Anda di halaman 1dari 70

Responsi

Tetanus, Tetanus Neonatorum, Toksoplasmosis


Cerebri, Abses Otak, Spondilitis Tuberkulosis

Oleh:
Aditya Widya Pramana 122011101073
Ferry Fitriya Ayu Andika 142011101019

Dosen Pembimbing :
dr. Usman G. Rangkuti, Sp.S

KSM ILMU PENYAKIT SARAF


RSD DR. SOEBANDI JEMBER/UNIVERSITAS JEMBER
2019
TETANUS
TETANUS
 Penyakit akut, paralisis yang spastik
yang disebabkan neurotoksin yang
diproduksi oleh bakteri Clostridium
tetani, (anaerob gram positif).
 Bentuk obligat berupa spora yang
mempunyai habitat alami di tanah,
debu dan traktus alimentarius
beberapa hewan.
 Spora C.tetani sangat tahan terhadap
panas, kimia dan antibiotik sehingga
dalam bentuk spora akan mampu
bertahan bertahun-tahun di debu
ataupun tanah.
 Dalam bentuk vegetatif, pada kondisi anaerob akan
menghasilkan 2 bentuk toksin, tetanospasmin dan
tetanolisin.
 Tetanolysin - Zat ini merupakan hemolisin tanpa
aktivitas patologis
 Tetanospasmin - toksin ini bertanggung jawab untuk
manifestasi klinis tetanus, salah satu racun yang
dikenal paling kuat, dengan dosis mematikan
minimum diperkirakan dari 2,5 ng / kg berat badan
 Tetanospasmin merupakan eksotoksin poten yang
mempunyai afinitas tinggi dengan jaringan saraf
 Toksin tetanus terikat di neuromuscular junction dan akan
masuk ke saraf motorik
 endocytosis kemudian akan menjalani transport axonal
retrograde ke sitoplasma dari α-motoneuron.
 Toksin keluar dari motoneuron di cornu spinalis dan
selanjutnya akan memasuki interneuron inhibisi spinalis.
 Toksin tetanus akan menghambat pelepasan
neurotransmiter glisin dan ϒ-aminobutyric acid (GABA)
toksin tetanus menghambat inhibisi normal dari otot-otot
antagonis mempengaruhi koordinasi gerakan volunter.
 Akibat dari keadaan ini adalah otot akan tetap kontraksi
maksimal dan tidak bisa relaksasi
CARA PENULARAN
 Jaringan yang nekrotik(crust injury)
 Otitis media
 Caries gigi
 Ulkus kulit kronis
 Luka operasi
 Luka bakar luas
 Luka pembekuan es
 Gigitan binatang danmanusia
 Patah tulang terbuka
 Pemotongan talipusat yang tidak steril
MANIFESTASI KLINIS : TETANUS LOKAL

 Otot-otot dekat luka menjadi spasme dan kaku serta


nyeri secara sinambungan / kontinu

 Gejala ini dapat berlanjut berminggu-minggu


kemudian hilang tanpa komplikasi

 Terkadang jenis tetanus lokal mendahului tetanus


umum / generalized.
MANIFESTASI KLINIS : TETANUS UMUM
 Perkembangan sangat pelan.
Febris ringan kalau ada.
Munculnya febris baru sering
dari infeksi (paru) sekunder.
 Trismus “Lockjaw” (kaku &
kemudian spasme pada otot
masseter): merupakan gejala
mula-mula (presenting symptom)
pada 50% kasus non-neonatus.

 Gejala lain pada awal klinisnya:


iritabel, nyeri/pusing kepala,
sulit menjadi tenang.
 Risus Sardonicus (senyum
beku/senis, alis terangkat keatas, otot
dahi mengerut, otot pipi menarik
pojok mulut ke lateral.)
 Spasme pada otot abdomen & lumbar
makin keras.
 Opisthotonus (spasme otot pinggang
& leher [kaku kuduk]) sampai posisi
badan spt busur kalau kejang.
 Kejang-kejang tetanik: tiba-tiba
spasme / kontraksi umum krn
stimulasi apapun (sinar lampu yg
dinyalakan, angin, suara keras,
sentuhan, suntikan).
 Tambah dengan rasa cemas, takut
terserang lagi.
MANIFESTASI KLINIS : TETANUS KEFALIK

 Jarang terjadi
 Masa inkubasi sangat singat 1 – 2 hari
 Dari otitis media, luka pd kepala atau muka
termasuk bending asing di lubang hidung
 Kerusakan pada Syaraf Kranial III, IV, VII, IX, X &
XI paling menonjol. Yang paling sering VII
(“Facial Nerve or Bell’s Palsy”)

 Kadang-kadang tetanus
kefalik mendahului tetanus
umum.
DIAGNOSIS BANDING :TRISMUS
 Bisul Paratonsil: Dx dari pemeriksaan fisik (uvula
tergeser) & nyeri telan yg berat
 Bisul Retrofaring: Dx dari X-ray/radiograf leher lateral.
 Rabies / Hydrophobia. Gigitan binatang juga bisa
menanam C. tetani!
 Parotitis: Dx dari pemeriksaan fisik (bengkaknya &
nyerinya)
 Sakit gigi: Caries juga bisa menjadi pintu masuk (port
d’entrée) bagi C. Tetani
DIAGNOSIS BANDING :KEJANG-KEJANG
 Meningitis bakteri, virus, tuberkulosis: kurang/tidak sadar,
tidak ada trismus. Dx dari Likor Spinalis
 Encefalopati & encefalitis: kurang sadar, tidak ada trismus
Dx dari Likor Spinalis
 Hipokalsemia: (hypoparathyroidism, kekurangan vitamin D,
GEA berat) tetap sadar, sering disertai spasme karpo-pedal
& spasme laring tanpa trismus
 Sindroma hiperventilasi: (alkolosis) biasanya psikogenic,
Rx: rebreathing. Tetapi mungkin dari gagal ginjal
 Keracunan Strychnine: (minum banyak tonikum pd anak-
anak) jarang ada trismus
 Poliomyelitis: kaku & spasme (tanpa trismus) pd fase awal
sebelum paralysis/lumpuhnya
KOMPLIKASI
 Asfixia berat & hipoxia otak sampai kematian karena
spasme laring & otot-otot pernafasan. Rx: Perawatan!!
 Pneumonia aspirasi, ditandai febris tinggi & tambahan
sekret pernafasan, Rx: Antibiotik broad spectrum
 Sepsis pada neonatus atau pasien lain bila alat suksion
kurang steril dll: Rx: Antibiotik broad spectrum
 Malnutrisi & ketidakseimbangan elektrolit serum
karena lama sekali tergantung pada IV untuk gizi, dan
nutrisi yg diberi lewat sonde (selang naso-gastrik) mudah
dimuntahkan pada saat kejang-kejang.
 Patah vertebra (compressive fracture) karena konvulsi yang hebat.
(jarang terjadi kalau Rx anti-kejang diberi)
TATALAKSANA TETANUS: RUANGAN
► Lingkunan perawatan intensif & pengawasan ketat:
Suksion, oksigen, monitor

► Kurangi sumber stimulasi


Sinar, suara, sentuhan

► Namun jangan sampai lingkunan kurang cahaya krn


menghambat perawatan & menutup gejala sianosis.
TATALAKSANA TETANUS: ANTIBODI
 Tetanus Immune Globulin (TIG) (Human): 3.000-6.000 U
sekali IM saja. Atau kalau TIG tidak ada . . .
 Tetanus Anti-Toxin (TAT) (serum kuda) tes kulit dulu,
 Dosis: 50.000 - 100.000* U sekali (Redbook edisi 2000)
(Dosis TAT di FK Unair: 10.000 U.)
 20.000 U sampai ½ dosis yg ditentukan diberi IV, &
sisanya IM, dgn perhatian ketat terhadap anafilaksis
 Serum sickness terjadi pada 10% - 20% reseptor
serum kuda
 Kalau tes kulit positif, mungkin perlu diberi secara
“desensitizasi”
 Vaksin Tetanus Toxoid (DPT, DT, dT) dosis pertama.
Penyakit tetanus tidak menimbulkan cukup antibodi!
TATALAKSANA TETANUS: ANTIBIOTIK
 Metronidazole (Abx terpilih / Drug of Choice):
30 mg*/kg/hari IV/PO dibagi 4 (q6h), 7 – 10 hari
Max: 4 gm/hari (*dulu 15 mg/kg/hari)

 Penicillin G
100,000 U/kg/hari IV dibagi 6 (q4h), 10 - 14 hari,
Max: 24juta U/hari

 Eritromicin:
30 - 40 mg/kg/hari IV, dibagi 4 (q6h), Max: 4 gm,
Bagi yg beralergi trhdp Pen & Metronidazole
TATALAKSANA TETANUS: ANTI-KEJANG
 Diazepam (Valium): 0.1 - 0.3 mg/kg/dosis IV dibagi 4 – 6 kali (q4–
6h) PRN kejang, atau diberi secara tetesan kontinu. Kemudian
dipesan secara titrasi (disesuaikan respons klinis). Sering dosis hrs
ditambah.
 Phenobarbital : 5 mg/kg/hari IV/IM dibagi 4 kali (q6h), bila
Diazepam sendiri tidak mampu.
 Vecuronium (paralysis/dilumpuhkan) bila kasus sangat berat.
Harus disambung dgn ventilator!
PROFILAKSIS TETANUS: IMUNISASI
 Pencegahan Tetanus Neonatus:
Tetanus Toxoid diberi 2 kali kpd ibu hamil, jarak 1 bln, yg ke2 > 2 mgg
sblm bersalin Bagi ibu yg telah menerima seri tetanus toxoid dulu,
diberi 1 kali saja.
 Imunisasi Aktif Rutin:
DPT/DTaP pd umur 2, 4, 6 bln, lalu 6 – 12 bln kemudian
& pd umur 5 – 7 thn, LALU setiap 10 tahun
Kalau DPT/DTaP/DT yang ke4 diberi ssdh umur 4 thn, yg
ke5 boleh dibatal. Lalu setiap 10 tahun
Untuk anak/dewasa seri dasar dT sejumlah 3 dosis, dgn
jarak wkt 1 – 2 bln. Lalu 6 – 12 bln kemudian & setiap 10 thn
Kalau terlambat menerima imunisasi apapun, jadwalnya
tidak perlu diundur & diulang. Teruskan saja
TETANUS NEONATORUM
EPIDEMIOLOGI
 Secara global hampir 14% penyebab kematian neonatus adalah
tetanus neonatorum.
 Tahun 2003,WHO memperkirakan 49000 neonatorim meninggal
karena tetanus.
 Tetanus neonatorum bertanggung jawab terhadap 50%
kematian neonatal yang disebabkan oleh penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi.
 Tetanus neonatorum dapat dicegah dengan imunisasi dan atau
pelayanan persalinan dan pasca persalinan yang bersih
MANIFESTASI KLINIK
 Masa inkubasi berkisar antara
3-14 hari
 kesulitan minum (menghisap
dan menelan),
 peka rangsang dan bayi
menangis terus menerus.
 kekakuan dan spasme otot.
 Trismus disebabkan oleh
adanya spasme pada otot
massester
 Spasme pada otot fasial
menyebabkan risus
sardonicus
 Kontraksi tonik otot abdomen dan lumbal menghasilkan gejala
opisthotonus dan diikuti dengan fleksi dan adduksi tangan serta
kepalan tangan seperti petinju
 Posisi bibirnya sering kerutan / pucker, “Fish Mouth” (mulut ikan)
 Reflex Moro sangat keras & lama kalau bayi dirangsang sedikit
 Spasme otot sangat mudah dicetuskan oleh rangsangan taktil,
visual maupun auditorial.
 Adanya demam kemungkinan akibat aktivitas otot yang berlebihan.
 Spasme otot laringeus dan respiratorius menyebabkan obstruksi,
asfiksia dan sianosis
Perjalanan alamiah tetanus neonatorum
 Peningkatan keparahan penyakit pada 7 hari pertama diikuti
kondisi yang tetap pada minggu kedua dan berkurang secara
bertahap pada 2 – 6 minggu berikutnya.
 Tetanus sering menyebabkan kematian sekitar 60 – 90%.
Komplikasi yang sering terjadi adalah bronkopneumonia,
pneumonia aspirasi dan atelektasis.
 Angka kematian dapat menurun dengan adanya perawatan
intensif dan ventilator
TATA LAKSANA
 Tujuan :
menetralkan toksin yang beredar sebelum toksin masuk ke dalam
sistem saraf pusat,
menurunkan produksi toksin yang lebih banyak,
mengontrol gejala neuromuskuler dan otonom yang muncul serta
mempertahankan kondisi pasien sampai efek toksin menghilang.
Efikasi terapi dipengaruhi oleh faktor prognostik seperti masa
inkubasi, jangka waktu antara gejala pertama yang muncul dan
spasme yang pertama (interval onset), frekuensi dan durasi
spasme, demam dan komplikasi respiratorius yang terjadi
PERAWATAN SUPORTIF
 menjaga jalan napas tetap terbuka
 Pemasangan kateter saluran kencing bisa dilakukan bila terjadi
retensi urin.
 perawatan untuk mencegah pneumonia aspirasi dan atelektasis
serta menurunkan rangsangan yang dapat mencetuskan kejang.
 ASI harus tetap diberikan dan ibu harus didorong untuk
berpartisipasi dalam observasi dan perawatan pasien.
 Metronidazol merupakan obat pilihan untuk elimunasi bentuk
vegetatif C.tetani, biasanya diberikan selama 10-14 hari.
 Penicillin G 100.000 unit/kg/hari sebagai pilihan kedua dapat
diberikan selama 10 hari. Infeksi lain yang terjadi bersamaan dapat
diberikan terapi antibiotik spektrum luas
Antitoksin tetanus 5000 U intramuskular atau human tetanus
immunoglobulin 500 U intramuskular dapat diberikan untuk
menetralkan toksin yang beredar dan tak terikat.
Pemberian serum antitetanus 1500 unit secara intrathecal pada saat awal
mulainya penyakit mungkin dapat memberikan keuntungan.
Menghentikan spasme dengan diazepam dengan dosis 10 mg/kg/hari
secara intravena dalam 24 jam atau dengan bolus intravena setiap 3
jam dengan dosis 0,5 mg/kg per kali maksimum dosis 40 mg/kg/hari
Bila perlu, dapat diberikan dosis tambahan 10 mg/kg/hari. Pemberian
diazepam harus dihentikan apabila frekuensi napas < 30 kali/menit,
kecuali jika tersedia ventilator mekanik.
PENCEGAHAN
 tindakan aseptik pada saat pertolongan persalinan dan pasca
natal termasuk pemotongan dan perawatan tali pusat.
 Imunisasi aktif wanita hamil dengan 2 dosis tetanus toksoid 0,5
ml dengan jarak penyuntikan 2 bulan
 Imunisasi pasif pada kelompok neonatus berisiko merupakan
tindakan preventif yang paling sering dilakukan dalam praktek
pelayanan kesehatan anak. Pemberian 750 unit serum
antitetanus terhadap bayi berisiko tinggi dapat memberikan
perlindungan
TOXOPLASMOSIS
PENGERTIAN
Toxoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
dengan parasit obligat intraselluler Toxoplasma gondii.
Toksoplasmosis serebral adalah penyakit infeksi opportunistik
biasanya menyerang pasien-pasien dengan HIV-AIDS dan
merupakan penyebab paling sering terhadap abses serebral
pada pasien-pasien ini
TRANSMISI
MANIFESTASI KLINIS

Gejala toxoplasmosis cerebral tidak bersifat spesifik dan agak


sulit untuk dibedakan dengan penyakit lain seperti lymphoma,
tuberculosis dan infeksi HIV akut. Gejalanya tidak khas seperti
demam, nyeri otot, sakit tenggorokan, nyeri dan ada
pembesaran kelenjar limfe servikalis posterior, supraklavikula
dan suoksiput. Pada infeksi berat, meskipun jarang, dapat terjadi
sefalgia, muntah, depresi, nyeri otot, pneumonia, hepatitis,
miokarditis, ensefalitis, delirium dan dapat terjadi kejang.
DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan:
1. pemeriksaan serologi
2. biopsi jaringan
3. isolasi T gondii dari cairan tubuh atau darah dan pemeriksaan
DNA parasit.
4. pasien dengan suspek toxoplasmosis, pemeriksaan serologi
dan pencitraan baik Computed Tomography (CT) atau
Magnetic Resonance Imaging (MRI) biasanya digunakan
untuk membuat diagnosis
Upper lateral ventricle Basal ganglia

CT scan dengan kontras:


Thin-walled cavitating lesions with ring
enhancement.
PENATALAKSANAAN
 Toksoplasmosis otak diobati dengan kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin. Kedua
obat ini dapat melalui sawar-darah otak.
 Toxoplasma Gondii,membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin menghambat
pemerolehan vitamin B oleh tokso. Sulfadiazin menghambat penggunaannya.
 Kombinasi pirimetamin 50-100 mg perhari yang dikombinasikan dengan sulfadiazin
1-2 g tiap 6 jam.
 Pasien yang alergi terhadap sulfa dapat diberikan kombinasi pirimetamin 50-100 mg
perhari dengan clindamicin 450-600 mg tiap 6 jam.
 Pemberian asam folinic 5-10 mg perhari untuk mencegah depresi sumsum tulang.
 Pasien alergi terhadap sulfa dan clindamicin, dapat diganti dengan Azitromycin
1200 mg/hr, atau claritromicin 1 gram tiap 12 jam, atau atovaquone 750 mg tiap 6
jam. Terapi ini diberikan selam 4-6 minggu atau 3 minggu setelah perbaikan gejala
klinis.
 Terapi anti retro viral (ARV) diindikasikan pada penderita yang terinfeksi HIV dengan
CD4 kurang dari 200 sel/mL, dengan gejala (AIDS) atau limfosit total kurang dari
1200. Pada pasien ini, CD4 42, sehingga diberikan ARV.
ABSES OTAK
PENDAHULUAN
Abses otak adalah suatu infeksi fokal, ditandai dengan adanya
proses supurasi yang terlokalisir pada parekim otak disebabkan
oleh infeksi yang terjadi baik dari sekitar otak maupun yang jauh
dari otak. Dapat terjadi pada semua kelompok umur, bisa soliter
maupun multiple.
• Mikroorganisme penyebab abses otak meliputi bakteri, jamur
dan parasit tertentu.
• Gejala klinis abses otak berupa tanda-tanda infeksi pada
umumnya yaitu demam, anoreksia, malaise, tanda-tanda
peninggian intrakranial serta gejala neurologik fokal sesuai
lokasi abses.
• Diagnosis sering terlambat karena gejala abses otak tidak khas
→ motalitas tetap tinggi.
• Terapi abses otak terdiri dari pemberian antibiotik sesuai kausa
infeksi dan tindakan pembedahan.
• Angka kejadian yang sebenarnya
dari abses otak tidak diketahui
Insidens pasti.
• Negara yang sedang
berkembang > negara maju

• USA → 1500-2500 kasus


abses otak tiap tahunnya
dengan insidens 1 : 100.000
orang pertahun dengan
Epidemiologi tingkat kematian 10%.
• Laki-laki lebih sering dari
pada perempuan dengan
perbandingan 3 : 1.
Berbagai mikroorganisme ditemukan pada
abses otak yaitu bakteri, jamur dan parasit.

Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus,


Streptococcus, E.coli dan Bacteriodes.

Jamur penyebab abses otak antara lain


Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides,
spesies candida dan Aspergillus.
PATOFISIOLOGI
Abses otak dapat terjadi melalui :
1. Penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak,
misalnya Sinusitis paranasal, otitis media, mastoiditis.
2. Penyebaran hematogen dari infeksi yang letaknya jauh dari otak,
misalnya : jantung, paru-paru, saluran pencernaan dan saluran
kemih.
3. Secara langsung misalnya : akibat trauma kapitis dan tindakan
bedah (kraniotomi).
 Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap
bagian otak; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi
pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.
 Terjadinya abses dapat dibagi menjadi 4 stadium yaitu :
1. Fase serebritis dini (1-3 hari)
2. Fase serebritis lambat (4-9 hari)
3. Pembentukan kapsul dini (10-13 hari)
4. Pembentukan kapsul lambat (> 14 hari)
GEJALA KLINIS
Pada stadium awal gambaran klinik abses otak tidak
khas, terdapat gejala-gejala infeksi seperti demam,
malaise, anoreksia dan gejala-gejala peninggian
tekanan intracranial berupa muntah, sakit kepala dan
kejang umum atau fokal, penglihatan kabur dan
akhirnya kesadaran menurun.

Trias abses otak yang terdiri dari gejala infeksi


(demam, leukositosis), peninggian tekanan
intracranial (sakit kepala, muntah proyektil, papil
edema) dan gejala neurologic fokal (kejang, paresis,
ataksia, afaksia).
DIAGNOSIS

Pemeriksaan Fisik

untuk evaluasi neurologis


secara menyeluruh,
mengingat keterlibatan
Diagnosis ditegakkan infeksinya. Perlu ditanyakan
berdasarkan anamnesis, mengenai riwayat perjalanan
gambaran klinik, pemeriksaan penyakit, onset, faktor resiko
laboratorium disertai yang mungkin ada, riwayat
pemeriksaan penunjang kelahiran, imunisasi, penyakit
lainnya. yang pernah diderita
sehingga dapat dipastikan
diagnosisnya.
• Pada pemeriksaan darah tepi, kadang terdapat leukositosis. Pada
stadium awal, jumlah sel polimorfonuklear >>, bila sudah terbentuk
Laboratorium kapsul maka jumlah limfosit lebih banyak.

• Pemeriksaan cairan otak menunjukkan tanda-tanda radang akut,


Pemeriksaan subakut atau radang kronis, kadar protein meningkat.
Cairan otak

• Cairan serebrospinal biasanya bersifat jernih dan steril, kecuali bila


abses pecah yang akan menyebabkan terjadinya meningitis.
GAMBARAN RADIOLOGI

CT Scan → terlihat lesi hipodens dan


bila sudah terbentuk kapsul akan
dilingkari oleh daerah dengan densitas
yang lebih tinggi (hiperdens).

Scanning otak menggunakan


radioisotop technetium dapat
diketahui lokasi abses, darah
abses memperlihatkan bayangan
yang hipodens daripada daerah
otak yang normal dan biasanya
dikelilingi oleh lapisan hiperdens.
DIAGNOSA BANDING

1. Tumor Otak dan metastase tumor


CT Scan tampak massa hipodens dengan batas yang iregular dan
berbatas tegas; nekrosis dibagian tengah lesi dengan edema
vasogenik.
2. Pada metastase tumor tampak gambaran hipodens dengan
permukaan yang iregular dan ring enchacement (-).
3. Infark Serebri
CT Scan tampak lesi hipodens tanpa kapsul, dan apabila daerah
infark cukup luas biasanya disertai dengan massa effect.
TATALAKSANA
 Dasar pengobatan : mengurangi efek massa dan menghilangkan kuman
penyebabnya.
 Penatalaksanaan abses otak : terapi konservatif dan terapi bedah.
 Terapi konservatif : antibiotika, abses dengan diameter 0,8-2,5 cm dilaporkan
bisa sembuh dengan pemberian antibiotika.
 Terapi bedah : eksisi (aspirasi), drainase dan ekstirpasi.
 Tindakan konservatif dilakukan pada penderita : multipel abses, bila lesinya
kecil dan sulit dicapai dengan operasi.
 Pada abses multipel namun besar : aspirasi tetap dilakukan untuk
menentukan jenis mikroorganisme dan uji resistensi.
 Pemberian antibiotika parenteral, minimal 4-8 minggu.
 Pemberian kortikosteroid diindikasikan bila ditemukan edema periabses,
mass effect, dan tanda-tanda peninggian intrakranial.
 Pemberian kortikosteroid dapat mengurangi edema dalam waktu 8 jam,
tetapi juga memiliki efek samping berupa penekanan sistem imun dan
menurunkan penetrasi antibiotika.
KOMPLIKASI

Abses otak menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun


komplikasinya dalah :
1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid
2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus
3. Edema otak
4. Herniasi oleh massa abses otak.
Prognosis

Prognosis dari abses otak ini tergantung dari :


1. Cepatnya diagnosis ditegakkan
2. Derajat perubahan patologis
3. Soliter atau multiple
4. Penanganan yang adekuat

Pada umumnya, abses otak memiliki tingkat mortalitas yang tinggi yaitu
sekitar 15%.
 Keadaan umum penderita juga menentukan prognosis.
 Penderita dengan gangguan kekebalan mempunyai prognosis yang buruk.
 Sebanyak 8-10% penderita mengalami abses yang berulang, umumnya
dalam 6-24 minggu sejak pertama kali menderita.
SPONDILITIS TUBERKULOSA
DEFINISI
• Pott’s disease atau Tuberculous vertebral osteomyelitis infeksi
sekunder pada tulang vertebrae yang disebabkan oleh
Microbacterium tuberculosa.
• Terdapat :
- penyempitan ruang diskus intervertebralis dan badan vertebra
yang berdekatan
- runtuhnya elemen tulang belakang
- wedging anterior yang menyebabkan kifosis
- pembentukan gibbus
EPIDEMIOLOGI
 Amerika Utara, Eropa dan Saudi Arabia, penyakit ini terutama
mengenai dewasa, dengan usia rata-rata 40-50 tahun.
 Asia dan Afrika sebagian besar mengenai anak-anak (50% kasus
terjadi antara usia 1-20 tahun). Pola inimengalami perubahan dan
terlihat dengan adanya penurunan insidensi infeksi tuberkulosa
pada bayi dan anak-anak di Hongkong.
ETIOLOGI
Spondilitis TB disebabkan oleh bakteri:

• Mycobacterium tuberculosis
• Mycobacterium bovis
PATOGENESIS TUBERCULOSIS
M.Tb masuk-> makrofag alveolus fagosit TB. Bila makrofag tidak dapat
menghancurkan Tb-> Tb bereplikasi di makrofag-> makrofag lisis-> fokus
primer Ghon.
Imunitas seluler terbentuk-> Tuberkel
PATOGENESIS
Fagositosis oleh makrofag
Inhalasi basil Alveolus
TB

Basil TB berkembang biak


Destruksi basil TB

Destruksi makrofag
Resolusi

Kelenjar Limfe
Pembentukan tuberkel

Kalsifikasi
Penyebaran hematogen
Perkejuan

Pecah
Lesi di hepar, lien ,
ginjal,TULANG,
Lesi sekunder paru
otak, dll
PENYEBARAN KE VERTEBRA

Spondilitis TB merupakan hasil dari fase reaktivasi.


Vertebra yang paling sering  Torakolumbal.
Masuk melalui 3 jalur:
1.Jalur arteri
2.Jalur Vena
3.Jalur perkontinuitatum
KLASIFIKASI BERDASARKAN LOKASI
Tipe Keterlibatan Mekanisme Gambaran Radiologis
Peridiskal Menyebar melalui arteri Melibatkan batas 2 vertebra
yang berdekatan. Diskus
intervertebralis akan menyempit

Central Infeksi menyebar sepanjang Melibatkan bagian tengah dari


plexus Batson salah satu vertebra, proksimal
dan diskus intervertebralis
intak.

Anterior marginal Perluasan abses melalui Dimulai dengan lesi destruktif


ligament longitudinal anterior pada salah satu margin anterior
dan periosteum dari corpus vertebrae, hanya
sedikit melibatkan diskus
intervertebralis.
 PERJALANAN PENYAKIT SPONDYLITIS TB DIBAGI DALAM 5 STADIUM:
1. Stadium implantasi
2. Stadium destruksi awal
3. Stadium destruksi lanjut
4. Stadium gangguan neurologis
5. Stadium deformitas residual
MANIFESTASI KLINIS
 Nyeri punggung
 Deformitas tulang belakang (kifosis)
 Defisit neurologis (paraplegia, paresis, impaired sensation)
 Cold abscess
 Nyeri tekan
 Spasme otot
 Gerakan spinal yang terbatas
 Gejala umum ( demam, keringat malam, penurunan berat badan,
lemah, cepat lelah)
PEMERIKSAAN PENUNJANG

• LABORATORIUM

1. Laju Endap Darah (LED)


2. Tuberculin skin test / Mantoux test
3. Pewarnaan Ziehl-Nielsen, Media Loweinstein-Jensen
4. PCR (Polymerase Chain Reaction)
5. CT scan - guided needle biopsy merupakan modalitas
gold standard untuk diagnosis histopatologis awal dari
spondylitis TB
RADIOLOGI
• Foto polos : deformitas yang tampak seperti kifosis, fraktur
• CT scan : lesi diskus intervertrabralis dan abses paravertebral.
• MRI merupakan pemeriksaan radiologis terbaik untuk memvisualisasikan
keterlibatan soft tissue dan canalis spinalis. MRI digunakkan juga untuk deteksi dini
spondylitis TB
• X-RAY
 Signs of infection with lytic lucencies in anterior portion of vertebrae
 Disk space narrowing
 Erosions of the endplate
 Sclerosis resulting from chronic infection
 Compression fracture
 Kyphosis; gibbous (severe kyphosis)
RADIOGRAPHS: EROSIONS

• Lucent area in lateral aspect of adjacent vertebral bodies (erosions)


• Loss of intervertebral disk space
•Central lucency with surrounding sclerosis suggesting chronic infection
KOMPLIKASI

• Spinal cord injury


• Sebab: tekanan ekstradural sekunder dari pus tuberkulosa, sekuestra tulang,
sekuester dari diskus intervertebralis

• Ruptur abses paravertebral  Sepsis


PENATALAKSANAAN
•TUJUAN
1.Eradikasi infeksi
2 .Menghentikan/memperbaiki deformitas kifosis
3. Mencegah/mengobati defisit neurologis

• Prinsip Pengobatan
• 1. Pemberian obat antituberkulosis (OAT).
• 2. Dekompresi medulla spinalis.
• 3. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi.
• 4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft).
1.Terapi konservatif
 a. Tirah baring (bed rest).
 b. Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra/
membatasi gerak vertebra.
 c. Memperbaiki keadaan umum penderita.
 d. Pengobatan antituberkulosa .
Terapi OAT
Spondilitis tuberkulosa kategori 1
1. Fase terapi intensif/ inisial kombinasi OAT: 2RHEZ
2. Fase terapi lanjutan kombinasi OAT: 7RH

Jenis Obat Tiap Tiap 3xseminggu Dosis per


hari/mg hari/mg mg Kg BB
BB<50 kg BB>50 kg
R-Rifampicin 450 600 600 10 (8-12)
H-INH 300 400 600 5 (4-6)
E-Ethambutol 1000 1500 1500 15 (15-20)
Z-Pyrazinamide 1500 2000 2000 25 (20-30)
S-Streptomycin 750 1000 - 15 (12-18)
T-Thiazetazone - - 100 2.5
2. Terapi operatif
Tanpa komplikasi neurologis

• Kerusakan tulang progresif meskipun terapi OAT


• Kegagalan dalam terapi konservatif.
• Evakuasi abses paravertebral
• Alasan teknik: ketidakstabilan tulang belakang, kifosis.
• Pencegahan kifosis parah pada anak-anak
• Large paraspinal abscess
Dengan komplikasi neurologis

• -Komplikasi saraf baru atau perburukan atau kurangnya perbaikan


dengan pengobatan konservatif.
• -Paraplegia onset cepat atau paraplegia parah.
• -Late-onset paraplegia.
• -Neural arch disease.
• -Nyeri paraplegia pada geriatri
• -Spinal tumor syndrome
PROGNOSIS

 Prognosis spondylitis TB meningkat dengan diagnosis dan


intervensi yang cepat
 Pada umumnya, prognosis baik pada pasien tanpa defisit dan
deformitas neurologis.
 Studi varietas menunjukkan 82–95% kasus memberikan respon
pada terapi medikamentosa tunggal dengan berkurangnya nyeri,
peningkatan deficit neurologis dan koreksi deformitas

Anda mungkin juga menyukai