Pengantar Sejarah
Pengantar Sejarah
Menurut cara
penyampaiannya, penulisan
sejarah dibedakan menjadi
dua, yaitu penulisan sejarah
naratif dan penulisan sejarah
strukturalis.
Penulisan Sejarah Naratif
Penulisan sejarah naratif merupakan
penulisan sejarah dengan pendekatan
sejarah sebagai rekaman peristiwa dan
tindakan aktor sejarah secara individual
yang berlangsung dalam kurun waktu
tertentu. Sejarah naratif ditandai dengan
penggambaran pergumulan hidup
manusia yang berhadapan dengan
perjalanan nasibnya
Penulisan Sejarah Strukturalis
Penulisan sejarah strukturalis sering juga
disebut sebagai sejarah sosial. Penulisan
sejarah dengan pendekatan ini memahami
sejarah sebagai rekaman peristiwa struktural
yang berupa proses dan corak perubahan
masyarakat, bangsa, dan dunia. Sejarah sosial
memberi perhatian kepada masalah bagaimana
masyarakat mempertahankan dirinya dan
mengatur hubungan antar sesamanya, serta
bagaimana masyarakat memecahkan masalah
yang dihadapinya.
Bagaimana Sejarah Islam
ditulis?
Islam sangat menghargai sejarah, bahkan ayat-
ayat al-Quran yang merupakan kitab suci dan
komponen introduksi fundamental bagi doktrin
agama, mayoritas berisi kisah-kisah masa lalu,
baik tentang para nabi, umat-umat beriman,
kaum yang ingkar, bahkan penentang agama
macam Fir’aun, Hamman dan Jaluth. Wacana
keilmuan sejarah ini kemudian berkembang
pesat pasca kenabian dan menyebarnya Islam
ke negeri ‘Ajam (non-Arab). Ditambah lagi ketika
Islam bersentuhan dengan budaya intelektual
dari warisan Yunani, Byzantium dan Persia.
BENTUK-BENTUK DASAR
HISTORIOGRAFI ISLAM
1. Khabar
Khabar biasa diartikan sebagai ‘laporan’,
‘kejadian’ atau ‘cerita’. Biasanya lebih
banyak berisi tentang cerita-cerita
peperangan dan kepahlawanan.
Karakteristikkhabar ditekankan dengan
garis sanad yang mendahului tiap-
tiap khabar, dan hal itu akan dihilangkan
bila menginginkan keringkasan khabar itu
atau sekedar menyingkirkan munculnya
kecermatan pengetahuan.
2. Analitik
Analitik berasal dari kata dasar anno (tahun).
Historiografi dalam bentuk analitik merupakan
bentuk khusus penulisan sejarah dengan
menggunakan kronologis, yaitu pencantuman
kejadian tiap tahun. Biasanya dimulai dengan
kalimat “dalam tahun pertama” atau “ketika
masuk tahun kesembilan”. Penyajian dalam
bentuk ini sepenuhnya berkembang pada masa
al-Thabari (wafat 310 H). Karya sejarah
permulaan terbit pada dasawarsa pertama abad
ke-10 M dan diteruskan sampai tahun 915 M.
3. Catatan Dinasti
Tidak ada penulisan sejarah di masa lalu yang dapat
lepas dari intervensi penguasa. Hampir seluruh catatan
sejarah adalah cerita tentang kekuasaan, kemenangan
perang dan kepahlawanan sang pendiri dinasti serta
anak cucunya. Bahkan banyak terdapat biografi-biografi
khusus yang menulis tentang raja-raja itu. Misalnya
karya al-Qudla’i yang berjudul ‘Uyun al-Ma’arif. Maka
tidak heran jika muncul adagium bahwa sesungguhnya
sejarah adalah milik penguasa. Rakyat kecil maupun
bawahan hanya menjadi footnote (catatan kaki) yang
kadang malah tidak tertulis sama sekali. Namun,
bagaimanapun, biografi dinasti dan penguasanya
merupakan sebuah bentuk dasar historiografi Islam.
4. Thabaqat
Thabaqat berarti lapisan. Transisi masyarakat
dari satu lapisan atau kelas dalam penggantian
kronologis generasi mudah dilakukan.
Sebagaimana qarn yang mendahului
arti thabaqat, yang dalam penggunaannya
berarti generasi. Ahli-ahli leksikografi mencoba
menetapkan ukuran panjang yang pasti
dari thabaqat. Sebagian mereka menentukan
suatu lapisan generasi itu 20 tahun sedang
lainnya 40 tahun. Ada juga yang
berpendapat thabaqat itu 10 tahun.
5. Nasab
Nasab adalah catatan silsilah keluarga.
Bagi orang Arab, menjaga jalur keturunan,
terutama bagi yang mempunyai nenek
moyang tokoh terhormat menyebabkan
mereka harus menuliskannya.
Keuntungan posisi dan status sosial
ekonomi kadang membuat orang
menyalahgunakan nasab ini. Nasab,
kemudian menjadi bentuk dasar bagi
historiografi Islam.
Pengaruh dari Luar Arab
Pengaruh Yunani
Dalam bentuk analitik, historiografi Yunani
memberikan pengaruh besar. Kronik Yunani pada
periode itu ketika Islam datang menyajikan bentuk
historiografi analitik secara jelas melalui penulis
muslim kontemporer. Ketika itu Ioannes Malalas,
menggunakan struktur analitik sehubungan kekuasaan
kaisar-kaisar. Terdapat juga data-data tentang
sarjana-sarjana, filosof dan pemimpin gereja walaupun
pada saat yang sama mereka juga politikus.
Pengaruh Persia
Sebenarnya, bukti yang tersedia tentang bentuk historiografi
Persia abad tujuh masehi sangat kurang. Ketiadaan ini
menyebabkan kesulitan penentuan penggunaan bentuk
analitik dalam historiografinya. Banyak yang menganggap,
pendapat yang menekankan pengaruh Persia pada keaslian
histoiografi analitik Islam telah gugur. Namun kita masih dapat
melacak adanya pengaruh yang tidak kecil dalam
konsepsional penulisan sejarah Islam.
Dalam contoh ini adalah penulisan sejarah Raja-raja.
Shiddiqie memberikan argumentasi dengan data masuknya
tradisi intelektual Persia dalam khazanah Islam. Bahkan buku
Persia berjudul Khuday-nama—yang merupakan kisah raja-
raja, dan dianggap menjadi buku patokan penulisan biografi
Arab—telah masuk dalam historiografi Arab satu abad
sebelum Ibn Mukhaffa (w. 139 H). Pengaruh Persia ini cukup
negatif. Banyak kisah dalam Khuday-nama yang memuat
mitos pribadi dan spekulasi pendeta, juga legenda-legenda
Avestik dan roman Iskandar bahkan cerita-cerita tradisi asli
Sasanian sering disepuh dengan epik dan retorika.
Pengaruh Byzantium
Dalam konteks persentuhan dengan Byzantium,
lebih banyak berasal dari penganut agama Kristen
yang berbangsa Arab sehingga interaksi dengan
kaum muslimin cukup sering dan terjadi transfer
pengetahuan terhadap mereka. Peradaban
Byzantium yang Kristen itu cukup memperhatikan
penulisan sejarah, dan mereka cukup respek jika
literatur historiografi menempati posisi yang besar
dalam literatur Byzantium. Perlu disebutkan
bahwa Bibliotheca of Photius abad sepuluh
masehi, sebagian besar mencurahkan uraiannya
mengenai sejarah dari segala sisi.