

40

30

20

10

0
0 25 50 75 100
Durasi hujan (%)

Kurva distribusi hujan DAS Cimanuk, Jawa Barat


100
Hujan kumulatif (%)
80

60

40

20

0
0 20 40 60 80 100
Durasi hujan (%)
Kurva distribusi hujan DAS Cimanuk, Jawa Barat (Arief, 2005)
Distribusi hujan
Dapat diperoleh berdasarkan data hujan
otomatik, pola tipical distribusi hujan dapat
ditentukan
Apabila data otomatik tidak tersedia,
distribusi hujan dapat ditentukan dengan
model distribusi hipotetik (Chow et al., 1988)
seperti: uniform, segitiga, bell shape, ataupun
alternating block method; sedang lama
hujannya dapat didekati dengan waktu
konsentrasi tc dengan rumus yang ada
seperti:
Waktu konsentrasi tc (Pilgrim, 1987)
Rumus Kirpich
0.385
tc  0.0663 L 0.77
S ( jam)
Rumus Bransby-Williams
tc  0.243 L A 0.1
S 0.2
( jam)
Australian rainfall-runoff
tc 0,76 A 0 , 38

dengan A : luas DAS (km2)


L : panjang sungai utama (km)
S : landai sungai utama
Waktu konsentrasi tc (Pilgrim, 1987)
Rumus Kirpich
0.385
tc  0.0663 L 0.77
S ( jam)
DAS Cimanuk (Kurniadi, 2005)
tc=0.57 A0.41 (jam)

Australian rainfall-runoff
tc 0,76 A 0 , 38

dengan A : luas DAS (km2)


L : panjang sungai utama (km)
S : landai sungai utama
Penentuan agihan alternating block method
Hitung waktu konsentrasi tc
Hitung intensitas hujannya (jam ke 1, 2,…, tc)
Hitung kedalamannya
Hitung penambahan kedalaman untuk tiap
interval waktunya
Selanjutnya gambar ABM-nya dengan nilai
maksimum (step 4) diletakkan di tengah, sedang
nilai dibawahnya diletakkan selang-seling dari
kanan kiri dari nilai maksimumnya. Nilai
maksimum ke-2 di sebelah kanannya, maksimum
ke-3 disebal kkirinya dst.
Dalam aplikasinya, untuk mendapatkan tinggi hujan
di tiap jamnya, persamaan Mononobe dimodifikasi
menjadi sebagai berikut :
2
R  Td 
T
3
I 
t
T  
24

Td  t 
ITt : intensitas hujan pada durasi t dengan kala ulang T
tahun (mm/jam),
R24T
: curah hujan rancangan pada kala ulang T tahun
(mm),
Td : durasi hujan yang ditetapkan (jam),
t : durasi hujan pada jam yang ditinjau (jam).
50

42

40
kedalam an hujan (m m )

30

20

11
10 8
5 6
4 5 4
3

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Waktu (jam -ke)

agihan hujan dengan alternating block method (ABM)


Lama Intensitas Depth (mm) Incremental depth Rainfall dist
1 45.18 45.18 45.18 4.43
2 26.86 53.73 8.55 8.55
3 19.82 59.46 5.73 45.18
4 15.97 63.89 4.43 5.73
5 13.51 67.56 3.67 3.67

50
Intensitas hujan

40
(mm/jam)

30
20
10
0
1 2 3 4 5
Waktu (jam ke-)
Distribusi hujan menurut Tadashi
Tanimoto
Berdasarkan hasil penelitian Tadashi Tanimoto,
bahwa untuk keperluan penetapan tinggi hujan
jam-jaman, hujan ditetapkan berlangsung selama
8 jam dimana hujan yang terdistribusi ditiap
jamnya diperoleh berdasarkan nilai persentase
terhadap nilai total hujan
Distribusi hujan menurut Tadashi Tanimoto
Jam 1 2 3 4 5 6 7 8
%P 26 24 17 13 7 5.5 4 3.5
30
25
20
%P

15
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (jam)
6. Sumber Data

Data hujan dapat diperoleh dari berbagai


sumber seperti:
• Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG)
• Dinas Pengairan,
• Puslitbang Pengairan
• Studi tentang keairan,
• dll.

Anda mungkin juga menyukai