Pembimbing
dr. Sugeng Budi Rahardjo, Sp.PD
182011101007
Keseimbangan
Transpor aktif
gibbs-donnan
Pendahuluan
Konsentrasi
Hipo dibawah
normal
Gangguan
Elektrolit
Hiper Konsentrasi
diatas normal
kadar Na+ plasma <135 mEq/L
Klasifikasi
Waktunya
Kronis
(>48 jam) Lemas
Klasifikasi
Ringan 130-135 mmol/L
Derajat
Sedang 125-129 mmol/L
nilainya
Berat <125
mmol/L
Etiologi
Gejala
Mual tanpa muntah,
Sedang kebingungan dan sakit
kepala
Gejalanya
Muntah, gagal jantung
dan pernapasan,
Berat somnolen, kejang dan
koma
Diagnosis
Anamnesis: riwayat muntah, penggunaan diuretik
atau manitol, riwayat penyakit pada pasien (gagal
jantung, sirosis hepatik, sindorm nefrotik,
hipotiroidisme, gangguan kelenjar adrenal dan
sebagainya)
Pemeriksaan fisis: nilai cairan ekstraseluler dan
volume sirkulasi
Pemeriksaan penunjang kadar natrium serum,
osmolalitas plasma dan kadar natrium urin
Tatalaksana
Asimtomatik: koreksi natrium dengan kecepatan <0,5
mEq/L/jam dengan larutan Na isotonik IV (NaCl
0,9%)
Akut: koreksi natrium dilakukan secara cepat dengan
pemberian larutan Na Hipertonik IV (NaCl 3%). Kadar
natrium plasma ditingkatkan sebanyak 5 mEq/L/jam
dari kadar Na awal dalam waktu 1 jam. Setelah itu
kadar natrium plasma ditingkatkan sebesar 1 mEq/L
setiap 1 jam sampai mencapai 130 mEq/L.
koreksi dilakukan secara perlahan, kecepatan koreksi
0,5-1 mEq/L/jam. Biasanya total koreksi maksimal 10-
12 mEq/24 jam dan <18 mEq/48 jam pertama untuk
menghindari sindrom demyelinasi osmotik atau
serebelopontin mielinolisis.
Tatalaksana
Hipovolemik: larutan normal salin
Hipervolemik: restriksi cairan bebas (diuretik atau
vasodilator serta infus koloid pada pasien sirosis
hepatis)
Tatalaksana
1 jam
Akut (?) Kronis (?)
pertama
Ulang NaCl 3%
target kenaikan Ganti dengan
1 mmol/L/jam salin 0,9%
Hentikan jika
gejala membaik Batasi kenaikan
atau natrium Periksa setelah hingga 10 mmol/L
plasma meningkat 6 dan 12 jam dalam 24 jam
10 mmol/L atau diulang setiap pertama
telah mencapai Dan 8 mmol/L
hari hingga
130 mmol/L. dalam 24 jam
stabil
periksa tiap 4 jam berikutnya
Rumus kebutuhan koreksi
Natrium= 0,5 x berat badang (kg) x (target natrium –
konsentrasi natrium awal)
Koreksi dilakukan dengan larutan Na Hipertonik
untuk hiponatremia akut sedangkan larutan Na
isotonik untuk hiponatremia kronis.
Rumus natrium serum pasca
koreksi
Perubahan natrium serum = (kandungan natrium
cairan infus – kadar natrium serum) / (jumlah air
tubuh + 1)
Jumlah air tubuh = BB (kg) x 0,6 untuk laki-laki atau
0,5 untuk perempuan atau 0,5 untuk laki-laki lanjut
usia atau 0,45 untuk perempuan lanjut usia
Rumus jika menggunakan cairan
infus yang mengandung ion kalium
Perubahan natrium serum = [(kandungan natrium
cairan infus + kandungan kalium cairan infus) – kadar
natrium serum] / (jumlah air tubuh + 1)
Ion kalium yang diberikan akan masuk kedalam ruang
intraseluler sehingga ion natrium akan keluar menuju
ekstraseluler sehingga dapat meningkatkan ion
natrium lebih tinggi
Kadar natrium plasma >145 mmol/L
Etiologi
Hilangnya cairan tubuh
kurangnya asupan cairan
bertambahnya asupan natrium
Manifestasi klinis
Menyebabkan hipertonisitas plasma sehingga cairan
akan keluar dari sel termasuk sel otak
Maka dari itu gejalanya berupa gangguan atau
perubahan status mental, kelemahan, defisit
neurologis fokal, penurunan kesadaran, atau kejang
Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisis untuk mengetahui
penyebab
Pemeriksaan penunjang: pengukuran volume dan
osmolalitas urin
Tatalaksana
Defisit air
Estimasi jumlah total cairan tubuh (50-60% x KgBB)
Hitung defisit air dengan [(kadar natrium plasma –
140)/140] x jumlah total air dalam tubuh
Hitung dalam 48-72 jam untuk menghindari
terjadinya komplikasi neurologis
Tatalaksana
OWL (Ongoing Water Loss)
Bersihkan air = volume urin [ 1 – (kadar natrium urin +
kadar kalium urin/kadar natrium serum)]
IWL (insensible water loss)
5-10 ml/KgBB/hari (lebih banyak jika pasien demam)
Jumlah OWL dan IWL diberikan setiap harinya
Tatalaksana
Rute pemberian cairan yang paling aman adalah per
oral atau melalui selang nasogastrik (NGT)
Jika tidak memungkinkan dapat melalui intravena
Cairan yang digunakan adalah salin hipotonik (NaCl
0,45% atau dextrosa 5%)
Pantau kadar gula darah secara rutin jika
menggunakan cairan dextrosa 5%
Koreksi sebaiknya tidak lebih dari 15 mEq/L per hari
Kadar kalium plasma <3,5 mEq/L
Etiologi
Berkurangnya asupan
Masuknya kalium ke dalam intrasel
Meningkatnya laju pembuangan
Gejala
Gejala baru muncul jika kadar kalium serum <3
mEq/L
Ringan (Kalium: 3-3,5 mEq/L): biasanya asimtomatik
Sedang (kalium: 2-3 mEq/L): lemas, mialgia,
konstipasi
Bila kadar kalium <2,5 mEq/L dapat terjadi nekrosis
otot
Pada pasien penyakit jantung (iskemia, gagal jantung,
hipertrofi ventrikel kiri) dapat mengalami aritmia
Temuan EKG pada pasien: T inversi, depresi segmen
ST, interval PR memanjang dan QRS melebar
Berat (kalium: <2 mEq/L): paralisis asending,
gangguan pada otot pernapasan
Tatalaksana
KCL (kalium klorida): yang paling sering digunakan
dengan kandungan 20 mEq ion kalium per tablet
Pemberian 40-60 mEq KCL (2-3 tablet) dapat
meningkatkan kadar kalium sebesar 1-1,5 mEq/L
Pemberian 135-160 mEq KCL dapat meningkatkan kadar
kalium sebesar 2,5-3,5 mEq/L
Pada pemberian intravena, pemberian KCL sebaiknya
dilarutkan dalam larutan NaCl
Vena besar atau sentral: 20 mEq dalam 100 ml NaCl 0,9%
Vena perifer: maksimal 60 mEq dalam 1000 ml Nacl 0,9%
Kecepatan pemberian disarankan berkisar 10-20 mEq/jam
pada kondisi paralisis otot pernapasan atau aritmia, dapat
ditingkatkan hingga 40-100 mEq/jam melalui vena sentral
Tatalaksana
KPO4 (kalium fosfat): hanya digunakan pada
hipokalemia disertai dengan kehilangan fosfat
KHCO3(kalium bikarbonat): hanya digunakan pada
hipokalemia dengan asidosis metabolik
Koreksi
Pemberian terlalu cepat atau konsentrasi terlalu pekat
dapat menyebabkan sklerosis vena
Pemberian KCL sebaiknya tidak menggunakan cairan
dextrosa karena justru dapat memicu hipokalemia
akibat sekresi insulin oleh dextrosa
Koreksi kalium intravena yang cepat harus diiringi
dengan observasi EKG dan pemeriksaan
neuromuskular
Kadar kalium plasma > 5 mEq/L
Pseudohiperkalemia
Pseudohiperkalemia merujuk kepada kondisi
meningkatnya kadar kalium pada saat pungi vena
akibat lisis sel darah merah
Etiologi
Lepasnya ion kalium dari ruang intraseluler
Asidosis metabolik bukan karena asidosis organik
(ketoasisdosis, asidosis laktat)
Defisiensi insulin
Pemakaian obat penyekat Beta adrenergik
Hemolisis, sindrom lisis tumor, rabdomiolisis
Etiologi
Menurunnya laju pembuangan ion kalium oleh ginjal
Hipoaldosteronisme
gagal ginjal
berkurangnya volume sirkulasi
penggunaan sikiosporin
Manifestasi klinis
Menyebabkan depolarisasi parsial membran sel
Kelemahan otot yang dapat memberat menjadi
paralisis flaksid
Hipoventilasi apabila melibatkan otot pernapasan
Asisdosis metabolik karena hiperkalemia
menghambat penyerapan NH3 sehingga sekresi
hidrogen menjadi berkurang
Kardiotoksik: fibrilasi ventrikel, asistol
EKG: peaked T waves, pemanjangan interval PR, QRS
melebar, gelombang P menghilang
Tatalaksana
Berat (kalium: 7,5 mEq/L):
Stabilisasi miokardium: berikan Ca Glukonas 10 ml
dalam larutan 10% selama 2-3 menit
Bila dalam 5-10 menit tidak terdapat perubahan EKG
pemberian dapat diulang
Tatalaksana
Memindahkan kalium ekstraseluler ke intraseluler:
insulin reguler 10-20 U + glukosa 25-50 gram untuk
memasukkan kalium kedalam ruang intrasel atau
pada pasien gagal ginjal kronis (GGK) dengan asidosis
metabolik berikan natrium bikarbonat IV (50-150 mEq
atau 3 ampul)
Tatalaksana
Inhalasi agonis beta: (albuterol) 20 mg dalam 4 ml
cairan salin normal selama 10 menit dengan lama
awitan kerja sekitar 30 menit
Untuk meningkatkan pembuangan kalium:
Diuretik (biasanya kombinasi diuretik loop dan
tiazid): furosemid >40 mg
Na polistiren sulfonat 20-50 gram dicampur 100 ml
sorbitol 20% untuk mencegah konstipasi
Hemodialisis: hanya diberikan pada gagal ginjal atau
hiperkalemia yang tidak berespon dengan terapi
koreksi yang diberikan
Pemeriksaan penunjang
ISE (ion selective electrode)
FES (flame emission spectrofotometry)
Spektrofotometer berdasarkan Aktivasi Enzim
AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry)
ISE (ion selective electrode)
FES (flame emission
spectrofotometry)
AAS (Atomic Absorption
Spectrophotometry)