Anda di halaman 1dari 32

IBU HAMIL DENGAN

HIV AIDS

Ns. Riadinni Alita,M.Kes, M.Kep


PENGERTIAN
HIV (Human Immunodeficiency Virus)  retrovirus bersifat
limfotropik khas yang menginfeksi sel-sel dari sistem
kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak sel darah putih
spesifik (limfosit T-helper/limfosit pembawa faktor T4 (CD4)).
Selama infeksi berlangsung, sistem kekebalan tubuh menjadi lemah
dan lebih rentan terhadap infeksi.
Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu
merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi
AIDS (Acquired Imunnodeficiency Syndrome).
HIV adalah sejenis retrovirus-RNA yang menerang sistem kekebalan
tubuh. AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya
sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Depkes RI,
2008)
ETIOLOGI
Penyebab penyakit AIDS adalah virus HIV dan saat ini telah diketahui
dua tipe yaitu tipe HIV-1 dan HIV-2.
Infeksi yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh HIV-1, sedangkan
HIV-2 benyak terdapat di Afrika Barat. Gambaran klinis dari HIV-1
dan HIV-2 relatif sama, hanya infeksi oleh HIV-1 jauh lebih mudah
ditularkan dan masa inkubasi sejak mulai infeksi sampai timbulnya
penyakit lebih pendek (Martono, 2006).
PENULARAN HIV
Transmisi dari ibu ke anak
1. Periode kehamilan
Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal
ini disebabkan karena plasenta yang tidak dapat ditembus HIV

2. Periode Persalinan
Penularan HIV > dengan periode kehamilan. Penularan terjadi melalui transfusi
fetomaternal /kontak antara kulit/ membran mukosa bayi dengan darah/
sekresi maternal saat melahirkan. Pada proses melahirkan per vaginam
peluang penyebaran HIV sekitar 30 %

3. Periode Post-Partum
Cara penularan melalui ASI. Berdasarkan data penelitian De Cock, dkk (2000), diketahui
bahwa ibu yang menyusui bayinya memiliki risiko menularkan HIV 10-15% dibanding ibu
yang tidak menyusui bayinya.
Risiko penularan melalui ASI tergantung dari :
1.Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI secara
eksklusif risiko nya akan berkurang dibanding dengan pemberian
campuran
2.Patologi payudara: mastitis, robekan putting susu, pendarahan
pada putting susu, dan infeksi payudara lainnya
Klasifikasi HIV-Aids

Menurut WHO & CDC


(Centre for Diasease Control and
Prevention)
CDC mengklasifikasikan HIV-AIDS pada remaja (>13 thn dan dewasa)
berdasarkan dua sistem, yaitu dengan jumlah supresi kekebalan tubuh yang dialami
pasien serta stadium klinis. Jumlah supresi kekebalan tubuh ditunjukan oleh limfosit
CD4. sistem ini didasarkan pada tiga kisaran CD4 dan tiga kategori klinis, yaitu:
Kategori 1: 500 sel/l Kategori 2: 200-499 sel/l Kategori 3: ≤200 sel/l
Klasifikasi klinis dan CD4 menurut CDC
Kategori klinis A meliputi infeksi HIV tanpa gejala (asimptomatik),
limfadenopati generalisata yang menetap, dan infeksi HIV akut primer
dengan penyakit penyerta atau adanya riwayat infeksi HIV akut.
Kategori klinis B terdiri atas kondisi denga gejala (simptomatik) pada
remaja atau orang dewasa yang terinfeksi HIV yang tidak termasuk kategori
C dan memenuhi paling sedikit satu dari beberapa kriteria berikut:
a) Keadaan yang dihubungkan dengan infeksi HIV atau adanya kerusakan
kekebalan dengan perantara sel
b) Kondisi yang dianggap oleh dokter telah memerlukan penanganan klinis
atau membutuhkan penatalaksanaan akibat komplikasi infeksi HIV.
Contoh berikut ini termasuk dalam kategori tersebut, tetapi tidak
terbatas pada contoh ini saja.
MENURUT WHO
Klasifikasi Laboratorium

Stadium Stadium Stadium Stadium


Limfosit CD4⁺/mmᶾ Klinis 1: Klinis 2: Klinis 3: Klinis 4:
Asimptomatik Awal Intermediet Lanjut

>2000 >500 1A 2A 3A 4A

1000-2000 200-500 1B 2B 3B 4B

<1000 <200 1C 2C 3C 4C
Klasifikasi Klinis
Stadium Skala Aktivitas Gambaran Klinis
I Asimptomatik, aktivitas normal
a.Asimptomatik
b.Limfadenopati generalisata
II Simptomatik, aktovitas normal
a.BB menurun <10%
b.Kelainan kulit dan mukosa yang ringan seperti dermatitis seboroik, prurigo,
onikomikosis, dll
c.Herpes zoster dalam 5 thn terakhir
d.Infeksi saluran napas bagian atas
III Pada umumnya lemah, aktivitas di tempat tidur <50%
a.Diare kronis >1 bulan
b.Demam >1 bulan
c.Kandidiasis orofaringeal
d.Oral hairy leukoplakia
e.TB paru
f.Infeksi bakteri berat seperti pneumonia
IV Pada umumnya sangat lemah, aktivitas di tempat tidur >50%
a.HIV wasting syndrome
b.Penumonia pneumocystis carinii
c.Toksoplasmosis otak
d.Diare kriptosporidiosis >1 bulan
e.Retinitis virus sitomegalo
f.Herpes simplek mukokutan >1 bulan
g.Leukoensefalopati multifokal progresif
h.Limfoma
i.Sarkoma kaposi
j.Ensefalopati HIV
Untuk bayi, klasifikasi bisa berdasarkan hitung limfosit
CD4 ( derajat imunosupresi 1, 2, 3)

<12 bulan 1-5 tahun 6-12 tahun


Kategori imun
No/mmᶾ % No/mmᶾ % No/mmᶾ %
1: tidak ada supresi 1500 25% 1000 25% 500 25%
2: supresi sedang 750-1499 15-24% 500-999 15- 200-499 15-
24% 24%
3: supresi berat <750 15% <500 <15% <200 <15%
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
HIV-Aids
a. ELISA (enzyme-linked immunoabsorbent assay).
Skrining yang digunakan untuk mendiagnosis HIV , tes ELISA sangat sensitif, tapi tidak
selalu spesifik, maksudnya penyakit lain juga bisa menunjukkan hasil positif sehingga
menyebabkan positif palsu diantaranya penyakit autoimun ataupun karena infeksi.
Sensivitas ELISA antara 98,1%-100% dan dapat mendeteksi adanya antibodi terhadap
HIV dalam darah.
b. Western Blot
Western Blot memiliki spesifisitas (kemampuan test untuk menemukan orang yang tidak
mengidap HIV) antara 99,6% – 100%. Tes Western Blot mungkin juga tidak bisa
menyimpulkan seseorang menderita HIV atau tidak. Oleh karena itu, tes harus diulangi
setelah dua minggu dengan sampel yang sama. Jika test Western Blot tetap tidak bisa
disimpulkan, maka test Western Blot harus diulangi lagi setelah 6 bulan
c. PCR (Polymerase Chain Reaction)
PCR untuk DNA dan RNA virus HIV sangat sensitif dan spesifik untuk infeksi HIV. Tes
ini sering digunakan bila hasil tes yang lain tidak jelas
d. CD4 (untuk mengetahui jumlah sel yang menjaga kekebalan tubuh, biasanya
dipakai untuk mengevaluasi pengobatan)

e. Viral load (biasanya juga dipakai untuk evaluasi pengobatan)

f. Pada bayi pemeriksaan yang direkomendasikan ialah Uji ELISA dan Tes
virologis.

Tes virologis untuk RNA atau DNA yang spesifik HIV merupakan metode
yang paling dipercaya untuk mendiagnosis infeksi HIV pada anak
berumur < 18 bulan.
Tata Laksana Prenatal
Sebelum konsepsi, wanita yang terinfeksi sebaiknya melakukan
konseling .
Program ini membantu pasien dalam menentukan terapi yang optimal dan
penanganan obstetrik, seperti toksisitas ARV yang mungkin terjadi, diagnosis
prenatal untuk kelainan kongenital (malformasi atau kelainan kromosomal)
dan menentukan cara persalinan yang boleh dilakukan.
Wanita yang terinfeksi disarankan untuk melakukan servikal sitologi
rutin, menggunakan kondom saat berhubungan seksual, atau menunggu
konsepsi sampai plasma viremia telah ditekan.
Infeksi oportunistik yang terjadi harus tetap diobati. Status awal
yang harus dinilai pada ibu hamil dengan infeksi HIV adalah
riwayat penyakit HIV berdasarkan status klinis, imunologis
(jumlah CD4 <400/ml) dan virologis (viral load tinggi). Riwayat
pengobatan, operasi, sosial, ginekologi dan obstetric sebelumnya
harus dilakukan pada kunjungan prenatal pertama. Pemeriksaan
fisik lengkap penting untuk membedakan proses penyakit HIV
dengan perubahan fisik normal pada kehamilan.
Intervensi untuk Mencegah
Progresifitas Penyakit Pada Ibu Hamil

Highly Active Anti-Retroviral Therapy (HAART) adalah


kemoterapi antivirus yang disarankan oleh WHO untuk ibu hamil
sebagai pengobatan utama HIV selama masa kehamilan dan
postpartum. Selain memperbaiki kondisi maternal, HAART
terbukti dapat mencegah transmisi perinatal yaitu dengan
mengurangi replikasi virus dan menurunkan jumlah viral load
maternal
Tata laksana pemberian ARV
(Antiretroviral)
Perlu dilakukan pemeriksaan jumlah CD4 dan penentuan stadium klinis
infeksi HIV-nya. Hal tersebut adalah untuk menentukan apakah penderita sudah
memenuhi syarat terapi antiretroviral atau belum.
a.Tidak tersedia pemeriksaan CD4 Dalam hal tidak tersedia pemeriksaan CD4,
maka penentuan mulai terapi ARV adalah didasarkan pada penilaian klinis.
b. Tersedia pemeriksaan CD4
Rekomendasi :
1. Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah CD4 <350 sel/mm3 tanpa
memandang stadium klinisnya.
2. Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif, ibuhamil dan
koinfeksi Hepatitis B tanpa memandang jumlah CD4.
Panduan yang ditetapkan oleh pemerintah
untuk lini pertama adalah:

Ket:
AZT : Azidotimidin
TDF : Tenofovir
3TC : Lamivudin
FTC : Emtricitabin
NVP : Nefirapin
EFV : Efavirenz
Intervensi untuk Mencegah
Transmisi Perinatal (PMTCT)
Selain terapi ARV dan profilaksis, pemilihan susu formula dibandingkan ASI
terbukti dapat menurunkan transmisi HIV dari ibu ke anak dari 15-25% sampai
kurang dari 2%.
Persalinan dengan elektif seksio sesaria ternyata juga dapat menurunkan
transmisi perinatal.
Meminimalkan terpaparnya janin terhadapa darah maternal, akibat pecahnya
selaput plasenta dan sekresi maternal, saat janin melewati jalan lahir. Indikasi
persalinan dengan elektif seksio sesaria adalah wanita tanpa pengobatan
antiviral, wanita yang mengkonsumsi HAART dengan viral load >50kopi/mL,
wanita yang hanya mengkonsumsi monoterapi ZDV (Zidovudin), wanita dengan
HIV positif dan koinfeksi virus hepatitis, termasuk HBV dan HCV
Tata Laksana Persalinan
Cara persalinan harus ditentukan sebelum umur kehamilan 38
minggu untuk meminimalkan terjadinya komplikasi persalinan. Sampel
plasma viral load dan jumlah CD4 harus diambil pada saat persalinan. Pasien
dengan HAART harus mendapatkan obatnya sebelum persalinan, jika
diindikasikan, sesudah persalinan.
Semua ibu hamil dengan HIV positif disarankan untuk melakukan
persalinan dengan seksio sesaria. Infus ZDV diberikan secara intravena
selama persalinan elektif seksio sesaria dengan dosis 2 mg/kg selama 1 jam,
diikuti dengan 1 mg/kg sepanjang proses kelahiran.
Pada persalinan ini, infus ZDV dimulai 4 jam sebelumnya dan
dilanjutkan sampai tali pusar sudah terjepit.
National Guidelines menyarankan pemberian antibiotik peripartum
pada saat persalinan untuk mencegah terjadinya infeksi
Tata Laksana Postnatal
Setelah melahirkan, ibu sebaiknya menghindari kontak langsung
dengan bayi. Dosis terapi antibiotik profilaksis, ARV dan imunosuportif
harus diperiksa kembali. Secara teori, ASI dapat membawa HIV dan dapat
meningkatkan transmisi perinatal.

Oleh karena itu, WHO tidak merekomendasikan pemberian ASI pada ibu
dengan HIV positif, meskipun mereka mendapatkan terapi ARV
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah
Bayi lahir prematur,
Premature rupture of membran (PROM),
Berat bayi lahir rendah,
Anemia,
Restriksi pertumbuhan intrauterus,
Kematian perinatal dan
Endometritis postpartum.

Anda mungkin juga menyukai