Anda di halaman 1dari 50

CLINICAL SCIENCE SESSION

KEJANG DEMAM
Sonya Mora N
Talitha R. Ayuningtyas Preceptor :
Via Afini S Purboyo Solek, dr., Sp.A(K)
Wa’el Jaidi
Yuni Astuti
Definisi

■ ILAE 1983 : kejang demam merupakan kejang pada anak di atas usia 1 bulan,
berhubungan dengan demam yang tidak disebabkan oleh infeksi SSP, tanpa ada
kejang neonatus sebelumnya, atau kejang yang diprovokasi dan tidak memenuhi
kriteria untuk kejang simtomatik akut lainnya.
■ Konsensus Tatalaksana Kejang Demam IDAI : bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.

Sumber : Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam IDAI 2006


Epidemiologi

■ Di Indonesia  kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun
hampir 2-5%
■ 30% mengalami kejang demam berulang  pada 16% kasus berulang dalam 24
jam
■ Jika kejang pertama terjadi usia < 1 tahun  50% berulang
■ Sebagian besar  kejang demam sederhana
■ 9-35%  kejang demam kompleks  25% kejang demam kompleks berkembang
menjadi epilepsi.

Sumber : Pedoman Diagnosis dan Terapi IKA Edisi ke-5


Etiologi
■ Belum diketahui dengan pasti  semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf
pusat yang menimbulkan demam :
– Infeksi saluran pernafasan akut
– Otitis media
– Gastroenteritis (Shigella, Campylobacter)
– Infeksi saluran kemih
– Roseola infantum
■ Sangat jarang : pasca vaksinasi DPT (6-9 kasus per 100.000) dan pasca vaksinasi MMR (25-34
per 100.000)

Sumber : UKK Neurologi IDAI. Kejang Demam pada Anak. IDAI: Jakarta. 2015.
Faktor Resiko Kejang Demam

■ Suhu pada saat demam


■ Riwayat kejang demam pada orang tua atau sudara kandung
■ Perkembangan terlambat
■ Problem pada masa neonatus
■ Anak dalam perawatan khusus
■ Kadar natrium rendah
■ Ibu merokok saat kehamilan

Sumber : Berg, A. T., Shinnar, S., Shapiro, E. D., Salomon, M. E., Crain, E. F. and Hauser, W. A. (1995), Risk Factors for a First
Febrile Seizure: A Matched Case-Control Study. Epilepsia, 36: 334–341
Faktor Resiko Kejang Demam Rekuren
■ Setelah kejang demam
pertama  33% anak
akan mengalami satu
kali rekurensi atau lebih
■ 9% anak mengalami 3
kali rekurensi atau lebih.

Sumber : Nelson Textbook of Pediatry 20th ed


Faktor Resiko Terjadinya Epilepsi setelah
Kejang Demam
■ Kemungkinan menjadi epilepsi tidak
dapat dicegah dengan pemberian
obat rumat pada kejang demam

Sumber : Nelson Textbook of Pediatry 20th ed


Klasifikasi

Sumber : Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam IDAI 2006


Manifestasi

■ Kejang demam sederhana / simpleks  generalised tonic clonic seizures (grand


mal)
tidak sadar  tiba-tiba berteriak

tubuh penderita akan kaku (tonic)

jerking dari otot (klonik)

post ictal (bingung, agitasi / tertidur )

Sumber : Seizure Classification ILAE 1981


Manifestasi
■ Kejang demam kompleks  bentuk kejang adalah kejang
fokal/parsial sederhana dan kompleks. Pada kejang parsial
sederhana, pasien sadar dan bisa terdapat gejala :
Pasien sadar + gejala :

Sensori Motor Autonomik Psychic

Sumber : Seizure Classification ILAE 1981


Manifestasi

■ Pada kejang parsial kompleks :


didahului oleh aura

kesadaran berkurang atau hilang

gerakan repetitif dan tidak biasa

setelah kejang penderita sering bingung dan tidak ingat


Tipe Kejang

Sumber : Seizure Classification ILAE 1981


Patomekanisme
kejang demam

Sumber : UKK Neurologi IDAI. Kejang Demam pada Anak. IDAI: Jakarta. 2015
Patomekanisme Kejang Demam Rekuren

Kejang demam yang melebihi 20 menit

menimbulkan perubahan long-lasting pada h-channel

meningkatkan kerentanan terhadap kejang Kation channel yang


hiperpolarized-
activated, bisa
inhibitori /eksitatori

kejang demam yang singkat jarang menimbulkan sekuel

Sumber : Swaiman Pediatric Neurology 5th edition.


Patomekanisme Epilepsi akibat Kejang Demam

Kejang demam rekuren

hiperpolarisasi neuron terus menerus


meningkatkan kebutuhan ATP dan O2 dari neuron

hipoksia dan metabolik asidosis pada sel neuron


kerusakan jaringan  digantikan dengan jaringan ikat
scarring & hardening

sklerosis (terutama di lobus mesial temporal)

MTE (Mesial Temporal Lobe Epilepsy)

Sumber : Swaiman Pediatric Neurology 5th edition.


Diagnosis - Anamnesis

■ Onset kejang ■ Gejala tambahan : mencret, muntah,


sesak, penurunan kesadaran, BAB BAK
■ Frekuensi kejang
■ Riwayat kejang sebelumnya (dengan
■ Lama kejang atau tanpa demam)
■ Tipe kejang : kejang seluruh tubuh / ■ Riwayat trauma kepala
lengan / kaki, mata mendelik ke atas
■ Riwayat kontak dengan penderita
■ Sadar atau tidak saat kejang dan dewasa batuk lama / berdarah
antara kejang
■ Riwayat demam : Didahului demam
atau tidak, tipe demam
Diagnosis - Pemeriksaan Fisik :
■ Keadaan Umum : sedang kejang / tidak, stupor/iritabilitas
■ Tanda-tanda vital  Suhu (>38)
■ Kepala (bulging fontanel), Leher (KGB), Thorax, Abdomen, Ekstremitas
■ Status neurologis :
– Rangsang meningeal : kaku kuduk, brudzinski I/II/III, Lasegue, Kernig
– Saraf otak : pupil bulat, isokor 3mm, refleks cahaya, N. III, IV, VI
– Motorik : kesan parese
– Sensorik : rangsang nyeri
– Vegetatif : BAB BAK
– Refleks fisiologis : Bisep, trisep, patella, achiles
– Refleks patologis : Babinski, chaddock, oppenheim, gordon
Diagnosis - Pemeriksaan Penunjang

■ Laboratorium Darah Rutin  tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam :
– Complete blood count
– Serum elektrolit
– Gula darah
– Kalsium
– Kultur darah
– Diff count

Sumber : Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam IDAI 2006


Diagnosis - Pemeriksaan Penunjang

Pungsi Lumbal
■ Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis
adalah 0,6%-6,7%.
■ Indikasi pungsi lumbal :
■ 1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
■ 2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
■ 3. Bayi > 18 bulan tidak rutin

Sumber : Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam IDAI 2006


Diagnosis - Pemeriksaan Penunjang

■ Elektroensefalografi  tidak direkomendasikan


■ Pemeriksaan EEG hanya dilkakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas.
■ Radioimaging  x-ray kepala, CT-scan, MRI jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan
hanya atas indikasi seperti:
– 1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
– 2. Paresis nervus VI
– 3. Papiledema

Sumber : Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam IDAI 2006


Diagnosis Banding

Sumber : Pedoman Diagnosis dan Terapi IKA Edisi ke-5


Status Epileptikus

Definisi
■ Kejang yang berlangsung terus-menerus selama periode waktu tertentu (30 menit)
atau berulang tanpa pemulihan kesadaran antara kejang.
■ Kejang yang berlangsung terus-menerus lebih dari 30 menit tanpa sadar di antara
kejang.
Diagnosis Banding
KONDISI TANDA DAN GEJALA PEMBEDA PEMERIKSAAN PENUNJANG
Acute bacterial Iritabilitas dan letargi persisten, prolong post Abnormalitas pungsi lumbal yaitu pleositosis,
meningitis ictal, skin rash, bulging fontanelle, nuchal rigidity. peningkatan protein, kadar glukosa rendah,
kultur positif
Viral meningitis Demam, nyeri kepala, kaku leher, mual muntah, CSF : limfositik pleositosis
dan fotofobia Glukosa dapat normal atau tinggi
Gram staining dan kultur bakteri bisa negatif,
viral culture dan PCR positif

Viral encephalitis Gejala prodromal pernafasan atas dengan Pungsi lumbal seringkali pleositosis dan protein
demam dan lemas badan diikuti nyeri kepala, meningkat namun terkadang normal
kaku leher, dan kejang Kultur bakteri negatif, pemeriksaan viral positif
(cth : herpes simpleks, varicella)

Acute encephalopathy Gejala prodromal virus, muntah, penurunan


kesadaran dan kejang
Riwayat penggunaan aspirin (Reye’s syndrome)

Sumber : BMJ Practice Differential Diagnosis of Febrile Seizure


Diagnosis Banding
Kejang Epileptik (Epilepsi) Kejang berulang tanpa provokasi dan EEG menunjukkan paroxxysmal epileptiform
unpredictable, terpisah > 24 jam discharges (seperti spikes, spike and slow
wave)
Status Epileptikus Kejang terjadi terus menerus lebih EEG yang khas (burst-
dari 30 menit. Kejang fokal/umum, suppression¸hypsarrhythmia, spike slow wave,
konvulsi/nonkonvulsi atau dalam 30 spike wave di sentrotemporal)
menit terjadi beberapa kejang tanpa MRI Kepala
ada pemulihan kesadaran di antara
kejang

Generalised epilepsy with Kejang demam multipel saat anak- Tes genetik menunjukkan kelainan pada
febrile seizures plus (GEFS+) anak dan bertahan lebih dari 5 tahun kromosom 2q24, 19q13, dan 5q31, suatu
dan sering mengalami kejang tanpa kelainan autosomal dominan
demam. Gen pertama yang mengalami mutasi yaitu
Kejang berkurang di tengah masa SCN1B (gen pengkode Na channel beta 1
kanak-kanak (11 tahun) subunit)

Sumber : BMJ Practice Differential Diagnosis of Febrile Seizure


Diagnosis Banding
Hot water epilepsy Diagnosis didapat dari history taking. Kejang biasanya EEG interiktal menunjukkan temporal
(HWE) partial kompleks dan dicetuskan dengan mandi atau spikes
menuangkan air panas (40-50oC) ke kepala. Banyak di India
dan Turki dan pada laki-laki.

Breath-holding spells Tidak ada demam, ada serangan apneu, sianosis, dan EEG normal dan serangan tidak
episode pendek generalisata jerking pada ekstremitas menimbulkan epilepsi
setelah menangis Seringkali pada iron defisiency
Anak menahan nafas pada saat ekspirasi, usia onset 6-18 anemia. Suplemen iron efektif
bulan sebagai pencegahan
Kadang non-sianosis, berhubungan dengan kardiak asistol
dan disertai sinkop atau kejang anoksia

Dravet syndrome : Epilepsi menetap, biasanya pada usia tahun pertama, onset Mutasi SCN1A positif
severe myoclonic kejang pada awal kehidupan, rekuren (>5x), prolong dan
epilepsy of infancy sering fokal serta klonik
(SMEI)

Sumber : BMJ Practice Differential Diagnosis of Febrile Seizure


Tatalaksana Saat Kejang

■ Bila datang sedang kejang  Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan


kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20
mg.
■ Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah
diazepam rektal.
– Diazepam rektal 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak
dengan BB<10 kg dan 10 mg untuk BB>10 kg. Atau
– Diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak usia < 3 tahun atau dosis 7,5
mg untuk anak usia > 3 tahun
Dapat diulang lagi 1 x dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5
menit.

Sumber : Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat IDAI. IDAI: Jakarta. 2014.
■ Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang  dirujuk ke rumah sakit.
■ Di rumah sakit dapat diberikan diazepam IV dosis 0,3-0,5 mg/kg.
■ Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin IV dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan
kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit.
■ Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis
awal.
■ Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah
kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.

Sumber : Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat IDAI. IDAI: Jakarta. 2014.
Tatalaksana Kejang Akut & Sumber : Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat
IDAI. IDAI: Jakarta. 2014.
Status Epileptikus
Pre-hospital Diazepam 5-10 mg/rektal 0-10 menit
Pre-hospital max 2x, jarak 5 menit
Periksa airway,
Diazepam 0,25-0,5 mg/kg/iv, kecepatan breathing, 10-20 menit
2 mg/menit, dosis max 20 mg circulation
Rumah atau
RumahSakit/IGD
Sakit/IGD
Midazolam 0,2 mg/kg/iv bolus
atau Periksa EKG,
Lorazepam 0,05-0,1 mg /kg/iv, kecepatan 2 mg/menit GDS, elektrolit,
AGD, koreksi
Kejang stop, lanjut Fenitoin 20 mg/kg/iv, (larutkan 10 mg/1
ICU/IGD
ICU/IGD 5-7 mg/kg 12 jam cc NS), kecepatan 1 mg/menit, dosis max 20-30 menit
kemudian 1 gr
Kejang stop, lanjut
ICU/IGD Fenobarbital 20 mg/kg/iv dalam 5-10 30-60 menit
ICU/IGD 4-5 mg/kg 12 jam
menit, max 1 gr
kemudian

ICU
ICU refrakter

Midazolam 0,2 mg/kg/iv bolus lanjut infus


Pentotal-Tiopental 5-8 mg/kg/iv Propofol 3-5 mg/kg/infus
0,02-0,04 mg/kg/jam
Pemberian obat rumatan

Diberikan bila terdapat indikasi dari pemberian obat rumatan (salah satu) :
■ Kejang lama > 15 menit
■ Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang (hemiparesis,
paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus)
■ Kejang fokal
■ Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
– Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
– Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
– Kejang demam > 4 kali per tahun

Sumber : Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat IDAI. IDAI: Jakarta. 2014.
Pemberian Obat Rumatan

■ Obat pilihan saat ini  asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang
berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi
hati.
■ Selain itu harga dari asam valproat juga cukup mahal.
■ Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4
mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.
■ Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara
bertahap selama 1-2 bulan.

Sumber : Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat IDAI. IDAI: Jakarta. 2014.
Indikasi Rawat

■ Kejang demam pertama kali


■ Kejang demam pada usia < 1 tahun
■ Kejang demam kompleks
■ Hiperpireksia (suhu di atas 40oC)
■ Paska kejang anak tidak sadar atau lumpuh (Todd’s paralysis)

Sumber : Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam IDAI 2006


Edukasi terhadap orang tua pasien
■ Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa
anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan
cara yang diantaranya:
1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya
efek samping obat

Sumber : Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam IDAI 2006


Hal yang harus dikerjakan bila anak kembali kejang :
1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau
lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu
kedalam mulut.
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
7. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.

Sumber : Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam IDAI 2006


Vaksinasi
■ Tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang
mengalami kejang demam.
■ Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam,
terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR.
■ Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga
3 hari kemudian.

Sumber : Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam IDAI 2006


Pencegahan Kejang Demam
Pengobatan pada saat demam
■ Antipiretik  pemberian antipiretik agresif pada saat demam menurunkan resiko kejang
demam. Namun, tidak menurunkan resiko rekurensi kejang demam.
■ Parasetamol  10 –15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali.
■ Ibuprofen  5-10 mg/kg/kali ,3-4 kali sehari
■ Asam salisilat tidak digunakan (bisa menyebabkan Sindroma Reye’s) pada <18 bulan

Sumber : Swaiman Pediatric Neurology 5th edition.


Sumber : Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam IDAI 2006
Pencegahan
Pencegahan kejang demam dapat dilakukan dengan cara :
Pengobatan pada saat demam
■ Antikonvulsan
■ diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam
■ diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu >
38,5oC
■ Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel
dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.
■ Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin saat demam tidak
berguna untuk mencegah kejang demam
Sumber : Swaiman Pediatric Neurology 5th edition.
Sumber : Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam IDAI 2006
Pencegahan rekurensi

Pengobatan setiap hari / rumatan 


■ Barbiturat  jarang diberikan jangka panjang karena efek samping hiperaktifitas.
■ Valproat  Efektif mencegah rekurensi kejang demam namun memiliki efek
hepatotoksik pada anak usia < 2 tahun.
Obat-obatan antiepilepsi tidak efektif dalam mencegah berkembangnya epilepsi.

Sumber : Swaiman Pediatric Neurology 5th edition.


Komplikasi
■ Beberapa sindroma epilepsi yang biasanya diawali dengan kejang demam adalah :
■ GEFS+ / Generalized epilepsy with febrile seizures plus : sindrom autosomal dominan dengan
fenotip bervariasi.
■ Dravet Syndrome / Severe myoclonic epilepsy of infancy : adalah fenotip paling parah / severe
dari epilepsi yang berhubungan dengan kejang demam.
■ Temporal lobe epilepsy secondary to mesial temporal sclerosis

Sumber : Current Diagnosis and Treatment Pediatric


Nelson Textbook of Pediatry 20th edition.
Morbiditas dan Mortalitas

■ Kejang demam sangat jarang menimbulkan kematian. Kejang demam juga tidak
menimbulkan berkurangnya kemampuan kognitif dan performa anak di sekolah
setelah kejang. Kemampuan memori anak terganggu bila anak mengalami epilepsi
temporal kronik.

Sumber : Current Diagnosis and Treatment Pediatric


Nelson Textbook of Pediatry 20th edition.
Prognosis
Risiko berulangnya kejang demam ■ Gangguan perkembangan saraf
■ Sekitar ⅓ anak dapat mengalami kejang demam ■ Kejang demam kompleks
berulang, 10%
■ Riwayat epilepsi dalam keluarga
■ dapat terjadi >3×
■ Lamanya demam hingga terjadi kejang
Rekurensi kejang demam:
■ 1 faktor (+): risiko 3–5%
■ 50% dalam 6 bl pertama
■ 2–3 faktor (+): risiko 13–15%
■ 75% dalam tahun pertama
■ 90% dalam tahun kedua
■ KD pertama <1 th: 50%
■ KD pertama >1 th: 28%
■ Lebih banyak faktor risiko yang didapatkan, lebih
besar juga kemungkinan terjadi rekurensi
Risiko terjadi epilepsi di kemudian hari. Sebesar 2–
10% penderita kejang demam mengalami epilepsi di
kemudian hari
Sumber : Pedoman Diagnosis dan Terapi IKA Edisi ke-5
.
Referensi
■ Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam; Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S; Unit Kerja
Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2006
■ Pedoman Diagnosis dan Terapi IKA Edisi ke-5
■ Best Practice BMJ Differential Diagnosis Febrile Seizure
■ UKK Neurologi IDAI. Kejang Demam pada Anak. IDAI: Jakarta. 2015.
■ Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat IDAI. IDAI: Jakarta. 2014.
■ Swaiman Pediatric Neurology 5th edition.
■ Current Diagnosis and Treatment Pediatric
■ Nelson Textbook of Pediatry 20th edition.
TERIMA KASIH
UMN vs LMN
SIGN UPPER MOTOR NEURON LESIONS LOWER MOTOR NEURON LESIONS

Weakness Yes Yes

Atrophy No Yes

Fasciculations NO Yes

Reflexes Increased Decreased

Tone Increased Decreased


Kontraindikasi pungsi lumbal pada
anak
■ Infeksi pada daerah kulit tempat jarum akan ditusukkan
■ Terdapat tanda tekanan intrakranial yang meningkat :
– Pupil yang tidak sama
– Tubuh kaku
– Paralisis salah satu ekstremitas
– Napas yang tidak teratur

Sumber : Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit WHO 2005
.
Batas Elektrolit
Elektrolit Batas bawah Batas atas Timbul neurologis

Natrium 135 mEq/L 145 mEq/L <120 mEq/L

Kalium 3,5 mEq/L 5,5 mEq/L Jarang menimbulkan


gejala neurologis
Kalsium 8,5 mg/dL 10,5 mg/dL • Hypocalcemia : 4,5-
4,5 mg/dL
• Hypercalcemia :
Rapid increase to 12-
13,9 mg/dL
Magnesium 1,7 mEq/L 2,5 mEq/L <1,2 mEq/L

Sumberr : Elecctrolytes disturbances and Seizures , Luis Castilla-Guerra, 20


H-channel
■ Onset of action diazepam :
– Rectal : 5-10 menit
– Intravena : 1-5 menit
– Intramuskular : 15-30 menit

Anda mungkin juga menyukai