Anda di halaman 1dari 29

PRESENTASI KASUS

SADDAM FADHLI
1102011250

Pebimbing :
Dr. M. Tri Wahyu Pamungkas, M.Kes, Sp,S
Identitas pasien

Nama : Tn. B
Jenis kelamin : Laki – laki
Usia : 46 tahun
Alamat : Bakung Lor
Pekerjaan : Cleaning Service Sekolah
Agama : Islam
Status : Sudah menikah
Tanggal masuk : 25 Januari 2019
Tanggal pemeriksaan : 26 Januari 2019
Anamnesis

Keluhan utama : Nyeri kepala selama 2 minggu sebelum masuk rumah sakit

Keluhan tambahan : Demam (+) mual (+) muntah (+)


Riwayat penyakit sekarang :
Pasien seorang laki – laki berusia 46 tahun datang ke IGD RSUD
Arjawinangun diantar oleh keluarga pada tanggal 25 Januari 2019 pukul 17.30 WIB
dengan keluhan nyeri di kepala selama 2 minggu sebelum masuk rumah sakit dan
paling dirasa saat 4 hari terakhir sebelum masuk rumah sakit. Intensitas nyeri terus
menerus dan seperti ditusuk – tusuk. Pasien juga mengeluh ada demam selama 4 hari
sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan naik turun dan intensitas demam yang
tersering dirasakan menjelang sore ke malam hari. Ada mual dan muntah juga,
muntah timbul jika saat makan. Muntah berisi cairan dan sisa makanan. Muntah tidak
disertai darah dan tidak berwarna kehitaman. BAB dan BAK lancar dan tidak ada
keluhan.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien mengaku belum pernah sakit seperti ini sebelumnya, riwayat Diabetes
Militus, darah tinggi, stroke dan penyakit jantung disangkal.
Riwayat penyakit keluarga
Di keluarga pasien tidak ada yang pernah sakit seperti ini
PEMERIKSAAN FISIK
Status pasien
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
GCS : E4 V3 M6
Tanda vital : tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 60x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 38,0 C
Spo2 : 97%
Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
Leher : trachea medial, pembesaran KGB (-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba
Perkusi : Batas jantung kanan : ICS IV linea sternalis dekstra
Batas jantung kiri : ICS V linea midclavikularis
sinistra
Auskultasi : bunyi jantung normal, reguler, gallop (-) murmur (-)
Paru
Inspeksi : dada simetris, pergerakan dada simetris kiri dan kanan
Palpasi : nyeri tekan (-/-) pembesaran kelenjar getah bening (-)
Fremitus taktil dan vokal simetris di kedua hemitoraks
Perkusi : sonor di kedua hemitoraks
Auskultasi : pernafasan vesikuler, ronki (-/-) wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : simetris
Palpasi : ballotement (-)
Perkusi : timpani, shifting dullnes (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Status neurologis
Pupil Kanan Kiri

Bentuk Bulat Bulat

Diameter 3mm 3mm

RCL + +

RCTL + +

Tanda rangsang Kanan Kiri


meningeal
Kaku kuduk - -

Brudzinski I - -

Laseque >70° >70°

Kernig 135° 135 °

Brudzunski II - -
Saraf kranial Kanan Kiri
N. I (olfactorius) - -
N. II (opticus)
RCL + +
N. III (oculomotorius)
Ptosis - -
RCL
RCTL + +
+ +
N. IV (troklearis) Baik Baik
N. V (trigeminus)
Mengunyah Simetris
Sensibilitas wajah Simetris
Reflek kornea Baik

N.VI (abdusen) Baik Baik


N. VII (facialis)
Mencucurkan bibir Simetris
Kerut dahi Simetris
Tersenyum Simetris
Perasa lidah Simetris
Angkat alis Simetris
N. VIII (vestibulococlearis)
Tes Rhinne + +
Tes webber Tidak ada Tidak ada
Tes swabach Lateralisasi sama dengan pemeriksa Lateralisasi sama dengan pemeriksa
N. IX (glossofaringeus)
Posisi uvula
Ditengah
Pengecapan 1/3 posterior lidah
+

N. X (vagus)
Menelan
+
Refleks muntah
+

N.XI (assesorius)
Menoleh
Baik Baik
Mengangkat bahu
Baik Baik
N. XII (hipoglosus)
Menjulurkan lidah
Tidak ada kelainan
Tremor
Tidak ada
Atrofi lidah
Tidak ada
Motorik Kanan Kiri
Kekuatan
Ekstremitas atas 5 5
Ekstremitas bawah 5 5

Refleks fisiologis
Biceps ++ ++
Triceps ++ ++
Patella ++ ++
Achilles ++ ++

Refleks patologis
Hoffman - -
Tromner - -
Babinski - -
Chaddok - -
Oppenhein - -
Gordon - -
Schifner - -
Gorda - -
Keseimbangan dan koordinasi

Romberg Normal Normal


Disdiadokokinesis Normal Normal
Finger to nose Normal Normal
Heel to knee Normal Normal
Rebound phenomen Normal Normal
LAB RESULT UNIT NORMAL
DARAH LENGKAP
Pemeriksaan Penunjang Hemoglobin 15,9 g/dl 13,2 – 17,3

Leukosit 14,1 (H) 10^3/uL 3,8 – 10,6


Trombosit 287 10^3/uL 150 - 440

Hematokrit 45,9 % 40 - 52

Eritrosit 5,,07 10^6/uL 4,4-5,9


INDEKS ERITROSIT
MCV 90,5 Fl 80-100
MCH 31,4 Pg 26 – 34
MCHC 34,7 g/dL 32 – 36
MDW 11,1 (L) % 11,5 – 14,5
MPV 5,8 (L) fL 7,0-11,0
HITUNG JENIS
Segmen 78,9 (H) % 28,0-78,0
Limfosit 12,1 (L) % 25-40
Monosit 7,2 % 2–8
Eusinofil 0,8 % 2–4
basofil 1,0 % 0–1
KIMIA KLINIK
Glukosa sewaktu 114 Mg/dl 75-140

Ureum 29,1 Mg/dL 10-50


Kreatinin 0,89 Mg/dL 0,62-1,10
IMUNOLOGI
Anti HIV Reaktif Non reaktif
Resume
Pasien seorang laki – laki berusia 46 tahun datang ke IGD RSUD
Arjawinangun diantar oleh keluarga pada tanggal 25 Januari 2019 pukul 17.30 WIB
dengan keluhan nyeri di kepala selama 2 minggu sebelum masuk rumah sakit dan
paling dirasa saat 4 hari terakhir sebelum masuk rumahs sakit. Intensitas nyeri terus
menerus dan seperti ditusuk – tusuk. Pasien juga mengeluh ada demam selama 4 hari
sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasa naik turun dan paling tersering timbul
saat menjelang sore ke malam hari. Ada mual dan muntah juga, muntah timbul jika
saat makan. Muntah berisi cairan dan sisa makanan. Muntah tidak bercampur darah
dan tidak berwarna kehitaman. BAB dan BAK lancar dan tidak ada keluhan. Pasien
mengaku belum pernah sakit seperti ini sebelumnya, riwayat Diabetes Militus, darah
tinggi, stroke dan penyakit jantung disangkal. Dan pasien juga belum pernah
mengalami keluhan yang sama seperti ini sebelumnya.

Follow up

26 Januari 2019
S : nyeri kepala (+) demam (-) mual (-) muntah (-)
O : GCS : E1V1M3, TD 160/90, nadi 80x/menit, suhu 37,1°C, respirasi 20x/menit,
Spo2 98%, kekuatan motorik 3/3/3/3, refleks fisiologis +1/+1/+1/+1, sensorik tidak
dapat dinilai, kaku kuduk (+)
Diagnosis
Diagnosis klinis : penurunan kesadaran
tidak didapatkan lateralisasi
kaku kuduk (+)
Diagnosis topis : hemisferium serebri dan meningens
Diagnosis etiologis : meningoensefalitis bakteri
PENATALAKSANAAN
• RL 20 tpm
• Inj. Antrain 3x1 amp
• Inj. Ranitidin 2x1 amp
• Ceftriaxone 2x1 gr
• Manitol 3x100 cc
• Dexa 3x1

PROGNOSIS
• Quo ad Vitam : dubia ad bonam
• Quo ad functionam : dubia ad bonam
• Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Meningitis
Meningitis adalah suatu reaksi keradangan yang mengenai sebagian atau
seluruh selaput otak (meningen) yang ditandai dengan adanya sel darah putih dalam
cairan serebrospinal. Meningitis bakteri pada anak-anak masih sering dijumpai,
meskipun sudah ada kemoterapeutik, yang secara in vitro mampu membunuh
mikroorganisme-mikroorganisme penyebab infeksi tersebut.3 WHO (2003),
mendefinisikan anak-anak antara usia 0–14 tahun karena di usia inilah risiko
cenderung menjadi besar. Ini akibat infeksi dengan Haemophilus influenzae maupun
pneumococcus, karena anak-anak biasanya tidak kebal terhadap bakteri.
Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, meningitis dibagi
menjadi dua golongan yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.16 Meningitis
serosa adalah radang selaput otak arakhnoid dan pia mater yang disertai cairan otak
yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab
lain seperti virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia.
Anatomi dan Fisiologi Selaput Otak

Meningen (selaput otak) adalah selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang
belakang, melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi
(cairan serebrospinalis), memperkecil benturan atau getaran yang terdiri dari tiga lapisan:

• Dura mater (lapisan luar) adalah selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan
ikat tebal dan kuat. Durameter pada tempat tertentu mengandung rongga yang mengalirkan
darah vena dari otak.
• Arakhnoid (lapisan tengah) merupakan selaput halus yang memisahkan dura mater dengan
pia mater membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh
susunan saraf sentral.
• Pia mater (lapisan sebelah dalam) merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan
jaringan otak. Ruangan diantara arakhnoid dan pia mater disebut sub arakhnoid. Pada reaksi
radang, ruangan ini berisi sel radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke
sumsum tulang belakang.
Patofisiologi Meningitis

Meningitis bakteri paling sering terjadi akibat penyebaran mikroorganisme


secara hematogen. Meningitis bakteri pada umumnya, sebagai akibat dari penyebaran
penyakit lain. Bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya
pada penyakit faringitis, tonsilitis, pneumonia, dan lain-lain. Penyebaran bakteri dapat
pula secara perkontinum dari peradangan organ atau jaringan yang ada didekat
selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, sinusitis, dan lain-lain. Penyebaran
bakteri bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi
bedah otak.
Meningitis dapat terjadi setelah terjadi invasi bakteri yang berasal dari pusat
infeksi menular. Meningitis juga dapat terjadi melalui invasi langsung ke selaput otak
dan menyebar ke selaput otak secara hematogen.3 Mula-mula pembuluh darah
meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi dalam.
Epidemilogi Meningitis
• Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respon imunologi terhadap pathogen
spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Karena anak-anak biasanya tidak
mempunyai kekebalan terhadap bakteri. Risiko terbesar adalah pada bayi antara
umur 1 dan 12 bulan, 95% kasus terjadi antara umur 1 bulan dan 5 tahun, tetapi
meningitis dapat terjadi pada setiap umur. Risiko tambahan adalah kemiskinan, dan
kemungkinan tidak adanya pemberian ASI untuk bayi umur 2-5 bulan.
• Insiden dari tipe bakteri penyebab bervariasi menurut umur penderita. Pada negara
berkembang, penyakit meningitis akibat infeksi Haemophilus influenza pada anak
yang tidak divaksinasi paling lazim terjadi pada bayi umur 2 bulan sampai 2 tahun,
insiden puncak terjadi pada bayi usia 6-9 bulan, dan 50% kasus terjadi pada usia
tahun pertama.
• Insidens rate kasus Meningitis yang disebabkan Haemophylus influenza di AS pada
umur < 5 tahun berkisar 32-71/100.000 setiap tahun. Pada neonatus rata- rata 2-4
kasus/1000 bayi lahir hidup, dan dua pertiganya disebabkan oleh Streptococcus beta
haemoliticus grup B dan E. coli.22 Di Uganda (2001-2002) Insidens rate meningitis
Haemophylus influenza tipe b pada usia <5 tahun sebesar 88 per 100.000.
Gejala klinis
Kebanyakan pasien meningoensefalitis menunjukkan gejala – gejala meningitis dan
ensefalitis (demam, sakit kepala, kekuan leher, dan vomiting) diikuti dengan
perubahan kesadaran, konvulsi dan kadang – kadang tanda neurologik fokal, tanda –
tanda peningkatan tekanan intrakranial atau gejala – gejala psikiatrik.

Pemeriksaan Rangsangan Meningeal


- Pemeriksaan Kaku kuduk
- Pemeriksaan Tanda Kernig
- Pemeriksaan Tanda Brudzinski I
- Pemeriksaan Tanda Brudzinski II
Pemeriksaan Penunjang Meningitis

Pemeriksaan cairan serebrospinalis


Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, meningitis terbagi menjadi dua
golongan yaitu :
• Meningitis purulenta
Diagnosa diperkuat dengan hasil positif pemeriksaan sediaan langsung
dengan mikroskop dan hasil biakan. Pada pemeriksaan diperoleh hasil cairan
serebrospinalis yang keruh karena mengandung pus (nanah) yang merupakan
campuranleukosit yang hidup dan mati, serta jaringan yang mati dan bakteri.
• Pada meningitis serosa
diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang jernih meskipun
mengandung sel dan jumlah protein yang meninggi.
Pemeriksaan darah
Dilakukan dengan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju
Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit, dan kultur.
a. Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
b. Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Di samping itu, pada
meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.

Pemeriksaan Radiologis
a. Pada meningitis purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus paranasal)
dan foto dada.
b. Pada meningitis serosa dilakukan foto dada, foto kepala, dan bila mungkin
dilakukan CT Scan.
Pengobatan Meningitis
Penderita diberikan pengobatan dengan pemberian antibiotik yang sesuai dengan jenis
penyebab meningitis, yaitu:
• Meningitis yang disebabkan pneumokok, meningokok : Ampisilin.
• Meningitis yang disebabkan Haemophilus influenza : Kombinasi ampisilin dan
kloramfenikol.
• Meningitis yang disebabkan enterobacteriaceae : Sefotaksim, campuran
trimetoprim dan sulfametoksazol.
• Meningitis yang disebabkan Staphylococcus aureus : Vankomisin, sefotaksim atau
setrifiakson.
• bila etiologi tidak diketahui : Ampisilin ditambah kloramfenikol (pada anak) dan
Ampisilin ditambah gentamisin (pada neonatus)
Komplikasi Meningitis
Penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat dari komplikasi meningitis antara lain:

• Trombosis vena serebral, yang menyebabkan kejang, koma, atau kelumpuhan.


• Efusi atau abses subdural, yaitu penumpukan cairan di ruangan subdural karena adanya
infeksi oleh kuman.
• Hidrosefalus, yaitu pertumbuhan lingkaran kepala yang cepat dan abnormal yang disebabkan
oleh penyumbatan cairan serebrospinalis.
• Ensefalitis, yaitu radang pada otak.
• Abses otak, terjadi karena radang yang berisi pus atau nanah di otak.
• Arteritis pembuluh darah otak, yang dapat mengakibatkan infark otak karena adanya infeksi
pada pembuluh darah yang mengakibatkan kematian pada jaringan otak.
• Kehilangan pendengaran, dapat terjadi karena radang langsung saluran pendengaran.
• Gangguan perkembangan mental dan inteligensi karena adanya retardasi mental yang
mengakibatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak terganggu.
Prognosis
Meningitis bakterial yang tidak diobati biasanya berakhir fatal. 30% pasien yang
bertahan hidup, terdapat sekuel defisit neurologis fokal lain.
Faktor risiko prognosis buruk : pasien immunocomprimised, usia diatas 65 tahun,
gangguan kesadaran, jumlah leukosit yang lebih rendah, dan infeksi pneumokokusm
Prognosis meningitis viral biasanya baik, dengan beberapa kasus sembuh dalam 7 –
10 hari. Sesuai dengan diagnosis penyakit itu yang merupakan penyakit self limited.
Pengecualian pada pasien neonatus, dimana meningitis viral dapat fatal atau
berhubungan dengan beberapa morbiditas.
Terima kasih 

Anda mungkin juga menyukai