Anda di halaman 1dari 57

Aspek Neurobiologi

pada Suicide
Oleh:
Azaria Zhafirah D P. 2729 A
DInda Puan Rizka Wiranti P. 2733 A

Preseptor:
Dr. dr. Amel Yanis, Sp.KJ(K)
BAB 1
Pendahuluan

2
Latar Belakang

▧ Bunuh diri: kegawatdaruratan psikiatri.


Tindakan destruktif yang dapat merusak
intergritas diri.
▧ 800.000 kematian/ tahun disebabkan oleh
bunuh diri, dapat dikatakan 1 kasus bunuh
diri/ 40 detik.
▧ WHO memperkirakan tingkat mortalitas
secara umum berkisar 10.7/100.000
populasi dengan berbagai kelompok usia
dan negara.

3
Latar Belakang
Prevalensi Kematian Akibat Bunuh Diri

👨 3 kali 👩
Laki-laki menggunakan alat Wanita menggunakan zat
yang lebih efektif seperti psikoaktif overdosis atau
pistol, melompat dari racun. Wanita cenderung
gedung yang tinggi, menyelamatkan diri
menggantung diri. sendiri dan diselamatkan
orang lain.

4
Latar Belakang

▧ Penyebab ke-2 kematian dini pada individu


rentang usia 15 – 29 tahun, dan ke-3 pada
kelompok usia 15 tahun.
▧ Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku
bunuh diri (suicidal behaviour):
• usia
• jenis kelamin
• daerah geografik
• kondisi sosiopolitik
• psikologis
• biologis
5
Latar Belakang

▧ Upaya mengurangi angka kematian akibat


bunuh diri merupakan hal yang penting dan
perlu mendapat perhatian secara global
(WHO).
▧ Faktor-faktor yang dapat menghambat
pasien dan klinisi dalam mengidentifikasi
pikiran atau ide bunuh diri: latar belakang
budaya, nilai moral serta pandangan yang
pesimistik terhadap terapi dan pencegahan
bunuh diri.

6
Latar Belakang

▧ Sekitar 45% pelaku bunuh diri ternyata


pernah berkonsultasi dengan dokter
layanan primer dalam 1 bulan sebelum
kematiannya, namun sangat jarang yang
tercatat memiliki ide bunuh diri pada saat
konsultasi.

7
Latar Belakang

▧ Diatesis stress: terdapat interaksi dari stressor


lingkungan dengan diatesis karakter bawaan
seseorang atau kerentanan untuk melakukan bunuh
diri serta gangguan psikiatrik.
▧ Temuan studi post-mortem pada otak dan
neuroimaging in vivo menjadi dasar biologis dari
diatesis tersebut juga menunjukkan pentingnya
skrining dan intervensi neurobiologi sebagai
tambahan setelah dilakukan intevensi terhadap
mood dan kognitif dalam upaya pencegahan bunuh
diri.

8
Latar Belakang

▧ Gangguan pada usia dini dan mekanisme


epigenetik dapat menjelaskan bagaimana
hubungan antara bunuh diri dengan
abnormalitas pada sirkuit otak dan
neurokemistri.

9
Batasan Masalah

Clinical Science Session ini membahas tentang


epidemiologi, faktor risiko, diagnosis,
pencegahan serta tatalaksana bunuh diri
secara umum dan aspek neurobiologi secara
khusus.

10
Metode Penulisan

Metode penulisan referat ini berupa tinjauan


kepustakaan merujuk kepada berbagai
literatur.

11
BAB 1I
Tinjauan Pustaka

12
Definisi

▧ Columbia Classifiaction Algorithm of


Suicide Assesment: Bunuh diri adalah suatu
tindakan melukai atau mencederai diri
sendiri yang bersifat fatal disertai bukti
adanya keinginan untuk mati.

▧ Percobaan bunuh diri (attempt suicide)


adalah perilaku yang berpotensi untuk
melukai atau mencederai diri sendiri disertai
adanya keinginan untuk mati.

13
Epidemiologi

14
Epidemiologi

Belum ada data Global:11,4/100 WHO (2014):


yang akurat dan .000 orang kematian akibat
presisi mengenai bunuh bunuh diri paling
angka kejadian tinggi di Korea
diri/tahunnya.
bunuh diri di Selatan dan
Total 804.000
dunia. Hanya 35% Jepang, yaitu 30
dari seluruh kematian/ /100.000 orang
anggota WHO tahunnya. dan 20/100.000
yang telah orang.
melaporkan data
5 tahun terakhir.

15
Epidemiologi

Ide bunuh diri paling Ide bunuh diri lebih Kejadian bunuh diri
tinggi di Amerika tinggi pada pada negara
Serikat dan Selandia perempuan. pendapatan tinggi
Baru : 15%. Kematian akibat dibanding negara
Insidensi ide bunuh bunuh diri lebih dengan pendapatan
diri dan perilaku tinggi pada laki-laki rendah hingga
bunuh diri paling dengan menengah 3,5 : 1,6.
tinggi pada remaja perbandingan 15:8
dan dewasa muda: per 100.000 orang.
12,1-33% untuk ide
bunuh diri dan,
4,1-9,3% untuk
perilaku bunuh diri.

16
Etiologi dan Patofisiologi

faktor yang mempengaruhi kejadain bunuh diri:


▧ faktor sosiodemografi
▧ psikologis dan faktor-faktor klinis
▧ gaya hidup
▧ ketersedian pelayanan kesehatan mental

17
a. Faktor Geografis

Studi epidemiologi Berbagai studi telah Sebuah studi yang


telah mempelajari menghasilkan dilakukan di
bagaimana gangguan penjelasan Belanda tahun 2014
mental seperti bagaimana stimulus menunjukkan
depresi dipengaruhi alam mengurangi bahwa semakin
oleh kondisi pikiran negatif dan tinggi paparan
lingkungan, seperti suasana perasaan terhadap
jumlah lingkungan yang buruk dan lingkungan hijau
hijau, ruang terbuka, membantu dan ruang terbuka
rumput, hutan dan penyembuhan semakin rendah
taman. stress. risiko bunuh diri.

18
a. Faktor Geografis

Pemukiman urban sering Lingkungan hijau dan


diasumsikan memiliki ruang terbuka
sedikit lingkungan hijau mempengaruhi fungsi
dan ruang terbuka. psikologis seseorang
Hasil Studi: tidak terdapat menjadi tidak rentan
hubungan antara terhadap peristiwa dalam
urbanisasi dengan jumlah hidup yang dapat menjadi
lingkungan hijau dan ruang stressor, mengurangi
terbuka serta tidak stress serta membantu
terdapat hubungan antara individu tersebut
pemukiman urban dengan merefleksikan hidupnya,
jumlah kejadian bunuh diri. sehingga individu
tersebut lebih sedikit
berpeluang untuk memilki
ide bunuh diri.

19
b. Faktor Biologis

Berdasarkan studi genetik Orang yang meninggal


molekuler yang telah akibat bunuh diri:
dilakukan belum ▧ memiliki kadar metabolit
menemukan lokus genetik serotonin yang lebih
untuk bunuh diri. rendah di dalam CSF

Faktor biologi yang paling ▧ kadar serotonin receptor


binding yang lebih tinggi
berhubungan dengan di dalam trombosit
bunuh diri adalah
▧ jumlah transporter
gangguan dalam fungsi
serotonin presinaps yang
neurotransmitter inhibitor; lebih sedikit dan lebih
serotonin. banyak reseptor
serotonin postsinaps
pada beberapa area
tertentu di otak, seperti
pada korteks prefrontal.

20
b. Faktor Biologis

Temuan-temuan tersebut menunjukkan


rendahnya kemampuan individu tersebut
dalam menginhibisi perilaku impulsif.

Kondisi defisit pada fungsi dari serotonergik


juga ditemukan pada perilaku impulsif dan
agresif lainnya seperti perilaku kekerasan dan
membakar, sehingga temuan tersebut tidak
spesifik hanya untuk bunuh diri.

21
c. Faktor Psikiatri

Pada pasien skizofrenia hingga 10%


meninggal karena bunuh diri.
Kebanyakan orang dengan skizofrenia, bunuh
diri pada beberapa tahun pertama penyakit
mereka.
Bunuh diri pada skizofrenia cenderung relatif
lebih muda dan sekitar 75% adalah pria yang
belum menikah; sekitar 50 persen telah
melakukan upaya bunuh diri sebelumnya.

22
c. Faktor Psikiatri

Gejala depresi sangat berkaitan dengan bunuh


diri.
Penelitian melaporkan bahwa gejala depresi
terdapat selama periode kontak terakhir pada
2/3 pasien skizofrenia yang bunuh diri, hanya
sebagian kecil yang bunuh diri karena
halusinasi perintah.

23
d. Faktor Sosiologi

Emile Durkheim:
tingkat bunuh diri berbanding terbalik dengan
integrasi kelompok sosial di mana individu
membentuk bagian.

24
d. Faktor Sosiologi

Altruistic Suicide
akibat integrasi berlebihan dalam masyarakat
(misalnya, harakiri, sati).
Egoistic Suicide
ditentukan oleh kurangnya ikatan keluarga
yang harmonis atau interaksi sosial.
Egoistic Suicide
ditentukan oleh kurangnya ikatan keluarga
yang harmonis atau interaksi sosial.

25
Upaya Bunuh Diri

Tahap 1
Dimulai dengan rasa nyeri.
Nyeri yang dirasakan adalah nyeri psikologis
atau emosional. Jika hidup seseorang diliputi
nyeri yang cukup, dan ia merasa putus asa
bahwa rasa sakit akan membaik, ia akan
mempertimbangkan mengakhiri hidupnya.
Singkatnya,
rasa sakit + putus asa = penyebab keinginan
bunuh diri.

26
Upaya Bunuh Diri

Tahap 2 Menurut teori 3 tahap:


perilaku bunuh diri yang dikatakan memiliki ide
berpotensi mematikan bunuh diri moderate bila,
terjadi ketika rasa sakit “Kadang-kadang saya pikir
melebihi keterhubungan. saya mungkin lebih baik
mati” jika keterhubungan
Keterhubungan: koneksi ke
tetap lebih besar dari rasa
orang lain serta minat,
sakit.
peran, proyek, atau rasa
tujuan atau makna yang Dikatakan ide bunuh diri
membuat satu menjadi kuat bila, “Saya
diinvestasikan dalam hidup. akan bunuh diri jika aku
keterhubungan. punya kesempatan”
jika sakit menguasai rasa
keterhubungan.

27
Upaya Bunuh Diri

Tahap 3
Penentu utama tahap 3: apakah individu
memiliki kapasitas untuk melakukan upaya
bunuh diri.
Rasa takut akan kematian adalah naluri yang kuat yang
membuatnya sangat sulit untuk mencoba bunuh diri,
bahkan jika mengalami keinginan bunuh diri yang kuat
(Joiner).
Dengan demikian, individu hanya dapat mencoba
bunuh diri jika mereka telah mengembangkan kapasitas
untuk mengatasi hambatan ini.

28
Manifestasi Klinis

Tanda-tanda kecurigaan terhadap bunuh diri:


▧ Laki-laki
▧ Usia tua
▧ Isolasi sosial atau hidup seorang diri
▧ Riwayat bunuh diri atau percobaan bunuh diri dalam
keluarga
▧ Riwayat menderita sakit atau nyeri kronik
▧ Baru menjalani operasi
▧ Tidak mempunyai pekerjaan
▧ Sudah menyelesaikan segala urusan duniawinya
▧ Akan mengalami ulang tahun (anniversary) suatu
kehilangan

29
Panduan Wawancara dan Psikoterapi

1. Pada waktu wawancara 2. Mulailah dengan


pasien mungkin secara menanyakan
spontan menjelaskan Apakah anda pernah
adanya ide bunuh diri. Bila merasa ingin menyerah
tidak maka tanyakan saja?
langsung. Tidak dibenarkan
Apakah anda pernah
untuk membicarakan bunuh
merasa bahwa lebih baik
diri dalam situasi klinik yang
kalau anda mati saja?
dapat mendorong hal itu
terjadi. Pertanyaan seperti ini
biasanya dapat diterima
oleh hampir semua orang
dan tidak mengandung
stigma

30
Panduan Wawancara dan Psikoterapi

3. Setelah itu tanyakan isi Berapa sering pikiran-


pikiran pasien dan catatlah. pikiran bunuh diri ini
Begitu topik ini dibuka muncul?
gunakan kata kata seperti Apakah pikiran-pikiran
“membunuh diri” atau tentang bunuh diri ini
“mati”, bukan “menyakiti meningkat?
diri”, agar pasien tidak
Apakah anda hanya
bingung karena sebagian
memikirkan kematian
besar pasien tidak ingin
ataukah anda sudah
menyakiti diri sendiri
memikirkan secara pasti
meskipun mereka ingin
bagaimana anda akan
membunuh dirinya sendiri
membunuh diri anda?

31
Panduan Wawancara dan Psikoterapi

4. Pertimbangkan faktor 5.Berikutnya selidiki:


umur, kecanggihan ▧ Apakah pasien bisa
pemikiran pasien, dan mendapatkan alat atau cara
untuk melakukan rencana
apakah niat yang
bunuh dirinya?
dinyatakan pasien sesuai
▧ Apakah mereka sudah
dengan metode yang mengambil langkah-langkah
mereka pilih. aktif, misalnya
mengumpulkan obat,
Misalnya seorang wanita
menyelesaikan segala
dengan tingkat intelegensi urusannya?
normal yang bersikeras bahwa
▧ Seberapa pesimiskah
ia ingin mati dengan meminum mereka?
6 tablet aspirin dibandingkan
dengan seorang anak kecil ▧ Apakah mereka bisa
membayangkan atau
yang menyatakan hal yang memikirkan bahwa
sama. kehidupannya dapat
membaik?

32
Panduan Wawancara dan Psikoterapi

6. Pertanyaan terakhir ini dapat membantu assesment


dan terapi, karena pasien dapat mengajukan suatu
alternatif untuk memecahkan masalahnya.
▧ Jika tidak, apakah merasa masa depannya suram dan tidak ada
harapan lagi?
▧ Jika iya apakah ketakutannya itu rasional atau tidak?
▧ Seorang laki laki muda yang merasa tak berdaya karena
ditinggalkan istrinya risikonya lebih kecil dibandingkan seorang
laki laki yang yakin tanpa alasan bahwa ia mengidap kanker dan
semua orang menyembunyikan hal ini darinya
▧ Jika pasien tidak kooperatif cari data dari orang-orang penting
dalam kehidupannya

33
Penatalaksanaan

Evaluasi potensi bunuh diri melibatkan:


▧ anamnesis riwayat psikiatrik yang lengkap keadaan mental
pasien dan pertanyaan mengenai gejala depresif, pikiran,
niat, rencana, dan percobaan bunuh diri.
▧ Keputusan untuk merawat pasien di rumah sakit
bergantung pada diagnosis, keparahan depresi, dan
gagasan bunuh diri, kemampuan pasien dan keluarga
untuk mengatasi masalah, situasi hidup pasien,
ketersediaan dukungan sosial, dan tidak adanya atau
adanya faktor resiko bunuh diri.

34
Penatalaksanaan

Terapi Rawat Inap dan Rawat Jalan


▧ Tidak adanya sistem dukungan sosial yang kuat, riwayat
perilaku impulsif, dan rencana tindakan bunuh diri adalah
indikasi perawatan.
▧ Melalui pendekatan langsung
▧ klinisi harus siap 24 jam bagi pasien
▧ Jika pasien menolak perawatan di rumah sakit, keluarga
harus bertanggungjawab untuk berada bersama pasien
selama 24 jam dalam sehari.

35
Penatalaksanaan

▧ Di rumah sakit, pasien dapat menerima obat antidepresan


atau antipsikotik sesuai indikasi, terapi individu, terapi
kelompok, dan terapi keluarga tersedia dan pasien
menerima dukungan sosial rumah sakit serta rasa aman.
▧ Cara terapeutik lain bergantung pada diagnosis yang
mendasari.
Contohnya, jika ketergantungan alkohol adalah masalah yang
menyertai, terapi harus ditujukan untuk menghilangkan keadaan
tersebut.

36
Penatalaksanaan

Pencegahan Primer Pencegahan Sekunder


Pencegahan primer pada bunuh diri, Sistem perawatan kesehatan
yakni sebagai berikut: adalah yang paling penting.
▧ Pemblokiran akses ke masing- 22-88% dari pelaku bunuh
masing sarana/ alat diri, mencari bantuan
▧ Program kesadaran sesudahnya dengan pergi ke
masyarakat, biasanya dengan rumah sakit atau ke
pendidikan publik. perawatan primer.
▧ Pencegahan primer mengacu
Setiap petugas kesehatan
pada internet dan terutama
media sosial, tersedia bagi harus mengetahui fakta
mereka yang merencanakan tersebut dan dilatih untuk
bunuh diri: situs web pro- bereaksi secara memadai.
bunuh diri, blog, atau ruang
obrolan, yang memberi
instruksi atau mendukung
pakta bunuh diri.

37
Penatalaksanaan

Terapi Psikofarmaka: Terapi Non Farmakologik


▧ Seseorang yang sedang dalam ▧ Psikoterapi suportif dapat
krisis karena baru ditinggal memberikan pasien untuk
mati atau baru mengalami memulihkan strategi
suatu kejadian yang jangka kopingnya dan melihat
waktunya tak lama, biasanya perspektif lainnya selain
akan berfungsi lebih baik bunuh diri.
setelah mendapatkan ▧ Hindari pernyataan yang
transquilizer ringan, terutama memojokkan, interogatif,
bila tidurnya terganggu. serta menganggap persoalan
▧ Obat pilihannya adalah pasien hal yang ringan.
golongan benzodiazepin, ▧ Pada pasien dengan sistem
misalnya lorazepam 3 x 1 mg koping yang maladaptif
sehari selama 2 minggu. diberikan psikoterapi yang
▧ Kemudian diberikan berfokus pada
antidepresan kepada pasien. pengembangan keterampilan
dalam penyelesaian masalah
seperti CBT.

38
Aspek Neurobiologi pada Bunuh Diri

Diatesis Bunuh Diri

39
Aspek Neurobiologi pada Bunuh Diri

▧ Studi post mortem pada orang yang meninggal


akibat bunuh diri menunjukkan perubahan pada
beberapa tipe sel (sel neuron dan glial seperti
astrosit dan oligodendrosit) pada area kortikal dan
subkortikal pada otak.
▧ Pada batang otak, ditemukan lebih banyak neuron
serotonin dan lebih banyak ekspresi gen triptofan
hidroksilase 2 (TPH 2), kemungkinan akan
didapatkan konsentrasi serotonin yang lebih tinggi
dibanding individu yang meninggal mendadak yang
diakibatkan oleh kondisi lain selain bunuh diri dan
gangguan psikiatri.

40
Aspek Neurobiologi pada Bunuh Diri

Sistem Serotonergik
▧ Sistem serotonergik berhubungan dengan depresi dan
perilaku impulsif serta agresif, dua kondisi klinis tersebut
berhubungan dengan bunuh diri dan menjadi faktor yang
mendukung pada bunuh diri.
▧ Individu yang mengalami depresi berat dan bunuh diri
pada regio kortikal dan subkortikal otaknya terjadi
penurunan transmisi serotonin serta elevasi ekspresi
mRNA dari TH2 dapat dikenali sebagai mekanisme
kompensasi akibat penurunan transmisi serotonin sentral
atau akibat meningkatnya respons stress.

41
Aspek Neurobiologi pada Bunuh Diri

Sistem Dopaminergik
▧ Pada pasien yang telah melakukan percobaan bunuh diri
ditemukan peningkatan kadar HVA pada hipokampus, namun
kondisi tersebut tidak ditemukan pada bagian korteks.
▧ Ohmori et al (1992) yang membandingkan kadar HVA pada
korteks pasien yang telah melakukan percobaan bunuh diri
terhadap pasien yang mengalami sakit fisik, didapatkan tingginya
kadar HVA pada korteks frontal dari pasien yang melakukan
percobaan bunuh diri. Studi yang mempelajari aktivitas dopamin
dengan mengukur kadar metabolit dopamin di dalam CSF
menunjukkan bahwa kadar HVA lebih rendah pada kelompok
yang melakukan bunuh diri dibanding kelompok kontrol.

42
Aspek Neurobiologi pada Bunuh Diri

Sistem Dopaminergik
Temuan tersebut dapat diinterpretasikan
bahwa terjadi disfungsi dopaminergik pada
orang yang telah melakukan bunuh diri.

43
Aspek Neurobiologi pada Bunuh Diri

Sistem Noradrenergik
Adrenalin memiliki efek fisiologis dan
berepean dalam fungsi kognitif. Adrenalin juga
berperan pada mood dan bunuh diri.
Noradrenalin disintesis oleh neuron locus
coeruleus (LC). Terdapat penurunan intensitas
pigmen dan jumlah total neuron LC pada
hemisfer kiri otak pada individu yang
melakukan bunuh diri.

44
Aspek Neurobiologi pada Bunuh Diri

Sistem Gabaergik Pada kasus bunuh diri akibat


depresi regio tersebut mengalami
Gamma-aminobutyric acid (GABA) inhibisi dalam persinyalan yang
merupakan neurotransmitter berperan dalam pengaturan
inhibitor dan bekerja melalui GABA-A subunit dan
reseptor GABA-A dan GABA-B. berhubungan dengan kasus
Terdapat penurunan ekspresi depresi serta bunuh diri.
subunit GABA-A pada struktur Tidak terdapat perbedaan jumlah
kortikal. Ekspresi reseptor GABA-A ikatan reseptor GABA-B antara
dikoordinasikan oleh regio tertentu korban bunuh diri dengan
pada otak manusia dan pengaturan kelompok kontrol pada
ini seringkali mengalami perubahan hipokampus dan korteks frontal
terutama pada regio otak yang dan temporal.
resisten terhadap stressor yang
berlebihan seperti pada bagian Temuan tersebut menunjukkan
amigdala dan hipokampus. bahwa tidak terdapat perubahan
pada tempat berikatan reseptor
GABA pada korban bunuh diri.

45
Aspek Neurobiologi pada Bunuh Diri

Hipotalamic Pituitary Adrenal Axis (HPA Axis)


▧ Individu yang mengalami stress di awal kehidupan memiliki
HPA Axis yang hiperaktif dan peningkatan respon stres
yang sebagian disebabkan oleh penurunan ekspresi
reseptor glukokortikoid pada hipokampus dan dikaitkan
dengan peningkatan metilasi DNA promoter di kedua
jaringan saraf pusat dan jaringan perifer seperti darah atau
air liur.
▧ Giletta et al. (2015) menemukan bahwa peningkatan
reaktivitas kortisol terhadap stres adalah prediktor terkuat
dari ide bunuh diri. Mungkin saja otak remaja lebih sensitif
terhadap efek kortisol tingkat tinggi dan/atau otak orang
dewasa lebih responsif terhadap efek kortisol tingkat
rendah.

46
Aspek Neurobiologi pada Bunuh Diri
Hipotalamic Pituitary Adrenal Axis (HPA Axis)

Stress menyebabkan Individu yang lebih muda (<


fleksibilitas kognitif dan 40 tahun) yang telah
penurunan kemampuan terpapar stres serius dan
peristiwa psikososial,
untuk mencegah tindakan
cenderung terus
yang tidak tepat yang menunjukkan respons stres
dapat meningkatkan aksis HPA adaptif dalam
kerentanan terhadap jangka pendek hingga
perilaku bunuh diri. menengah (dengan melepas
kortisol tingkat tinggi
sebagai respons untuk
lingkungan yang merugikan
dan penuh tekanan).

47
Aspek Neurobiologi pada Bunuh Diri
Hipotalamic Pituitary Adrenal Axis (HPA Axis)

Pada individu yang lebih Sehingga, pada individu


tua (≥40 tahun) dan yang yang berusia >40 tahun,
cenderung terpapar stress mereka semakin gagal
dan peristiwa traumatis untuk me respons kortisol
selama periode yang lebih yang tepat, semakin besar
lama dan berkelanjutan, risiko bunuh diri.
poros HPA mereka Contoh, hiporesponsivitas aksis
menjadi tidak terregulasi HPA terhadap stressor akut (dan
juga hiperresponsivitas) telah
yang mengarah ke bagian
ditemukan mengganggu proses
yang lebih rendah dari pengambilan keputusan dan
tingkat kortisol yang reaktivitas emosional, aspek
bersirkulasi. fungsi kognitif yang
berhubungan dengan perilaku
bunuh diri.

48
Metabolisme Lipid
▧ Kolesterol adalah komponen inti ▧ Kadar kolesterol serum dan sistem
SSP penting untuk stabilitas serotonergik saraf pusat dapat
membran sel, dan berfungsinya mengurangi aktivitas serotonin
neurotransmisi dengan baik. otak.
▧ Ditemukan bahwa kolesterol total, ▧ Metabolisme fosfolipid hancur,
LDL, lipid total, dan trigliserida menggabungkan defisit
secara signifikan lebih rendah pada penggabungan asam lemak jenuh
pasien dengan skizofrenia yang poliun dalam membran dengan
melakukan upaya bunuh diri. peningkatan kerusakan.
▧ Kadar lipid yang lebih rendah pada ▧ kolesterol dapat memengaruhi
skizofrenia dapat berhubungan keadaan dan perilaku penyakit,
dengan terjadinya sindrom karena kolesterol dapat berperan
metabolik. Vuksan-Cusa et al. dalam produksi selubung mielin,
mengamati bahwa prevalensi dalam pertukaran trans-membran,
sindrom metabolik pada orang fungsi enzim, dalam sintesis
dengan skizofrenia lebih rendah hormon steroid, dan ekspresi
pada percobaan bunuh diri reseptor neurotransmitter.
dibandingkan pada yang tidak.

49
Brain Derived Neurotropic Factor

Stress di awal kehidupan FKBP5 menghambat


menginduksi efek jangka transduksi sinyal reseptor
panjang melalui perubahan glukokortikoid dan mungkin
epigenetik pada jalur gen. berkontribusi pada risiko
HPA Axis mengatur respons perilaku bunuh diri; Varian
fisiologis untuk memfasilitasi urutan FKBP5 dikaitkan
mekanisme coping terhadap dengan peningkatan risiko
stres dalam perubahan perilaku bunuh diri, terutama
lingkungan atau peristiwa pada orang yang telah
yang menantang, terutama mengalami kesulitan di awal
melalui pengaturan kortisol. kehidupan.

50
Brain Derived Neurotropic Factor

▧ Stress di awal kehidupan terkait dengan modifikasi


epigenetik dari gen yang terlibat dalam plastisitas
neuron, pertumbuhan saraf, dan perlindungan saraf.
▧ Hewan percobaan yang dimunculkan stress di awal
kehidupan menunjukkan hipermetilasi dan akibatnya
downregulation BDNF.
▧ Studi tentang jaringan otak dari orang yang berhasil
bunuh diri menunjukkan bahwa mRNA mengkode
BDNF dan reseptornya TRKB yang diatur di
beberapa daerah otak termasuk korteks prefrontal
dan hippocampus.

51
Brain Derived Neurotropic Factor

▧ Beberapa studi melaporkan perubahan metilasi yaitu


penurunan brain-derived neurotrophic factor (BDNF)
dan tropomyosin receptor kinase B (TRKB) di otak
orang yang meninggal karena bunuh diri
dibandingkan dengan orang yang meninggal karena
sebab lain.
▧ Studi asosiasi genome orang dengan depresi atau
orang yang meninggal karena bunuh diri
diidentifikasi perubahan metilasi gen yang terkait
dengan stres, proses kognitif, dan plastisitas saraf.

52
Neuroimmune System (Sitokin)

▧ Studi postmortem menunjukkan peningkatan kepadatan


mikroglial pada dua pasien skizofrenia yang telah bunuh
diri. Karena itu, hipotesis aktivasi mikroglial selama psikosis
akut diusulkan. Atau, 'bunuh diri' bisa menjadi faktor
diagnosis-independen yang mengarah ke mikrogliosis.
▧ Untuk mengklarifikasi pertanyaan ini, ekspresi HLA-DR mikroglia
dianalisis dengan imunohistokimia pada 16 pasien dengan
skizofrenia, 14 pasien depresi dengan gangguan afektif dan 10
kontrol yang cocok dalam penelitian ini.
▧ Dari hasil penelitian menyatakan Imunohistokimia HLA-DR terpilih
menjadi indikator sensitif dari aktivasi mikroglial pada proses
neuroinflamasi dan neurodegeneratif.

53
Neuroimmune System (Sitokin)

▧ Jumlah CD3- sedikit meningkat dan sel T


CD4- positif dalam darah dan peningkatan
jumlah makrofag di cairan serebrospinal
selama episode psikotik akut.
▧ Beberapa penelitian telah mengindikasikan
deregulasi sitokin sebagai (co) etiologi pada
skizofrenia, karena inflamasi sitokin dapat
mempengaruhi noradrenergik, serotonergik
dan neurotransmisi dopaminergik, yang
mengarah ke psikosis atau depresi.

54
BAB 1II
Kesimpulan

55
Bunuh diri bisa disebabkan oleh beberapa faktor,
seperti faktor sosiologis, faktor psikologis, faktor
biologis, dan faktor genetik.
Gangguan jiwa yang sering berkaitan dengan bunuh diri
adalah gangguan mood, ketergantungan alkohol,
skizofrenia dalam jumlah yang relatif kecil.

Pengenalan risiko tinggi dengan cepat dan


penatalaksanaan yang baik dapat memperbaiki
prognosis, namun penanganan yang terlambat dapat
memberikan komplikasi yang dapat menyebabkan
kematian.

56
Terima Kasih

Any questions?

57

Anda mungkin juga menyukai