Anda di halaman 1dari 17

Arsitektur Vernakular dan

Arsitektur Hijau
Arsitektur Vernakular di Indonesia
• Kehidupan masyarakat tradisional cenderung sangat sederhana
disbanding masyarakat modern. Aktifitas yang dijalankan tidak
semajemuk masyarakat modern.
• Dengan kehidupan dan aktifitas yang sederhana ini ditambah
sejumlah aturan atau larangan adat terkait dengan hal – hal yang
berbau modern seperti penggunaan peralatan listrik atau kendaraan
bermotor.
• Arsitektur vernacular lahir dalam ekosistem nudaya yang matang dan
stabil jangka panjang. Etnis atau suku tertentu yang mendiami hunian
beserta fasilitas pendukung kehidupan dasar lain seperti lumbung,
tempat memuja leluhur lainnya.
• Manusia tradisional sangat percaya bahwa mereka adalah makhluk
lemah dan rentan terhadap bencana dari kekuatan alam yang begitu
dahsyat. Demi keselamatan hidup di muka bumi, mereka sangat
tunduk terhadap alam.
• Di dalam masyarakat tradisional, bangunan yang paling dominan
adalah rumah tinggal. Rumah tinggal bukan merupakan barang
komoditi yang diperjualbelikan taau bahkan dimiliki.
• Dengan pemikiran semacam ini bangunan tidak akan dibuat “lebih”
dari sekedar yang dibutuhkan. Bangunan bukan komiditi yang harus
ditingkatkan harganya setiap saat
• Aturan menebang pohon hanya jika benar benear membutuhkan.
Ukuran pohon yang dapat dutebang, proses penebangan, dan lain
lainnya.
• Demikian pula peraturan kemasyarakatan, ter masuk cara dan aturan
membangun rumah atau bangunan lain dibuat oleh komunitas secara
memandai, meskipun banyak yang tidak secara tertulis, untuk
dipatuhi oleh semua anggota komunitas.
• Keyakinan mereka bahwa pohon besar memiliki penunggu atau
hantu. Demikian pula sungai, danau, laut, bukit, gunung dan lainnya,
memberikan konsekuensi positif dalam pelestarian alam dan
lingkungan.
• Keyakinan yang kemudian diimplementasikan ke dalam tindakan
tindakan yang bersifat konservasi, merupakan dasar dasar rancangan
arsitektur hijau.
Arsitektur Vernakular dalam Perpektif
Arsitektur Hijau
1. Pemilihan dan pengolahan tampak
• Parammeter ini erkait dengan bagaimana memilih tapak yang aman
untuk mendirikan bangunan atau sekumpulan bangunan. Sejumlah
kemungkinan terhadap terjadinya bencana alam, seperti tanah
longsor, gempa bumi, banjir, gunung meletus, dan lainnya, patut di
erhitungkan dalam memlilih lokasi tapak.
2. Energi
• Dalam konsep arsitektur hijau, parameter energy terkait dengan
besarnya energy yang di konsumsi serta persentase pemanfaatan
sumber energy terbarukan di bangunan.
• bangunan dinilai baik juka dalam mewadahi aktifitas manusia energy
yang di konsumsi rendah, sementara kenyamanan fisik manusia
seperti kenyamanan termal, visual, dan sapsial tetap dapat dipenuhi.
3. Material
• Arsitektur hijau menuntut penggunaan material yang tidak
mengkontaminasi lingkungan dan membahayakan manusia. Material
terbarukan seperti kayu, bamboo, dahan, daun, dan kaunnya
merupakan salah satu material yang direkomendasi, di samping
material yang dapat di recycle.
• Material yang dari tumbuhan merupakan material yang dalam
pembentukannya menyerao CO2 dari udara
4. Air
• Konsumsi air per satuan waktu per individu merupakan salah satu
paramateter dominan yang diukur dalam konsep arsitektur hijau.
• Bangunan yang rendah dalam konsumsi airnya akan mendapat nilai
baik atau tinggi dalam konsep arsitektur hijau
5. Limbah
• Bagaimana limbah yang dihasilkan manusai dan bangunana dapat
diolah kembali atau dapat di minimalkan jumlahnya menrupakan
salah satu ukuran tingkan hijau suatu bangunan.
• Sejumlah bangunan modern memasang instalasi pengolah limbah
agar limbah cair atau padat dapat di proses dan di manfaatkan
kembali
• Pembunagan limbah dengan frekuensi tinggi, atau selang waktu
pembuangan pendek, peluang tanah atau alam untuk mempurifikasi
limbah menjadi sangat kecil.
6. Kualitas ruang dalam
• Kualitas ruang dalam menyangkut kualitas kimiawi udara dan kualitas
fisik ruangan. Kualitas udara terkait dengan komposisi gas gas
pembentuk udara seperti oksigen (O2), gas lemas (N2), karbon
dioxide (CO2), uap air (H2O), dan sebagainya.
• Jika pengguna bangunan dapat merasakan udara sejuk, tidak panas
atau dingin, sehingga nyaman secara termal, maka dalam aspek ini
bangunan mendapat nilai tinggi.
Tingkat Hijau Arsitektur Vernakular
• Dalam hal pemilihan tapak, secara umum arsitektur vernacular
cenderung memilih tpak yang tepat, sehingga bangunan bangunann
nya bias tahan ratusan tahun tanpa mendapat gangguan bencana
alam.
• Demikian dalam hal perusakan tapak atau kawasan, arsitektur
bernakular mengoptimalkan tapak, tidak banyak melakukan
perbubahan tapak, tidak banyak mengubah lingkungan fisik alami,
sehingga hampir tidak pernah ada perusakan tapak atau lingkungan.
• Penggunaan energy bangunan maupun kawasan sangat minim karena
pada umumnya masyarakat tradisional dalam beraktifitas tidak
tergantung dengan energi yang bergantung dengan energy dari fosil
atau minyak.
• Penerangan bangunan umumnya hanya diberikan seperlunya, itupun
pada umumnya menggunakan bahan bakar nabati seperti minyak
kelapa, dan lain lain.
• Untuk keperluan berpindah tempat, bergerak atau transportasi di
dalam kawasan oermukiman, masyarakat tradisional cenderung tidak
menggunakan kendaraan, namun dengan berjalan kaki.
• Demikian pula dalam hal konsumsi air, arsitektur verbakular hemat
dalam penggunaan air. Pada umumnya aktivitas mandi, cuci, dan
kakus diselenggarakan dengan menggunakan air secukupnya, tidak
berlebihan.
• Penggunaan material bangunan yang berasan dari bahan tumbuhan
seperti kayu, bambu, daun, kulit pohon dan lainnya, menempatkan
arsitektur vernacular ke dalam posisi tinggi dalam penilaian arsitektur
hijau.
• Demikian juga dengan minimnya penggunaan peroduk-produk
modern dalam aktivitas sehari hari seperti bahan kimia, plastic dan
lainnya.
• Sejumlah kriteria dalam arsitektur hijau tampaknya tidak dapat
sepenuhnya dipenuhi oleh arsitektur vernacular, di antaranya terkait
parameter “kualitas ruang dalam”
• Standar arsitektur hijau menuntut kualitas ruang dalam yang nyaman
dna sehat bagi pengguna bangunan sesuai dengan kriteria manusia
modern, sementara warga komunitas arsitektur vernacular cenderung
tidak memenuhi kriteria tersebut.
• Secara umum dapat dinyatakan bahwa arsitektur vernacular
menonjol dengan nilai yang tinggi pada aspek aspek konsumsi energy
yang rendah, penggunaan energy terbarukan, penggunaan material
terbarukan dan tidak merusak lingkungan, transportasi kawasan yang
tidak menggunakan kendaraan bermotor.

Anda mungkin juga menyukai