Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Freud berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama, insting
hidup yang diekspresikan dengan seksualitas dan kedua, insting kematian yang diekspresikan
dengan agresivitas.
Frustation-agression Theory :
Teori yang dikembangkan oleh pengikut Freud ini berawal dari asumsi bahwa bila usaha
seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan, maka akan timbul dorongan
agresif yang pada gilirannya akan memotivasi prilaku yang dirancang untuk melukai orang
atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi, hampir semua orang melakukan tindakan agresif
mempunyai riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif : mendukung pentingnya peran dari
perkembangan predisposisi atau pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa
manusia mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak.
2. Sosial budaya
Sosial Learning Theory, teori ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda
dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi atau
imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan, maka semakin besar
kemungkinan untuk terjadi. Jadi, seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan
emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya.
Pembelajaran ini bisa internal atau eksternal.
3. Faktor biologis
Penelitian neurobiology mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus elektris
ringan pada hipotalamus binatang ternyata menimbulkan prilaku agresif.
Perangsangan yang diberikan terutama pada impuls periforniks hipotalamus dapat
menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya,
mendesis, mengeram, dan hendak menerkam tikus atau objek yang ada
disekitarnya.
Jadi, terjadi kerusakan fungsi sistim limbic (untuk emosi dan perilaku), lobus
frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk interprestasi indra
penciuman dan memori).
4. Perilaku
Reinforcment yang terima pada saat melakukan kekerasan dan sering
mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan (Keliat, 1996).
Secara umum, seseorang akan mengeluarkan respon marah apabila merasa dirinya
terancam. Ketika seseorang merasa terancam, mungkin dia tidak menyadari sama
sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu, baik perawat
maupun klien harus bersama-sama mengidentifikasinya.
Faktor presipitasi bersumber dari klien, lingkungan, atau interaksi dengan orang
lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku
kekerasan.
Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai atau pekerjaan , dan
kekerasan merupakan factor penyebab lain. Interaksi social yang provokatif dan
konflik dapat pula pemicu perilaku kekerasan (Keliat, 1996).
Data Subjektif : Data Objektif :
Ungkapan berupa ancaman Wajah memerah dan tegang
Pandangan tajam, Otot tegang
Ungkapan kata-kata kasar
Mengatup rahang dengan kuat
Ungkapan ingin memukul / melukai
Mengepalkan tangan
Bicara kasar, Suara tinggi, menjerit atau
berteriak
Memaksakan kehendak
Memukul jika tidak senang
Perasaan malu terhadap diri sendiri.
Memperlihatkan permusuhan
Melempar atau memukul benda atau orang
lain.
Keliat (2002) mengemukakan bahwa tanda-tanda marah adalah sebagai berikut :
Emosi : tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam), jengkel.
Fisik : muka merah, pandangan tajam, napas pendek, keringat, sakit fisik,
penyalahgunaan obat dan tekanan darah.
Intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan.
Spiritual : kemahakuasaan, kebajikan / kebenaran diri, keraguan, tidak bermoral,
kebejatan, kreativitas terhambat
Social : menarik diri, pengasingan , penolakan, kekerasan, ejekan, dan humor.
POHON MASALAH
Terapi Medis
Psikofarmaka adalah terapi menggunakan obat dengan tujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala gangguan jiwa. Menurut Depkes RI (2000), jenis obat
psikofarmaka adalah :
Arahkan klien untuk memukul barang yang tidak mudah rusak dan tidak
menyebabkan cedera pada klien itu sendiri seperti bantal, kasur, dst.
Latihan secara social atau verbal
bantu klien relaksasi misalnya latihan fisik maupun olahraga. Latihan pernapasan 2
x / hari, tiap kali 10 kali tarikan dan hembusan napas. Kemudian berteriak, menjerit
untuk melepaskan perasaan marah. Bisa juga mengatasi marah dengn dilakukan
tiga cara, yaitu : mengungkapkan, meminta, menolak dengan benar. Bantu melalui
humor. Jaga humor tidak menyakiti orang, observasi ekspresi muka orang yang
menjadi sasaran dan diskusi cara umum yang sesuai.
Fokus pengkajian :
Alasan utama klien dibawa ke Rumah Sakit adalah perilaku kekerasan
di rumah.
Data Subyektif :
Keluarga mengatakan klien mengamuk
Penyebab :
Ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah
Stimulus lingkungan
Konflik interpersonal
Perubahan status mental
Putus obat
Penyalahgunaan zat / alcohol
Subjektif :
Mengancam
Suara keras
Bicara ketus
Objektif :
Menyerang orang lain
Merusak lingkungan
Tangan mengepal
Rahang mengatup
Wajah memerah
Subjektif :
(tidak tersedia)
(SDKI, 2016)
Kondisi Klinis Terkait :
Attetion deficit / hyperactivity disorder (ADHD)
Gangguan perilaku
Gangguan Tourette
Delirium
Demensia
Gangguan amnestic
(SDKI, 2016)
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN